Kisah Nabi Adam A.S
Setelah Allah s.w.t menciptakan bumi dengan
gunung-gunungnya, laut-lautannya dan tumbuh-tumbuhannya, menciptakan langit
dengan mataharinya,bulan dan bintang-bintangnya yang bergemerlapan menciptakan
malaikat-malaikatnya ialah sejenis makhluk halus yang diciptakan untuk
beribadah menjadi perantara antara Zat Yang Maha Kuasa dengan hamba-hamba
terutama para rasul dan nabinya maka tibalah kehendak Allah s.w.t. untuk
menciptakan sejenis makhluk lain yang akan menghuni dan mengisi bumi memeliharanya
menikmati tumbuh-tumbuhannya, mengelola kekayaan yang terpendam di dalamnya dan
berkembang biak turun-temurun, waris-mewarisi sepanjang masa yang telah
ditakdirkan baginya.
Kekhawatiran Para Malaikat
Kalau angin bertiup sepoi-sepoi basah di mana daun-daunan bergerak lemah gemulai dan mendesirkan suara sayup-sayup, maka terkesanlah di hatinya keharuan yang begitu mendalam; dirasakannya sebagai derita batin yang dalam dibalik kenikmatan yang dianugerahkan Allah kepadanya.
Tatkala ia sudah dekat pada Hawa serta hendak mengulurkan tangan sucinya kepadanya, maka tiba-tiba terdengarlah panggilan ghaib berseru: “Hai Adam....tahanlah dirimu. Pergaulanmu dengan Hawa tidak halal kecuali dengan mahar dan menikah!”. Adam a.s tertegun, kembali ke tempatnya dengan taat. Hawa pun mendengar teguran itu dan hatinya tenteram. Kedua manusia syurga itu sama-sama terdiam seolah-olah menunggu perintah.
Para malaikat ketika diberitahukan oleh Allah s.w.t.
akan kehendak-Nya menciptakan makhluk lain itu, mereka khuatir kalau-kalau
kehendak Allah menciptakan makhluk yang lain itu, disebabkan kecuaian atau
kelalaian mereka dalam ibadah dan menjalankan tugas atau karena pelanggaran
yang mereka lakukan tanpa disadari. Berkata mereka kepada Allah s.w.t.: “Wahai
Tuhan kami! Buat apa Tuhan menciptakan makhluk lain selain kami, padahal kami
selalu bertasbih, bertahmid, melakukan ibadah dan mengagungkan nama-Mu tanpa
henti-hentinya, sedang makhluk yang Tuhan akan ciptakan dan turunkan ke bumi
itu, niscaya akan bertengkar satu dengan lain, akan saling bunuh-membunuh
berebutan menguasai kekayaan alam yang terlihat diatasnya dan terpendam di
dalamnya, sehingga akan terjadilah kerusakan dan kehancuran di atas bumi yang
Tuhan ciptakan itu.”
Allah berfirman, menghilangkan kekhuatiran para
malaikat itu:
“Aku mengetahui apa yang kamu tidak ketahui dan Aku
sendirilah yang mengetahui hikmat penguasaan Bani Adam atas bumi-Ku. Bila Aku
telah menciptakannya dan meniupkan roh kepada nya, bersujudlah kamu di hadapan
makhluk baru itu sebagai penghormatan dan bukan sebagai sujud ibadah, karena
Allah s.w.t. melarang hamba-Nya beribadah kepada sesama makhluk-Nya.”
Kemudian diciptakanlah Adam oleh Allah s.w.t. dari
segumpal tanah liat, kering dan lumpur hitam yang berbentuk. Setelah
disempurnakan bentuknya ditiupkanlah roh ciptaan Tuhan ke dalamnya dan
berdirilah ia tegak menjadi manusia yang sempurna.
Iblis Membangkang
Iblis membangkang dan enggan mematuhi perintah Allah
seperti para malaikat yang lain, yang segera bersujud di hadapan Adam sebagai
penghormatan bagi makhluk Allah yang akan diberi amanat menguasai bumi dengan
segala apa yang hidup dan tumbuh di atasnya serta yang terpendam di dalamnya. Iblis
merasa dirinya lebih mulia, lebih utama dan lebih agung dari Adam, karena ia
diciptakan dari unsur api, sedang Adam dari tanah dan lumpur. Kebanggaannya
dengan asal usulnya menjadikan ia sombong dan merasa rendah untuk bersujud
menghormati Adam seperti para malaikat yang lain, walaupun diperintah oleh
Allah.
Tuhan bertanya kepada Iblis: “Apakah yang mencegahmu
sujud menghormati sesuatu yang telah Aku ciptakan dengan tangan-Ku?”
Iblis menjawab: “Aku adalah lebih mulia dan lebih
unggul dari dia. Engkau ciptakan aku dari api dan menciptakannya dari lumpur.”
Karena kesombongan, kecongkakan dan pembangkangannya
melakukan sujud yang diperintahkan, maka Allah menghukum Iblis dengan mengusir
dari syurga dan mengeluarkannya dari barisan malaikat dengan disertai kutukan dan
laknat yang akan melekat pada dirinya hingga hari kiamat. Di samping itu ia
dinyatakan sebagai penghuni neraka.
Iblis dengan sombongnya menerima dengan baik hukuman
Tuhan itu dan ia hanya mohon agar kepadanya diberi kesempatan untuk hidup kekal
hingga hari kebangkitan kembali di hari kiamat. Allah meluluskan permohonannya
dan ditangguhkanlah ia sampai hari kebangkitan, tidak berterima kasih dan
bersyukur atas pemberian jaminan itu, bahkan sebaliknya ia mengancam akan
menyesatkan Adam, sebagai sebab terusirnya dia dari syurga dan dikeluarkannya
dari barisan malaikat, dan akan mendatangi anak-anak keturunannya dari segala
sudut untuk memujuk mereka meninggalkan jalan yang lurus dan bersamanya
menempuh jalan yang sesat, mengajak mereka melakukan maksiat dan hal-hal yang
terlarang, menggoda mereka supaya melalaikan perintah-perintah agama dan
mempengaruhi mereka agar tidak bersyukur dan beramal soleh.
Kemudian Allah berfirman kepada Iblis yang terkutuk
itu:
“Pergilah engkau bersama pengikut-pengikutmu yang
semuanya akan menjadi isi neraka Jahanam dan bahan bakar neraka. Engkau tidak
akan berdaya menyesatkan hamba-hamba-Ku yang telah beriman kepada Ku dengan
sepenuh hatinya dan memiliki aqidah yang mantap yang tidak akan tergoyah oleh
rayuanmu, walaupun engkau menggunakan segala kepandaianmu menghasut dan
memfitnah.”
Pengetahuan Adam Tentang Nama-Nama
Benda
Allah hendak menghilangkan anggapan rendah para
malaikat terhadap Adam dan menyakinkan mereka akan kebenaran hikmat-Nya
menunjuk Adam sebagai penguasa bumi, maka diajarkanlah kepada Adam nama-nama
benda yang berada di alam semesta, kemudian diperagakanlah benda-benda itu di
depan para malaikat seraya: “Cobalah sebutkan bagi-Ku nama benda-benda itu, jika
kamu benar merasa lebih mengetahui dan lebih mengerti dari Adam.”
Para malaikat tidak berdaya memenuhi tentangan Allah
untuk menyebut nama-nama benda yang berada di depan mereka. Mereka mengakui
ketidak-sanggupan mereka dengan berkata: “Maha Agung Engkau! Sesungguhnya kami
tidak memiliki pengetahuan tentang sesuatu kecuali apa yang Tuhan ajakan kepada
kami. Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mengetahui dan Maha Bijaksana.”
Adam lalu diperintahkan oleh Allah untuk
memberitahukan nama-nama itu kepada para malaikat dan setelah diberitahukan
oleh Adam, berfirmanlah Allah kepada mereka: “Bukankah Aku telah katakan padamu
bahawa Aku mengetahui rahasia langit dan bumi dan mengetahui apa yang kamu
lahirkan dan apa yang kamu sembunyikan.”
Adam Menghuni Syurga
Adam diberi tempat oleh Allah di syurga dan baginya
diciptakanlah Hawa untuk mendampinginya dan menjadi teman hidupnya, menghilangkan
rasa kesepiannya dan melengkapi keperluan fitrahnya untuk mengembangkan
keturunan. Menurut cerita para ulamat, Hawa diciptakan oleh Allah dari salah
satu tulang rusuk Adam yang disebelah kiri diwaktu ia masih tidur sehingga
ketika ia terjaga, ia melihat Hawa sudah berada di sampingnya. Ia ditanya oleh
malaikat: “Wahai Adam! Apa dan siapakah makhluk yang berada di sampingmu itu?”
Berkatalah Adam: “Seorang perempuan”. “Sesuai dengan
fitrah yang telah diilhamkan oleh Allah kepadanya.” “Siapa namanya?” tanya
malaikat lagi. “Hawa”, jawab Adam. “Untuk apa Tuhan menciptakan makhluk ini?”, tanya
malaikat lagi.
Adam menjawab: “Untuk mendampingiku, memberi
kebahagian bagiku dan mengisi keperluan hidupku sesuai dengan kehendak Allah.”
Syurga Yang Serba Nikmat
Segala kesenangan ada di dalamnya. Semua tersedia apa
saja yang diinginkan, tanpa bersusah payah memperolehnya. Sungguh suatu tempat
yang amat indah dan permai, menjadi idaman setiap insan. Demikianlah menurut
riwayat tatkala Allah SWT. selesai mencipta alam semesta dan makhluk-makhluk
lainnya, maka dicipta-Nya pula Adam ‘alaihissalam sebagai manusia pertama.
Hamba yang dimuliakan itu ditempatkan Allah SWT di dalam Syurga (Jannah).
Adam a.s hidup sendirian dan sebatang kara, tanpa
mempunyai seorang kawan pun. Ia berjalan ke kiri dan ke kanan, menghadap ke
langit-langit yang tinggi, ke bumi terhampar jauh di seberang, maka tiadalah
sesuatu yang dilihatnya dari mahkluk sejenisnya kecuali burung-burung yang
berterbangan ke sana ke mari, sambil berkejar-kejaran di angkasa bebas,
bernyanyi-nyanyi, bersiul-siul, seolah-olah memamerkan kemesraan.
Adam a.s terpikat melihatnya, rindu berkeadaan
demikian. Tetapi sungguh malang, siapalah gerangan kawan yang hendak diajak. Ia
merasa kesepian, lama sudah. Ia tinggal di syurga bagai orang kebingungan,
tiada pasangan yang akan dibujuk bermesraan sebagaimana burung-burung yang
dilihatnya.
Tiada pekerjaan sehari-hari kecuali bermalas-malasan
begitu saja, bersantai berangin-angin di dalam taman syurga yang indah permai,
yang ditumbuhi oleh bermacam-macam bunga semerbak yang wangi, yang di bawahnya
mengalir anak-anak sungai bercabang-cabang, yang desiran airnya bagai
mengandung pembangkit rindu.
Adam Kesepian
Apa saja yg ada di dalam syurga semuanya nikmat!
Tetapi apalah arti segalanya kalau hati selalu gelisah, resah di dalam kesepian
seorang diri?
Itulah satu-satunya kekurangan yang dirasakan Adam a.s
di dalam syurga. Ia perlu akan sesuatu, yaitu kepada kawan sejenis yang akan
mendampinginya di dalam kesenangan yang tak terhingga itu. Kadangkala kalau
rindunya datang, turunlah ia ke bawah pohon-pohon rindang mencari hiburan,
mendengarkan burung-burung bernyanyi bersahut-sahutan, tetapi aduhai
kasihan...bukannya hati menjadi tenteram, malah menjadi lebih tertikam.
Kalau angin bertiup sepoi-sepoi basah di mana daun-daunan bergerak lemah gemulai dan mendesirkan suara sayup-sayup, maka terkesanlah di hatinya keharuan yang begitu mendalam; dirasakannya sebagai derita batin yang dalam dibalik kenikmatan yang dianugerahkan Allah kepadanya.
Tetapi walaupun demikian, agaknya Adam a.s malu
mengadukan halnya kepada Allah SWT. Namun, walaupun Adam a.s malu untuk
mengadu, Allah Ta’ala sendiri Maha Tahu serta Maha Melihat apa yang tersembunyi
di kalbu hamba-Nya. Oleh karena itu Allah Ta’ala ingin mengusir rasa kesepian
Adam.
Hawa Diciptakan
Tatkala Adam a.s sudah berada di puncak kerinduan dan
keinginan untuk mendapatkan kawan, sedang ia lagi duduk termenung di atas
tempat duduk yang berlapiskan tilam permadani serba mewah, maka tiba-tiba
ngantukpun datang menawannya serta langsung membawanya hanyut ke alam tidur.
Adam a.s tertidur nyenyak, tak sadar kepada sesuatu
yang ada di sekitarnya. Dalam saat-saat yang demikian itulah Allah SWT
menyampaikan wahyu kepada malaikat Jibril a.s untuk mencabut tulang rusuk Adam
a.s dari lambung sebelah kiri. Bagai orang yang sedang terbius, Adam a.s tidak
merasakan apa-apa ketika tulang rusuknya dicabut oleh malaikat Jibril a.s.
Dan oleh kudrat kuasa Ilahi yang manakala menghendaki
terjadinya sesuatu cukup berkata “Kun!” maka terciptalah Hawa dari tulang rusuk
Adam a.s, sebagai insan kedua penghuni syurga dan sebagai pelengkap kurnia yang
dianugerahkan kepada Adam a.s yang mendambakan seorang kawan tempat ia bisa
bermesraan dan bersenda gurau.
Pertemuan Adam Dan Hawa
Hawa duduk bersandar pada bantal lembut di atas tempat
duduk megah yang bertatahkan emas dan permata-permata bermutu manikam, sambil
terpesona memperhatikan kecerahan wajah dari seorang lelaki yang sedang terbaring,
tak jauh di depannya.
Butir-butir fikiran yang menggelombang di dalam
sanubari Hawa seolah-olah merupakan arus-arus tenaga listrik yang datang
mengetuk kalbu Adam a.s, yang langsung menerimanya sebagai mimpi yang berkesan
di dalam gambaran jiwanya seketika itu.
Adam terjaga....! Alangkah terkejutnya ia ketika
dilihatnya ada makhluk manusia seperti dirinya hanya beberapa langkah di
hadapannya. Ia seolah tak percaya pada penglihatannya. Ia masih terbaring
mengusap matanya beberapa kali untuk memastikan apa yang sedang dilihatnya.
Hawa yang diciptakan lengkap dengan perasaan malu,
segera memutar badannya sekedar untuk menyembunyikan bukit-bukit di dadanya,
seraya mengirimkan senyum manis bercampur manja, diiringi pandangan melirik
dari sudut mata yang memberikan sinar harapan bagi hati yang melihatnya.
Memang dijadikan Hawa dengan bentuk dan paras rupa
yang sempurna. Ia dihiasi dengan kecantikan, kemanisan, keindahan, kejelitaan,
kehalusan, kelemah-lembutan, kasih-sayang, kesucian, keibuan dan segala sifat-sifat
keperibadian yang terpuji di samping bentuk tubuhnya yang mempesona serta
memikat hati setiap yang memandangnya.
Ia adalah wanita tercantik yang menghiasi syurga, yang
kecantikannya itu akan diwariskan turun temurun di hari kemudian, dan daripadanyalah
maka ada kecantikan yang diwariskan kepada wanita-wanita yang datang
dibelakangnya.
Adam a.s pun tak kurang gagah dan gantengnya. Tidak
dijumpai cacat pada dirinya karena ia adalah satu-satunya makhluk insan yang
dicipta oleh Allah SWT secara langsung tanpa perantaraan.
Semua ketampanan yang diperuntukkan bagi lelaki
terkumpul padanya. Ketampanan itu pulalah yang diwariskan turun temurun kepada
orang-orang di belakangnya sebagai anugerah Allah SWT kepada makhluk-Nya yang
bergelar manusia. Bahkan diriwayatkan bahwa kelak semua penduduk syurga akan
dibangkitkan dengan pantulan dari cahaya rupa Adam a.s.
Adam a.s bangkit dari pembaringannya, memperbaiki
duduknya. Ia membuka matanya, memperhatikan dengan pandangan tajam. Ia sadar
bahwa orang asing di depannya itu bukanlah bayangan selintas pandang, namun
benar-benar suatu kenyataan dari wujud insani yang mempunyai bentuk fisik
seperti dirinya. Ia yakin ia tidak salah pandang. Ia tahu itu manusia seperti
dirinya, yang hanya berbeda kelaminnya saja. Ia serta merta dapat membuat
kesimpulan bahwa makhluk di depannya adalah perempuan. Ia sadar bahwa itulah
jenis yang dirindukannya. Hatinya gembira, bersyukur, bertahmid memuji Zat Maha
Pencipta. Ia tertawa kepada gadis jelita itu, yang menyambutnya tersipu-sipu
seraya menundukkan kepalanya dengan pandangan tak langsung, pandangan yang
menyingkap apa yang terselip di kalbunya.
Adam Terpikat
Adam terpikat pada wajah Hawa yang jelita, yang
bagaikan kecantikan bidadari-bidadari di dalam syurga.
Tuhan menanam asmara murni dan hasrat birahi di hati
Adam a.s serta menjadikannya orang yang paling asyik dilamun cinta, yang tiada
taranya dalam sejarah, yaitu kisah cinta dua insan di dalam syurga. Adam a.s
ditakdirkan jatuh cinta kepada puteri yang paling cantik dari segala yang
cantik, yang paling jelita dari segala yang jelita, dan yang paling harum dari
segala yang harum.
Adam a.s dibisikkan oleh hatinya agar merayu Hawa. Ia
berseru: “Aduh, hai si jelita, siapakah gerangan kekasih ini? Dari manakah
datangmu, dan untuk siapakah engkau disini?” Suaranya sopan, lembut, dan penuh
kasih sayang.
“Aku Hawa,” sambutnya ramah. “Aku dari Pencipta!”
suaranya tertegun seketika. “Aku....aku....aku, dijadikan untukmu!” tekanan
suaranya menyakinkan.
Tiada suara yang seindah dan semerdu itu walaupun
berbagai suara merdu dan indah terdengar setiap saat di dalam syurga. Tetapi
suara Hawa....tidak pernah di dengarnya suara sebegitu indah yang keluar dari
bibir mungil si wanita jelita itu. Suaranya membangkitkan rindu, gerakan
tubuhnya menimbulkan semangat.
Kata-kata yang paling segar didengar Adam a.s ialah
tatkala Hawa mengucapkan terputus-putus: “Aku....aku....aku, dijadikan
untukmu!” Kata-kata itu nikmat, menambah kemesraan Adam kepada Hawa.
Adam a.s sadar bahwa nikmat itu datang dari Tuhan dan
cintapun datang dari Tuhan. Ia tahu bahwa Allah SWT itu cantik, suka kepada
kecantikan. Jadi, kalau cinta kepada kecantikan berartilah pula cinta kepada
Tuhan. Jadi cinta itu bukan dosa tetapi malah suatu pengabdian. Dengan
mengenali cinta, makrifat kepada Tuhan semakin mendalam. Cinta kepada Hawa
berarti cinta kepada Pencipta. Dengan keyakinan demikian Adam a.s menjemput
Hawa dengan berkata: “Kekasihku, ke marilah engkau!” Suaranya halus, penuh
kemesraan.
“Aku malu!” balas Hawa seolah-olah menolak. Tangannya,
kepalanya, memberi isyarat menolak seraya memandang Adam dengan penuh
ketakjuban. “Kalau engkau yang inginkan aku, engkaulah yang ke sini!” Suaranya
yang bagaikan irama seolah-olah memberi harapan. Adam tidak ragu-ragu. Ia
mengayuh langkah gagah mendatangi Hawa. Maka sejak itulah menjadi adat bahwa
wanita itu didatangi, bukan mendatangi.
Hawa bangkit dari tempat duduknya, bergeser beberapa
langkah ke belakang. Ia sadar bahwa walaupun dirinya diperuntukkan bagi Adam
a.s, namunlah haruslah mempunyai syarat-syarat tertentu. Di dalam sanubarinya,
ia tak dapat menyangkal bahwa iapun terpesona dan tertarik kepada wajah Adam
a.s yang sungguh indah.
Adam a.s tidak putus asa. Ia tahu itu bukan dosa. Ia
tahu membaca isi hati. Ia tahu bukannya Hawa menolak, tetapi menghindarnya itu
memanglah suatu perbuatan wajar dari sikap malu seorang gadis yang berbudi. Ia
tahu bahwa di balik “malu” terselit “rasa mau”. Karenanya ia yakin pada dirinya
bahwa Hawa diperuntukkan baginya. Naluri insaninya bergelora.
Tatkala ia sudah dekat pada Hawa serta hendak mengulurkan tangan sucinya kepadanya, maka tiba-tiba terdengarlah panggilan ghaib berseru: “Hai Adam....tahanlah dirimu. Pergaulanmu dengan Hawa tidak halal kecuali dengan mahar dan menikah!”. Adam a.s tertegun, kembali ke tempatnya dengan taat. Hawa pun mendengar teguran itu dan hatinya tenteram. Kedua manusia syurga itu sama-sama terdiam seolah-olah menunggu perintah.
Perkawinan Adam Dan Hawa
Allah SWT. Yang Maha Pengasih untuk menyempurnakan
nikmatnya lahir dan batin kepada kedua hamba-Nya yang saling memerlukan itu,
segera memerintahkan gadis-gadis bidadari penghuni syurga untuk menghiasi dan
menghibur mempelai perempuan itu serta membawakan kepadanya perhiasan-perhiasan
syurga. (Allah memakaikan kepada Siti Hawa dengan 70 jenis perhiasan Syurga dan
diberinya sebuah mahkota dan didudukkan di atas singgahsana dari emas.)
Sementara itu diperintahkan pula kepada malaikat langit untuk berkumpul
bersama-sama di bawah pohon “Syajarah Thuba”, menjadi saksi atas pernikahan
Adam dan Hawa.
Diriwayatkan bahwa pada akad pernikahan itu Allah SWT.
berfirman: “Segala puji adalah kepunyaan-Ku, segala kebesaran adalah
pakaian-Ku, segala kemegahan adalah hiasan-Ku dan segala makhluk adalah
hamba-Ku dan di bawah kekuasaan-Ku. Menjadi saksilah kamu hai para malaikat dan
para penghuni langit dan syurga bahwa Aku menikahkan Hawa dengan Adam, kedua
ciptaan-Ku dengan mahar, dan hendaklah keduanya bertahlil dan bertahmid
kepada-Ku!”.
Malaikat Dan Para Bidadari Berdatangan
Setelah akad nikah selesai berdatanganlah para
malaikat dan para bidadari menyebarkan mutiara-mutiara yaqut dan intan-intan
permata kemilau kepada kedua pengantin agung tersebut. Selesai upacara akad,
diantarlah Adam a.s mendapatkan isterinya di istana megah yang akan mereka diami.
Hawa menuntut haknya. Hak yang disyariatkan Tuhan
sejak semula. “Mana mahar?” tanyanya. Ia menolak bersentuhan sebelum mahar
pemberian dibayar dulu.
Adam a.s bingung seketika. Lalu sadar bahwa untuk
menerima haruslah bersedia memberi. Ia insaf bahwa yang demikian itu haruslah
menjadi kaidah pertama dalam pergaulan hidup.
Sekarang ia sudah mempunyai kawan. Antara sesama kawan
harus ada saling memberi dan saling menerima. Pemberian pertama pada pernikahan
untuk menerima kehalalan ialah mahar. Oleh karenanya Adam a.s menyedari bahwa
tuntutan Hawa untuk menerima mahar adalah benar.
Mahar Perkawinan Adam
Pergaulan hidup adalah persahabatan! Dan pergaulan
antara lelaki dengan wanita akan berubah menjadi perkawinan apabila disertai
dengan mahar. Dan kini apakah bentuk mahar yang harus diberikan? Itulah yang
sedang dipikirkan Adam.
Untuk keluar dari keraguan, Adam a.s berseru: “Ilahi,
Rabbi! Apakah gerangan yang akan kuberikan kepadanya? Emaskah, intankah, perak
atau permata?”.
“Bukan!” kata Tuhan.
“Apakah hamba akan berpuasa atau sholat atau bertasbih
untuk-Mu sebagai maharnya?” tanya Adam a.s dengan penuh pengharapan.
“Bukan!” tegas suara Ghaib.
Adam diam, mententeramkan jiwanya. Kemudian bermohon
dengan tekun: “Kalau begitu tunjukilah hamba-Mu jalan keluar!”.
Allah SWT. berfirman: “Mahar Hawa ialah sholawat
sepuluh kali kepada Nabi-Ku, Nabi yang bakal Kubangkitkan, yang membawa
pernyataan dari sifat-sifat-Ku: Muhammad, cincin permata dari para anbiya’ dan
penutup serta penghulu segala Rasul. Ucapkanlah sepuluh kali!”.
Adam a.s merasa lega. Ia mengucapkan sepuluh kali
sholawat ke atas Nabi Muhammad SAW. sebagai mahar kepada isterinya. Suatu mahar
yang bernilai spiritual, karena Nabi Muhammad SAW adalah rahmatan lil ‘alamin
(rahmat bagi seluruh alam).
Hawa mendengarkannya dan menerimanya sebagai mahar. “Hai
Adam, kini Aku halalkan Hawa bagimu”, perintah Allah, “dan dapatlah ia sebagai
isterimu!”. Adam a.s bersyukur lalu masuk kamar isterinya dengan ucapan salam.
Hawa menyambutnya dengan segala keterbukaan dan cinta kasih yang tulus Allah
SWT. berfirman kepada mereka: “Hai Adam, diamlah engkau bersama isterimu di
dalam syurga dan makanlah (serta nikmatilah) apa saja yang kamu berdua ingini,
dan janganlah kamu berdua mendekati pohon ini karena (apabila mendekatinya)
kamu berdua akan menjadi zalim”. (Al-A'raaf: 19).
Dengan pernikahan ini Adam a.s tidak lagi merasa
kesepian di dalam syurga. Inilah percintaan dan pernikahan yang pertama dalam
sejarah ummat manusia, dan berlangsung di dalam syurga yang penuh kenikmatan, yaitu
sebuah pernikahan agung yang dihadiri oleh para bidadari, jin dan disaksikan
oleh para malaikat.
Peristiwa pernikahan Adam dan Hawa terjadi pada hari
Jum’at. Entah berapa lama keduanya berdiam di syurga, hanya Allah SWT yang
tahu. Lalu keduanya diperintahkan turun ke bumi. Turun ke bumi untuk menyebar
luaskan keturunan yang akan mengabdi kepada Allah SWT dengan janji bahwa syurga
itu tetap tersedia di hari kemudian bagi hamba-hamba yang beriman dan beramal
sholeh.
Firman Allah SWT: “Kami berfirman: Turunlah kamu dari
syurga itu. Kemudian jika datang petunjuk-Ku kepadamu, maka barangsiapa yang
mengikuti petunjuk-Ku, niscaya tidak ada kekhawatiran atas mereka, dan tidak
(pula) mereka bersedih hati.” (Al-Baqarah: 38). [Miftachul Arifin]
Allah berpesan kepada Adam: “Tinggallah engkau bersama
isterimu di syurga,rasakanlah kenikmatan yang berlimpah-limpah didalamnya, rasailah
dan makanlah buah-buahan yang lazat yang terdapat di dalamnya sepuas hatimu dan
sekehendak nasfumu. Kamu tidak akan mengalami atau merasa lapar, dahaga ataupun
letih selama kamu berada di dalamnya. Akan tetapi Aku ingatkan janganlah makan
buah dari pohon ini yang akan menyebabkan kamu celaka dan termasuk orang-orang
yang zalim. Ketahuilah bahawa Iblis itu adalah musuhmu dan musuh isterimu, ia
akan berusaha membujuk kamu dan menyeret kamu keluar dari syurga sehingga
hilanglah kebahagiaan yang kamu sedang nikmat ini.”
Iblis Mulai Beraksi
Sesuai dengan ancaman yang diucapkan ketika diusir
oleh allah dari Syurga akibat pembangkangannya dan terdorong pula oleh rasa iri
hati dan dengki terhadap Adam yang menjadi sebab sampai ia terkutuk dan
terlaknat selama-lamanya tersingkir dari singgahsana kebesarannya. Iblis mulai
menunjukkan rancangan penyesatannya kepada Adam dan Hawa yang sedang hidup
berdua di syurga yang tenteram, damai dan bahagia.
Ia menyatakan kepada mereka bahawa ia adalah kawan
mereka dan ingin memberi nasihat dan petunjuk untuk kebaikan dan mengekalkan
kebahagiaan mereka. Segala cara dan kata-kata halus digunakan oleh Iblis untuk
mendapatkan kepercayaan Adam dan Hawa bahawa ia betul-betul jujur dalam nasihat
dan petunjuknya kepada mereka. Ia membisikan kepada mereka bahwa, larangan
Tuhan kepada mereka memakan buah-buah yang ditunjuk itu adalah karena dengan
memakan buah itu mereka akan menjelma menjadi malaikat dan akan hidup kekal. Diulang-ulangilah
bujukannya dengan menunjukkan akan harumnya bau pohon yang dilarang indah
bentuk buahnya dan lazat rasanya. Sehingga pada akhirnya termakanlah bujukan
yang halus itu oleh Adam dan Hawa dan dilanggarlah larangan Tuhan.
Allah mencela perbuatan mereka itu dan berfirman yang
bermaksud: “Tidakkah Aku mencegah kamu mendekati pohon itu dan memakan dari
buahnya dan tidakkah Aku telah ingatkan kamu bahwa syaitan itu adalah musuhmu
yang nyata.” Adam dan Hawa mendengar firman Allah itu sadarlah ia bahwa mereka
telah terlanggar perintah Allah dan bahwa mereka telah melakukan suatu
kesalahan dan dosa besar. Seraya menyesal berkatalah mereka: “Wahai Tuhan kami!
Kami telah menganiaya diri kami sendiri dan telah melanggar perintah-Mu karena
terkena bujukan Iblis. Ampunilah dosa kami karena niscaya kami akan tergolong
orang-orang yang rugi bila Engkau tidak mengampuni dan mengasihi kami.”
Adam Dan Hawa Diturunkan Ke Bumi
Allah telah menerima taubat Adam dan Hawa serta
mengampuni perbuatan pelanggaran yang mereka telah lakukan hal mana telah
melegakan dada mereka dan menghilangkan rasa sedih akibat kelalaian peringatan
Tuhan tentang Iblis sehingga terjerumus menjadi mangsa bujukan dan rayuannya
yang manis namun berancun itu.
Adam dan Hawa merasa tenteram kembali setelah menerima
pengampunan Allah dan selanjutnya akan menjaga jangan sampai tertipu lagi oleh
Iblis dan akan berusaha agar pelanggaran yang telah dilakukan dan menimbulkan
murka dan teguran Tuhan itu menjadi pengajaran bagi mereka berdua untuk lebih
berhati-hati menghadapi tipu daya dan bujukan Iblis yang terlaknat itu. Harapan
untuk tinggal terus di syurga yang telah pudar karena perbuatan pelanggaran perintah
Allah, hidup kembali dalam hati dan fikiran Adam dan Hawa yang merasa
kenikmatan dan kebahagiaan hidup mereka di syurga tidak akan terganggu oleh
sesuatu dan bahwa ridha Allah serta rahmatnya akan tetap melimpah di atas
mereka untuk selama-lamanya. Akan tetapi Allah telah menentukan dalam
takdir-Nya apa yang tidak terlintas dalam hati dan tidak terfikirkan oleh
mereka. Allah s.w.t. yang telah menentukan dalam takdir-Nya bahwa bumi yang
penuh dengan kekayaan untuk dikelolanya, akan dikuasai kepada manusia keturunan
Adam memerintahkan Adam dan Hawa turun ke bumi sebagai benih pertama dari
hamba-hambanya yang bernama manusia itu. Berfirmanlah Allah kepada mereka: “Turunlah
kamu ke bumi sebagian daripada kamu menjadi musuh bagi sebagian yang lain kamu
dapat tinggal tetap dan hidup disan sampai waktu yang telah ditentukan.”
Turunlah Adam dan Hawa ke bumi menghadapi cara hidup
baru yang jauh berlainan dengan hidup di syurga yang pernah dialami dan yang
tidak akan berulang kembali. Mereka harus menempuh hidup di dunia yang fana ini
dengan suka dan dukanya dan akan menurunkan umat manusia yang beraneka ragam
sifat dan tabiatnya, berbeda-beda warna kulit dan kecerdasan otaknya. Umat
manusia yang akan berkelompok-kelompok menjadi suku-suku dan bangsa-bangsa di mana
yang satu menjadi musuh yang lain saling bunuh-membunuh, aniaya-menganianya,
dan tindas-menindas sehingga dari waktu ke waktu Allah mengutus nabi-nabi-Nya
dan rasul-rasul-Nya memimpin hamba-hamba-Nya ke jalan yang lurus penuh damai
kasih sayang di antara sesama manusia jalan yang menuju kepada ridha-Nya dan
kebahagiaan manusia di dunia dan akhirat.
Kisah Adam Dalam Al-Quran
Al_Quran menceritakan kisah Adam dalam beberapa surah
di antaranya surah Al_Baqarah ayat 30 sampai ayat 38;
30. Ingatlah
ketika Tuhanmu berfirman kepada para Malaikat: “Sesungguhnya Aku hendak
menjadikan seorang khalifah di muka bumi.” Mereka berkata: “Mengapa Engkau
hendak menjadikan (khalifah) di bumi itu orang yang akan membuat kerusakan
padanya dan menumpahkan darah, padahal kami senantiasa bertasbih dengan memuji
Engkau dan mensucikan Engkau?” Tuhan berfirman: “Sesungguhnya Aku mengetahui
apa yang tidak kamu ketahui.”
31. Dan Dia
mengajarkan kepada Adam nama-nama (benda-benda) seluruhnya, kemudian
mengemukakannya kepada para Malaikat lalu berfirman: “Sebutkanlah kepada-Ku
nama benda-benda itu jika kamu mamang benar orang-orang yang benar!”
32. Mereka
menjawab: “Maha Suci Engkau, tidak ada yang kami ketahui selain dari apa yang
telah Engkau ajarkan kepada kami; sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mengetahui
lagi Maha Bijaksana”
33. Allah
berfirman: “Hai Adam, beritahukanlah kepada mereka nama-nama benda ini.” Maka
setelah diberitahukannya kepada mereka nama-nama benda itu, Allah berfirman: “Bukankah
sudah Ku katakan kepadamu, bahwa sesungguhnya Aku mengetahui rahasia langit dan
bumi dan mengetahui apa yang kamu lahirkan dan apa yang kamu sembunyikan?”
34. Dan
(ingatlah) ketika Kami berfirman kepada para malaikat: “Sujudlah kamu kepada Adam,”
maka sujudlah mereka kecuali Iblis; ia enggan dan takabur dan adalah ia
termasuk golongan orang-orang yang kafir.
35. Dan Kami
berfirman: “Hai Adam, diamilah oleh kamu dan isterimu surga ini, dan makanlah
makanan-makanannya yang banyak lagi baik dimana saja yang kamu sukai, dan
janganlah kamu dekati pohon ini, yang menyebabkan kamu termasuk orang-orang
yang zalim.
36. Lalu
keduanya digelincirkan oleh syaitan dari surga itu dan dikeluarkan dari keadaan
semula dan Kami berfirman: “Turunlah kamu! sebagian kamu menjadi musuh bagi
yang lain, dan bagi kamu ada tempat kediaman di bumi, dan kesenangan hidup
sampai waktu yang ditentukan.”
37. Kemudian
Adam menerima beberapa kalimat dari Tuhannya, maka Allah menerima taubatnya.
Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang.
38. Kami
berfirman: “Turunlah kamu semuanya dari surga itu! Kemudian jika datang
petunjuk-Ku kepadamu, maka barang siapa yang mengikuti petunjuk-Ku, niscaya
tidak ada kekhawatiran atas mereka, dan tidak (pula) mereka bersedih hati”.
dan surah Al_A’raaf ayat 11 sampai ayat 25;
11.
Sesungguhnya Kami telah menciptakan kamu (Adam), lalu Kami bentuk tubuhmu,
kemudian Kami katakan kepada para malaikat: “Bersujudlah kamu kepada Adam”,
maka merekapun bersujud kecuali iblis. Dia tidak termasuk mereka yang bersujud.
12. Allah
berfirman: “Apakah yang menghalangimu untuk bersujud (kepada Adam) di waktu Aku
menyuruhmu?” Menjawab iblis “Saya lebih baik daripadanya: Engkau ciptakan saya
dari api sedang dia Engkau ciptakan dari tanah”.
13. Allah
berfirman: “Turunlah kamu dari surga itu; karena kamu sepatutnya menyombongkan
diri di dalamnya, maka keluarlah, sesungguhnya kamu termasuk orang-orang yang
hina”.
14. Iblis
menjawab: “Beri tangguhlah saya sampai waktu mereka dibangkitkan”.
15. Allah
berfirman: “Sesungguhnya kamu termasuk mereka yang diberi tangguh.”
16. Iblis
menjawab: “Karena Engkau telah menghukum saya tersesat, saya benar-benar akan
(menghalang-halangi) mereka dari jalan Engkau yang lurus,
17. Kemudian
saya akan mendatangi mereka dari muka dan dari belakang mereka, dari kanan dan
dari kiri mereka. Dan Engkau tidak akan mendapati kebanyakan mereka bersyukur
(taat).
18. Allah
berfirman: “Keluarlah kamu dari surga itu sebagai orang terhina lagi terusir.
Sesungguhnya barangsiapa di antara mereka mengikuti kamu, benar-benar Aku akan
mengisi neraka Jahannam dengan kamu semuanya”.
19. (Dan Allah
berfirman): “Hai Adam bertempat tinggallah kamu dan isterimu di surga serta
makanlah olehmu berdua (buah-buahan) di mana saja yang kamu sukai, dan
janganlah kamu berdua mendekati pohon ini, lalu menjadilah kamu berdua termasuk
orang-orang yang zalim.”
20. Maka
syaitan membisikkan pikiran jahat kepada keduanya untuk menampakkan kepada
keduanya apa yang tertutup dari mereka yaitu auratnya dan syaitan berkata: “Tuhan
kamu tidak melarangmu dan mendekati pohon ini, melainkan supaya kamu berdua
tidak menjadi malaikat atau tidak menjadi orang-orang yang kekal (dalam surga)”.
21. Dan dia
(syaitan) bersumpah kepada keduanya. “Sesungguhnya saya adalah termasuk orang
yang memberi nasehat kepada kamu berdua”,
22. maka
syaitan membujuk keduanya (untuk memakan buah itu) dengan tipu daya. Tatkala
keduanya telah merasai buah kayu itu, nampaklah bagi keduanya aurat-auratnya,
dan mulailah keduanya menutupinya dengan daun-daun surga. Kemudian Tuhan mereka
menyeru mereka: “Bukankah Aku telah melarang kamu berdua dari pohon kayu itu
dan Aku katakan kepadamu: “Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata
bagi kamu berdua?”
23. Keduanya
berkata: “Ya Tuhan kami, kami telah menganiaya diri kami sendiri, dan jika
Engkau tidak mengampuni kami dan memberi rahmat kepada kami, niscaya pastilah
kami termasuk orang-orang yang merugi.
24. Allah
berfirman: “Turunlah kamu sekalian, sebahagian kamu menjadi musuh bagi
sebahagian yang lain. Dan kamu mempunyai tempat kediaman dan kesenangan (tempat
mencari kehidupan) di muka bumi sampai waktu yang telah ditentukan”.
25. Allah
berfirman: “Di bumi itu kamu hidup dan di bumi itu kamu mati, dan dari bumi itu
(pula) kamu akan dibangkitkan.
Pengajaran Yang Terdapat Dari Kisah
Adam
Bahwasanya hikmah yang terkandung dalam
perintah-perintah dan larangan-larangan Allah dan dalam apa yang diciptakannya
kadangkala tidak atau belum dapat dicapai oleh otak manusia bahkan oleh
makhluk-Nya yang terdekat sebagaimana telah dialami oleh para malaikat tatkala
diberitahu bahwa Allah akan menciptakan manusia - keturunan Adam untuk menjadi
khalifah-Nya di bumi sehingga mereka seakan-akan berkeberatan dan bertanya-tanya
mengapa dan untuk apa Allah menciptakan jenis makhluk lain daripada mereka yang
sudah patuh rajin beribadat, bertasbih, bertahmid dan mengagungkan nama-Nya.
Bahwasanya manusia walaupun ia telah dikurniakan
kecerdasan berfikir dan kekuatan fisikal dan mental ia tetap mempunyai beberapa
kelemahan pada dirinya seperti sifat lalai, lupa dan khilaf. Hal mana telah
terjadi pada diri Nabi Adam yang walaupun ia telah menjadi manusia yang
sempurna dan dikurniakan kedudukan yang istimewa di syurga ia tetap tidak
terhindar dari sifat-sifat manusia yang lemah itu. Ia telah lupa dan melalaikan
peringatan Allah kepadanya tentang pohon terlarang dan tentang Iblis yang
menjadi musuhnya dan musuh seluruh keturunannya, sehingga terperangkap ke dalam
tipu daya dan terjadilah pelanggaran pertama yang dilakukan oleh manusia
terhadap larangan Allah.
Bahwasanya seseorang yang telah terlanjur melakukan
maksiat dan berbuat dosa tidaklah ia sepatutnya berputus asa dari rahmat dan
ampunan Tuhan, asalkan ia sadar akan kesalahannya dan bertaubat tidak akan
melakukannya kembali. Rahmat Allah dan maghfirah-Nya dapat mencakup segala dosa
yang diperbuat oleh hamba-Nya kecuali syirik bagaimana pun besar dosa itu
asalkan diikuti dengan kesadaran bertaubat dan pengakuan kesalahan. Sifat
sombong dan congkak selalu membawa akibat kerugian dan kebinasaan. Lihatlah
Iblis yang turun dari singgahsananya dilucutkan kedudukannya sebagai seorang
malaikat dan diusir oleh Allah dari syurga dengan disertai kutukan dan laknat
yang akan melekat kepada dirinya hingga hari Kiamat, karena kesombongannya dan
kebanggaaannya dengan asal-usulnya sehingga ia menganggap dan memandang rendah
kepada Nabi Adam dan menolak untuk sujud menghormatinya walaupun diperintahkan
oleh Allah s.w.t.
Kisah Habil Dan Qabil, Putera Nabi
Adam A.S.
Tatacara hidup suami isteri Adam dan Hawa di bumi
mulai tertib dan sempurna, tatkala Hawa bersedia untuk melahirkan anak-anaknya
yang akan menjadi benih pertama bagi umat manusia di dunia ini.
Siti Hawa melahirkan kembar dua pasang. Pertama
lahirlah pasangan Qabiel dan adik perempuannya yang diberi nama “Iqlima”, kemudian
menyusul pasangan kembar kedua Habiel dan adik perempuannya yang diberi nama “Lubuda”.
Kedua orang tua, Nabi Adam dan Siti Hawa, menerima
kelahiran keempat putera puterinya itu dengan senang dan gembira, walaupun Hawa
telah menderita apa yang lumrahnya dideritai oleh setiap ibu yang melahirkan
bayinya. Mereka meharapkan dari keempat anak pertamanya ini akan menurunkan
anak cucu yang akan berkembang biak untuk mengisi bumi Allah dan menguasai
sesuai dengan amanat yang telah dibebankan keatas bahunya.
Di bawah naungan ayah ibunya yang penuh cinta dan
kasih sayang, maka membesarlah keempat-empat anak itu dengan cepatnya melalui
masa kanak-kanak dan menginjak masa remaja. Yang perempuan sesuai dengan qudrat
dan fitrahnya menolong ibunya mengurus rumahtangga dan mengurus hal-hal yang
menjadi tugas wanita, sedang yang laki-laki menempuhi jalannya sendiri mencari
nafkah untuk memenuhi keperluan hidupnya. Qabiel berusaha dalam bidang
pertanian sedangkan Habiel dibidang perternakan.
Penghidupan sehari-hari keluarga Adam dan Hawa
berjalan tertib sempurna diliputi rasa kasih sayang, saling cinta menyintai,
hormat menghormati, masing-masing meletakkan dirinya dalam kedudukkan yang
wajar si ayah terhadap isterinya dan putera-puterinya, si isteri terhadap suami
dan anak-anaknya. Demikianlah pula pergaulan di antara keempat bersaudara
berlaku dalam harmoni damai dan tenang saling bantu membantu hormat menghormati
dan bergotong-royong.
Keempat Anak Adam Memasuki Alam
Remaja
Keempat putera-puteri Adam mencapai usia remaja dan
mamasuki alam akil baligh di mana nafsu berahi dan syahwat serta hajat kepada
hubungan kelamin makin hari makin nyata dan nampak pada gaya dan sikap mereka
hal mana menjadi pemikiran kedua orang tuanya dengan cara bagaimana menyalurkan
nasfu berahi dan syahwat itu agar terjaga kemurnian keturunan dan menghindari
hubungan kelamin yang bebas di antara putera-puterinya. Kepada Nabi Adam Allah
memberi ilham dan petunjuk agar kedua puteranya dikawinkan dengan puterinya.
Qabiel dikawinkan dengan adik Habiel yang bernama Lubuda dan Habiel dengan adik
Qabiel yang bernama Iqlima.
Cara yang telah diilham oleh Allah s.w.t. kepada Nabi
Adam telah disampaikan kepada kedua puteranya sebagai keputusan si ayah yang
harus dipatuhi dan segera dilaksanakan untuk menjaga dan mengekalkan suasana
damai dan tenang yang meliputi keluarga dan rumahtangga mereka. Akan tetapi
dengan tanpa diduga dan disangka rancangan yang diputuskan itu ditolak
mentah-mentah oleh Qabiel dan menyatakan bahwa ia tidak mau mengawini Lubuda,
adik Habiel dengan mengemukakan alasan bahawa Lubuda adalah buruk dan tidak
secantik adiknya sendiri Iqlima. Ia berpendapat bahwa ia lebih patut
mempersunting adiknya sendiri Iqlima sebagai isteri dan sekali-kali tidak rela
menyerahkannya untuk dikawinkan oleh Habiel. Dan memang demikianlah kecantikan
dan keelokan paras wanita selalu menjadi fitnah dan rebutan lelaki yang
kadang-kadang menjurus kepada pertentangan dan permusuhan yang sampai
mengakibatkan hilangnya nyawa dan timbulnya rasa dendam dan dengki diantara sesama
keluarga dan sesama suku.
Kerana Qabiel tetap berkeras kepala tidak mau menerima
keputusan ayahnya dan meminta supaya dikawinkan dengan adik kembarnya sendiri
Iqlima, maka Nabi Adam seraya menghindari penggunaan kekerasan atau paksaan
yang dapat menimbulkan perpecahan di antara saudara serta mengganggu suasana
damai yang meliputi keluarga beliau secara bijaksana mengusulkan agar
menyerahkan masalah perjodohan itu kepada Tuhan untuk menentukannya. Caranya
ialah baawa masing-masing dari Qabiel dan Habiel harus menyerahkan qurban kepada
Tuhan dengan catatan bahwa barangsiapa di antara kedua saudara itu diterima
qurbannya ialah yang berhad menentukan pilihan jodohnya.
Qabiel dan Habiel menerima baik jalan penyelesaian
yang ditawarkan oleh ayahnya. Habiel keluar dan kembali membawa peliharaannya
sedangkan Qabiel datang dengan sekarung gandum yang dipilih dari hasil cocok
tanamnya yang rusak dan busuk kemudian diletakkan kedua qurban itu kambing
Habiel dan gandum Qabiel diatas sebuah bukit lalu pergilah keduanya menyaksikan
dari jauh apa yang akan terjadi atas dua jenis qurban itu. Kemudian dengan
disaksikan oleh seluruh anggota keluarga Adam yang menanti dengan hati berdebar
apa yang akan terjadi di atas bukit dimana kedua qurban itu diletakkan,
terlihatlah api besar yang turun dari langit menyambar kambing binatang
qurbannya Habiel yang seketika itu musnah ternakan oleh api sedang karung
gandum kepunyaan Qabiel tidak tersentuh sedikit pun oleh api dan tetap tinggal
utuh.
Maka dengan demikian keluarlah Habiel sebagai pemenang
dalam pertaruhan itu karena qurbannya kambing telah diterima oleh Allah
sehingga dialah yang mendapat keutamaan untuk memilih siapakah di antara kedua
gadis saudaranya itu yang akan dipersuntingkan menjadi isterinya.
Pembunuhan Pertama Dalam Sejarah
Manusia
Dengan telah jatuhnya keputusan dari langit yang
menerima qurban Habiel dan menolak qurban Qabiel maka pudarlah harapan Qabiel
untuk mempersuntingkan Iqlima. Ia tidak puas dengan keputusan itu namun tidak
ada jalan untuk menolaknya. Ia menyerah dan menerimanya dengan rasa kesal dan
marah sambil menaruh dendam terhadap Habiel yang akan dibunuhnya di kala
ketiadaan ayahnya.
Ketika Adam hendak berpergian dan meninggalkan rumah
beliau mengamanahkan rumahtangga dan keluarga kepada Qabiel. Ia berpesan kepadanya agar menjaga baik-baik
ibu dan saudara-saudaranya selama ketiadaannya. Ia berpesan pula agar kerukunan
keluarga dan ketenangan rumahtangga terpelihara baik-baik jangan sampai terjadi
hal-hal yang mengeruhkan suasana atau merusakkan hubungan kekeluargaan yang
sudah akrab dan intim.
Qabiel menerima pesanan dan amanat ayahnya dengan
kesanggupan akan berusaha sekuat tenaga menyelenggarakan amanat ayahnya dengan
sebaik-baiknya dan sesempurna berpergiannya akan mendapat segala sesuatu dalam
keadaan baik dan menyenangkan.Demikianlah kata-kata dan janji yang keluar dari
mulut Qabiel namun dalam hatinya ia berkata baawa ia telah diberi kesempatan
yang baik untuk melaksanakan niat jahatnya dan melepaskan rasa dendamnya dan
dengkinya terhadap Habiel saudaranya.
Tidak lama setelah Adam meninggalkan keluarganya
datanglah Qabiel menemui Habiel di tempat penternakannya. Berkata ia kepada
Habiel: “Aku datang ke mari untuk membunuhmu. Masanya telah tiba untuk aku
lenyapkan engkau dari atas bumi ini.” “Apa salahku?” tanya Habiel. Dengan
asalan apakah engkau hendak membunuhku?” Qabiel berkata: “Ialah karena qurbanmu
diterima oleh Allah sedangkan qurbanku ditolak yang berarti bahwa engkau akan
mengawini adikku Iqlima yang cantik dan molek itu dan aku harus mengawini
adikmu yang buruk dan tidak mempunyai gaya yang menarik itu.”
Habiel berkata: “Adakah berdosa aku bahwa Allah telah
menerima qurbanku dan menolak qurbanmu? Tidakkah engkau telah bersetuju cara
penyelesaian yang diusulkan oleh ayah sebagaimana telah kami laksanakan? Janganlah
tergesa-gesa wahai saudaraku, mempertaruhkan hawa nasfu dan ajakan syaitan!
Kawallah perasaanmu dan fikirlah masak-masak akan akibat perbuatanmu kelak!
Ketahuilah bahawa Allah hanya menerima qurban dari orang-orang yang bertakwa
yang menyerahkan dengan tulus ikhlas dari hati yang suci dan niat yang murni.
Adakah mungkin sesekali bahwa qurban yang engkau serahkan itu engkau
pilihkannya dari gandummu yang telah rusak dan busuk dan engkau berikan secara
terpaksa bertentangan dengan kehendak hatimu, sehingga ditolak oleh Allah,
berlainan dengan kambing yang aku serahkan sebagai qurban yang sengaja aku
pilihkan dari perternakanku yang paling sehat dan kucintai dan ku serahkannya
dengan tulus ikhlas disertai permohonan diterimanya oleh Allah.
Renungkanlah, wahai saudaraku kata-kataku ini dan
buangkanlah niat jahatmu yang telah dibisikkan kepadamu oleh Iblis itu, musuh
yang telah menyebabkan turunnya ayah dan ibu dari syurga dan ketahuilah bahwa
jika engkau tetap berkeras kepala hendak membunuhku, tidaklah akan aku angkat
tanganku untuk membalasmu karena aku takut kepada Allah dan tidak akan melakukan
sesuatu yang tidak diridhainya. Aku hanya berserah diri kepada-Nya dan kepada
apa yang akan ditakdirkan bagi diriku.”
Nasihat dan kata-kata mutiara Habiel itu didengar oleh
Qabiel namun masuk telinga kanan keluar telinga kiri dan sekali-kali tidak
sampai menyentuh lubuk hatinya yang penuh rasa dengki, dendam dan iri hati
sehingga tidak ada tempat lagi bagi rasa damai, cinta dan kasih sayang kepada
saudara sekandungnya. Qabiel yang dikendalikan oleh Iblis tidak diberinya
kesempatan untuk menoleh kebelakang mempertimbangkan kembali tindakan jahat
yang dirancangkan terhadap saudaranya, bahkan bila api dendam dan dengki
didalam dadanya mulai akan padam dikipasinya kembali oleh Iblis agar tetap
menyala-yala dan ketika Qabiel bingung tidak tahu bagaimana ia harus membunuh
Habiel saudaranya, menjelmalah Iblis dengan seekor burung yang dipukul
kepalanya dengan batu sampai mati. Contoh yang diberikan oleh Iblis itu
diterapkannya atas diri Habiel di kala ia tidur dengan nyenyaknya dan jatuhlah
Habiel sebagai kurban keganasan saudara kandungnya sendiri dan sebagai kurban
pembunuhan pertama dalam sejarah manusia.
Penguburan Jenazah Habiel
Qabiel merasa gelisah dan bingung menghadapi mayat
saudaranya. Ia tidak tahu apa yang harus diperbuat dengan tubuh saudaranya yang
semakin lama semakin busuk itu. Diletakkannyalah tubuh itu di sebuah peti yang
dipikulnya seraya mundar-mundir oleh Qabiel dalam keadaan sedih melihat
burung-burung sedang berterbangan hendak menyerbu tubuh jenazah Habiel yang
sudah busuk itu.
Kebingungan dan kesedihan Qabiel tidak berlangsung
lama karena ditolong oleh suatu contoh yang diberikan oleh Tuhan kepadanya
sebagaimana ia harus menguburkan jenazah saudaranya itu. Allah s.w.t. Yang Maha
Pengasih lagi Maha Bijaksana, tidak rela melihat mayat hamba-Nya yang soleh dan
tidak berdosa itu tersia-sia demikian rupa, maka dipertujukanlah kepada Qabiel,
bagaimana seekor burung gagak menggali tanah dengan kaki dan paruhnya, lalu
menyodokkan gagak lain yang sudah mati dalam pertarungan, ke dalam lubang yang
telah digalinya, dan menutupi kembali dengan tanah. Melihat contoh dan
pengajaran yang diberikan oleh burung gagak itu, termenunglah Qabiel sejenak
lalu berkata pada dirinya sendiri: “Alangkah bodohnya aku, tidakkah aku dapat
berbuat seperti burung gagak itu dan mengikuti caranya menguburkan mayat
saudaraku ini?”
Kemudian kembalilah Adam dari perjalanan jauhnya. Ia
tidak melihat Habiel di antara putera-puterinya yang sedang berkumpul.
Bertanyalah ia kepada Qabiel: “Di manakah Habiel berada?Aku tidak melihatnya
sejak aku pulang.”
Qabiel menjawab: “Entah, aku tidak tahu dia ke mana!
Aku bukan hamba Habiel yang harus mengikutinya ke mana saja ia pergi.”
Melihat sikap yang angkuh dan jawapan yang kasar dari
Qabiel, Adam dapat meneka bahwa telah terjadi sesuatu ke atas diri Habiel,
puteranya yang soleh, bertakwa dan berbakti terhadap kedua orang tuanya itu. Pada
akhirnya terbukti bahwa Habiel telah mati dibunuh oleh Qabiel sewaktu
peninggalannya. Ia sangat sesal di atas perbuatan Qabiel yang kejam dan ganas
itu di mana rasa persaudaraan, ikatan darah dan hubungan keluarga diketepikan
sekadar untuk memenuhi hawa nafsu dan bisikan yang menyesatkan.
Menghadapi musibah itu, Nabi Adam hanya berpasrah
kepada Allah menerimanya sebagai takdir dan kehendak-Nya seraya mohon dikurniai
kesabaran dan keteguhan iman baginya dan kesedaran bertaubat dan beristighfar
bagi puteranya Qabiel.
Kisah Qabiel Dan Habiel Dalam
Al-Quran
Al-Quran mengisahkan cerita kedua putera Nabi Adam ini
dalam surah “Al-Maaidah” ayat 27 sampai ayat 32;
27.
Ceritakanlah kepada mereka kisah kedua putera Adam (Habil dan Qabil) menurut
yang sebenarnya, ketika keduanya mempersembahkan korban, maka diterima dari
salah seorang dari mereka berdua (Habil) dan tidak diterima dari yang lain
(Qabil). Ia berkata (Qabil): “Aku pasti membunuhmu!.” Berkata Habil:
“Sesungguhnya Allah hanya menerima (korban) dari orang-orang yang bertakwa.”
28.
“Sungguh kalau kamu menggerakkan tanganmu kepadaku untuk membunuhku, aku
sekali-kali tidak akan menggerakkan tanganku kepadamu untuk membunuhmu.
Sesungguhnya aku takut kepada Allah, Tuhan seru sekalian alam.”
29.
“Sesungguhnya aku ingin agar kamu kembali dengan (membawa) dosa (membunuh)ku
dan dosamu sendiri, maka kamu akan menjadi penghuni neraka, dan yang demikian
itulah pembalasan bagi orang-orang yang zalim.”
30.
Maka hawa nafsu Qabil menjadikannya menganggap mudah membunuh saudaranya, sebab
itu dibunuhnyalah, maka jadilah ia seorang diantara orang-orang yang merugi.
31.
Kemudian Allah menyuruh seekor burung gagak menggali-gali di bumi untuk
memperlihatkan kepadanya (Qabil) bagaimana seharusnya menguburkan mayat
saudaranya. Berkata Qabil: “Aduhai celaka aku, mengapa aku tidak mampu berbuat
seperti burung gagak ini, lalu aku dapat menguburkan mayat saudaraku ini?”
Karena itu jadilah dia seorang diantara orang-orang yang menyesal.
32.
Oleh karena itu Kami tetapkan (suatu hukum) bagi Bani Israil, bahwa:
barangsiapa yang membunuh seorang manusia, bukan karena orang itu (membunuh)
orang lain, atau bukan karena membuat kerusakan dimuka bumi, maka seakan-akan
dia telah membunuh manusia seluruhnya. Dan barangsiapa yang memelihara
kehidupan seorang manusia, maka seolah-olah dia telah memelihara kehidupan
manusia semuanya. Dan sesungguhnya telah datang kepada mereka rasul-rasul Kami
dengan (membawa) keterangan-keterangan yang jelas, kemudian banyak diantara
mereka sesudah itu sungguh-sungguh melampaui batas dalam berbuat kerusakan
dimuka bumi.
Pengajaran Dari Kisah Putera Nabi
Adam A.S.
Bahwasanya Allah s.w.t. hanya menerima qurban dari
seseorang yang menyerahkannya dengan tulus dan ikhlas, tidak dicampuri dengan
sifat riyak, takabur atau ingin dipuji. Barang atau binatang yang diqurbankan
harus yang masih baik dan sempurna dan dikeluarkannya dari harta dan
penghasilan yang halal. Jika qurban itu berupa binatang sembelihan, harus yang
sehat, tidak mengandungi penyakit ataupun cacat, dan jika berupa bahan makanan
harus yang masih segar baik dan belum rusak atau busuk.
Bahwasanya penyelesaian jenazah manusia yang terbaik
adalah dengan cara penguburan sebagaimana telah diajarkan oleh Allah kepada Qabiel.
Itulah cara paling sesuai dengan martabat manusia sebagai makhluk yang
dimuliakan dan diberi kelebihan oleh Allah di atas makhluk-makhluk lainnya, menurut
firman Allah dalam surah “Al-Isra” ayat 70 yang berarti; “Dan sesungguhnya
telah Kami muliakan anak-anak Adam. Kami angkut mereka di daratan dan di
lautan. Kami beri mereka rezeki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka
dengan kelebihan yang sempurna atas kebanyakan makhluk yang telah Kami
ciptakan.”
Sumber: Dipetik
dari buku Kelebihan Malam & Hari Jumaat, Mohd Isa Selamat, Darul Nu'man,
1996.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar