Bunga Rampai Aceh

Selamat Datang Di "Bunga Rampai Aceh" Http://ChaerolRiezal.Blogspot.Com

21 Januari 2013

Peran Aceh Dalam Revolusi Kemerdekaan Republik Indonesia (1945-1949)

Oleh: T.A. Sakti


Pendahuluan

Tanggal 17 Agustus 1945 Republik Indonesia di proklamirkan kemerdekaannya oleh Soekarno Hatta. Pernyataan kemerdekaan itu tidak langsung diterima baik oleh semua pihak, terutama pihak Belanda dengan gigih berusaha untuk kembali menguasai seluruh kepulauan Indonesia. Pertentangan pihak Belanda dengan Indonesia sampai menjelang tahun 1950. mereka menjalankan politik adu domba dan pecah belah diantara rakyat Indonesia dengan maksud dapat menduduki kembali seluruh kepulauan Indonesai.

Perlawanan Tengku Peukan Manggeng Terhadap Belanda Di Aceh Barat Daya (Abdya)

Perlawanan terhadap Belanda juga terjadi diwilayah Barat Daya yang dipimpin oleh Tengku Peukan Manggeng, Haji Yahya dan Sidi Rajab. Dalam suatu musyawarah yang diselenggarakan di Paya Dapu wilayah Kluet, ditetapkan Tengku Peukan Manggeng sebagai panglima perang dan penyerangan lebih dahulu dilakukan pada malam hari di tangsi (asrama) Blangpidie pada akhir tahun 1926. Tengku Peukan tergolong seorang ulama yang kharismatik dan berpengaruh di Manggeng dan sekitarnya, orang tua beliau juga merupakan seorang ulama yang berpengaruh di daerah itu. Tengku Peukan merupakan putera dari seorang ulama yang bernama Tengku Padang Ganting dan Siti Zalekha yang dilahirkan pada tahun 1886 di desa Alu Paku kecamatan Sawang Aceh Selatan. Sebagai seorang ulama dan tokoh masyarakat yang berpengaruh, Tengku Peukan semakin membahayakan posisi Belanda di Blangpidie. Dakwah Tengku Peukan selalu dimata-matai oleh kaki tangan Belanda. Tengku Peukan sering merekrut para pengikut melalui media dakwah. Dalam dakwahnya Tengku Peukan selalu memaparkan bahwa membela dan mempertahankan tanah air adalah ibadah, jika meninggal dalam peperangan sabil melawan kafir (kaphe) Belanda maka akan mendapatkan surga sebagai imbalannya. Tengku Peukan juga mengajak rakyat untuk menentang setiap penjajahan dan membenci setiap perampasan hak azasi manusia.

Perlawanan Teuku Raja Angkasah Di Bakongan Aceh Selatan 1905-1925

Sejak meletusnya Perang Belanda di Aceh dari tahun 1873 sampai 1942 , perang dapat dibagi dalam empat periodisasi atau kurun waktu. Periode pertama 1873-1874, periode kedua 1874-1880, kemudian periode ketiga 1884-1896, selanjutnya periode terakhir 1896-1942. Pada periode terakhir ini Belanda tidak lagi menerapkan benteng stelsel namun sudah menerapkan sistem antigerilya di mana gerilya dibalas dengan gerilya dengan membentuk suatu pasukan khusus yang bernama Het Korps Marechausse atau Marsose. Pasukan inilah yang ditugaskan untuk mengejar pada gerilyawan Aceh yang juga sudah mulai menerapkan sistem gerilya setelah banyak sekali korban jatuh dalam perang kolosal.

Sepak Terjang Dari Sosok Ulama Abu Habib Muda Seunagan

Aceh memang tak pernah kering dari darah pejuang dan tak jarang pula melahirkan para ulama. Salah seorang diantaranya adalah Abu Habib Muda Seunagan, sosok kharismatis dari Pantai Barat. Selain seorang ulama yang dihormati, beliau juga pejuang yang disegani. Ia meninggal di Desa Peuleukung, Seunagan Barat, Kabupaten Nagan Raya, 14 Juni 1972 dan dikebumikan di samping Masjid Jamiek Abu Habib Muda Seunagan. Berkat jasanya dalam perang kemerdekaan, Pemerintah RI menganugerahkannya “Tanda Kehormatan Bintang Jasa Utama” kepada Abu Habib Muda Seunagan.

Seputar G-30S/PKI

Kesaksian bekas Menteri Pengairan Dasar zaman Orde Lama Harya Sudirja bahwa Bung Karno menginginkan Menpangad Letjen Achmad Yani menjadi presiden kedua bila kesehatan Proklamator itu menurun, ternyata sudah lebih dahulu diketahui isteri dan putra-putri pahlawan revolusi tersebut. “BAPAK sendiri sudah cerita kepada kami (isteri dan putra-putri Yani) bahwa dia bakal menjadi presiden.Waktu itu Bapak berpesan, jangan dulu bilang sama orang lain”, ujar putra-putri Achmad Yani : Rully Yani, Elina Yani, Yuni Yani dan Edi Yani - Sebelumnya diberitakan dalam acara diskusi “Jakarta - Forum Live, Peristiwa G-30S/PKI, Upaya Mencari Kebenaran” terungkap kesaksian baru, yaitu beberapa hari sebelum peristiwa kelam dalam sejarah republik ini meletus, Bung Karno pernah meminta Menpangad Letjen Achmad Yani menggantikan dirinya menjadi presiden bila kesehatan proklamator itu menurun.

Tengku Peukan Syahid Setelah Mengumandangkan Azan

Makam Tengku Peukan yang berada di Pusat Kota Blangpidie, tepatnya di depan Mesjid Jamid Blangpidie. Ini merupakan bukti sejarah perlawanan terhadap bangsa asing di Bumo Breuh Sigupai. Serangan pada 11 September 1926 yang membuat Tengku Peukan syahid, menjadi saksi dan jejak sejarah keheroikan para pejuang dalam menghadapi eksploitasi dan kolonialisasi Belanda. Letnan H. Colijn seorang controleur di Tapaktuan pada 3 juni 1899 mengumumkan kenegerian Tapaktuan dan Pantai Barat Daya (sekarang Kabupaten Abdya) sebagai wilayah kekuasaannya.

14 Januari 2013

Pengaruh Kebudayaan Hindu Dan Budha Di Aceh


Oleh: Chaerol Riezal

Pendahuluan
1.1              Latar Belakang
Agama Hindu dan Budha yang berkembang  di Indonesia berasal dari India. Agama budaya India tersebut disebarkan oleh kaum Brahmana. Hal ini dibuktikan oleh beberapa kebiasaan kaum Brahmana yang berkembang di Indonesia. Kebiasaan-kebiasaan yang dimaksud, antara lain:
a.       Prasasti-prasasti,
b.      Upacara-upacara keagamaan.
Masuknya pengaruh India ke Indonesia diketahui sejak abad ke-4 Masehi, yaitu dengan ditemukannya tulisan (prasasti) di Kalimantan Timur. Prasasti-prasasti itu ditulis dalam bahasa Sanskerta dengan huruf Pallawa. Dengan ditemukannya prasasti atau tulisan yang berbahasa Sanskerta dan berhuruf Pallawa, maka berakhirlah masa Prasejarah Indonesia. Tradisi tulis-menulis itu tentunya membutuhkan pengetahuan yang tinggi dan pada waktu itu kebiasaan tersebut hanya dikuasai oleh kaum Brahmana. Kaum Brahmana merupakan kasta atau golongan yang tertinggi dikalangan orang-orang Hindu.


Selain tradisi tulis-menulis, dalam kaum Brahmana berkembang pula kebiasaan upacara-upacara penyucian. Upacara tersebut dengan Pratyastoma. Kebiasaan atau tradisi itu kemudian dipergunakan oleh raja-raja di Indonesia untuk mengesahkan dan mengukuhkan kedudukannya sebagai raja. Kaum Brahmana ketika itu tinggal di Keraton. Mereka bertindak sebagai penasihat raja. Oleh karena itu,  unsur-unsur agama Hindu dan Budha berkembang kuat di kalangan istana. Bersamaan dengan itu, muncul pula kaum Brahmana baru di kalangan bangsa Indonesia. Mereka tidak sedikit yang pergi berziarah ke tempat-tempat suci di India. Di sana, mereka pun memperdalam pengetahuan keagamaan, seni, dan sastra Indonesia. Untuk kemudian pengetahuan-pengetahuan tersebut disebarkan kembali kapada masyarakat di Indonesia. Dengan masuknya pengaruh budaya India, budaya Indonesia mengalami perubahan yang besar sekali. Dengan dikenalnya bahasa Sanskerta dengan huruf Pallawa, maka berarti berakhirlah zaman prasejarah Indonesia. Sejak saat itu, didapatkan keterangan-keterangan tertulis mengenai nenek moyang kita.

Para Pemimpin Aceh Dalam Catatan Dan Lintasan Sejarah


Setelah sekian lama Aceh tampil dalam pentas kesejarahan nasional - internasional dan matang dalam berbagai ujian sejarah secara alamiah, maka sampailah Aceh pada suatu masa yang membuat Rakyat Aceh selalu memandangnya atau menaruh rasa hormat oleh karenanya. Itulah masa keemasan: masa kejayaan yang merupakan buah perjuangan dari titian roda sejarah. Adalah Sultan Iskandar Muda yang telah menghantarkan Aceh Darussalam kebabak kegemilangannya pada masa pemerintahannya (1607-1636), yang merupakan salah satu Sultan atau Penguasa Aceh yang masih di idolakan oleh Rakyat Aceh hingga sampai saat ini.

MoU Helsinki: Perjanjian Dengan Hantu


Setelah kita perhatikan dalam beberapa tahun ini perdamaian yang ditandatangani oleh GAM dan RI semakin tahun terlihat semakin pudar. Mungkinkah semua ini disebabkan yang menandatangin MoU tersebut, tak tahu apa itu yang sudah ditandatangani atau setuju menandatangani untuk keselamatan diri masing-masing.

Hikayat, Nyanyian Dan Sastra Aceh Sepanjang Masa


Apa itu sastra Aceh? Karya sastra yang mana saja yang layak disebut sebagai karya sastra Aceh? Apakah hanya karya-karya sastra yang berbahasa Aceh saja? Apa saja ciri dan bentuknya? Dan bagaimana perkembangannya dari zaman ke zaman? Jawaban dari pertanyaan-pertanyaan ini yang ingin saya bahas secara sepintas.

Habib Muda Seunagan Dan Kiprah Ulama Dari Tanah Rencong Aceh Untuk NKRI


Pernahkah, mampukah atau beranikah Indonesia layaknya seperti Negara tentangga Malaysia yang menyatakan didepan Parlemen Internasional bahwa agama resminya adalah Agama Islam?. Perjuangan bangsa Indonesia sejak dulu kala mulai dari merebut, mempertahankan, dan mengisi kemerdekaan tidak terlepas dari peran ulama. Maka sudah pantasalah negara Republik Indonesia ini dijadikan sebagai Negara Islam yang berdasarkan Al-Qur’an dan Al-Hadist serta mempraktikkan Syariat Islam di seluruh Nusantara ini.

2 Makam Syekh Abdurrauf As Singkili


Syekh Abdurauf As Singkili merupakan salah satu ulama besar yang berasal dari Singkil. Namanya kini dilakapkan menjadi salah satu universitas di Propinsi Aceh yaitu Universitas Syiah Kuala atau sering disebut Unsyiah.