Konsep Dasar Pendidikan
Pendidikan
adalah segala usaha orang dewasa dalam pergaulan dengan anak-anak untuk
memimpin perkembangan jasmani dan rohaninya ke arah kedewasaan. Menurut
Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2003, pendidikan nasional adalah pendidikan
yang berakar pada kebudayaan bangsa Indonesia dan yang berdasarkan pada
Pancasila dan Undang-Undang Dasar 1945. Dasar
pendidikan nasional adalah Pancasila dan Undang-Undang Negara Republik Indonesia
tahun 1945. Pendidikan nasional berfungsi untuk mengembangkan kemampuan dan
membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka
mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta
didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha
Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga
negara yag demokratis dan bertanggung jawab.
Latar Belakang Sosial Budaya
Nusantara
memiliki letak yang strategis dalam rangka pelayaran dan perdagangan. Ke
nusantara berdatangan pula para saudagar beragama Islam. Melalui mereka para
raja dan masyarakat pesisir memeluk agama Islam. Pada pertengahan abad ke-14,
kota Bandar Malaka ramai dikunjungi para saudagar dari Asia Barat dan Jawa.
Melalui para saudagar dari Jawa yang masuk memeluk agama Islam, maka
tersebarlah Islam ke pulau Jawa. Akhirnya berdirilah kerajaan-kerajaan Islam.
Pemerintahan
pada zaman ini dipimpin oleh raja. Di dalam wilayah kerajaan-kerajaan Islam
umumnya masyarakat tidak menganut stratifikasi sosial berdasarkan kasta. Sesuai
ajaran Islam, masyarakat tidak membedakan manusia berdasarkan keturunan atau
kasta. Sekalipun zaman ini masih terdapat kelompok raja dan kelompok bangsawan
di satu pihak, dan terdapat kelompok rakyat jelata di lain pihak, namun
feodalisme di kalangan masyarakat umumnya mulai ditinggalkan.
Tujuan Dan Landasan Pendidikan
Islam
Islam berprinsip demokrasi, maka pengajarannya
merupakan pengajaran rakyat. Tujuannya memberikan pengetahuan tentang agama,
bukan untuk memberikan pengetahuan umum. Pendidikan Islam juga bertujuan
mencapai pertumbuhan yang seimbang dalam kepribadian manusia secara total
melalui latihan dan pengkondisian kegiatan kognitif, afektif dan psikomotorik.
Karena itu pendidikan memberikan jalan bagi pertumbuhan manusia dalam segala
aspeknya. Karena itu pendidikan Islam bertujuan:
1. Membentuk
manusia beraqidah (tarbiyah ‘aqidiyah)
2. Membentuk
manusia beraklak mulia (tarbiyah khuluqiyah)
3. Membentuk
manusia berfikir (tarbiyah fikriyah)
4. Membentuk
manusia sehat dan kuat (tarbiyah jismiyah)
5. Membentuk
manusia kreatif, inisiatif, antisipatif, dan responsive (tarbiyah am liyah)
Sedangkan landasan Pendidikan Islam
mengidentifikasi sasarannya yang digali dari sumber ajarannya yaitu Al Quran
dan Hadist, meliputi empat pengembangan fungsi manusia :
·
Menyadarkan secara individual pada posisi dan
fungsinya ditengah-tengah makhluk lain serta tanggung jawab dalam
kehidupannya.
·
Menyadarkan fungsi manusia dalam hubungannya dengan
masyarakat, serta tanggung jawabnya terhadap ketertiban masyarakatnya.
·
Menyadarkan manusia tterhadap pencipta alam dan
mendorongnya untuk beribadah kepada Nya
Tujuan
Pendidikan Pada Zaman Kerajaan
Tujuan pendidikan pada zaman
kerajaan Islam diarahkan agar manusia bertaqwa kepada Allah S.W.T sehingga
mencapai keselamatan di dunia dan akhirat melalui iman, ilmu dan amal. Selain
berlangsung di dalam keluarga, pendidikan berlangsung di lembaga-;embaga
pendidikan lainnya, seperti di langgar-langgar, mesjid dan pesantren.
Lembaga-lembaga perguruan tau pesantren yang sudah ada sejak zaman Hindhu dan
Buddha dilanjutkan oleh para wali, ustadz, dan atau ulama Islam. Kurikulum
pendidikannya tidak tertulis (tidak ada kurikulum formal). Pendidikan berisi
tentang tauhid (pendidikan keimanan terhadap Allah S.W.T), Al-qur’an, hadist,
fiqih, bahasa Arab termasuk membaca dan menulis huruf Arab.
Pendidikan adalah hak semua orang,
bahkan semua orang wajib mencari ilmu, mendidik diri atau belajar. Pendidikan
pada zaman ini dikelola oleh para ulama, ustadz atau guru. Raja tidak ikut
campur dalam pengelolaan pendidikan (pengelola pendidikan bersifat otonom).
Pendidikan dilakukan dengan metode
yang bervariasi, tergantung dengan sifat materi pendidikan, tujuan dan peserta
didiknya. Contoh metode yang sering digunakan adalah ceramah atau tabliqh untuk
menyampaikan materi ajar bagi orang banyak (belajar bersama) biasanya dilakukan
di mesjid, mengaji Al-qur’an dan cara-cara belajar individual. Dalam metode
belajar individual, walaupun para santri bersama-sama dalam satu ruangan tetapi
mereka belajar dan diajar oleh ustadz secara individua. Cara-cara belajar
dilakukan pula melalui lantunan lagu.
Selain itu dilakukan pula melalui
media dan ceritera-ceritera yang telah digunakan para pandita Hindhu dan
Buddha, yaitu sesuai dengan jenis lembaga pendidikannya (perguruan), maka
metode atau cara-cara pendidikannya pun adalah “Sistem Guru Kula”. Dalam
sisitem ini murid tinggal bersama guru dirumah guru atau asrama, murid mengabdi
dan sekaligus belajar kepada guru. Hanya saja isi ajarannya diganti dengan
ajaran yang islami. Demikian pula dalam sistem pesantren atau pondok-pondok
asrama. Dilanggar atau surau, selain melaksanakan shalat, biasanya anak-anak
belajar mengaji Al-qur’an dan materi pendidikan yang sifatnya mendasar. Adapun
materi pendidikan yang lebih luas dan mendalam dipelajari di pesantren.
Sistem
Pendidikan Dan Pengajaran Islam
1. Langgar
Pengajaran dilanggar merupakan
pengajaran agama permulaan. Mula-mula murid-murid mempelajari abjad arab,
kemudian mengejah ayat-ayat al-quran pertama dengan suara tertentu. Pelajaran
diberikan dengan sistem sekepala, guru menyebutkan sesuatu dan murid menirunya,
yang dicita-citakan ialah dapat membaca al-quran sampai tamat.Lama belajar
tidak tentu, biasanya berlngsung kurang lebih satu tahun. Tetapi kadang-kadang
hanya diikuti selama beberapa bulan saja. Biasanya pelajaran diberikan pada
pagi hari dan malam hari, berlangsung kira-kira dua jam lamanya. Biasanya yang
menjadi gurunya adalah seseorang yang sudah memiliki pengetahuan agama yang
agak mendalam. Guru itu tetap dipandang sebagai orang yang sakti, murid-murid
tidak boleh mengencam kepada guru, karena dianggap berdosa. Uang sekolah tidak
dipungut bagi pelajaran agama permulaan itu. Bila seseorang murid sudah
menamatkan pelajarannya dalam arti sudah dapat membaca al-quran sampai tamat,
maka diadakan selamatan atau biasa disebut khatamam.
2. Pesantren
Pengajaran yang lebih lanjut dan
lebih mendalam diberikan dipesantren. Murid-muridnya dinamakan santri, pada
umumnya terdiri dari anak-anak yang lebih tua dan telah memiliki pengetahuan
dasar, yang mereka peroleh dilanggar. Para santri yang biasa berasal dari
berbagai tempat, dikumpulkan dalam satu ruangan yang disebut pondok (semacam
asrama). Berdekatan dengan pondok berada masjid dan rumah guru. Biasanya guru
lazim dipanggil ajengan atau kiyai, adakalanya guru menerima sumbangan dari
murid-muridnya berupa uang atau bahan makanan. Sumbangan itu betul-betul
merupakan kerelaan dari santrinya. Guru hidup bersama santri-santrinya,
adakalanya santri-santri itu harus memasak makanan sendiri-sendiri.
Untuk itu mereka membawa bekal dari
rumahnya masing-masing berupa beras, uang dan alat-alat menanak nasi. Lama
belajar disini tidak menentu, ada yang 1 tahun, tetapi ada juga yang sampai 10
tahun atau lebih. Banyaknya santri yang belajar pada beberapa pesantren,
pelajaran pertama diberikan pada pagi hari, sesudah selesai sembhayang shalat
subuh. Sesudah itu para santri melakukan kerja bakti bagi gurunya, seperti
membersihkan halaman, berkebun, berkerja disawah dan sebagainya. Sesudah makan
siang semua beristirahat, untuk kemudian dimulai lagi dengan pelajaran dan
diselilingi dengan menghafal. Ba’da magrib atau ba’da isya dimulai lagi dengan
pelajaran.
Aliran-aliran
Utama Dalam Pemikiran Pendidikan Islam
Aliran-aliran utama pemikiran pendidikan Islam dapat
dibedakan menjadi 3, yaitu: Aliran Agamis-konservatif; aliran
regilius-rasional; dan aliran pragmatis-instrumental.
1. Aliran Konservatif
Pendidikan dalam aliran ini cenderung bersikap murni
keagamaan. Ilmu dimaknai dengan pengertian sempit, hanya mencakup ilmu-ilmu
yang dibutuhkan saat ini (hidup di dunia) hanya yang jelas membawa manfaat di
akhirat. Untuk penuntut ilmu harus mengawali belajarnya dengan kitab suci
Al-qur’an, dengan menghafal dan menafsirkan. Setelah itu dilanjutkan dengan
belajar al-Hadist. Tokoh-tokoh aliran ini adalah al-Ghazali, Nasirudin
al-Thusi, Ibnu Jama’ah, Sahnun, Ibnu Hajar al-Haitami dan al-Qabisi.
Menurut aliran ini, ragam ilmu
diklasifikasikan menjadi:
a. Ilmu yang
wajib dipelajari setiap individu, yaitu ilmu tentang kewajiban-kewajiban agama
b. Ilmu yang
wajib kifayah untuk dipelajari (apabila sebagian warga suatu masyarakat telah
mempelajarinya maka warga yang lain tidak wajib lagi mempelajari), contoh: ilmu
kedokteran, ilmu hitung
Sedangkan menurut al-Ghazali sendiri
ilmu-ilmu pelengkap, termasuk didalamnya filsafat dibagi menjadi 4:
a. Ilmu ukur
dan ilmu hitung, diperbolehkan dipelajari dan dilarang jika jelas-jelas dapat
mengantarkannya ke imu yang tercela
b. Ilmu mantik
(logika), ilmu yang berkenaan dengan bentuk dalil (argumentasi)
c. Ilmu
ketuhanan (teologi), ilmu yang berisi kajian tentang dzat Tuhan
d. Ilmu
kealaman
2.
Aliran
Regilius-Rasional
Beberapa tokoh dari aliran ini
adalah Ikhwan al-Shafa, al-Farabi, Ibnu Sina dan Ibnu Miskawaih. Aliran
religius-rasional banyak membangun konsep-konsepnya dari pemikiran filsafat
Yunani dan berusaha menyelaraskan pemikiran filsafat Yunani dengan
pandangan-pandangan dasar dari orientasi keagamaan.
Hal penting dari pemikiran Ikhwan al-Shafa dan tokoh
sealiran lainnya adalah ijtihad (perenungan intelektual) mereka dalam
menafsirkan fenomena pendidikan secara sosiologis, bahwa pendidikan pada tahap
pertama merupakan sosialisasi atau proses “adaptasi” sosial. Mereka membedakaan
antara pengetahuan dan pendidikan. Pengetahuan adalah cahaya batin yang
melimpah dari dalam jiwa. Sedangkan pendidikan adalah proses tumbuh kembang
yang berada dalam kerangka sosial, yakni pendidikan merupakan aktivitas sosial
dimana tata nilai dan ideologi yang terbangun secara sosial mempunyai peran
nyata.
Para ahli pendidikan rasionalis
Islam mengakui akan kebutuhan manusia terhadap kehidupan bermasyarakat atau
kebutuhan manusia terhadap pembentukan tatanan sosial kemasyarakatan. Mereka membagi
ragam disiplin ilmu sebagai berikut:
a. Ilmu-ilmu syar’iyah (keagamaan)
b. Ilmu-ilmu filsafat
c. Ilmu-ilmu riyadliyyat (pelatihan jiwa dan akal)
Dalam aliran ini pendidikan harus
dipandang sebagai fenomena sosial yang tidak bisa dimengerti dengan baik tanpa
dikaitkan dengan prilaku manusia (masyarakat) dan hal-hal yang mempengaruhinya;
cita-cita, kepentingan dan distirbusi potensi atau kekuatan di masyarakat.
3.
Aliran
Pragmatis
Ibnu Khaldun adalah satu-satunya
tokoh dari aliran ini. Pemikirannya meskipun kurang komprehensifnya dibanding
kalangan rasionalis, dilihat dari sudut pandang tujuan pendidikan, lebih banyak
bersifat pragmatis dan lebih berorientasi pada aplikatif praktis. Ia membagi
ragam ilmu yang perlu dimasukkan ke dalam kurikulum pendidikan menjadi dua
bagian:
a. Ilmu-ilmu
yang bernilai intristik, seperti ilmu-ilmu syar’iyyat (keagamaan): tafsir,
hadis, fikih, kalam, ontologi dan teologi dari cabang filsafat
b. Ilmu-ilmu
yang bernilai ekstrinsik-instrumental bagi ilmu-ilmu jenis pertama, seperti
bahasa Arab, ilmu hitung dan sejenisnya bagi ilmu sya’iy
Bahasa Arab, ilmu hitung, dan sejenisnya bagi ilmu
syar’iy, logika bagi filsafat. Aliran pragmatis yang digulirkan Ibnu khaldun
merupakan wacana baru dalam pemikiran pendidikan Islam. Ia mengakomodir ragam
keilmuan yang nyata terkait dengan kebutuhan langsung manusia, baik berupa
kebutuhan spiritual-rohaniah maupun kebutuhan material.
Pengaruh
Pendidikan Islam Terhadap Pendidikan Nasional
Kedatangan
para saudagar beragama Islam telah mengakibatkan perubahan di dalam masyarakat
pribumi. Antara lain tersebarnya agama Islam dan kebudayaan yang bercorak
Islami. Pemerintahan tetap berbentuk kerajaan, namun bagi kalangan muslim
stratifikasi social sebagaimana berlaku pada zaman sebelumnya mulai
ditinggalkan. Implikasinya, pendidikan bertujuan untuk mengembangkan manusia
yang bertakwa kepada Allah SWT agar selamat dunia akhirat melalui pelaksanaan
iman, ilmu dan amal. Selain di dalam keluarga pendidikan berlangsung juga di
langgar-langgar, mesjid, dan pesantren. Pendidikan bersifat demokratis; seperti pada zaman-zaman
sebelumnya pemerintah tidak ikut campur dalam pengelolaan pendidikan (otonom).
Kurikulumnya meliputi tauhid (pendidikan keimanan terhadap Allah S.W.T.),
Al-Qur’an, hadist, fikih, bahasa Arab termasuk membaca dan menulis huruf Arab.
Metode pendidikan dilakukan melalui tabligh
(wetonan) dan sorogan
(cara-cara belajar individual), selain itu digunakan pula media dan
ceriteraceritera yang digunakan pada zaman Hindu-Budha hanya saja isinya
diganti dengan ajaran yang Islami. Pesantren sebagai lembaga pendidikan yang
muncul zaman kerajan Hindu-Budha diselenggarakan pula pada zaman kerajaan Islam
dan bahkan sampai dewasa ini.
Pengaruh
pendidikan Islam terhadap pendidikan nasional dapat dilihat dari pengembangan
pesantren dewasa ini yang khusus digunakan untuk pengajaran ajaran Islam
sebagai ajaran utamanya. Pelajaran mengenai agama Islam juga dimasukkan kedalam
kurikulum pelajaran disekolah-sekolah di Indonesia.
Pendidikan
agama Islam menjadi pilar utama dalam pendidikan nasional. Pendidikan agama Islam secara formal didedikasikan oleh para guru dan pengelola
pendidikan mulai dari kepala sekolah/madrasah, menteri hingga presiden.
Pendidikan agama Islam non formal adalah tanggung jawab keluarga dan
masyarakat. Kepedulian pendidikan formal dan non formal dipastikan berpengaruh
kepada produk pendidikan yaitu siswa / anak didik. Hasil pendidikan dan
pendidikan agama Islam telah melahirkan dampak positif dan negatif.
Dampak positif
pada out put dan out came siswa atau peserta didik adalah kecerdasan yang luar
biasa dan kesalehan dalam akhlaq mulia yang kokoh. Prestasi-prestasi keilmuan
teknologi tingkat nasional hingga dunia telah banyak diraih oleh anak-anak
bangsa. Anak-anak sholeh telah lahir di bumi pertiwi. Anak-anak yang
melaksanakan ibadah dengan baik, menghormati orang tua, guru dan orang lain
serta menjujung tinggi nilai-nilai Islam. Bangsa Indonesia kelak kelola dan
dipimpin oleh generasi yang cerdas, beriman,bertaqwa dan berakhlaq mulia adalah
harapan semua dan pada akhirnya Indonesia menjadi bangsa yang makmur dan
sejahtera.
Bidang
kebijakan pendidikan, pemerintah telah menerbitkan regulasi-regulasi yang
berpihak kepada perbaikan pendidikan. Regulasi itu antara lain diawali dengan
UU RI Nomor 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasioal. Peraturan
Pemerintah nomor 19 tahun 2005 tentang Standar Nasional Pendidikan (SNP).
Sedangkan terkait dengan sumberdaya guru, pemerintah menerbitkan UU RI nomor 14
Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen yang disempurnakan dengan Permendiknas nomor
16 tahun 2007 tentang Standar Kualifikasi Akademik dan Kompetensi Guru. Rentan
mulai tahun 2003 hingga tahun 2010, Pemerintah telah banyak menerbitkan
regulasi pendidikan.
Di tahun 2005
Pemerintah mempunyai program Intregrasi
Iman Taqwa pada Mata Pelajaran. Program ini sesungguhnya mengharapkan pada
setiap mata pelajaran dimasukkan nilai-nilai luhur keagamaan. Program ini belum
berjalan mulus karena kendalanya terletak pada perencanaan pembelajaran yang
dibuat oleh guru belum siap. Program selanjutnya pada tahun 2011, Pemerintah
memberi kebijakan Pengembangan budaya dan
Pendidikan Karakter pada proses pembelajaran. Fokus pada pendidikan karakter ini adalah pada pembiasaan di kelas dan di
sekolah. Nilai-nilai yang diutamakan adalah perilaku akhlaq mulia baik yang
dibiasakan oleh guru maupun oleh siswanya. Perilaku karakter di kelas misalnya,
guru masuk kelas dengan mengucapkan salam, memulai pembelajaran dengan berdo’a,
guru mendata kehadiran siswa, siswa masuk kelas dengan mengantri dan
bersalaman. Sedangkan contoh karakter pada sekolah antara lain, sekolah antara
lain program bhakti sosial, silaturrahim menjenguk siswa sakit, UKS dan
lain-lain.
Kesimpulan
Kedatangan
para saudagar beragama Islam telah mengakibatkan perubahan di dalam masyarakat
pribumi. Antara lain tersebarnya agama Islam dan kebudayaan yang bercorak
Islami. Pemerintahan tetap berbentuk kerajaan, namun bagi kalangan muslim
stratifikasi social sebagaimana berlaku pada zaman sebelumnya mulai
ditinggalkan. Implikasinya, pendidikan bertujuan untuk mengembangkan manusia
yang bertakwa kepada Allah SWT agar selamat dunia akhirat melalui pelaksanaan
iman, ilmu dan amal. Selain di dalam keluarga pendidikan berlangsung juga di
langgar-langgar, mesjid, dan pesantren. Pendidikan bersifat demokratis; seperti pada zaman-zaman
sebelumnya pemerintah tidak ikut campur dalam pengelolaan pendidikan (otonom).
Kurikulumnya meliputi tauhid (pendidikan keimanan terhadap Allah S.W.T.), Al-Qur’an,
hadist, fikih, bahasa Arab termasuk membaca dan menulis huruf Arab. Metode
pendidikan dilakukan melalui tabligh
(wetonan) dan sorogan
(cara-cara belajar individual), selain itu digunakan pula media dan
ceriteraceritera yang digunakan pada zaman Hindu-Budha hanya saja isinya
diganti dengan ajaran yang Islami. Pesantren sebagai lembaga pendidikan yang
muncul zaman kerajan Hindu-Budha diselenggarakan pula pada zaman kerajaan Islam
dan bahkan sampai dewasa ini.
Daftar Pustaka
Djumhur.
1959. Sejarah Pendidikan. Bandung: CV Ilmu Bakti.
Kumalasari,
Diah. 2008. Diktat Pengantar Pendidikan Sejarah I.
http://hadinurrakhmad.blogspot.com/2012/10/pendidikan-islam-dan-dampak-sosial.html.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar