Manusia,
Kebudayaan, Dan Bahasa
A.
Pengertian Manusia, Kebudayaan dan Bahasa
Manusia
Manusia
adalah makhluk ciptaan Tuhan yang terdiri dari tubuh yang paling sempurna jika
dibandingkan dengan makhluk – makhluk lain. Kesempurnaan itu terletak pada adab
dan budaya. Manusia beradab atau berbudaya karena dilengkapi oleh penciptanya
dengan akal, nurani dan kehendak yang terdapat dalam jiwa manusia.
Sebagai
makhluk budaya, manusia mempunyai berbagai: kebutuhan yang bervariasi.
Kebutuhan tersebut tidak mungkin dapat dipenuhinya sendiri dengan sempurna
tanpa berhubungan dengan alam lingkungan dan manusia lain. Apabila manusia
mengadakan hubungan dengan manusia lain, ini berarti bukan hanya sebagai
makhluk budaya melainkan juga sebagai mahkluk sosial (zoon politicon).
Kebudayaan
Budaya atau kebudayaan berasal dari bahasa Sanskerta yaitu buddhayah, yang merupakan bentuk jamak
dari buddhi (budi atau akal)
diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan dengan budi dan akal manusia.
Koentjaraningrat mengemukakan bahwa “kebudayaan
merupakan perkembangan dari bentuk jamak “budi daya” . Budaya dapat juga
di artikan sebagai totalitas aktifitas manusia yang disepakati bersama-sama
dalam masyarakat tertentu yang tidak terlepas dari nilai.
Sesuai dengan definisi Koentjaraningrat,
bahwa kebudayaan itu diperoleh manusia dari proses belajar pada lingkungan juga
dari hasil pengamatan langsung, maka kebudayaan itu dapat diterima dengan 3
(tiga) bentuk, yaitu:
a.
Melalui pengalaman hidup saat menghadapi lingkungan.
b.
Melalui pengalaman hidup sebagai makhluk sosial.
c.
Melalui komuniasi simbolis (benda, tubuh, gerak tubuh,
dan peristiwa yang lain).
Kebudayaan itu muncul sebab adanya
aktifitas manusia sebagai makhluk sosial, oleh karenanya, manusia disebut
sebagai makhluk yang berbudaya dan pencipta kebudayaan itu sendiri, sebab
hampir semua tindakan manusia adalah budaya atau kebudayaan. Apalagi dengan
didukungnya perkembangan teknologi informasi pada masa sekarang ini yang
semakin maju, dimana berbagai informasi dapat diakses dengan mudah oleh seluruh
kalangan masyarakat, tidaklah menutup kemungkinan untuk masuk dan terciptanya
kebudayaan baru dikalangan masyarakat, sebab manusia diciptaan oleh Allah
dengan diberi kesempurnaan di bandingkan dengan yang lainnya, karena dilengkapi
dengan akal budi. Dan dengan akal budi itu manusia akan memproses segala data
atau informasi yang sampai kepadanya.
Akal budi merupakan pemberian,
sekaligus potensi dalam diri manusia yang tidak dimiliki makhluk lainnya. Akal
adalah kemampuan berfikir manusia sebagai kodrat alami yang dimiliki, yang
berfungsi untuk berfikir dalam menyelesaikan masalah-masalah yang dihadapinya.
Budi berarti juga akal. Budi berasal dari bahasa sanskerta “budh” yang berarti akal. Budi adalah
bagian dari kata hati yang berupa panduan akal dan perasaan dan yang dapat
membedakan baik buruknya sesuatu. Menurut Sultan Alisyahbana, Budilah yang
menyebabkan manusia mengembangkan suatu hubungan yang bermakna dengan alam
sekitarnya dengan jalan memberikan penilaian objektif terhadap objek dan kajian.
Dengan akal budi tersebut, dan
didukung dengan perkembangan teknologi informasi yang semakin maju, manusia
dapat memenuhi kebutuhan hidupnya dan mampu menciptakan kebudayaan dan
menjalankan proses transformasi budaya. Kebudayaan yang sudah diciptakan itu
akan selalu berubah dan berkembang sesuai dengan kemampuan manusia dalam
mengembangkan daya atau potensi yang terpendam dalam akal budinya dengan
perkembangan teknologi informasi dan ilmu pengetahuan sebagai alatnya.
Sudah barang tentu, semua kebudayaan
yang tercipta lewat alat perantara ini, akan menimbulkan dua nilai yang
bertolak belakang, apalagi munculnya kebudayaan itu sendiri dipengaruhi kuat
oleh “akal dan budi”, namun sisi negatiflah yang perlu aanya perhatian lebih
khusus dari semua kalangan masyarakat.
Bahasa
Bahasa
memiliki pengertian yang sangat luas karena bahasa merupakan alat komunikasi
sosial seluruh manusia di dunia, banyak para ahli yang mencoba merumuskan
mengenai pengertian bahasa, berikut beberapa ahli yang mencoba memberikan definisinya
mengenai bahasa.
Menurut
Wibowo (2001:3), bahasa adalah sistem simbol bunyi yang bermakna dan
berartikulasi (dihasilkan oleh alat ucap) yang bersifat arbitrer dan
konvensional, yang dipakai sebagai alat berkomunikasi oleh sekelompok manusia
untuk melahirkan perasaan dan pikiran.
Chaer
dan Agustina (2009:11) secara sederhana, bahasa dapat diartikan sebagai alat
untuk menyampaikan sesuatu yang terlintas di dalam hati. Namun, lebih jauh
bahasa bahasa adalah alat untuk beriteraksi atau alat untuk berkomunikasi,
dalam arti alat untuk menyampaikan pikiran, gagasan, konsep atau perasaan.
Dalam studi sosiolinguistik, bahasa diartikan sebagai sebuah sistem lambang,
berupa bunyi, bersifat arbitrer, produktif, dinamis, beragam dan manusiawi.
Bahasa
adalah sebuah sistem, artinya, bahasa dibentuk oleh sejumlah komponen yang
berpola secara tetap dan dapat dikaidahkan. Sistem bahasa berupa
lambang-lambang bunyi, setiap lambang bahasa melambangkan sesuatu yang disebut
makna atau konsep.
Karena
setiap lambang bunyi itu memiliki atau menyatakan suatu konsep atau makna, maka
dapat disimpulkan bahwa setiap suatu ujaran bahasa memiliki makna. Contoh
lambang bahasa yang berbunyi “nasi” melambangkan konsep atau makna ‘sesuatu
yang biasa dimakan orang sebagai makanan pokok’.
Bahasa
merupakan alat pengatar dalam berkomunikasi, bahasa untuk setiap walayah,
bagian dan Negara memiliki perbedaan yang sangat komplek. Dalam ilmu komunikasi
bahasa merupakan komponen komunikasi yang sulit dipahami. Bahasa memiliki sidat
unik dan komplek, yang hanya dapat dimengerti oleh pengguna bahasa tersebu.
Jadi keunikan dan kekomplekan bahasa ini harus dipelajari dan dipahami agar
komunikasi lebih baik dan efektif dengan memperoleh nilai empati dan simpati
dari orang lain.
Bahasa
memiliki beberapa fungsi yang dapat dibagi menjadi fungsi umum dan fungsi
khusus. Fungsi bahasa secara umum adalah sebagai alat untuk berekspresi,
berkomunikasi, dan alat untuk mengadakan integrasi dan adaptasi sosial.
Sedangkan fungsi bahasa secara khusus adalah untuk mengadakan hubungan dalam
pergaulan sehari-hari, mewujudkan seni (sastra), mempelajari naskah-naskah
kuno, dan untuk mengeksploitasi ilmu pengetahuan dan teknologi.
Isi
kebudayaan yang bersifat universal mempunyai hubungan yang penting
dalam terciptanya komunikasi dalam segi
kehidupan apa pun. Malinowski (Mutakin, 2006:83)
menyatakan bahwa manusia purba seperti Homo erectus atau
Phitecantropus erectus yang hidup berkelompok
sekitar 8-10 individu telah mampu menjalin
kerjasama dan komunikasi antar sesamanya dengan
menggunakan sistem suara-suara berkembang yang
mengandung makna-makna tertentu sebagai medianya. Hal
itu bisa diartikan bahwa pada jaman dahulu,
bahasa sudah digunakan walau menggunakan
simbol-simbol dalam bunyi-bunyian.
Globalisasi
menyebabkan terciptanya kata-kata baru dan
memungkinkan adanya perubahan dalam gaya berbahasa dari sudut
pandang mana pun. Pada zaman Yunani para filsuf meneliti apa yang dimaksud
dengan bahasa dan apa hakikat bahasa. Para
filsuf tersebut sependapat bahea bahasa adalah
sistem tanda. Dikatakan bahwa manusia hidup dalam tanda-tanda yang mencakup
segala segi kehidupan manusia, misalnya
bangunan, kedokteran, kesehatan, geografi, dan sebagainya. Tetapi
mengenai hakikat bahasa, apakah bahasa mirip realitas atau
tidak, mereka belum sepakat. Kebudayaan sendiri
menggolongkan bahasa menjadi sesuatu hal yang tidak nyata, karena berisi
gagasan, ide, dan hasil pemikiran. Tetapi hal itu menjadi masalah ketika
ditampilkan dalam sebuah teks yang tentu saja bisa terlihat nyata.
Hal-hal yang bertentangan di atas tidak
akan pernah dilepaskan dari bahasa dan
individu sebagai penggunanya. Di Indonesia
bahasa sangat dipengaruhi oleh berbagai bidang kehidupan, baik
ekonomi, teknologi, pertanian, dan bidang lainnya. Masalah-masalah yang
ditimbul ini tidak akan selesai sampai kapan pun, karena bahasa berhubungan
langsung dengan perkembangan dunia.
B.
Karakteristik
Bahasa
Ada
beberapa ciri-ciri dari bahasa sehingga mudah dalam pengklasifikasiannya.
Diantara karakteristik bahasa itu adalah sebagai berikut:
Bahasa Bersifat Abritrer
Bahasa
bersifat abritrer artinya hubungan antara lambang dengan yang dilambangkan
tidak bersifat wajib, bisa berubah dan tidak dapat dijelaskan mengapa lambang
tersebut mengonsepi makna tertentu. Secara kongkret, alasan “kuda” melambangkan
‘sejenis binatang berkaki empat yang bisa dikendarai’ adalah tidak bisa
dijelaskan.
Meskipun
bersifat abritrer, tetapi juga konvensional. Artinya setiap penutur suatu
bahasa akan mematuhi hubungan antara lambang dengan yang dilambangkannya. Dia
akan mematuhi, misalnya, lambang ‘buku’ hanya digunakan untuk menyatakan
‘tumpukan kertas bercetak yang dijilid’, dan tidak untuk melambangkan konsep
yang lain, sebab jika dilakukannya berarti dia telah melanggar konvensi itu.
Bahasa Bersifat Produktif
Bahasa
bersifat produktif artinya, dengan sejumlah besar unsur yang terbatas, namun
dapat dibuat satuan-satuan ujaran yang hampir tidak terbatas. Misalnya, menurut
Kamus Umum Bahasa Indonesia susunan WJS. Purwadarminta bahasa Indonesia hanya
mempunyai kurang lebih 23.000 kosa kata, tetapi dengan 23.000 buah kata
tersebut dapat dibuat jutaan kalimat yang tidak terbatas.
Bahasa Bersifat Dinamis
Bahasa
bersifat dinamis berarti bahwa bahasa itu tidak lepas dari berbagai kemungkinan
perubahan sewaktu-waktu dapat terjadi. Perubahan itu dapat terjadi pada tataran
apa saja: fonologis, morfologis, sintaksis, semantic dan leksikon. Pada setiap
waktu mungkin saja terdapat kosakata baru yang muncul, tetapi juga ada kosakata
lama yang tenggelam, tidak digunakan lagi.
Bahasa Bersifat Beragam
Meskipun
bahasa mempunyai kaidah atau pola tertentu yang sama, namun karena bahasa itu
digunakan oleh penutur yang heterogen yang mempunyai latar belakang sosial dan
kebiasaan yang berbeda, maka bahasa itu menjadi beragam, baik dalam tataran
fonologis, morfologis, sintaksis maupun pada tataran leksikon. Bahasa Jawa yang
digunakan di Surabaya berbeda dengan yang digunakan di Yogyakarta. Begitu juga
bahasa Arab yang digunakan di Mesir berbeda dengan yang digunakan di Arab
Saudi.
Bahasa Bersifat Manusiawi
Bahasa
sebagai alat komunikasi verbal, hanya dimiliki manusia. Hewan tidak mempunyai
bahasa. Yang dimiliki hewan sebagai alat komunikasi, yang berupa bunyi atau
gerak isyarat, tidak bersifat produktif dan dinamis. Manusia dalam menguasai
bahasa bukanlah secara instingtif atau naluriah, tetapi dengan cara belajar.
Hewan tidak mampu untuk mempelajari bahasa manusia, oleh karena itu dikatakan
bahwa bahasa itu bersifat manusiawi.
C.
Hubungan Manusia dan Budaya
Antropologi budaya menyelidiki seluruh
cara hidup manusia, begaimana manusia dengan akal budinya dan struktur fisiknya
dapat mengubah lingkungan berdasarkan pengalamannya. Manusia yang mempunyai
jiwa, mempunyai pula kebudayaan. Manusia itu adalah tertinggi dan mempunyai
kedudukan yang istimewa.
Islam menyatakan dalam Al-Qur’an: “Kami
muliakanlah anak-anak Adam, kami lebihkan mereka dari kebanyakan makhluk yang
kami ciptakan dengan kelebihan yang sempurna.” (QS. Al-Isra’:70)
“Tuhan yang mejadikan bumi buat kamu untuk tempat
tinggal dan langit menjadi atap, dan dibentuk-Nya rupamu dan dibuat-Nya rupamu
yang baik serta diberi-Nya kamu rezeki dengan barang-barang yang baik.”
(QS. Al-Mukmin:64)
“Tuhan berfirman kepada Malaikat: Aku menempatkan
khalifah dibumi.”(QS.Al-Baqarah:30).
Manusia mencipta diri apa yang ada.
Ciptaan manusia yang dinamakan kebudayaan.
Kebudayaan tidak bisa lepas dari
kepribadian individu melalui proses belajar yang disebut sosialisasi.
Kepribadian/watak tiap-tiap individu pasti juga mempunyai pengaruh terhadap
perkembangan kebudayaan itu secara keseluruhan. Sebaliknya, kebudayaan suatu
masyarakat turut memberikan sumbangan pada pembentukan kepribadian seseoarang.
Suatu individu dalam suatu masyarakat,walaupun berbeda-beda satu sama lainnya,
distimulasi dan depengaruhi oelh nilai-niai dan norma-norma dalam sistem budaya
dan juga oleh sistem sosial yang telah di internalisasikan (diserap dalam
dirinya) melalui proses sosialisasi dan proses pembangunan selama hidup sejak
masa kecilnya.
D.
Hubungan
Bahasa dan Budaya
Ada berbagai
teori mengenai hubungan bahasa dan kebudayaan. Ada yang mengatakan bahasa itu
merupakan bagian dari kebudayaan, tetapi ada pula yang mengatakan bahwa bahasa
dan kebudayaan merupakan dua hal yang berbeda, namun mempunyai hubungan yang
sangat erat, sehingga tidak dapat dipisahkan.
Ada yang
mengatakan bahwa bahasa sangat dipengaruhi kebudayaan, sehingga segala hal yang
ada dalam kebudayaan akan tercermin di dalam bahasa. Sebaliknya, ada juga yang
mengatakan bahwa bahasa sangat dipengaruhi kebudayaan dan cara berpikir manusia
atau masyarakat penuturnya.
Pengajaran
bahasa sering dipisahkan dari pengajaran budaya (culture), bahkan ada yang menganggap bahwa bahasa tidak ada
hubungannya dengan budaya. Memang diakui bahwa budaya penting untuk dipahami
oleh pembelajaran bahasa, tetapi pengajarannya sering terpisah dari pengajaran
bahasa. Memang mempertimbangkan aspek budaya dalam pembelajaran bahasa dengan
lebih menekankan pada penggunaan bahasa, tetapi dalam pelaksanaannya bahasa
masih dianggap sebagai satu sistem homogen yang terpisah dari interaksi penutur
dalam kehidupan sehari-hari.
Bahasa
adalah hasil budaya suatu masyarakat yang kompleks dan aktif. Bahasa dikatakan
kompleks karena di dalamnya tersimpan pemikiran-pemikiran kolektif dan semua
hal yang dimiliki oleh suatu masyarakat. Bahasa dikatakan aktif karena bahasa
terus berubah sesuai dengan perkembangan masyarakat. Oleh karena sifatnya
tersebut, bahasa adalah aspek terpenting dalam mempelajari suatu kehidupan dan
kebudayaan masyarakat.
Koentjaraningrat
(1994), bahasa merupakan bagian dari kebudayaan. Artinya, kedudukan bahasa
berada pada posisi subordinat di bawah kebudayaan, tetapi sangat berkaitan.
Namun, beberapa pendapat lain mengatakan bahwa hubungan antara bahasa dan
kebudayaan merupakan hubungan yang bersifat koordinatif, sederajat dan
kedudukannya sama tinggi.
Masinambouw
menyebutkan bahwa bahasa dan kebudayaan merupakan dua sistem yang melekat pada
manusia. Kalau kebudayaan itu adalah sistem yang mengatur interaksi manusia di
dalam masyarakat, maka kebahasaan adalah suatu sistem yang berfungsi sebagai
sarana berlangsungnya interaksi itu.
Bahasa
sebagai suatu sistem komunikasi adalah suatu bagian atau subsistem dari sistem
kebudayaan, bahkan dari bagian inti kebudayaan. Bahasa terlibat dalam semua
aspek kebudayaan, paling sedikit dengan cara mempunyai nama atau istilah dari
unsur-unsur dari semua aspek kebudayaan itu. Lebih penting lagi, kebudayaan
manusia tidak akan mungkin terjadi tanpa bahasa karena bahasalah faktor yang
menentukan terbentuknya kebudayaan.
Bahasa
sebagai alat komunikasi yang terdiri dari sistem lambang, yang dikomposisikan
pada kerangka hubungan kelompok sosial, dapat berimbas pula pada struktur
interaksi kebudayaan secara menyeluruh. Para ahli sepakat mendefinisikan
kebudayaan sebagai sebuah sistem struktur yang terdiri dari simbol-simbol,
perlambang dan makna-makna yang dimiliki secara komunal atau bersama, yang
dapat diidentifikasi, sekaligus bersifat publik.
Fungsi
bahasa dalam arti luas dapat dipergunakan sebagai media komunikasi untuk
menyampaikan segala perlambang kebudayaan antar anggota masyarakat. Sifat khas
suatu kebudayaan memang hanya bisa dimanifestasikan dalam beberapa unsur yang
terbatas dalam suatu kebudayaan, yaitu dalam bahasanya, keseniannya, dan dalam
adat istiadat upacaranya. Bahasa dan budaya, sangat sarat dengan daya-daya
kohesif dan saling mempengaruhi, serta boleh dikatakan bahwa masing-masing
entitas yang satu tidak bisa berdiri sendiri tanpa peranan yang lain.
Pembelajaran
budaya suatu masyarakat hendaknya mengutamakan unsur-unsur bahasa yang
digunakan dalam masyarakat tersebut. Budaya dan bahasa merupakan dua hal yang
saling berkaitan erat. Untuk belajar suatu budaya sekelompok masyarakat,
seseorang harus menguasai bahasa sekelompok masyarakat tersebut. Chaer dan
Agustina (2010), mengatakan bahwa bahasa itu bersifat unik dan mempunyai
hubungan yang sangat erat dengan budaya masyarakat pemakainya, maka analisis
suatu bahasa hanya berlaku untuk bahasa itu saja, tidak dapat digunakan untuk
menganalisis bahasa lain.
Dengan
demikian hubungan bahasa dan kebudayaan seperti anak kembar siam, du buah
fenomena sangat erat sekali bagaikan dua sisi mata uang, sisi yang satu sebagai
sistem kebahasaan dan sisi yang lain sebagai sistem kebudayaan.
Sedemikian eratnya hubungan antara kebudayaan dan bahasa sebagai wadahnya,
hingga sering terdapat kesulitan dalam menerjemahkan kata-kata dan ungkapan
dari satu bahasa ke bahasa yang lain. Sebagai contoh, perkataan village, dalam
bahasa Inggris tidaklah sama dengan desa dalam bahasa Indonesia. Sebab konsep
village dalam bahasa Inggris adalah lain sekali dari desa dalam bahasa
Indonesia. Oleh karena itu ungkapan yang pernah di keluarkan oleh penulis asing
menyebut kota Jakarta sebagai big village akan hilang maknanya jika
diterjemahkan dengan ” desa yang besar”.
Hal
ini menegaskan kita pada hubungan antara bahasa dan kebudayaan, yaitu bahwa
kunci bagi pengertian yang mendalam atas suatu kebudayaan adalah melalui
bahasanya. Semua yang di bicarakan dalam suatu bahasa, terkecuali ilmu
pengetahuan yang kita anggap universal, adalah tentang hal-hal yang ada dalam
kebudayaan bahasa itu. Oleh karena itu maka perlu mempelajari bahasa jika kita
ingin mendalami suatu kebudayaan ialah melalui bahasanya. Bahasa itu adalah
produk budaya dan sekaligus wadah penyampai kebudayaan dari masyarakat bahasa
yang bersangkutan.
E. Contoh Perbedaan Bahasa Sebagai Unsur Budaya
Bahasa
merupakan salah satu unsur penting dalam kehidupan manusia dan dalam kebudayaan
yang diciptakan oleh manusia sehingga perbedaan bahasa menjadi sesuatu yang
wajar apalagi di Negara Indonesia yang dipenuhi oleh beragam suku dan budaya.
Budaya sangat berpengaruh terhadap perkembangan bahasa karena salah satu produk
turunan dari kebudayaan adalah bahasa. Kali ini kami mengangkat bahasa daerah
NTT sebagai contoh.
Berikut ini adalah contoh perbedaan antara bahasa Indonesia yang merupakan bahasa nasional dan bahasa kupang yang merupakan salah satu bahasa daerah yang ada di Indonesia.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar