Bunga Rampai Aceh

Selamat Datang Di "Bunga Rampai Aceh" Http://ChaerolRiezal.Blogspot.Com

28 November 2013

UUD Tidak 1945 Menyebutkan Sabang Dan Merauke Wilayah Negara RI-Jawa-Yogya Ketika Menjadi Anggota PBB Yang Ke-60 Pada Tanggal 27 September 1950

Assalamu’alaikum wr wb.

Kalau kita mau berfikir “fair”, tidak tendensius dan mempunyai maksud tertentu serta keberpihakan kepada pihak tertentu, tentunya kita tidak akan menjelekan pihak tertentu dan mati-mati’an membela pihak yang lain. Sudah jelas : PBB mengakui Negara yang namanya NKRI yang mempunyai wilayah berdasarkan UUD 1945 dari Sabang di Aceh sampai Merauke di Irian barat (papua sekarang) dengan batas-batas wilayah yang ditetapkan dan disetujui oleh Negara-negara anggota PBB termasuk didalamnya Negara yang berbatasan langsung maupun tidak langsung dengan NKRI, yang meliputi : Australia/Papua new guinea, Philipina, Vietnam, Thailand, Malaysia/Brunei, India/Srilangka, dan Cina. Itu sudah sah, dan TIDAK ADA NEGARA yang namanya “RI-JAWA YOGYA”.

Soekarno Setelah Rampok Aceh Pakai RIS Dan NKRI Baru Lapor Ke PBB

“Inilah mimbar bebas, mr. Dirman berargumentasi dengan berpijak pada kondisi “seakan-akan" Aceh adalah daerah terpisah dari NKRI, sedangkan saya berpijak pada kondisi dimana NKRI berdiri sebagai negara Kesatuan dan tidak terpisahkan yang terdiri dari propinsi-propinsi salah satunya Aceh dengan pengakuan baik oleh PBB maupun dunia internasional. Jadi apapun yg mr. Dirman katakan, pasti saya ada diseberangnya. Ok.”

Soekarno Pakai RIS Untuk Menelan Negara Bagian RIS, Aceh & Janji Terauchi Bukan Dasar Hukum Pembentukan NKRI

Assalamu’alaikum Wr.Wb.

Saudara Ahmad, dengan adanya perkataan Terauchi, maka jelaslah sudah yang mana wilayah indonesia itu sekarang, walaupun akhirnya Jepang tidak menunaikan janjinya untuk memberikan kemerdekaan kepada Indonesia karena sudah kalah dalam PD II, dan hal ini patut disyukuri karena kemerdekaan Indonesia bukan diberi tapi direbut. Dan setelah Jepang menyerah kalah, maka atas desakan pemuda untuk merdeka, sehingga terjadi peristiwa penculikan Soekarno dan Hatta ke Renggas Dengklok. Dan akhirnya disepakati kalo Indonesia merdeka tanggal 17 Agustus 1945, dan perkataan Indonesia dalam proklamasi meliputi wilayah Hindia Belanda seperti yang dikatakan Terauchi, yang otomatis ini membuat Aceh termasuk didalamnya.

Seokarno Mengingkari Nikmat Dengan Menelan Negara-Negara Bagian RIS Dan Aceh

“NKRI buat saya merupakan suatu nikmat yang besar yang harus disyukuri, bukan merupakan suatu laknat dari ALLah SWT. Persetan dengan hasil Perjanjian Renville. Jika kamu mensyukuri nikmatKu, maka akan Aku tambah nikmatKu itu, tapi jika kamu mengingkarinya ketahuilah sesungguhnya azabKu sangatlah pedih. Kita bisa saksikan, mereka yang mengingkari nikmat itu, mereka sendiri yang akan atau telah merasakan azab (di dunia) dari Allah SWT. Kita tinggal milih, apakah bergabung dengan kelompok yang mengingkari atau dengan kelompok yang wensyukuri nikmat persatuan dan kesatuan dalam wilayah NKRI itu.” Ungkap Agus Hermawan.

Pengikut NKRI Terus Mempertahankan Aceh Yang Dirampok Soekarno Dan Dilaporkan Ke PBB

Kita tidak usah menjadi seorang “rocket scientist” untuk bisa menilai mentalitas, dan apa yang ada didalam otak Warwick ini, seorang agen bayaran Zionist International yang dibayar untuk mengadu domba antar suku dan agama di Indonesia dengan “menyamar dan berpura-pura” sebagai seorang muslim dan seorang pejuang Aceh.

Orang Mimpi Yang Tidak Merasa Aceh Dicaplok Soekarno Cs

Memang jelas rakyat Aceh telah berjuang untuk menentukan nasibnya sendiri sejak Aceh dicaplok Soekarno.

“Assalamu'alaikum wr wbr.

Saya juga pernah belajar sejarah. Saya menilai bahwa sejarah itu bisa berebda-beda tergantung dari sudut apa kita pandang. Waktu saya belajar sejarah dulu, memang benar kalau RIS yang 16 negara itu tidak termasuk Aceh di dalamnya. Karena pada saat itu semua daerah sudah membentuk negara sendiri kecuali Jogja dan Aceh. Maka siapa Indonesia ???? Itulah Jogja dan Aceh, sedangkan yang lain adalah negara serikat/bagian. Kalau memang Aceh di caplok oleh Indonesia (Sukarno), maka nenek moyang kami orang Aceh akan melawannya sejak di bentuknya NKRI pada masa lalu itu. Tapi karena nenek moyang kami tidak merasa di caplok oleh NKRI maka kami bisa hidup damai selama 26 tahun. Karena pada tahun 1976 Mr. Hasan Tiro telah mendeklarasikan mimpi indahnya yang sekaligus nightmares kami. Saya mau tanya ??? Mengapa Hasan Tiro atau nenek moyangnya tidak langsung melawan pada saat Aceh diikutsertakan dalam NKRI pada tahun 1950 itu. Mengapa harus menunggu 1 generasi (26 tahun kemudian).”

Mereka Tak Sadar Hidup Di RI-Jawa-Yogya Yang Dibentuk Dari Penghancuran Negara Daerah Dan Negeri Lain

“Cobalah Anda jujur pada diri Anda apakah, selama ini cukup jujur, rajin, punya etika dan moralitas, ulet pantang putus asa dan satu lagi tawakkal ? jangan melulu salahkan orang lain, salahin orang Jawa, Kalo Anda sedikit pintar dan ulet Anda juga bisa jadi orang sukses. Di Indonesia ini tidak ada kelas sosial, siapapun yang punya kemampuan dapat bermigrasi secara vertikal, seoarang anak tukang pangkas seperti Dr. Sofyan Jalil (Aceh, orang alue Lhok), yang sekarang jadi komisaris pupuk Iskandar muda, Dr. Ermaya yang jadi ketua Lemhanas (Orang Sunda), Ryas Rasyid Calon Presiden (Orang Makassar) sepanjang Anda mampu, silahkan Anda berkarya jangan Anda cuap-cuap dijajah padahal Anda tidak melakukan apapun walau untuk diri Anda sendiri. Saya kasian juga sama Anda” (Teuku Mirza, teuku_mirza2000@yahoo.com ,Sun, 15 Feb 2004 23:10:19 -0800 (PST))

Kejahatan Soekarno Dengan RI Atau RI-Jawa-Yogya-Nya Masuk RIS Dan Menelan Negara Bagian RIS

Sekarang menjadi semakin jelas bahwa saudara Ahmad Sudirman tidak tahu sejarah Indonesia, karena setelah tidak dapat mempertahankan alasan yang dicari-cari, dalil yang dibuat-buat dan fakta yang diputar balik dari buku 30 Tahun Indonesia Merdeka terbitan Sekretariat Negara yang menerangkan bahwa pembentukan negara antah berantah RI-Jawa-Yogya yang semula didasarkan perjanjian Renville 17 Januari 1948 sekarang dirobahnya menjadi berdasarkan Dekrit Presiden 5 Juli 1959. Dengan demikian tulisan saudara Ahmad Sudirman tentang tentang sejarah Indonesia tidak dapat dijadikan bahan diskusi karena pengetahuannya terbatas pada dongeng pembentukan negara antah berantah RI-Jawa-Yogya yang tidak pernah ada di dunia ini. Selebihnya, keterangan saudara Ahmad Sudirman yang menyalin kembali buku 30 Tahun Indonesia Merdeka terbitan Sekretariat Negara atau buku Gerakan Perjuangan & Pembebasan Republik Islam Federasi Sumatera Medan, cetakan pertama, 1987, suruh anak kecil menyalin juga bisa. Yang jelas jika issue sentralnya adalah tentang caplok mencaplok, maka tidak ada dalam buku 30 Tahun Indonesia Merdeka atau buku-buku sejarah Indonesia manapun yang isinya tentang pencaplokkan tanah Aceh, karena sejak masa Hindia Belanda, penjajahan Jepang dan sejarah kemerdekaan Indonesia wilayah negara RI adalah meliputi wilayah Hindia Belanda termasuk tanah Aceh. Jika sekarang ada pencaplokan tanah Aceh maka yang mencaplok adalah saudara Ahmad Sudirman dan antek-antek kapitalis dengan memanfaatkan Teungku Mohammad Hasan di Tiro.

Kalau Malu Atau Merasa Hina Disebut Penjajah, Hentikan Penjajahan Di Aceh

“Ustaz Ahmad yang saya hormati. Saya heran sekali orang-orang Jawa cepat sekali melenting bila disebut Penjajah Jawa, tetapi mereka tidak segan-segan menyebutkan “gerombolan separatis Acheh” (dulu Gerombolan DI/TII Acheh atau Jawa Barat). Soalnya kan dalam melapor sesuatu orang perlu identify siapa yang dimaksud? Mengapa orang RI tidak segan-segan menyebut “teroris Moro”, “teroris Patani”, “pembantai-pembantai Serbia”, “teroris Irlandia” atau “Basque”, dsb., tetapi mereka merasa dihina bila disebut Jawa?. Kalau kita hendak menjelaskan siapa yang menjajah Aceh, dan kita sebut “penjajah Indonesia” saja umpamanya, tanpa kualifikasi dengan “Jawa”, maka itu artinya orang Toraja, atau orang Kubu, atau orang Riau, dllnya, juga kita tuduh menjajah Acheh, padahal yang menjajah Acheh itu kan RI yang asal usulnya, seperti dijelaskan Ustaz beratus kali, kan RI-Jawa-Yogya? (NKRI itu sebenarnya hanya nama yang diada-adakan dalam beberapa tahun terakhir ini. Sebenarnya secara legal NKRI itu tidak ujud karena tidak ada satu undang-undang atau dokumen resmi pun yang menyebutkan pembentukannya. Bagi bangsa Acheh, NKRI itu tidak lain dan tidak bukan dari Negara Kolonial RI). Kalau bangsa Jawa malu atau merasa terhina disebut penjajah, maka hentikanlah perbuatan tersebut dan orang akan berhenti menyebutkan mereka penjajah.” Ungkap M.N.Djuli.

Acheh Bukan Milik RI Dan Rakyat Indonesia Melainkan Milik Rakyat Acheh

“PBB sebagai organisasi negara-negara yang merdeka, mengakui wilayah NKRI meliputi Wilayah Hindia Belanda termasuk Aceh. Sebagai negara merdeka dan berdaulat berdasarkan pengakun negara-negara Dunia, NKRI dapat menentukan sistem pemerintahannya, termasuk menetapkan Pimpinan negeri Aceh apakah setingkat Gubernur/Propinsi atau digabung dalam propinsi Sumatera Utara, atau menjadikan Aceh daerah istimewa sebagaimana kesepakatan Rakyat Aceh dengan Rakyat Indonesia lainnya di dalam sebuah parlemen. Bpk Ahmad berupaya untuk meyakinkan bahwa Aceh itu terpisah dari NKRI, tetapi factnya dan berdasarkan penjelasan Bapak memberikan pemahaman bahwa Aceh itu secara hukum berada dalam NKRI. Dipeta UMUM baik yang dikeluarkan oleh RI atau pun terbitan luar negeri, tentu Pak Ahmad Sudirman tidak dapat membantah bahwa Aceh merupakan Wilayah RI. Oknum/organisasi yang mencoba memisahkan Aceh dari NKRI, maka ia akan berhadapan tidak saja dengan Rakyat Aceh, tetapi juga Rakyat Indonsia. Kalau fact sudah terbentang jelas, apa yang dapat diputar balikkan, kecuali mereka yang tidak dapat melihat. Yang atas tetap atas yang bawah tetap bawah meskipun ia terbalik (namanya terbalik).” Tutur Rasjid Prawiranegara.

Sumatera, Siapa Punya ? “Seruan Kepada Bangsa-Bangsa Sumatera Ke-2”

Saya berterima kasih banyak atas sambutan hangat yang sudah saudara-saudara berikan di seluruh Sumatera atas Seruan saya yang pertama, yang bernama Sumatera Siapa Punya? beberapa waktu yang lalu. Ini bermakna saya tidaklah bertepuk sebelah tangan! Hari ini saya ucapkan selamat datang kepada Angkatan Riau Merdeka, Angkatan Jambi MerdekA dan Angkatan Minang Merdeka kedalam barisan Sumatera Merdeka!

Sumatra, Siapa Punya? “Seruan Kepada Bangsa-Bangsa Sumatera Ke-1”

Dr. Tengku Hasan M. Di Tiro,
Stockholm, 1 Febuari, 1991

Bismillahi arrahman arrahim.

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Ucapan ini saya tujukan kepada Saudara-saudara saya bangsa Sumatera, dari Acheh sampai ke Lampung, dari Sabang sampai ke Bangka dan Belitung. Perjumpaan kita hari ini bermakna: Saya sudah datang untuk mengunjungi Saudara-saudara sekalian, dan masing-masing, dimana saja Saudara-saudara berada: di rumah, di kantor, di pasar, atas Tanah ibu Sumatera, atau di perantauan. Mengapa saya lakukan ini? Sebab saya menghargai dan memuliakan Saudara-saudara saya se-Sumatera: setiap anak Sumatera mempunyai berat yang menentukan dalam neraca saya. Saudara-saudara bukan hanya satu angka yang tidak berarti apa-apa dalam statistik, sebagaimana dibuat oleh perampok-perampok Jawa selama 46 tahun yang akhir-akhir ini, yakni sejak tahun 1945. Dalam statistik mereka, kita semua akhirnya jatuh dalam keranjang sampah minoriti yang tetap, walaupun kita berjumlah 25 juta jiwa. Kita yang hidup atas Tanah kita sendiri, tetapi dinamakan minoriti dari satu bangsa lain, yang hidup di pulau atau negeri lain, di seberang lautan, yang tidak ada hubungan apa-apa dengan kita. Bangsa Jawa tidak ada hak untuk memerintah di pulau Sumatera, walaupun mereka lebih banyak dari kita, sebagaimana bangsa Cina tidak ada hak untuk memerintah bangsa-bangsa lain di Asia, walaupun mereka berjumlah lebih 1000 juta jiwa. Hak kita untuk merdeka sendiri di Sumatera adalah mutlak, tidak ada sangkut-pautnya dengan bangsa Jawa. Mereka tidak boleh meminoriti-kan kita diatas Tanah ibu kita sendiri, Sumatera. Dalam sistem demokrasi, konsep minoriti itu diterima dengan syarat bahwa minoriti itu dapat menjadi majoriti sesewaktu dan dengan pasti-pasti. Tetapi dibawah penjajahan Jawa yang bernama Indonesia, ini tidak bisa terjadi sebab bangsa Jawa mahu menjadi majoriti yang tetap selama-lamanya. Mereka memakai nama demokrasi hanya untuk propaganda dan penipuan politik semata-mata.

Nafas Terakhir Indonesia

Oleh Nab Bahani As
Dalam sejarah perjuangan bangsa Indonesia tercatat, bahwa berdirinya Budi Utomo selain awal dari kebangkitan nasionalisme modern bangsa Indonesia, juga bercita-cita untuk menyatukan seluruh rakyat Indonesia --dari 134 suku yang mendiami kepulauan Nusantara dari Sabang sampai Merauke-- dalam satu semangat kebangsaan nasional, yang puncaknya kemudian lahir Sumpah Pemuda, 28 Oktober 1928, dengan pengakuan pemuda-pemuda Indonesia sebagai satu bangsa, satu tanah air dan satu bahasa sebagai wujud nasionalisme Indonesia yang lebih nyata.

Apa Isi Naskah Perjanjian Helsinki RI – GAM

Kontroversi soal bendera dan lambang baru Aceh terus berlanjut. Pemerintah Provinsi (Pemprov) Aceh dan Dewan Perwakilan Rakyat Aceh menilai, Aceh berhak memiliki lambang dan bendera baru tersebut sesuai Perjanjian Helsinki.

Ali Hasjmy, Seorang Ulama, Politikus dan Sastrawan Aceh

Nama aslinya Muhammad Ali Hasyim Alias Al Hariry, Asmara Hakiki dan Aria Hadiningsun. Anak kedua dari 8 orang bersaudara. Ayahnya, Teungku Hasyim, pensiunan pegawai negeri. Tahun 1975 diangkat sebagai guru besar (Prof) dalam ilmu dakwah oleh IAIN Ar-Raniry, Banda Aceh. Ali Hasjmy dikenal sebagai sastrawan, ulama, dan tokoh daerah. Dalam usaha memulihkan keamanan daerah, Pemerintah pernah mengangkatnya sebagai gubernur Aceh periode 1957-1964 dan Gubernur diperbantukan Menteri Dalam Negeri Jakarta periode 1964-1968.

11 November 2013

L.K. Ara Penyair Asal Aceh Tengah

L. K.Ara, lahir di Takengon, Aceh, 12 November 1937. Pernah menjadi redaktur budaya Harian Mimbar Umum (Medan), Pegawai Sekretariat Negara, terakhir bekerja di Balai Pustaka hingga pensiun (1963-1985). Bersama K. Usman, Rusman Setiasumarga dan M. Taslim Ali, mendirikan Teater Balai Pustaka (1967). Memperkenalkan penyair Tradisional Gayo, To’et, mentas di kota-kota besar Indonesia. Menulis puisi, cerita anak-anak dan artikel seni dan sastra. Dipublikasikan di Koran dan majalah di Indonesia, Malaysia dan Brunai.