Tentara Nazi melakukan pembantaian besar-besaran di
setiap wilayah yang mereka duduki di Eropa Timur. Terutama sekali, mereka
melakukan tindakan tanpa kenal ampun terhadap bangsa Yahudi, Gipsi, Polandia,
dan Slavia, kelompok yang mereka anggap lebih rendah daripada mereka. Satuan SS
Nazi khusus yang dibentuk terutama untuk mengadakan pembantaian ini, mulai
membunuh semua kelompok sasaran mereka, terutama bangsa Yahudi. Semua wilayah
yang sudah diduduki dipenuhi mayat yang tewas dan orang-orang selamat yang
meratapi mereka. Para pendeta dan tempat-tempat ibadat merupakan sasaran yang
paling disukai oleh Nazi. Mereka membakar dan menghancurkan semua gereja dan
membunuh para agamawan.
Kekejaman Nazi benar-benar tampak di pusat-pusat
tawanan mereka. Bangsa Yahudi, Gipsi, tahanan perang, dan pendeta Katolik
dipaksa bekerja keras layaknya budak. Barak tawanan ini tak ubahnya rumah
pejagalan manusia. Berjuta-juta lelaki, perempuan, dan anak-anak yang tak
bersalah dibantai secara kejam dengan cara yang dirancang untuk membunuh
manusia secara massal. Saat barak tersebut dibebaskan, Sekutu disambut oleh
puluhan ribu mayat yang diletakkan berdampingan dengan tahanan yang menunggu di
pintu kematian. Di dalam barak tawanan Nazi, sejumlah 11 juta orang tidak
bersalah kehilangan nyawa mereka.
Pada tahun 1943, makin jelas bahwa Nazi akan kalah
perang. Di Stalingrad, bala tentara Hitler menderita kekalahan telak di tangan
angkatan bersenjata Soviet. Setelah bencana ini, bangsa Jerman juga kalah dalam
perang lainnya di wilayah Kursk, peristiwa yang dikenal sebagai perang tank
terbesar dalam sejarah. Kekalahan kini tidak dapat dielakkan. Namun para
anggota Nazi, walaupun menarik diri, tetap meneruskan pembantaian. Bertindak
atas perintah Hitler, mereka menghancurkan semua wilayah yang mereka lewati dan
membunuh rakyat sipil. Pasukan Jerman meninggalkan jutaan mayat dan orang yang
selamat yang meratapi saudaranya.
Saat pasukan Sekutu mencapai Berlin, jatuhnya Nazi
tidak dapat lagi dielakkan. Namun, pasukan Tentara Merah yang memasuki Berlin
menjadi wakil paham kekerasan yang lain lagi. Dalam tahun-tahun berikutnya,
sudah demikian jelas bahwa tentara Stalin tidak kalah kejam dan bengisnya
dibandingkan dengan tentara Hitler. Hampir sama saja jumlah orang yang binasa
di barak tawanan Stalin. Di wilayah yang mereka duduki, serdadu-serdadu Stalin
melakukan pembantaian yang serupa dengan kekejian serdadu Nazi.
Tindakan gila yang dikenal sebagai Perang Dunia II
meminta korban nyawa 55 juta orang. Dunia telah menjadi saksi bagi bentuk lain
upacara setan yang menumpahkan darah. Padahal, Allah menyuruh manusia mengikuti
jalan damai dan aman, bukan jalan setan: Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam secara
menyeluruh, dan janganlah kamu turut langkah-langkah setan. Sesungguhnya setan
itu musuh yang nyata bagimu. (QS. Al Baqarah, 2:208)
Ideologi Di
Balik Perang Dunia
Kedua perang dunia di abad lalu yang pernah kita
jalani, memberikan pelajaran penting bagi kemanusiaan. Kedua tragedi ini
menunjukkan bahwa perang bukanlah semata-mata akibat pertikaian kepentingan
yang wajar antar-negara, karena pertikaian semacam itu dapat diselesaikan
melalui jalur perundingan. Penyebab perang sebenarnya adalah ideologi manusia,
yang membuat keputusan untuk mengejar ideologi itu. Ini adalah ideologi yang
menganggap pertempuran, pertumpahan darah, dan menimbulkan penderitaan sebagai
unsur sifat dasar manusia, dan inilah penyebab nyata kekejaman. Ideologi ini
disebut Darwinisme Sosial. Ini merupakan kepercayaan bahwa manusia adalah
sejenis hewan semata yang hadir akibat serangkaian peristiwa kebetulan. Perang
Dunia I adalah buah dari sikap para pemimpin Eropa yang secara terbuka
menyatakan pandangan Darwinis mereka.
Orang-orang yang bertanggung jawab terhadap Perang
Dunia II juga memiliki keyakinan yang kuat terhadap Darwinisme Sosial. Hitler
meminjam ideologi rasis ini dan keyakinannya terhadap perang dari Darwinisme.
Riwayat hidupnya, Mein Kampf (Perjuanganku), melambangkan penyesuaian atas
gagasan Darwin tentang “perjuangan bertahan hidup.”
Pada tahun-tahun awalnya, saat bekerja sebagai
wartawan, pemimpin fasis Italia, Mussolini adalah seorang tokoh evolusi yang
setia, sehingga dia menganggap Darwin sebagai “pemikir terbesar di abad ke-19.”
Selama pemerintahan diktatornya, dia mempertahankan ideologi yang sama dan
menyatakan bahwa terjadinya perang adalah sebuah “hukum evolusi.”
Walaupun dididik sebagai pendeta selama masa mudanya,
Stalin tidak percaya kepada Tuhan setelah membaca buku Darwin The Origin of
the Species (Asal Usul Makhluk Hidup). Selama masa pemerintahannya yang
kejam, dia memaksakan teori Darwin dan Lamarck, seorang evolusionis yang bahkan
lebih terbelakang lagi, terhadap rakyat Rusia.
Bagi para diktator ini, yang memandang manusia sebagai
kawanan hewan, menumpahkan darah hanyalah kejadian hidup yang lumrah. Di balik
berbagai pembunuhan itu, kita menemukan keyakinan para diktator terhadap
Darwinisme Sosial. Tidak akan ada kedamaian di muka bumi selama Darwinisme
Sosial tetap ada. Ideologi ini mengajak bangsa-bangsa, bahkan seluruh peradaban
ke dalam perseteruan tanpa akhir. Menurut Darwinisme Sosial, ini adalah tujuan
keberadaan umat manusia. Padahal, kenyataannya sangatlah berbeda. Manusia hadir
tidak untuk saling bertikai, melainkan untuk mengabdi kepada Allah dan
menjalani hidup mereka di bawah petunjuk-Nya. Hal ini memerlukan cinta, rasa
saling-memaafkan, dan perdamaian. Bila manusia menyadari hal ini, akan ada
akhir untuk peperangan dan air mata, dan kedamaian serta kebahagiaan akan
mengemuka. Hal ini diwahyukan di dalam Al Qur’an: Allah menyeru (manusia) ke darussalam (surga), dan menunjuki orang yang
dikehendaki-Nya kepada jalan yang lurus. (QS. Yunus, 10:25)
Orang-orang beriman seharusnya saling bekerjasama
untuk menebar persahabatan, persaudaraan dan persatuan, karena jika mereka
tidak melakukannya, kemelut dan kerusakan akan selalu menghantui dunia. Al
Qur’an memaparkan kebenaran yang teramat penting ini: Adapun orang-orang yang kafir, sebagian mereka menjadi pelindung bagi
sebagian yang lain. Jika kamu (hai para Muslimin) tidak melaksanakan apa yang
telah diperintahkan Allah itu, niscaya akan terjadi kekacauan di muka bumi dan
kerusakan yang besar. (QS. Al Anfal, 8:73). (Selesai)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar