Setiap
penanggalan jatuh pada 20 Mei, media massa sibuk dengan gegap gempita dengan
apa yang disebut: “Hari Kebangkitan Nasional”. Tetapi, sesungguhnya adakah
“Kebangkitan Nasional” itu mempunyai relasi dengan umat Islam? Sebaliknya,
hanya “pepesan kosong”, yang sengaja ingin menjadikan 20 Mei, sebagai sebuah
“khurafat” baru? Selain itu, adakah “Kebangkitan Nasional”, mempunyai relasi
sejarah dengan umat Islam?
Firdaus AN,
mantan Ketua Majelis Syuro Syarikat Islam dalam bukunya “Syarikat Islam Bukan
Budi Utomo: Meluruskan Sejarah Pergerakan Bangsa“, dengan tegas menulis jika
Budi Utomo (BO) tidak punya andil dalam perjuangan kemerdekaan Indonesia. BO
terdiri dari para pegawai negeri (ambtenaar) yang hidupnya tergantung pada uang
penjajah Belanda.
BO juga tidak
turut mengantarkan bangsa ini ke pintu gerbang kemerdekaan, karena telah bubar
pada tahun 1935. BO adalah organisasi sempit, lokal dan etnis sentris. Hanya
bangsawan Jawa Tengah dan Madura yang boleh menjadi anggotanya, orang Sunda,
Betawi, dan sebagainya dilarang masuk BO.
BO didirikan
di Jakarta tanggal 20 Mei 1908 atas prakarsa para mahasiswa kedokteran STOVIA,
Soetomo dan kawan-kawan. Di dalam rapat-rapat perkumpulan dan bahkan dalam
penyusunan Anggaran Dasar Organisasi-pun BO tidak menggunakan bahasa Indonesia,
melainkan bahasa Belanda.
Dalam
rapat-rapat, BO tidak pernah membahas tentang kesadaran berbangsa dan bernegara
yang merdeka. Mereka hanya membahas bagaimana memperbaiki tarap hidup orang
Jawa dan Madura di bawah pemerintahan Ratu Belanda.
Di dalam Pasal
2 Anggaran Dasar BO tertulis tentang tujuan organisasi yakni untuk menggalang
kerjasama guna memajukan tanah dan bangsa Jawa dan Madura secara harmonis.
Tujuan BO tersebut jelas bersifat Jawa-Madura sentris, sama sekali bukan
kebangsaan.
BO juga
memandang Islam sebagai batu sandungan bagi upaya mereka. Noto Soeroto, salah
seorang tokoh BO, di dalam salah satu pidatonya tentang Gedachten van Kartini
Alsrichtnoer voor de Indische Vereniging berkata: “ Agama Islam merupakan batu
karang yang sangat berbahaya…. sebab itu soal agama harus disingkirkan, agar
perahu kita tidak karam dalam gelombang kesulitan “.
Sebuah artikel
di ”Suara Umum“, sebuah media massa milik BO di bawah asuhan Dr. Soetomo
terbitan Surabaya, yang dikutip oleh Al-Ustadz A. Hassan dalam majalah
“Al-Lisan “ terdapat tulisan berbunyi: “Digul lebih utama dari pada Mekkah,
Buanglah Ka’bah dan jadikanlah Demak itu kamu punya kiblat.“ ( M.S. Al-Lisan
Nomer 24, 1938)
Oleh karena
sangat loyal pada penjajah Belanda, tidak ada seorang pun anggota BO yang
ditangkap Belanda. Arah perjuangan BO yang tidak nasionalis, telah mengecewakan
dua pendiri BO sendiri, yakni Dr. Soetomo dan Dr. Cipto Mangunkusumo, sehingga
keduanya keluar dari BO.
Bukan itu
saja, di belakang BO pun terdapat fakta yang mencengangkan. Ketua pertama BO
yakni Raden Adipati Tirtokusumo, ternyata tokoh Freemasonry. Dia aktif di Loge
Mataram sejak 1895. Sekretaris BO (1916) , Boediardjo, juga seorang mason yang
mendirikan cabang sendiri dengan nama Mason Boediardjo. Buku “Tarekat Mason
Bebas dan Masyarakat di Hindia Belanda dan Indonesia 1764-1962”, karya Dr. Th.
Stevens memuat fakta ini.
Peneliti
Robert van Niels juga mengatakan, “Tanggal berdirinya Budi Utomo, sering
disebut sebagai Hari Pergerakan Nasional atau Kebangkitan Nasional. Keduanya
keliru, karena Budi Utomo hanya memajukan satu kelompok saja.
Sedangkan
kebangkitan Indonesia sudah dari dulu terjadi…Orang-orang Budi Utomo sangat
erat dengan cara berpikir barat. Bagi dunia luar, organisasi Budi Utomo
menunjukkan wajah barat. ” (Robert van Niels, Munculnya Elit Modern Indonesia,
hal. 82-83).
Budi Utomo
merupakan organisasi binaan Freemasonry yang menginduk kepada Yahudi Belanda.
Pengkultusan terhadap Budi Utomo, dengan menisbatkannya sebagai organisasi
pelopor kebangkitan Indonesia, merupakan hasil kerja Freemasonry dan Yahudi
Belanda.
Jadi, siapa
pun yang dengan sadar memelihara pengkultusan ini—dengan salah satunya
ikut-ikutan merayakan Hari Kebangkitan Nasional 20 Mei dengan sadar, padahal
mereka tahu tentang sejarah yang sesungguhnya dari Budi Utomo ini—berarti telah
ikut bergabung dengan barisan kaum Freemasonry dalam menyesatkan bangsa ini.
Berdirinya Syarikat Islam Jadikan Sebagai
Harkitnas
Seharusnyalah
peringatan Hari Kebangkitan Nasional bukan tanggal 20 Mei, namun tanggal 16
Oktober. Sejarah telah mencatat jika tiga tahun sebelum Budi Utomo berdiri,
Syarikat Dagang Islam (yang kemudian berubah menjadi Syarikat Islam) didirikan,
tepatnya pada 16 Oktober 1905.
Sangat beda
dengan Budi Utomo, SI lebih nasionalis dan berterus terang ingin mencapai
Indonesia yang merdeka. Keanggotaan SI terbuka bagi semua rakyat Indonesia yang
mayoritas muslim. Sebab itu para pengurusnyapun terdiri dari berbagai macam
suku dari seluruh Nusantara.
SI bertujuan
Islam Raya dan Indonesia Raya, bersifat nasional, Anggaran Dasarnya ditulis
dalam Bahasa Indonesia, bersikap non-kooperatif dengan Belanda, dan ikut
mengantarkan bangsa ini melewati pintu gerbang kemerdekaan.
Sejarawan Fred
R. von der Mehden (1957: 34) dengan tegas mengatakan bahwa SI-lah organisasi
politik nasional pertama di Indonesia. Der Mehden tidak sendirian, ada banyak
sejarawan asing dan juga Indonesia yang dengan tegas menyatakan jika SI-lah
organisasi nasionalis pertama. Sedangkan Budi Utomo bukanlah organisasi yang
nasionalis.
Usaha untuk
menjadikan SI (atau SDI) sebagai tonggak Harkitnas menggantikan
kesalah-kaprahan sejarah selama ini, pernah diusulkan umat Islam kepada
pemerintah. Pada Kongres Mubaligh Islam Indonesia di Medan (1956), umat Islam
mengusulkan kepada pemerintah untuk menjadikan tanggal berdirinya SDI sebagai
Harkitnas berdasarkan karakter dan arah perjuangan SDI. Namun sangat
disayangkan, seruan ini tidak didengar pemerintah, bahkan sampai saat ini.
Akhir tahun
1980-an Indonesia katanya dilanda fenomena kebangkitan Islam dan saat ini sudah
ada banyak orang yang mengaku sebagai tokoh Islam yang masuk ke lingkaran pusat
pemerintahan, bahkan duduk dalam pos-pos strategis. Namun bukannya mewarnai
pemerintahan, mereka malah terwarnai pemerintahan yang sampai hari ini masih
saja mewarisi tradisi Yahudi Belanda.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar