Bunga Rampai Aceh

Selamat Datang Di "Bunga Rampai Aceh" Http://ChaerolRiezal.Blogspot.Com

31 Juli 2012

Umar Bin Khattab

"Ya Allah...buatlah Islam ini kuat dengan masuknya salah satu dari kedua orang ini. Amr bin Hisham atau Umar bin Khattab." Salah satu dari doa Rasulullah pada saat Islam masih dalam tahap awal penyebaran dan masih lemah. Doa itu segera dikabulkan oleh Allah. Allah memilih Umar bin Khattab sebagai salah satu pilar kekuatan islam, sedangkan Amr bin Hisham meninggal sebagai Abu Jahal.

Zainab Binti Jahsy, Wanita Yang Paling Panjang Tangannya

Zainab binti Jahsy bin Ri’ab bin Ya’mar bin Sharah bin Murrah bin Kabir bin Gham bin Dauran bin Asad bin Khuzaimah. Sebelum menikah dengan Rasulullah, namanya adalah Barrah, kemudian diganti oleh Rasulullah menjadi Zainab setelah menikah dengan beliau. Ibu dari Zainab bernama Umaimah binti Abdul-Muthalib bin Hasyim bin Abdi Manaf bin Qushai. Zainab dilahirkan di Mekah dua puluh tahun sebelum kenabian. Ayahnya adalah Jahsy bin Ri’ab. Dia tergolong pemimpin Quraisy yang dermawan dan berakhlak baik. Zainab yang cantik dibesarkan di tengah keluarga yang terhormat, sehingga tidak heran jika orang-orang Quraisy menyebutnya dengan perempuan Quraisy yang cantik.

Zainab Binti Khuzaimah, Ibu Orang-Orang Miskin

Zainab binti Khuzaimah adalah istri Rasulullah yang dikenal dengan kebaikan, kedermawanan, dan sifat santunnya terhadap orang miskin. Dia adalah istri Rasul kedua yang wafat setelah Khadijah r.a. Untuk memuliakan dan mengagungkannya, Rasulullah mengurus mayat Zainab dengan tangan beliau sendiri.

29 Juli 2012

Zaid Bin Haritsah

"Setiap Rasulullah mengirimkan suatu pasukan yang disertai oleh Zaid, pastilah ia yang selalu diangkat Nabi jadi pemimpinnya. Seandainya ia masih hidup sesudah Rasul, tentulah ia akan diangkatnya sebagai khalifah!" (Aisyah r.a).

Saudah Binti Zam'ah, Pengisi Kesunyian Hati Nabi Saw

Dalam kesendirian dan kehampaan hati terenggutnya kekasih tercinta, dia hadir membawa nuansa bagi manusia yang paling mulia, dengan keceriaan jiwa yang dimilikinya. Kebesaran jiwanya membuat dirinya senantiasa di sisi Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam. Dialah Saudah binti Zam'ah.

Kekhalifahan Islam

Rasulullah SAW telah memerintahkan kepada kaum muslimin agar mereka mengangkat seorang khalifah setelah beliau SAW wafat, yang dibai'at dengan bai'at syar'i untuk memerintahkan kaum muslimin berdasarkan Kitabullah dan Sunah Rasulullah SAW. Menegakkan syari'at Allah, dan berjihad bersama kaum muslimin melawan musuh-musuh Allah.

27 Juli 2012

Usman Bin Affan

Pada tahun pertama dari khilafah Usman bin Affan, yaitu tahun 24 Hijriah, negeri Rayyi berhasil ditaklukkan. Sebelumnya, negeri ini pernah ditaklukkan, tetapi kemudian dibatalkan. Pada tahun yang sama, berjangkit wabah demam berdarah yang menimpa banyak orang. Khalifah Usman bin Affan sendiri terkena sehingga beliau tidak dapat menunaikan ibadah haji. Pada tahun ini, Usman bin Affan mengangkat Sa’ad Bin Abi Waqqash menjadi gubernur Kufah menggantikan Mughirah bin Syu'bah.

Sa'ad Bin Abi Waqqash Ra

Lelaki penghuni surga di antara dua pilihan, iman dan kasih sayang. Malam telah larut, ketika seorang pemuda bernama Sa’ad bin Abi Waqqash terbangun dari tidurnya. Baru saja ia bermimpi yang sangat mencemaskan. Ia merasa terbenam dalam kegelapan, kerongkongannya terasa sesak, nafasnya terengah-engah, keringatnya bercucuran, keadaan sekelilingnya gelap-gulita. Dalam keadaan yang demikian dahsyat itu, tiba-tiba dia melihat seberkas cahaya dari langit yang terang-benderang. Maka dalam sekejap, berubahlah dunia yang gelap-gulita menjadi terang benderang dengan cahaya tadi. Cahaya itu menyinari seluruh rumah penjuru bumi. Bersamaan dengan sinar yang cemerlang itu, Sa’ad bin Abi Waqqash melihat tiga orang lelaki, yang setelah diamati tidak lain adalah Ali Bin Abi Thalib, Abu Bakar Abi Quhafah, dan Zaid Bin Haritsah. 

25 Juli 2012

Said bin Zaid bin Amru bin Nufail Al Adawi

Said bin Zaid bin Amru bin Nufail Al Adawi atau sering juga disebut sebagai Abul A'waar lahir di Mekah 22 tahun sebelum Hijrah. Beliau termasuk sepuluh orang yang diberi kabar gembira akan masuk surga oleh Nabi saw.

Terbelahnya Bulan

Di zaman Jahilliyah hiduplah raja bernama Habib bin Malik di Syam, Dia penyembah berhala yang fanatik dan menentang serta membenci agama yang didakwahkan Rasulullah saw.

Thalhah Bin Ubaidillah, Syahid Ketika Masih Hidup

ThalhahbinUbaidillah bin Utsman bin Amru bin Ka'ab binSa'ad bin Taim bin Murrah bin Ka'ab bin Lu'ai. Ibunya bernama Ash-Sha'bah binti Al Hadrami, saudara perempuan Al Ala'. Wanita ini telah menyatakan dirinya sebagai seorang muslimah. Beliau seorang pemuda Quraisy yang memilih profesi sebagai saudagar. Meski masih muda, Thalhah punya kelebihan dalam strategi berdagang, ia cerdik dan pintar, hingga dapat mengalahkan pedagang-pedagang lain yang lebih tua. Pada suatu ketika Thalhah bin Ubaidillah dan rombongan pergi ke Syam. Di Bushra, Thalhah bin Ubaidillah mengalami peristiwa menarik yang mengubah garis hidupnya.

Napak Tilas Nur Muhammad Saw

Istri Nabi Ibrahim AS yang bernama sarah tak dapat menyembunyikan rasa cemburunya saat melihat Hajar, yang menjadi istri kedua Nabi Ibrahim, melahirkan anak lelaki yang bernama Ismail. Nabi Ibrahim amat memahami perasaan sang istri. Karena itu, ia yang saat itu bermukim di Syam, berniat hendak menjauhkan putranya bersama Hajar dari Sarah. Ia pun membawa keduanya pergi hingga tiba di sebuah tempat yang dikehendaki Allah kelak menjadi tempat tinggal anak-anak cucu Ismail, yaitu sebuah lembah gersang di tengah Mekah.

Nafkah Rasulullah

Di dalam sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Imam Al Baihaqi, diceritakan bahwa Abu Amir Abdullah Al Hawazini bertemu Bilal yang menjadi muadzin Rasulullah saw. Abu Amir lalu bertanya kepada Bilal, “Wahai Bilal, beritahukan kepada saya bagaimana Rasulullah memberi nafkah?”

Nabi Ibrahim Dan Nabi Ismail Mendirikan Ka’bah

Allah subhanahu wata’ala telah memerintahkan Nabi Ibrahim ‘alaihi salam untuk membangun Baitul ‘Atiq, yaitu masjid yang diperuntukkan bagi manusia untuk mereka menyembah Allah subhanahu wa ta’ala.

21 Juli 2012

Nabi Muhammad SAW Hanya Hamba Allah

Manusia besar memiliki kebesaran/keistimewaan yang tidak dimiliki oleh manusia biasa. Karakter, kebiasaan, dan gaya hidup manusia yang besar berbeda dengan manusia biasa. Apalagi jika manusia besar yang kita bicarakan adalah utusan Tuhan alias nabi atau rasul, maka perbedaannya dengan manusia biasa semakin besar. Lebih dari itu, 

Nabi Muhammad Saw Dalam Masehi

Semasa hidup baginda Rasulullah Saw, tercatat dalam sejarah, kehidupan beliau masuk dalam angka masehi. Banyak sekali peristiwa atau kejadian yang dialami Nabi Muhammad Saw dan menjadi sejarah didalam agama islam, baik peristiwa yang langsung dari Allah Swt, ada yang melalui malaikat Jibril, dan ada pula memang dari diri sendiri.

Berikut rangkaian peristiwa yang pernah dialami Nabi Muhammad SAW sejak lahir hingga akhir hayatnya yang tercatat dalam angka masehi.

20 Juli 2012

Mereka Mencintai Dan Membelanya, Bagaimana Dengan Kita Tuan?

Banyak sekali para sahabat yang menjadi pahlawan-pahlawan Islam, di antaranya: Thalhah bin Ubaidillah, Abu Dujanah, Hatib bin Abu Balta’ah, Sahal bin Hanif, Qatadah, Abdurrahman bin Auf, dan Malik bin Sinan. Inilah kisah tentang para pahlawan Islam yang gagah berani!

Masuk Islamnya Zubair bin Awwam

Zubair bin Awwam bin Khuwailid bin Asad bin Abdil Uzza bin Qushai bin Kilab. Ibunya bernama Shafiyah binti Abdul Muthalib, bibi Rasulullah saw. Wanita ini telah menyatakan dirinya sebagai pemeluk agama Islam. Beliau termasuk salah seorang dari 7 orang yang pertama masuk Islam. Beliau memeluk agama Islam ketika dia masih berusia 8 tahun dan melakukan hijrah ketika berusia 18 tahun. Berperawakan tinggi dan berkulit putih. Namun ada juga yang mengatakan bahwa perawakan Zubair tidak termasuk sangat tinggi dan juga tidak tergolong pendek dan bukan termasuk orang yang berbadan gemuk. Ada yang mengatakan bahwa warna kulitnya sawo matang, memiliki banyak bulu badan, dan kedua pipinya tidak penuh terisi daging. Ketika pamannya Naufal bin Khuwailid mengetahui perihal Zubair telah masuk Islam, beliau sangat marah dan berusaha menyiksanya, pernah beliau dimasukkan dalam karung tikar, kemudian dibakar, dan dia berkata kepadanya,“lepaskan dirimu dari Tuhan Muhammad, maka saya akan melepaskan dirimu dari api ini.” Namun Az-Zubair menolaknya dan berkata kepadanya, “Tidak, demi Allah saya tidak akan kembali kepada kekufuran selamanya.”

Mariyah Qibtiyah

Seperti halnya Sayyidah Raihanah binti Zaid, Mariyah Al Qibtiyah adalah budak Rasulullah yang kemudian beliau bebaskan dan beliau nikahi. Rasulullah Saw memperlakukan Mariyah sebagaimana beliau memperlakukan istri-istri beliau yang lainnya. Abu Bakar dan Umar pun memperlakukan Mariyah layaknya seorang Ummul-Mukminin. Dia adalah istri Rasulullah Saw satu-satunya yang melahirkan seorang putra, yang diberi nama Ibrahim, setelah Siti Khadijah.

Baginda Rasulullah Saw dan Dunia Islam

Peringatan hari Mab’ats atau hari kenabian tanggal 27 Rajab sudah berlalu. Namun masih ada banyak hal yang perlu diungkap dan dibacakan mengenainya. Sebab, kenabian Rasulullah Muhammad SAW adalah kenabian terakhir yang berarti bahwa beliau adalah duta Allah terakhir yang membawa risalah paling lengkap dan abadi sepanjang masa. Kenabian Muhammad SAW adalah awal dari sebuah perubahan besar dalam sejarah umat manusia, yang sampai sekarang dan akan selamanya mempengaruhi proses kehidupan ini. Tak syak, misi besar yang diembannya membuktikan bahwa nabi terakhir ini adalah manusia yang paling agung di sisi Allah swt.

18 Juli 2012

Kisah Ya'juj Dan Ma'juj

Saat menjelang wafat, Nabi Nuh a.s memanggil anak-anaknya untuk menghadap beliau. Maka Sam a.s segera datang menemuinya, namun kedua saudaranya tidak muncul yaitu Ham dan Yafits. Akibat dari ketidakpatuhan Ham dan Yafits, Allah kemudian menurunkan ganjaran kepada mereka. Yafits yang tidak datang karena lebih memilih berdua dengan istrinya (berhubungan suami istri) kemudian melahirkan anak bernama Sannaf. Kelak kemudian Sannaf menurunkan anak yang ganjil. Ketika dilahirkan, keluar sekaligus anak-anak dalam wujud kurang sempurna. Selain itu ukuran besar dan bobot masing-masing juga berbeda, ada yang fisiknya besar sedangkan lainnya kecil. Untuk selanjutnya yang besar kemudian terus tumbuh hingga melebihi ukuran normal (raksasa), sebaliknya yang bertubuh kecil terus kecil seperti liliput. Mereka kemudian dikenal sebagai Ya’juj dan Ma’juj. 

14 Juli 2012

Kisah Nabi Yusuf As

Silsilah Nabi Yusuf :

Ibrahim AS, adalah bapak para Nabi. Ibrahim berputra tiga orang, 2 diantaranya adalah nabi, yaitu nabi Ismail AS (nama ibunya Siti Hajar) dan nabi Ishaq AS (nama ibunya Siti Sarah). Nabi Ismail , dari beberapa keturunan berikutnya menurunkan Nabi Muhammad SAW .

Kisah Sekantong Air

Kisah ini terjadi ketika Nabi dan pasukannya sedang memerangi suatu suku Badui yang memusuhi kaum muslimin di Madinah.

11 Juli 2012

Kisah Nabi Isa AS (Bag.5)

Nabi Isa berusaha menyadarkan para pendeta Yahudi bahwa para dai yang menyeru di jalan Allah SWT bukanlah algojo-algojo yang bengis yang menerapkan hukum syariat tanpa melihat keadaan masyarakat yang bersalah, tetapi mereka datang dan membawa ajaran Allah SWT yang merupakan ajaran yang penuh dengan rahmat kepada manusia. Jadi, rahmat adalah tujuan semua dakwah Ilahi ini. Bahkan diutusnya para nabi itu sendiri mengandung rahmat Allah SWT terhadap kaum mereka. 

Kisah Nabi Isa AS (Bag.6)

Kemudian apa yang dilakukan Nabi Isa terhadap syariat qisas cersebut? Yang jelas, tindakan yang dilakukkan oleh Nabi Isa murni dari ilham yang didapatnya dari Allah SWT. Nabi Isa mengem-balikan kaum kepada tujuan asli dari syariat. Nabi Isa mengembalikan mereka kepada hikmah syariat yang asli. Nabi Isa mengembalikan mereka kepada cinta. Nabi Isa tidak mengatakan sesuatu pun kepada orang yang memukul pipi sebelah kanannya. Nabi Isa tidak berusaha untuk memukul pipi sebelah kanannya. 

Kisah Isra' Mi'raj Nabi Muhammad Saw

Diterjemahkan dengan ringkas dari Kitab Al Anwaarul Bahiyyah Min Israa’ Wa Mi’raaj Khoiril Bariyyah.

8 Juli 2012

Memperbanyak Makanan Yang Sedikit

Peristiwa mukjizat yang terjadi di masa perang Khandaq (di sebut juga perang ahzab) ini diberitakan oleh Jabir bin Abdullah r.a yang menuturkan sebagai berikut.

Kisah Ashabul Kahfi

"(Ingatlah) tatkala pemuda-pemuda itu mencari tempat berlindung kedalam gua lalu mereka berdoa, "Wahai Tuhan kami berikanlah rahmat kepada kami dari sisi-Mu dan sempurnakanlah bagi kami petunjuk yang lurus dalam urusan kami (ini)." (QS al-Kahfi:10).

Kijang Minta Pertolongan Nabi Saw

Banyak Imam ahli hadis yang mengetengahkan berita riwayat tentang seekor kijang yang dapat berbicara kepada Rasulullah Saw, sebagai peristiwa mukjizat. Hadits semakna yang dituturkan oleh Ummul mukminin, Umm Salamah r.a adalah sebagai berikut: Ketika Rasulullah Saw sedang berada di tengah sahara beliau mendengar suara memanggil-manggil, "Ya Rasulullah!" hingga tiga kali. Beliau menoleh ke arah datangnya suara itu. Beliau melihat seekor kijang tertambat pada sebuah batu besar. Di sebelahnya seorang Arab pegunungan dalam keadaan tidur nyenyak, telentang di bawah sinar matahari.

Khadijah binti Khuwailid, Orang yang pertama kali masuk Islam

Beliau adalah sayyidah wanita sedunia pada zamannya. Putri dari Khuwailid bin Asad bin Abdul Uzza bin Qushai bin Kilab al-Qurasyiah al-Asadiyah. Dijuluki at-Thahirah bersih atau suci. Terlahir 15 tahun sebelum tahun fiil (tahun gajah).

Keutamaan Rasulullah Menurut Nabi Adam

Diriwayatkan tentang Nabi Adam AS, beliau berkata,"Bahwa saya diajak mengelilingi Surga dan saya tidak melihat satu istana pun dan satu dedaunan pun yang ada di Surga kecuali tertulis nama Sayyidul Wujud Muhammad SAW." Lalu Nabi Sys bertanya pada Nabi Adam,”Wahai ayahku lebih mulia mana ayah dengan Nabi Muhammad SAW?” Jawab Nabi Adam, “lebih mulia Nabi Muhammad SAW dari nabi dan malaikat dengan enam macam kelebihan:

Kesalehan Sejati: Teladan Keluarga Nabi

Ibnu Abbas meriwayatkan:

Pada suatu waktu kedua cucu nabi SAW yakni Hasan dan Husein sakit keras. Rasulullah dan para sahabat datang untuk mengunjungi mereka. Nabi juga berpesan agar Ali dan Fatimah bernazar untuk kesembuhan kedua putra mereka. Keduanya, diikuti Faidhah, pembantu mereka, bahkan anak-anak yang sedang sakit mengucapkan nazar: Jika Tuhan menyembuhkan Hasan dan Husein, mereka semua bernazar untuk melakukan puasa tiga hari berturut-turut.

Di Balik Sebuah Perang

“Perang” apabila mendengar kata tersebut, terlintas dibenak kita sungguh sangat mengerikan, dan kekejamannya pun sungguh luar biasa. Perang tak asing lagi bagi umat manusia sedunia. Perang takkan berhenti sampai seluruh manusia dimuka Bumi ini betul-betul lenyap. Musuh terbesar kita adalah diri kita sendiri yaitu Hawa Nafsu. Tanpa disadari hawa nafsu lah yang mengendalikan dan menguasai manusia itu sendiri. Hawa nafsu pula yang mengubah kemenangan menjadi kekalahan bahkan hawa nafsu pun bisa mengubah Dunia ini menjadi Gelolak Sebuah Perang.

5 Juli 2012

Kepada Para Mahasiswa, Ilmu Atau Nilai?

Menjajaki bangku kuliah memang berbeda dengan bangku masa SMA. Ketika status ku masih menjadi siswa, siswa-siswi berlomba-lomba mengumpulkan nilai bagus untuk mendapatkan ranking teratas alias “Aku Paling Hebat”. Setelah memasuki ruangan kampus, semuanya berubah karena kita sudah dispesifikasikan sesuai dengan kemampuan kita dan bidang yang kita sukai (kecuali yang dipaksa sama orang tua). Kita berada dalam jurusan yang akan mengantarkan kita ke dunia kerja. Sistem penilaiannya sudah berbeda.

3 Juli 2012

Keringat Rasulullah Saw

Diriwayatkan dari Anas bin Malik, ia berkata, “Nabi saw biasa masuk ke rumah Ummu Sulaim, lalu tidur di ranjangnya, sementara Ummu Sulaim sendiri sedang tidak ada.

Kembalikanlah Ketenteraman Jiwa Yang Hilang Dengan Sholat

Ketenangan dan ketenteraman jiwa, adalah hal yang paling dicari oleh manusia dalam hidupnya. Berbagai upaya dilakukan untuk mendapatkan ketenangan dan ketenteraman jiwa. Oleh karena itu, kedua hal tersebut pada umumnya menjadi sesuatu yang hilang dalam hidup manusia. 

Kelahiran Sang Nabi Muhamma Saw Dalam Untaian Puisi


Meski tiada kata yang cukup mewakili untuk menggambarkan keluhuran budinya, dengan segala keterbatasan para ulama pecintanya merangkum saat-saat kelahiran dan akhlaknya dalam untaian puisi yang indah.

Keindahan Akhlak Nabi Muhammad SAW


Kata khuluq yang berarti akhlak secara linguistik mempunyai akar kata yang sama dengan khalq yang berarti ciptaan. Bedanya adalah kalau khalq lebih bermakna ciptaan Allah yang bersifat lahiriah dan fisikal, maka khuluq adalah ciptaan Allah yang bersifat batiniah.

Kedermawanan Membawa Berkah


Imam Ja'far Shadiq mengetengahkan sebuah riwayat dari ayahnya, Imam Muhammad Al Baqir, bahwa Imam Ali Zainal Abidin telah berkata:

Kebesaran Islam


"Ya Allah...buatlah Islam ini kuat dengan masuknya salah satu dari kedua orang ini. Amr bin Hisham atau Umar bin Khattab." Salah satu dari doa Rasulullah pada saat Islam masih dalam tahap awal penyebaran dan masih lemah. Doa itu segera dikabulkan oleh Allah. Allah memilih Umar bin Khattab sebagai salah satu pilar kekuatan islam, sedangkan Amr bin Hisham meninggal sebagai Abu Jahal.

Kantong Kurma Abu Hurairah


Imam Ath-Thabrani meriwayatkan, suatu hari Abu Hurairah berkata, “Saya merasa sedih karena tiga hal. Pertama, sewaktu Nabi wafat, saya adalah sahabat dan pelayan beliau  yang masih kecil. Kedua, peristiwa terbunuhnya Utsman. Ketiga karena tempat perbekalan itu.”

Ka'bah, Sebuah Dambaan Insan Tauhid


Safari ibadah, penghambaan dan cinta ke tanah suci Mekah sudah dimulai. Meski singkat, namun safari ini penuh makna dan rahasia. Safari ke negeri wahyu, negeri makrifat, cinta dan penghambaan kepada Zat yang Maha Suci. Dalam perjalanan spiritual ini yang dituju adalah Rumah Allah, Ka'bah, yang menjadi dambaan setiap insan bertauhid.

Juwairiyah Binti Al Harits


Juwairiyah dilahirkan empat belas tahun sebelum Nabi hijrah ke Madinah, sebelum memeluk islam beliau bernama Burrah. Nama lengkapnya adalah Juwairiyah binti al-Harits bin Abi Dhiraar bin Habib bin Aid bin Malik bin Judzaimah bin Musthaliq bin Khuzaah. Ayahnya, al-Harits, adalah pemimpin kaumnya yang masih musyrik dan menyembah berhala sehingga Juwairiyah dibesarkan dalam kondisi keluarga seperti itu. Tentunya dia memiliki sifat dan kehormatan sebagai keluarga seorang pemimpin. Dia adalah gadis cantik yang paling luas ilrnunya dan paling baik budi pekertinya di antara kaumnya. Kemudian dia menikah dengan seorang pemuda yang bernama Musafi’ bin Shafwan.

Jundub Bin Junadah Bin Sakan


Nama aslinya adalah Jundub bin Junadah bin Sakan, tetapi dia dikenal dengan sebutan Abu Dzar al-Ghiffari. Dia adalah sahabat Rasulullah yang berasal dari suku ghiffar dan termasuk golongan orang yang pertama masuk Islam. Sebelum menjadi seorang muslim, Abu Dzar dikenal sebagai seorang perampok yang suka merampok para kabilah yang pedagang yang melewati padang pasir. Suku Ghiffar memang sudah dikenal sebagai binatang buas malam dan hantu kegelapan. Jika bertemu dengan mereka, jarang sekali orang yang selamat dari perampokan.

Istana Topkapi, Museum Penyimpan Benda Nabi Muhamaad SAW


6 Pedang Nabi Dipamerkan Di titik pertemuan Selat Bosphorus, Tanjung Tanduk Emas (Golden Horn) dan Laut Marmara, Istanbul, Turki, menjulang indah Istana Topkapi. Lambang kejayaan Dinasti Ottoman Turki dan museum penyimpan benda-benda Nabi Muhammad SAW.Didirikan di atas tanah seluas 592.600–700.000 m.

Hindun Binti Abu Umayyah


Hindun binti Hudzaifah (Abu Umayyah) bin Mughirah bin Abdullah bin Amr bin Makhzum, dari Bani Makhzum. Bapaknya Hindun adalah putra dari salah seorang Quraisy yang diperhitungkan (disegani) dan terkenal dengan kedermawanannya.

Hamzah Bin Abdul Muthalib


Pada suatu hari Hamzah bin Abdul Muthalib keluar dari rumahnya sambil membawa busur dan anak panah untuk berburu binatang di padang pasir, hal itu telah menjadi hobi dan kegemarannya sejak masa muda.

Hak Suami Dalam Islam


Agar bahtera pernikahan selamat berlayar ke pulau tujuan, nahkoda bahtera ini harus diberi hak penuh. Boleh jadi hak pertama yang diberikan Allah SWT kepada suami adalah hak kepemimpinan (qaimumah). 

Allah SWT berfirman, artinya :

Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh Karena Allah Telah melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita), dan Karena mereka (laki-laki) Telah menafkahkan sebagian dari harta mereka. (an-Nisa: 34)

Hak kepemimpinan diperoleh suami karena keunggulan struktur dirinya daripada perempuan, juga karena dia memikul tanggung jawab kehidupan sehari-hari yang berat. Tapi, kepemimpinan suami tidak membolehkannya untuk otoriter (tasalluth) dan keluar dari lingkaran tanggung jawab ke lingkaran penguasaan dan interaksi yang bersifat pemaksaan pada istri, karena hal ini bertentangan dengan hak istri untuk mendapatkan perlakuan yang baik yang ditegaskan oleh al-Quran:

“Dan bergaullah dengan mereka secara patut.” (an-Nisa: 19)

Tidak diragukan bahwa Islam telah menuntut istri untuk tunduk kepada suami dalam segala hal yang dibolehkan oleh akal dan syariat. Jika kondisi ini tidak terpenuhi, maka tidak ada kewajiban taat kepada makhluk dalam bermaksiat kepada Khaliq.

Islam tidak membolehkan kepemimpinan ini digunakan sebagai media untuk merendahkan istri atau mengurangi kehormatannya. Memang benar bahwa manusia yang haknya paling besar atas seorang istri adalah suami, tapi hak ini tidak boleh ditafsirkan atau diterapkan secara salah yang membawa pada perendahan terhadap istri.
Istri adalah bunga yang lembut. Dia tidak memiliki kekuatan, ketegasan, dan kehendak. Karena itu, dia membutuhkan tenda yang melindunginya dari angin yang beracun agar bunga ini tidak kehilangan kesegarannya ketika bunga ini sedang mekar-mekarnya. Tenda itu adalah suami, karena suami memiliki kekuatan, kehendak, dan kesiapan untuk berkorban.

Hak lain bagi suami adalah istri bersiap sedia baginya setiap dia berkehendak kecuali pada kondisi pengecualian alamiah yang dialami oleh kaum perempuan. Rasulullah saw bersabda:

“Wanita yang terbaik di antara kamu adalah yang banyak anak dan penyayang, penutup diri, penjaga kesucian diri, yang agung di mata keluarganya, tunduk di hadapan suaminya, terjaga dari orang selain suaminya, mendengar dan patuh kepada suaminya, jika dia berdua-duaan dengan suaminya, dia memberikan apa saja yang diminta kepadanya.”

Rasulullah saw bersabda:

“Wanita yang terbaik di antara kamu adalah yang jika suaminya masuk, maka dia menanggalkan baju rasa malunya.”

Bukan kebalikannya, kalau diluar rumah malah wanita berhias dan tampil seksi agar dilihat kaum laki-lakitapi bukan muhrimnya. Sungguh kemaksiatan yang disengaja.

Banyak hadits lain yang melarang istri menjauh dari peraduan rumah tangga. Dia akan dihukum di kehidupan dunia jika melakukannya dan dikutuk oleh malaikat sampai dia kembali. Dia juga harus menghormati suami dan berperan serta dalam menciptakan cinta kasih sayang bersama sang suami. Rasulullah saw bersabda:

“Sekiranya aku memerintah seseorang untuk bersujud kepada seseorang, tentu aku akan memerintahkan istri bersujud kepada suaminya.”

Berdasarkan arahan Nabi saw ini istri harus berperilaku lembut pada suami, berbicara dengan ungkapan-ungkapan yang memasukkan rasa bahagia ke dalam hati suami, khususnya ketika suami pulang kerja dengan energi yang terkuras, syaraf yang lelah. Dia harus menyambut suami dengan kegembiraan yang meruah pada wajahnya, menawarkan khidmat kepada suami, sehingga dia memperoleh ridha suami.

Rasulullah saw bersabda:

“Sangat beruntung seorang istri yang suaminya ridha padanya.”

Tentang masalah ini, Al-Baqir ra mengatakan:

“Tidak ada pemberi syafaat bagi seorang wanita pada sisi Tuhan yang lebih ampuh daripada ridha suaminya. Ketika Fathimah wafat, Amirul Mukminin berdiri di sisinya dan berkata, ‘Ya Allah, aku ridha pada putri Nabi-Mu. Ya Allah, dia telah dibuat sedih, maka hiburlah dia.’”

Dari penjelasan ini jelaslah bahwa suami memiliki hak kepemimpinan, hak dipenuhi keinginannya atau disenangkan. Lebih dari itu, ketika dia diberikan tampuk kepemimpinan keluarga, maka dia memiliki hak dipatuhi dalam batasan-batasan syariat. Salah satu isi hak ini adalah istri tidak boleh keluar dari rumah kecuali atas izinnya. Di dalam hadits disebutkan:

“Dia tidak boleh keluar dari rumah suaminya kecuali dengan izin suaminya. Jika dia melakukan, maka malaikat di langit dan di bumi, serta malaikat ridha dan benci melaknatnya.”

Istri adalah harta karun yang sangat berharga dan wajib dijaga di tempat yang aman. Rumah adalah tempat aman yang melindungi istri. Karena itu, al-Quran memerintahkan kaum perempuan:

Dan hendaklah kamu tetap di rumahmu dan janganlah kamu berhias dan bertingkah laku seperti orang-orang Jahiliyah yang dahulu.” (al-Ahzab: 33)

Ada hak lain bagi suami, yaitu dijaga kehormatannya dan hartanya ketika dia tidak ada, tidak diungkap kekurangannya, istri tidak puasa sunnah kecuali dengan izinnya. Secara umum, agar kehidupan rumah tangga langgeng, harus ada ridha dan penghormatan dan khidmat dari kedua belah pihak, sebagaimana bunga butuh cahaya, udara, dan air untuk bisa mekar.

Komitmen suami istri terhadap hak satu sama lain, selain menggugurkan kewajiban, juga mendatangkan pahala yang besar. Sebaliknya juga benar. Jika suami memberi minuman bagi istrinya, dia mendapat pahala, dan Allah SWT akan memanjangkan umurnya dikarenakan kebaikannya kepada istrinya.

Sebaliknya, istri yang berkhidmat kepada suami selama 7 hari, Allah SWT akan menutup 7 pintu neraka baginya dan membuka 8 pintu surga yang dapat dia masuki dari mana saja. Istri yang mengangkat sesuatu di rumah suaminya dari satu tempat ke tempat lain untuk terlihat lebih baik, maka Allah SWT akan memandangnya, dan siapa saja yang dipandang Allah SWT, maka tidak akan Dia azab.

Jaminan keharusan memenuhi hak dalam syariat ilahiah lebih banyak daripada di dalam hukum positif. Sebab, dalam hukum positif, orang dapat menghindar dan tidak memenuhi kewajibannya dengan tipu muslihat, suap, ancaman, paksaan, dsb. Sedangkan dalam hukum ilahi, selain menggunakan media pemaksaan eksternal, seperti polisi dan pengadilan, ada juga faktor-faktor pemaksaan internal, yaitu rasa takut terhadap siksa dan murka Allah SWT di akhirat.

Seorang muslim akan berusaha meraih ridha Allah SWT dengan cara menunaikan kewajibannya kepada orang lain. Al-Quran memandang kezaliman seseorang kepada orang lain adalah kezaliman pada dirinya sendiri. Allah SWT berfirman:

“Janganlah kamu rujuki mereka untuk memberi kemudharatan, Karena dengan demikian kamu menganiaya mereka. barangsiapa berbuat demikian, Maka sungguh ia Telah berbuat zalim terhadap dirinya sendiri.” (al-Baqarah: 231)

Motif religius adalah alat terbesar untuk membendung dorongan setan yang mendorong orang mangkir dari kewajiban dan komitmennya. Sedangkan orang yang hanya tunduk kepada hukum positif, dia tidak memiliki alat pembendung internal tersebut, kecuali nurani dan etika yang seringkali menyimpang dari jalan lurus karena berbagai sebab, sehingga kriteria-kriteria yang dia miliki terbalik, kemungkaran menjadi kebaikan dan kebaikan menjadi kemungkaran.

Lebih dari itu, di dalam Islam, terdapat ikatan yang erat antara dimensi sosial dan dimensi ibadah. Setiap celah di dimensi pertama, disebabkan tiadanya komitmen terhadap hak orang lain, akan berefek negatif terhadap dimensi ibadah. Inilah yang dijelaskan oleh hadits Nabi saw:

“Orang yang memiliki istri yang menyakitinya, Allah SWT tidak menerima shalat atau kebaikan yang dilakukan istrinya itu, sampai istri itu menolong dan membuatnya ridha meskipun si istri berpuasa dahr. Suami juga akan mendapat dosa seperti itu jika dia menyakiti dan menzalimi istrinya.”

Dengan demikian jelaslah bahwa suami istri memiliki hak timbal balik yang jika ditelantarkan maka akan mengancam eksistensi keluarga, dan komitmen padanya akan menciptakan kesatuan sosial yang erat.(alh)

Hak Orang Tua Dalam Islam


Islam memberikan perhatian khusus terhadap keluarga dan upaya menjaganya. Caranya, Islam menetapkan hak-hak anggota-anggota keluarga yang harus dipenuhi mereka satu sama lain. Ini karena Islam menganggap terpeliharanya keluarga sebagai batu bata asasi dalam upaya mencapai bangunan masyarakat yang diidam-idamkan.

Karena orang tua adalah pondasi dalam bangunan keluarga dan upaya membangun generasi, maka al-Quran menegaskan posisi mereka yang sangat agung dan kewajiban berbuat baik kepada mereka.
Tulisan ini menjelaskan hak-hak orang tua seperti dijelaskan al-Quran dan Sunnah.


Hak-hak orang tua
Allah SWT menyandingkan kewajiban beribadah kepada-Nya dengan kewajiban berbakti kepada orang tua pada banyak ayat al-Quran. Di antaranya:

Dan Tuhanmu Telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. (Al-Isra: 23)

Juga dalam firman-Nya:

Dan (ingatlah), ketika kami mengambil janji dari Bani Israil (yaitu): janganlah kamu menyembah selain Allah, dan berbuat kebaikanlah kepada ibu bapak.” (Al-Baqarah: 83)

Demikianlah kita dapati al-Quran menganggap berbuat baik kepada orang tua sebagai masalah yang sangat penting. Sedemikian pentingnya sampai-sampai di dalam level ungkapan al-Quran (al-Isra: 23) menggunakan kalimat, ÙˆَÙ‚َضَÙ‰ رَبُّÙƒَ, yang artinya, “Dan Tuhanmu telah menetapkan.” Dan di dalam level pelaksanaan al-Quran (al-Baqarah: 83) menjelaskan, ÙˆَØ¥ِØ°ْ Ø£َØ®َØ°ْÙ†َا Ù…ِيثَاقَ بَÙ†ِÙŠ Ø¥ِسْرَائِيلَ, “Ingatlah ketika Kami mengambil janji dari Bani Israil.”

Al-Quran menganggap pelanggaran terhadap kehormatan orang tua sebagai tindakan yang diharamkan. Catatan penting, al-Quran, dalam banyak ayat menegaskan urgensi anak-anak berbuat baik pada orang tua, sedangkan orang tua tidak diberi penegasan untuk memperhatikan anak-anak kecuali jarang dan dalam kondisi yang tidak normal, misalnya, mereka tidak boleh membunuh anak-anak mereka karena takut imlaq. Al-Quran sekadar menegaskan bahwa anak adalah zinah dan mut’ah, lokus fitrah dan ighra bagi orang tua, dan tidak menyebut mereka kecuali disandingkan dengan harta dan dalam konteks berbangga-banggaan.

Lebih dalam lagi, berbuat baik kepada orang tua dijadikan sebagai manifestasi sosial dan ibadah yang benar dan semua bentuk perbuatan buruk terhadap orang tua secara khusus, walaupun hanya dengan kata “uh”, dianggap sebagai perusakan terhadap ibadah sebagaimana setitik cuka merusak madu. Karena nila setitik, rusak susu sebelanga.


Hak ibu lebih besar

Al-Quran memberikan ibu hak yang lebih besar dikarenakan pengorbanannya yang ia berikan lebih banyak. Hanya ibu yang menanggung beban mengandung, melahirkan, dan menyusui beserta pengorbanan dan derita yang menyertainya. Bayi tinggal di perutnya selama 9 bulan pada masa kehamilan yang normal, makan di perutnya dari apa yang ia makan, dan tinggal dengan tenang dengan mengorbankan ketenangan dan kesehatannya. Setelah itu tiba masa persalinan yang penderitaannya tidak dapat diketahui kecuali oleh ibu, bahkan nyawanya terkadang menjadi taruhan.
Al-Quran memberikan wasiat khusus berkaitan dengan ibu. Allah SWT berfirman,

Dan kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu- bapanya; ibunya Telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah- tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun.” (Lukman: 14)

Dengan penjelasan ini al-Quran menggelorakan perasaan para anak agar mereka tidak lupa atau pura-pura lupa jerih payah orang tua, khususnya ibu, dan penderitaan yang ia tanggung, karena memberikan perhatian sepenuhnya pada istri dan anak-anak saja.


Hak orang tua menurut Sunnah

Masalah hak pada umumnya dan hak orang tua pada khususnya mengambil tempat yang luas dalam hadits dan wasiat Nabi saw. Beliau mengaitkan ridha Allah SWT dengan ridha kedua orang tua untuk memberikan dimensi ibadah bagi masalah ini. Beliau juga menegaskan bahwa durhaka kepada orang tua adalah salah satu dosa terbesar dan mengaitkan antara cinta dan ampunan Allah SWT dengan cinta dan kepatuhan kepada kedua orang tua.

Sy.Zainal Abidin meriwayatkan, "Seseorang datang kepada Nabi saw lalu berkata, “Wahai Rasulullah, tidak ada perbuatan yang buruk kecuali aku telah melakukannya. Apakah aku bisa bertobat?” Rasulullah saw bertanya kepadanya, “Adakah salah satu dari orang tuamu yang masih hidup?” Dia berkata, “Ayahku.” Beliau bersabda, “Pergilah kepadanya dan berbaktilah padanya.” Setelah orang itu pergi, beliau bersabda, “Jika yang masih hidup adalah ibunya, (aku akan mengatakan hal yang sama).”

Dalam salah satu arahan Nabi saw:

“Salah satu hak orang tua atas anaknya adalah ditakuti ketika marah agar kemuliaan orang tua tidak jatuh.”

Lebih dari itu, Rasulullah saw menganggap menyebabkan orang tua dicela karena mencela orang tua orang lain termasuk dosa besar yang pantas dihukum dan disiksa di akhirat.

Berbakti kepada mereka tidak terbatas ketika mereka hidup. Anak yang patuh dapat berbakti kepada kedua orang tuanya dengan cara membayar hutang-hutang mereka, berdoa dan beristighfar bagi mereka, setelah perbuatan baik lainnya.

Nabi saw telah mewujudkan wasiat-wasiat ini di dalam kehidupan nyata. Ketika beliau menganjurkan kaum Muslimin untuk hijrah dan membentuk benih masyarakat tauhid yang baru di Madinah, ketika kaum Muslimin berjumlah sedikit, buku-buku sejarah meriwayatkan bahwa seseorang datang kepada Nabi saw dan berkata, “Aku datang untuk membaiatmu untuk berhijrah dan aku meninggalkan kedua orang tuaku sedang menangis.” Maka, Nabi saw bersabda, “Kembalilah kepada keduanya. Buat mereka tertawa sebagaimana engkau telah membuat mereka menangis.”

Para ulama terpilih dari keluarga Nabi saw memberikan ruh baru bagi arahan-arahan al-Quran dan sabda-sabda Nabi saw yang dapat kita lihat lewat poin-poin berikut ini.

Pertama, menafsirkan ayat-ayat al-Quran

Pertama, perlu disinggung di sini bahwa Keluarga Kenabian adalah orang-orang yang di rumahnya al-Quran diturunkan, Rasulullah saw mengaitkan mereka dengan al-Quran, dan menyebut mereka sebagai al-Quran nathiq, al-Quran yang berbicara. Mereka berbicara dengan kebenaran dan menegaskan penunaian hak-hak.

Ash-Shadiq ra menjelaskan pengertian ihsan yang terdapat di dalam firman Allah SWT:

Dan Tuhanmu Telah memerintahkan supaya kamu jangan menyembah selain dia dan hendaklah kamu berbuat baik pada ibu bapakmu dengan sebaik-baiknya. (Al-Isra: 23)

Dengan mengatakan:

“Ihsan adalah engkau menemani mereka dengan baik, tidak membuat mereka meminta apa yang mereka butuhkan, meskipun mereka dapat memenuhinya sendiri.”

Tentang firman Allah SWT:

“Jika salah seorang di antara mereka atau kedua-duanya sampai berumur lanjut dalam pemeliharaanmu, maka sekali-kali janganlah kamu mengatakan kepadanya “ah” dan janganlah kamu membentak keduanya.” (al-Isra: 23)

Beliau mengatakan:

“Jika kedua orang tuamu membuatmu kesal, janganlah kamu mengatakan “ah”, dan jika mereka memukulmu, janganlah kamu membentak mereka.”

Tentang firman Allah SWT:

“Dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka dengan penuh kesayangan dan ucapkanlah, ‘Wahai Tuhanku, kasihilah mereka sebagaimana mereka telah mendidik aku waktu kecil.” (al-Isra: 24)
Beliau mengatakan:

“Janganlah engkau memandang mereka kecuali dengan pandangan kasih sayang dan kelembutan, janganlah engkau mengangkat suaramu lebih keras daripada suara mereka dan mengangkat tanganmu lebih tinggi dari tangan mereka. Dan jangan maju ke depan mereka (?)”

Tentang firman Allah SWT:

“Dan berterimakasihlah kepada-Ku dan kedua orang tuamu dan kepada-Kulah kembalimu.” (Luqman: 14)

Beliau mengatakan:

“Sesungguhnya Allah SWT memerintahkan bersyukur kepada-Nya dan berterima kasih kepada orang tua. Maka, orang yang tidak berterima kasih kepada orang tuanya, dia tidak bersyukur kepada Allah SWT.”

Kedua, membangkitkan motivator akhlak.

Para imam menginginkan sistem moralitas tetap hidup dan efektif di dalam masyarakat dengan pijakan keinginan mereka yang sangat kuat akan keselamatan masyarakat Islam agar anggota-anggotanya tidak terjatuh ke jurang kegelisahan dan kesia-siaan. Karena itu, mereka menganjurkan berpegang teguh pada nilai-nilai akhlak dalam memperlakukan orang tua sampai hal ini menjadi tabiat yang mewarnai perilaku anak-anak. Mengenai hal ini, Imam Ali berkata:

“Berbakti kepada orang tua adalah watak yang paling mulia.”

Ketiga, menetapkan hukum syariat.

Imam Ali memandang bahwa berbakti kepada orang tua adalah kewajiban yang paling utama.

“Tiga hal yang wajib dilakukan dan tidak ada rukhsoh di dalamnya bagi siapa pun: menunaikan amanah baik kepada orang yang baik maupun orang yang jahat, memenuhi janji baik kepada orang yang baik maupun orang yang jahat, dan berbakti kepada orang tua baik mereka orang yang baik maupun orang yang jahat.”

Perlu disebutkan di sini bahwa Islam tidak mengaiktkan hak orang tua dengan status agama mereka dan keharusan mereka beridentitas muslim, melainkan mewajibkan penunaian hak mereka tanpa memandang hal tersebut. Imam mengatakan:

“Berbakti kepada orang tua adalah kewajiban meskipun mereka musyrik, tapi tidak boleh taat kepada mereka dalam bermaksiat kepada Pencipta.”

Imam tidak cukup dengan menjelaskan hukum syariat, tapi mengungkap hikmah diharamkannya durhaka kepada orang tua. Beliau berkata:

“Allah SWT mengharamkan durhaka kepada orang tua karena itu sama dengan keluar dari bimbingan untuk taat kepada Allah SWT, penghormatan terhadap orang tua, bersanding dengan kufur nikmat, menafikan terima kasih, dan efek-efek yang ditimbulkannya seperti sedikit dan terputusnya keturunan karena durhaka itu sama dengan tidak menghormati orang tua dan tidak mengakui hak mereka, memutus silaturahim, orang tua tidak membutuhkan anak dan tidak mendidik mereka dengan dalih anak tidak berbakti kepada mereka.”


Menetapkan hak-hak orang tua

“Sesungguhnya bagi anak atas orang tuanya ada hak yaitu mematuhinya dalam apa saja kecuali dalam maksiat kepada Allah SWT.”

Di dalam Risalah al-Huquq Imam mengatakan:

“Adapun hak ayahmu adalah engkau mengetahui bahwa dia adalah asal muasalmu. Jika bukan karena dia, engkau tidak ada. Bagaimanapun engkau melihat pada dirimu hal-hal yang menakjubkanmu, ketahuilah, ayahmu adalah asal muasal nikmat itu. Karena itu, pujilah Allah dan berterimakasihlah kepada ayahmu sebanding dengan hal tersebut, dan tiada daya kecuali karena Allah.”

Al-Kazhim ra meriwayatkan dari Nabi saw:

Seseorang bertanya kepada Rasulullah saw, “Apa hak orang tua dari anaknya?” Beliau menjawab, “Tidak dipanggil dengan namanya langsung, anak tidak berjalan di depannya, anak tidak duduk sebelum dia duduk, dan anak tidak mengundang celaan baginya.”


Durhaka kepada orang tua dan efek negatifnya di dunia

Pada penjelasan terdahulu kami telah menerangkan efek-efek durhaka kepada orang tua di akhirat, yang utamanya adalah mengundang murka Allah SWT, tidak diterimanya amal shalih, dll. Orang yang menelaah hadits-hadits Keluarga Nabi dalam masalah ini, akan mendapati banyak sekali hadits. Sekarang kami akan menerangkan efek-efek negatif durhaka kepada orang tua di dunia. Hal ini dapat kami klasifikasi dalam poin-poin berikut ini:

Pertama, mengundang kemiskinan.

Kedua, mendapat balasan yang setimpal.

Anak-anak yang berperilaku buruk terhadap orang tua mereka akan mendapatkan perlakuan yang setimpal dari anak-anak mereka. Anak-anak mereka tidak akan menghargai mereka ketika mereka telah tua. 

Pengalaman sehari-hari telah membuktikan hakikat ini dan menjadi aksioma dari generasi ke generasi. Orang yang durhaka kepada orang tuanya, akan mendapati nasib yang sama dari anak-anaknya.

Ketiga, mengundang kehinaan dan kerendahan.

Tidak diragukan bahwa orang yang durhaka kepada orang tuanya akan dipandang masyarakat dengan pandangan benci dan rendah. Dia akan terasing dan dicela masyarakat, tidak disebut kecuali dengan celaan dan hujatan apa pun dalih yang ia lontarkan. Al-Hadi ra mengatakan:

“Durhaka akan melahirkan kemiskinan dan menyebabkan kehinaan.”

Kata kemiskinan di dalam riwayat ini dapat diartikan secara umum, sehingga mencakup kemiskinan harta dan kemiskinan mental serta sosial yang mewujud dalam sedikitnya teman serta kenalan. Orang-orang tidak akan menaruh kepercayaan kepada orang yang durhaka kepada orang tuanya. Bagaimana mungkin dia dapat dipercaya, sementara dia telah memutus tali kasih sayang dengan orang tuanya, orang yang paling dekat dengan dirinya? (Machtum/alha/prs)

Hak Istri Dalam Islam


Al-Quran membantah konsep-konsep batil yang dianut manusia pada zaman dahulu dan menegaskan bahwa sifat dan asal penciptaan laki-laki sama dengan perempuan. Tidak benar bahwa laki-laki diciptakan dari bahan yang mulia sedangkan perempuan dari bahan yang hina. 

Allah SWT menciptakan keduanya dari unsur yang sama, yaitu tanah, dan dari jiwa yang sama.
Allah SWT berfirman: artinya :

Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang Telah menciptakan kamu dari seorang diri, dan dari padanya[263] Allah menciptakan isterinya; dan dari pada keduanya Allah memperkembang biakkan laki-laki dan perempuan yang banyak.” (an-Nisa: 1)

Jadi, al-Quran telah meningkatkan derajat perempuan dengan menjadikannya persis seperti laki-laki dari segi tabiat penciptaan dan dengan demikian memberikannya hak kemuliaan manusia sepenuhnya. Selain itu, al-Quran menyatukan laki-laki dengan perempuan dalam hal memikul tanggung jawab. Allah SWT berfirman:

“Barangsiapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan dalam keadaan beriman, Maka Sesungguhnya akan kami berikan kepadanya kehidupan yang baik.” (An-Nahl: 97)

Tapi kesamaan dalam asal penciptaan, kemuliaan, dan tanggung jawab, sedikit pun tidak berarti pengingkaran perbedaan fitrah dan tabiat yang ada di antara mereka yang mengakibatkan perbedaan hak dan kewajiban. Neraca keadilan adalah menyamakan antara seseorang dengan kewajibannya dan bukan menyamakan hak dan kewajiban antara dua jenis yang berbeda struktur dan tabiatnya.

Dengan dasar ini pengutamaan laki-laki dalam warisan bukanlah pencederaan terhadap keadilan, melainkan keadilan itu sendiri. Laki-laki wajib memberikan mas kawin sejak awal relasi/hubungan suami istri, dan wajib memberi nafkah sampai akhir.

Dari sisi lain, al-Quran tidak ingin membatasi kebebasan dan posisi perempuan dengan kewajiban berjilbab (hijab), melainkan hendak melindunginya dengan jilbab dan bukannya mengekang, disertai penetapan kehormatan perempuan pada dirinya dan orang lain. Al-Quran ingin perempuan keluar ke masyarakat—jika dia keluar—tanpa merangsang naluri yang terpendam di dalam diri laki-laki. Dengan demikian, dia melindungi dirinya dan tidak membahayakan orang lain.

Al-Quran menetapkan hak perempuan untuk berkeyakinan dan bekerja berdasarkan aturan tertentu, dan memberikannya hak sipil secara penuh. Perempuan memiliki hak memiliki, memberi, menggadai, menjual, dsb.

Al-Quran memberi perempuan hak untuk belajar dan mencapai derajat keilmuan yang tinggi, mendorong watak membebaskan dri dari kezaliman dan tiranitas. Al-Quran memberi contoh dengan Asiyah istri Firaun yang tetap menjaga akidah tauhid yang dia anut meskipun dalam kondisi terjepit, sehingga dia menjadi teladan. Allah SWT berfirman:

Dan Allah membuat isteri Fir’aun perumpamaan bagi orang-orang yang beriman, ketika ia berkata: “Ya Rabbku, bangunkanlah untukku sebuah rumah di sisi-Mu dalam firdaus, dan selamatkanlah Aku dari Fir’aun dan perbuatannya, dan selamatkanlah Aku dari kaum yang zhalim. (at-Tahrim: 11)

Demikianlah al-Quran mengungkap keteguhan yang dapat dilakukan oleh seorang perempuan jika dia memiliki iman dan persepsi yang benar. Tapi kebalikannya akan terjadi jika dia menyimpang dari jalur hidayah seperti yang dilakukan oleh Istri Nuh. Dia menjadi tawanan perasaan dan hawa nafsunya, menjadi seperti bulu ditiup angin.


Hak istri menurut Sunnah

Masalah perempuan dan hak-haknya sebagai istri atau ibu adalah objek perhatian Sunnah. Nabi saw bersabda:

“Jibril terus menerus mewasiatkan istri kepadaku, sampai aku menyangka tidak boleh mentalaknya kecuali karena kekejian yang nyata.”

Kemudian, beliau menetapkan tiga hak asasi seorang istri atas suaminya, yaitu memenuhi kebutuhan pangan, memenuhi kebutuhan sandang yang pantas baginya, dan pergaulan yang baik dengannya. Beliau bersabda:

“Hak istri atas suami, diatasi rasa laparnya, ditutupi auratnya, dan tidak diberikan wajah yang masam.”

Hadits ini tidak membatasi hak istri pada masalah-masalah material yang primer seperti makanan dan pakaian saja, tapi menyandingkan hal itu dengan hak mental, yaitu tidak diberikan wajah yang masam, atau dengan ungkapan lain diperlakukan dengan baik. Apalagi istri adalah mitra hidup, partner kerja. Salah jika dia diperlakukan sebagai alat kesenangan dan pembantu dan diperlakukan dengan cara diberikan perintah.

Selain itu ada hadits Nabi saw yang mendorong untuk memperlakukan istri secara manusiawi bahkan meminta pendapatnya meskipun suami tidak bermaksud menerima pendapat itu di dalam masalah tersebut, karena sikap suami meminta pendapat pada istri berarti melakukan dialog secara terus menerus dengannya. Inilah yang diperintahkan oleh akal dan syariat.

Jadi, istri memiliki hak mental yang menyempurnakan hak-hak materialnya, yaitu hak untuk dihormati dan dihargai, dan dipilihkan ungkapan-ungkapan yang pantas ketika berbicara yang melahirkan suasana tenang, menyalakan pelita cinta. Rasulullah saw bersabda:

“Kata-kata seorang suami kepada istrinya, ‘Aku mencintaimu’, tidak akan hilang dari hati istrinya selama-lamanya.”

Jadi, menghormati istri, menyayanginya, memaafkan kesalahannya yang normal, adalah satu-satunya jaminan dan cara terbaik untuk kelanggengan rumah tangga. Tanpa menjaga hal-hal ini, bangunan keluarga akan rapuh. Survey membuktikan bahwa kebanyakan perceraian terjadi disebabkan oleh penyebab yang sepele.

Seorang hakim yang selama 40 tahun bertugas menangani kasus perselisihan suami istri, mengatakan, “Engkau pasti akan selalu menemukan hal-hal yang sepele di dalam setiap perselisihan suami istri. Jika mereka mau bersabar dan menutup mata atas kesalahan yang terjadi tanpa disengaja, maka bahtera rumah tangga pasti dapat diselamatkan dari kehancuran.”

Di dalam Risalah al-Huquq Imam menerangkan hak istri dan memberikan keterangan tambahan terhadap hak mentalnya yang berupa kasih sayang dan keintiman. Beliau berkata:

“Adapun hak istrimu yang engkau miliki dengan nikah, engkau harus mengetahui bahwa Allah SWT telah menjadikannya sebagai penenang, penenteram, pengintim, dan pelindung. Demikianlah masing-masing orang dari kalian berdua harus memuji Allah SWT atas pasangannya, dan mengetahui bahwa pasangannya adalah nikmat yang berikan Allah SWT kepadanya. Dia wajib memperlakukan nikmat Allah SWT dengan baik, menghormatinya, dan bersikap lembut kepadanya, meskipun hakmu atasnya lebih besar, dia lebih wajib taat kepadamu, di dalam hal-hal yang kamu sukai atau tidak kamu sukai selama bukan maksiat, maka dia memiliki hak kasih sayang dan keintiman, dan tiada daya kecuali karena Allah.”

Jika kita mencermati keterangan ini, jelas bagi kita bahwa ikatan suami istri adalah nikmat terbesar yang harus disyukuri secara verbal dengan cara mengucapkan puji kepada Allah, dan syukur secara praktis yakni seseorang harus menghormati istrinya, lembut dan memperlakukannya dengan lembut dan penuh kasih sayang, menjalin pertemanan yang sejati sebagaimana dia menjalin ikatan persahabatan dengan orang lain.

Jika dia bersikap kasar, menghitung setiap kesalahan dan kealpaan, maka urat-urat cinta dan kasih sayang akan putus. Sikap ini akan menjadi pisau yang sangat tajam untuk memutus hubungan suami istri yang suci.

Imam Shadiq ra menjelaskan cara yang harus ditempuh seorang suami untuk menarik hati istrinya dan tidak memutus tali cintanya. Beliau berkata:

“Seorang suami tidak bisa mengabaikan tiga hal dalam relasinya dengan istrinya. Keharmonisan, agar dia memperoleh keharmonisan, cinta, dan gairah istrinya. Akhlak yang baik terhadap istrinya dan mengupayakan menarik hati istrinya dengan penampilan yang baik di mata istri. Dan, berlapang dada pada istri.”

Harus disebutkan di sini bahwa ungkapan-ungkapan tersebut bukanlah sekadar kata-kata yang dilontarkan ke udara oleh para imam sebagai sebuah nasihat, tapi mereka telah mempraktekkannya sampai detail dalam kehidupan nyata. Di dalam perilaku para imam tidak terdapat problematika adanya jurang antara kesadaran dan kenyataan. Salah satu buktinya adalah, al-Hasan bin al-Jaham meriwayatkan: Aku melihat Abu al-Hasan bercelak (ihtidhab). Maka, aku berkata, “Aku rela jadi tebusanmu, engkau bercelak?” Beliau berkata:

“Ya. Berdandannya suami adalah tindakan yang menambah iffah seorang istri. Wanita menanggalkan iffah karena suami mereka tidak berdandan. Apakah engkau senang melihatnya seperti dia melihatmu ketika engkau tidak berdandan?” Aku berkata, “Tidak.” Beliau berkata, “Itu sama.”

Imam mengetahui bahwa menarik hati istri merupakan poin sentral dalam kehidupan rumah tangga. Karena itu, beliau menjaga hak istri dan berusaha menarik hati istrinya dengan cara berdandan. Sebab, tidak harmonis dalam masalah ini merupakan salah satu penyebab utama kegagalan perkawinan.

Memang benar bahwa pernikahan di dalam Islam bukanlah untuk pemuasan hasrat seksual. Seks hanya media untuk mencapai tujuan pernikahan, yaitu mempersembahkan generasi yang baik bagi umat manusia. Akan tetapi hal ini tidak membenarkan tindakan mengabaikan hak istri dalam pemuasan seksual. Karena itu, syariat tidak membolehkan meninggalkan istri lebih dari 4 bulan.

Hafshah Binti Umar Bin Khattab, Mengumpulkan Mushaf Yang Berserakkan


Hafshah binti Umar bin Khaththab adalah putri seorang laki-laki yang terbaik dan mengetahui hak-hak Allah dan kaum muslimin. Umar Bin Khattab adalah seorang penguasa yang adil dan memiliki hati yang sangat khusyuk. Pernikahan Rasulullah saw dengan Hafshah merupakan bukti cinta kasih beliau kepada mukminah yang telah menjanda setelah ditinggalkan suaminya, Khunais bin Hudzafah As Sahami, yang berjihad di jalan Allah, pernah berhijrah ke Habasyah, kemudian ke Madinah, dan gugur dalam Perang Badar. Setelah suami anaknya meninggal, dengan perasaan sedih, Umar menghadap Rasulullah untuk mengabarkan nasib anaknya yang menjanda. Ketika itu Hafshah berusia delapan belas tahun. Mendengar penuturan Umar, Rasulullah memberinya kabar gembira dengan mengatakan bahwa beliau bersedia menikahi Hafshah.

Jika kita menyebut nama Hafshah, ingatan kita akan tertuju pada jasa-jasanya yang besar terhadap kaum muslimin saat itu. Dialah istri Nabi yang pertama kali menyimpan Al-Qur’an dalam bentuk tulisan pada kulit, tulang, dan pelepah kurma, hingga kemudian menjadi sebuah kitab yang sangat agung.


Nasab dan Masa Petumbuhannya

Nama lengkap Hafshah adalah Hafshah binti Umar bin Khatthab bin Naf’al bin Abdul-Uzza bin Riyah bin Abdullah bin Qurt bin Rajah bin Adi bin Luay dari suku Arab Adawiyah. Ibunya adalah Zainab binti Madh’un bin Hubaib bin Wahab bin Hudzafah, saudara perempuan Utsman bin Madh’un. Hafshah dilahirkan pada tahun yang sangat terkenal dalam sejarah orang Quraisy, yaitu ketika Rasullullah saw, memindahkan Hajar Aswad ke tempatnya semula sewaktu Ka’bah dibangun kembali setelah roboh karena banjir. Pada tahun itu juga dilahirkan Fatimah Az Zahra, putri bungsu Rasulullah dari empat putri, dan kelahirannya disambut gembira oleh beliau. Beberapa hari setelah Fatimah lahir, lahirlah Hafshah binti Umar bin Khaththab. Mendengar bahwa yang lahir adalah bayi wanita, Umar sangat berang dan resah, sebagaimana kebiasaan bapak-bapak Arab Quraisy ketika mendengar berita kelahiran anak perempuannya. Waktu itu mereka menganggap bahwa kelahiran anak perempuan telah membawa aib bagi keluarga. Padahal jika saja ketika itu Umar tahu bahwa kelahiran anak perempuannya akan membawa keberuntungan, tentu Umar akan menjadi orang yang paling bahagia, karena anak yang dinamai Hafshah itu kelak menjadi istri Rasulullah.

Hafshah dibesarkan dengan mewarisi sifat ayahnya, Umar bin Khaththab. Dalam soal keberanian, dia berbeda dengan wanita lain, kepribadiannya kuat dan ucapannya tegas. Aisyah melukiskan bahwa sifat Hafshah sama dengan ayahnya. Kelebihan lain yang dimiliki Hafshah adalah kepandaiannva dalam membaca dan menulis, padahal ketika itu kemampuan tersebut belum lazim dimiliki oleh kaum perempuan.


Memeluk Islam

Hafshah tidak termasuk ke dalam golongan orang yang pertama masuk Islam, karena ketika awal-awal penyebaran Islam, ayahnya, Umar Bin Khattab, masih menjadi musuh utama umat Islam hingga suatu hari Umar tertarik untuk masuk Islam. Ketika suatu waktu Umar mengetahui keislaman saudara perernpuannya, Fatimah dan suaminya Said bin Zaid, dia sangat marah dan berniat menyiksa mereka.

Setelah kejadian itu, dari rumah adiknya dia segera menuju Rasulullah dan menyatakan keislaman di hadapan beliau, Umar bin Khaththab bagaikan bintang yang mulai menerangi dunia Islam serta mulai mengibarkan bendera jihad dan dakwah hingga beberapa tahun setelah Rasulullah wafat. Setelah menyatakan keislaman, Umar bin Khatthab segera menemui sanak keluarganya untuk mengajak mereka memeluk Islam. Seluruh anggota keluarga menerima ajakan Umar, termasuk di dalamnya Hafshah yang ketika itu baru berusia sepuluh tahun.


Menikah dan Hijrah ke Madinah

Keislaman Umar membawa keberuntungan yang sangat besar bagi kaum muslimin dalam menghadapi kekejaman kaum Quraisy. Kabar keislaman Umar ini memotivasi para muhajirin yang berada di Habasyah untuk kembali ke tanah asal mereka setelah sekian lama ditinggalkan. Di antara mereka yang kembali itu terdapat seorang pemuda bernama Khunais bin Hudzafah as-Sahami. Pemuda itu sangat mencintai Rasulullah sebagaimana dia pun mencintai keluarga dan kampung halamannya. Dia hijrah ke Habasyah untuk menyelamatkan diri dan agamanya. Setibanya di Mekah, dia segera mengunjungi Umar bin Khatthab, dan di sana dia melihat Hafshah. Dia meminta Umar untuk menikahkan dirinya dengan Hafshah, dan Umar pun merestuinya. Pernikahan antara mujahid dan mukminah mulia pun berlangsung. Rumah tangga mereka sangat berbahagia karena dilandasi keimanan dan ketakwaan.

Ketika Allah menerangi penduduk Yatsrib sehingga memeluk Islam, Rasulullah . menemukan sandaran baru yang dapat membantu kaum muslimin. Karena itulah beliau mengizinkan kaum muslimin hijrah ke Yatsrib untuk menjaga akidah mereka sekaligus menjaga mereka dari penyiksaan dan kezaliman kaum Quraisy. Dalam hijrah ini, Hafshah dan suaminya ikut serta ke Yatsrib.


Cobaan dan Ganjaran

Setelah kaum muslimin berada di Madinah dan Rasulullah saw berhasil menyatukan mereka dalam satu barisan yang kuat, tiba saatnya bagi mereka untuk menghadapi orang musyrik yang telah memusuhi dan mengambil hak mereka. Selain itu, perintah Allah untuk berperang menghadapi orang musyrik sudah tiba.

Peperangan pertama antara umat Islam dan kaum musyrik Quraisy adalah Perang Badar. Dalam peperangan ini, Allah telah menunjukkan kemenangan bagi hamba- hamba-Nya yang ikhlas sekalipun jumlah mereka masih sedikit. Khunais termasuk salah seorang anggota pasukan muslimin, dan dia mengalami luka yang cukup parah sekembalinya dari peperangan tersebut. Hafshah senantiasa berada di sisinya dan mengobati luka yang dideritanya, namun Allah berkehendak memanggil Khunais sebagai syahid dalam peperangan pertama melawan kebatilan dan kezaliman, sehingga Hafshah menjadi janda. Ketika itu usia Hafshah baru delapan belas tahun, namun Hafshah telah memiliki kesabaran atas cobaan yang menimpanya.

Umar sangat sedih karena anaknya telah menjadi janda pada usia yang sangat muda, sehingga dalam hatinya terbetik niat untuk menikahkan Hafshah dengan seorang muslim yang saleh agar hatinya kembali tenang. Untuk itu dia pergi ke rumah Abu Bakar As Siddiq dan meminta kesediaannya untuk menikahi putrinya. Akan tetapi, Abu Bakar diam, tidak menjawab sedikit pun. Kemudian Umar menemui Utsman Bin Affan dan meminta kesediaannya untuk menikahi putrinya. Akan tetapi, pada saat itu Utsman masih berada dalam kesedihan karena istrinya, Ruqayah binti Muhammad, baru meninggal. Utsman pun menolak permintaan Umar. Menghadapi sikap dua sahabatnya, Umar sangat kecewa, dan dia bertambah sedih karena memikirkan nasib putrinya. Kemudian dia menemui Rasulullah dengan maksud mengadukan sikap kedua sahabatnya. Mendengar penuturan Umar, Rasulullah saw bersabda, “Hafshah akan menikah dengan seseorang yang lebih baik daripada Utsman dan Abu Bakar. Utsman pun akan menikah dengan seseorang yang lebih baik daripada Hafshah.” Semula Umar tidak memahami maksud ucapan Rasulullah, tetapi karena kecerdasan akalnya, dia kemudian memahami bahwa Rasulullah yang akan meminang putrinya.

Umar bin Khattab merasa sangat terhormat mendengar niat Rasulullah untuk menikahi putrinya, dan kegembiraan tampak pada wajahnya. Umar langsung menemui Abu Bakar untuk mengutarakan maksud Rasulullah. Abu Bakar berkata, “Aku tidak bermaksud menolakmu dengan ucapanku tadi, karena aku tahu bahwa Rasulullah telah menyebut-nyebut nama Hafshah, namun aku tidak mungkin membuka rahasia beliau kepadamu. Seandainya Rasulullah membiarkannya, tentu akulah yang akan menikahi Hafshah.” Umar baru memahami mengapa Abu Bakar menolak menikahi putrinya. Sedangkan sikap Utsman hanya karena sedih atas meninggalnya Ruqayah dan dia bermaksud menyunting saudaranya, Ummu Kultsum, sehingga nasabnya dapat terus bersambung dengan Rasulullah. Setelah Utsman menikah dengan Ummu Kultsum, dia dijuluki dzunnuraini (pemilik dua cahaya). Pernikahan Rasulullah saw dengan Hafshah lebih dianggap sebagai penghargaan beliau terhadap Umar, di samping juga karena Hafshah adalah seorang janda seorang mujahid dan muhajir, Khunais bin Hudzafah as-Sahami.


Berada di Rumah Rasulullah

Di rumah Rasulullah saw, Hafshah menempati kamar khusus, sama dengan Saudah binti Zam’ah dan Aisyah binti Abu Bakar. Secara manusiawi, Aisyah sangat mencemburui Hafshah karena mereka sebaya, lain halnya Saudah binti Zam’ah yang menganggap Hafshah sebagai wanita mulia putri Umar bin Khatthab, sahabat Rasulullah yang terhormat.

Umar memahami bagaimana tingginya kedudukan Aisyah di hati Rasulullah. Dia pun mengetahui bahwa orang yang menyebabkan kemarahan Aisyah sama halnya dengan menyebabkan kemarahan Rasulullah, dan yang ridha terhadap Aisyah berarti ridha terhadap Rasulullah. Karena itu Umar berpesan kepada putrinya agar berusaha dekat dengan Aisyah dan mencintainya. Selain itu, Umar meminta agar Hafshah menjaga tindak-tanduknya sehingga di antara mereka berdua tidak terjadi perselisihan. Akan tetapi, memang sangat manusiawi jika di antara mereka masih saja terjadi kesalahpahaman yang bersumber dari rasa cemburu. Dengan lapang dada Rasulullah saw mendamaikan mereka tanpa menimbulkan kesedihan di antara istri – istrinya. Salah satu contoh adalah kejadian ketika Hafshah melihat Mariyah Al Qibtiyah datang menemui Nabi dalam suatu urusan. Mariyah berada jauh dari masjid, dan Rasulullah menyuruhnya masuk ke dalam rumah Hafshah yang ketika itu sedang pergi ke rumah ayahnya, dia melihat tabir kamar tidurnya tertutup, sementara Rasulullah dan Mariyah berada di dalamnya. Melihat kejadian itu, amarah Hafshah meledak. Hafshah menangis penuh amarah. Rasulullah berusaha membujuk dan meredakan amarah Hafshah, bahkan beliau bersumpah mengharamkan Mariyah baginya kalau Mariyah tidak meminta maaf pada Hafshah, dan Nabi meminta agar Hafshah merahasiakan kejadian tersebut.

Merupakan hal yang wajar jika istri-istri Rasulullah merasa cemburu terhadap Mariyah, karena dialah satu-satunya wanita yang melahirkan putra Rasulullah setelah Siti Khadijah. Kejadian itu segera menyebar, padahal Rasulullah telah memerintahkan untuk menutupi rahasia tersebut. Berita itu akhirnya diketahui oleh Rasulullah sehingga beliau sangat marah. Sebagian riwayat mengatakan bahwa setelah kejadian tersebut, Rasulullah saw menceraikan Hafshah, namun beberapa saat kemudian beliau merujuknya kembali karena melihat ayah Hafshah, Umar, sangat resah. Sementara riwayat lain menyebutkan bahwa Rasulullah bermaksud menceraikan Hafshah, tetapi Jibril mendatangi beliau dengan maksud memerintahkan beliau untuk mempertahankan Hafshah sebagai istrinya karena dia adalah wanita yang berpendirian teguh. Rasulullah pun mempertahankan Hafshah sebagai istrinya, terlebih karena Hafshah sangat menyesali perbuatannya dengan membuka rahasia dan memurkakan Rasulullah.
Umar bin Khatthab mengingatkan putrinya agar tidak lagi membangkitkan amarah Rasulullah dan senantiasa menaati serta mencari keridhaan beliau. Umar bin Khaththab meletakkan keridhaan Rasulullah saw pada tempat terpenting yang harus dilakukan oleh Hafshah. Pada dasarnya, Rasulullah menikahi Hafshah karena memandang keberadaan Umar dan merasa kasihan terhadap Hafshah yang ditinggalkan suaminya. Allah menurunkan ayat berikut ini sebagai antisipasi atas isu-isu yang tersebar.

“Hai Nabi, mengapa kamu mengharamkan apa yang telah Allah menghalalkannya bagimu,- kamu mencari kesenangan hati istri -istrimu? Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang Sesungguhnya Allah telah mewajibkan kepada kamu sekalian membebaskan diri dan sumpahmu; dan Allah adalah pelindungmu dan Dia Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana. Dan ingatlah ketika Nabi membicarakan secara rahasia kepada salah seorang dan istri-istrinya (Hafshah) suatu peristiwa. Maka tatkala (Hafshah) menceritakan peristiwa itu (kepada Aisyah) dan Allah memberitahukan hal itu (semua pembicaraan antara Hafshah dengan Aisyah) kepada Muhammad lalu Muhammad memberitahukan sebagian (yang diberiitakan Allah kepadanya) dan menyembunyikan sebagian yang lain (kepada Hafshah). Maka tatkala (Muhammad) memberitahukan pembicaraan (antara Hafshah dan Aisyah) lalu Hafshah bertanya, ‘Siapakah yang telah memberitahukan hal ini kepadamu?’ Nabi menjawab, ‘Telah diberitahukan kepadaku oleh Allah Yang Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.

Jika kamu berdua bertobat kepada Allah, maka sesungguhnya hati kamu berdua telah condong (untuk menerima kebaikan); dan jika kamu berdua bantu membantu menyusahkan Nabi, maka sesungguhnya Allah adalah pelindungnya (begitu pula) Jibril dan orang-orang mukmin yang haik; dan selain itu malaikat-malaikat adalah penolongnya pula. Jika Nabi menceraikan kamu, boleh jadi Tuhannya akan memberi ganti kepadanya dengan istri-istri yang lebih baik daripada kamu, yang patuh, yang beriman, yang taat, yang bertobat, yang mengerjakan ibadah, yang berpuasa, yang janda, dan yang perawan.” (Qs. At-Tahrim:1-5).


Cobaan Besar

Hafshah senantiasa bertanya kepada Rasulullah dalam berbagai masalah, dan hal itu menyebabkan marahnya Umar kepada Hafshah, sedangkan Rasulullah senantiasa memperlakukan Hafshah dengan lemah lembut dan penuh kasih sayang. Beliau bersabda, “Berwasiatlah engkau kepada kaum wanita dengan baik.” Rasulullah pernah marah besar kepada istri-istrinya ketika mereka meminta tambahan nafkah sehingga secepatnya Umar mendatangi rumah Rasulullah. Umar melihat istri-istri Rasulullah murung dan sedih, sepertinya telah terjadi perselisihan antara mereka dengan Rasulullah. Secara khusus Umar memanggil putrinya, Hafshah, dan mengingatkannya untuk menjauhi perilaku yang dapat membangkitkan amarah beliau dan menyadari bahwa beliau tidak memiliki banyak harta untuk diberikan kepada mereka. Karena marahnya, Rasulullah bersumpah untuk tidak berkumpul dengan istri-istri beliau selama sebulan hingga mereka menyadari kesalahannya, atau menceraikan mereka jika mereka tidak menyadari kesalahan. Kaitannya dengan hal ini, Allah berfirman,

“Hai Nabi, katakanlah kepada istri-istrimu, jika kalian menghendaki kehidupan dunia dan segala perhiasannya, maka kemarilah, aku akan memenuhi keinginanmu itu dan aku akan menceraikanmu secara baik-baik. Dan jika kalian menginginkan (keridhaan) Allah dan Rasul-Nya serta (kesenangan) di kampung akhirat, sesungguhnya Allah akan menyediakan bagi hamba-hamba yang baik di antara kalian pahala yang besar. “ (QS. Al-Ahzab)

Rasulullah saw menjauhi istri-istrinya selama sebulan di dalam sebuah kamar yang disebut khazanah, dan seorang budak bernama Rabah duduk di depan pintu kamar.

Setelah kejadian itu tersebarlah kabar yang meresahkan bahwa Rasulullah telah menceraikan istri-istri beliau. Yang paling merasakan keresahan adalah Umar bin Khatthab, sehingga dia segera menemui putrinya yang sedang menangis. Umar berkata, “Sepertinya Rasulullah telah menceraikanmu.” Dengan terisak Hafshah menjawab, “Aku tidak tahu.” Umar berkata, “Beliau telah menceraikanmu sekali dan merujukmu lagi karena aku. Jika beliau menceraikanmu sekali lagi, aku tidak akan berbicara dengan mu selama-lamanya.” Hafshah menangis dan menyesali kelalaiannya terhadap suami dan ayahnya. Setelah beberapa hari Rasulullah . menyendiri, belum ada seorang pun yang dapat memastikan apakah beliau menceraikan istri-istri beliau atau tidak. Karena tidak sabar, Umar mendatangi khazanah untuk menemui Rasulullah yang sedang menyendiri. Sekarang ini Umar menemui Rasulullah bukan karena anaknya, melainkan karena cintanya kepada beliau dan merasa sangat sedih melihat keadaan beliau, di samping memang ingin memastikan isu yang tersebar. Dia merasa putrinyalah yang menjadi penyebab kesedihan beliau. Umar pun meminta penjelasan dari beliau walaupun di sisi lain dia sangat yakin bahwa beliau tidak akan menceraikan istri-istri beliau. Dan memang benar, Rasulullah saw tidak akan menceraikan istri-istri beliau sehingga Umar meminta izin untuk mengumumkan kabar gembira itu kepada kaum muslimin. Umar pergi ke masjid dan mengabarkan bahwa Rasulullah saw tidak menceraikan istri-istri beliau. Kaum muslimin menyambut gembira kabar tersebut, dan tentu yang lebih gembira lagi adalah istri-istri beliau.

Setelah genap sebulan Rasulullah menjauhi istri-istrinya, beliau kembali kepada mereka. Beliau melihat penyesalan tergambar dari wajah mereka. Mereka kembali kepada Allah dan Rasul-Nya. Untuk lebih meyakinkan lagi, beliau mengumumkan penyesalan mereka kepada kaum muslimin. Hafshah dapat dikatakan sebagai istri Rasul yang paling menyesal sehingga dia mendekatkan diri kepada Allah dengan sepenuh hati dan menjadikannya sebagai tebusan bagi Rasulullah. Hafshah memperbanyak ibadah, terutama puasa dan shalat malam. Kebiasaan itu berlanjut hingga setelah Rasulullah wafat. Bahkan pada masa kekhalifahan Abu Bakar dan Umar, dia mengikuti perkembangan penaklukan-penaklukan besar, baik di bagian timur maupun barat.

Hafshah merasa sangat kehilangan ketika ayahnya meninggal di tangan Abu Lu’luah. Dia hidup hingga masa kekhalifahan Utsman, yang ketika itu terjadi fitnah besar antar sesama muslim yang menuntut balas atas kematian Khalifah Utsman hingga masa pembai’atan Ali Bin Abi Thalib sebagai khalifah. Ketika itu, Hafshah berada pada kubu Aisyah sebagaimana yang diungkapkannya, “Pendapatku adalah sebagaimana pendapat Aisyah.” Akan tetapi, dia tidak termasuk ke dalam golongan orang yang menyatakan diri berba’iat kepada Ali bin Abi Thalib karena saudaranya, Abdullah bin Umar, memintanya agar berdiam di rumah dan tidak keluar untuk menyatakan ba’iat.

Tentang wafatnya Hafshah, sebagian riwayat mengatakan bahwa Hafshah wafat pada tahun ke 47 pada masa pemerintahan Mu’awiyah bin Abu Sufyan. Dia dikuburkan di Baqi’,  bersebelahan dengan kuburan istri-istri Nabi yang lain.


Pemilik Mushaf yang Pertama

Karya besar Hafshah bagi Islam adalah terkumpulnya A1 Qur’an di tangannya setelah mengalami penghapusan karena dialah satu-satunya istri Nabi saw yang pandai membaca dan menulis. Pada masa Rasul, Al Qur’an terjaga di dalam dada dan dihafal oleh para sahabat untuk kemudian dituliskan pada pelepah kurma atau lembaran-lembaran yang tidak terkumpul dalam satu kitab khusus.

Pada masa khalifah Abu Bakar, para penghafal Al Qur’an banyak yang gugur dalam peperangan Ridda (peperangan melawan kaum murtad). Kondisi seperti itu mendorong Umar bin Khatthab untuk mendesak Abu Bakar agar mengumpulkan Al Qur’an yang tercecer. Awalnya Abu Bakar merasa khawatir kalau mengumpulkan Al Qur’an dalam satu kitab itu merupakan sesuatu yang mengada-ada karena pada zaman Rasul hal itu tidak pernah dilakukan. Akan tetapi, atas desakan Umar, Abu bakar akhirnya memerintah Hafshah untuk mengumpulkan Al-Qur’an, sekaligus menyimpan dan memeliharanya. Mushaf asli Al Qur’an itu berada di rumah Hafshah hingga dia meninggal.

Semoga rahmat Allah senantiasa menyertai Hafshah. dan semoga Allah memberinya tempat yang layak.