Sekarang menjadi semakin jelas
bahwa saudara Ahmad Sudirman tidak tahu sejarah Indonesia, karena setelah tidak
dapat mempertahankan alasan yang dicari-cari, dalil yang dibuat-buat dan fakta
yang diputar balik dari buku 30 Tahun Indonesia Merdeka terbitan Sekretariat
Negara yang menerangkan bahwa pembentukan negara antah berantah RI-Jawa-Yogya
yang semula didasarkan perjanjian
Renville 17 Januari 1948 sekarang dirobahnya menjadi berdasarkan Dekrit
Presiden 5 Juli 1959. Dengan demikian tulisan saudara Ahmad Sudirman tentang
tentang sejarah Indonesia tidak dapat dijadikan bahan diskusi karena
pengetahuannya terbatas pada dongeng pembentukan negara antah berantah RI-Jawa-Yogya
yang tidak pernah ada di dunia ini. Selebihnya, keterangan saudara Ahmad
Sudirman yang menyalin kembali buku 30 Tahun Indonesia Merdeka terbitan
Sekretariat Negara atau buku Gerakan Perjuangan & Pembebasan Republik Islam
Federasi Sumatera Medan, cetakan pertama, 1987, suruh anak kecil menyalin juga
bisa. Yang jelas jika issue sentralnya adalah tentang caplok mencaplok, maka
tidak ada dalam buku 30 Tahun Indonesia Merdeka atau buku-buku sejarah
Indonesia manapun yang isinya tentang pencaplokkan tanah Aceh, karena sejak
masa Hindia Belanda, penjajahan Jepang dan sejarah kemerdekaan Indonesia
wilayah negara RI adalah meliputi wilayah Hindia Belanda termasuk tanah Aceh.
Jika sekarang ada pencaplokan tanah Aceh maka yang mencaplok adalah saudara
Ahmad Sudirman dan antek-antek kapitalis dengan memanfaatkan Teungku Mohammad
Hasan di Tiro.
Sebagai masukan coba kita
sedikit tentang bagian sejarah Perang Dunia Kedua II yang dikenal dengan
sebutan Perang Pasifik atau Perang Asia Timur Raya. Dalam Perang Pasifik ini,
angkatan perang Amerika Serikat di bawah Jenderal Mac Arthur dan Laksamana
Chester Nimitz berhasil menggulung angkatan perang Jepang kembali kenegaranya.
Sementara itu Laksamana Lord Louis Mountbatten menyerbu Birma dari barat, dan
bergerak ke Asia Tenggara. Dari Saipan dan Okinawa, angkatan udara Amerika
Serikat membom kota-kota Jepang. Bom atom pertama dijatuhkan di kota Hiroshima
(6 Agustus 1945), dan di kota Nagasaki (9 Agustus 1945). Uni Soviet menyatakan
perang terhadap Jepang (8 Agustus 1945). Sebagai akibatnya kemudian Jepang
menyerah tanpa syarat (15 Agustus 1945).
Beberapa bulan sebelum
berakhirnya perang, wewenang dan tugas untuk menduduki wilayah Indonesia bagian
barat khususnya Sumatera, Jawa dan Madura diserahkan kepada Komando Asia
Tenggara dengan Laksamana Lord Louis Mountbatten sebagai panglimanya. Sedangkan
Indonesia bagian timur mulai Kalimantan sampai ke Irian Jaya diserahkan kepada
angkatan perang Australia.
Segera ditentukan pula
perjanjian-perjanjian perdamaian yang kemudian disusul dengan
perjanjian-perjanjian dengan negara-negara yang kalah perang: untuk Jerman
Konferensi Postdam (2 Agustus 1948), dan untuk Jepang Konferensi Tokyo (2
September 1945).
Perang Dunian II telah membawa
perubahan-perubahan pokok dalam situasi internasional. Perubahan-perubahan yang
besar pengaruhnya terhadap politik bebas aktif, antara lain beralihnya pusat
kekuasaan dunia dari Eropa di satu pihak ke Amerika Serikat, dan di pihak lain
ke Uni Soviet, yang kemudian menjadi dua kekuatan raksasa dunia. Perubahan lain
yqang juga mempunyai pengaruh besar
terhadap politik bebas aktif adalah meledaknya semangat nasionalisme dan
antipenjajahan di Asia Afrika.
Jadi dalam konteks sejarah
Indonesia haruslah juga dipertimbangkan penjajahan Jepang yang menghantar pada proklamasi
kemerdekaan Indonesia pada tanggal 17 Agustus 1945 dengan wilayah negara bekas
Hindia Belanda termasuk tanah Aceh.
Baiklah saudara tato Suwarto di
Jakarta, Indonesia.
Kelihatan jelas saudara Tato
Suwarto adalah begitu ketakutan kalau mendengar nama Linggajati 25 Maret 1947,
Perjanjian Renville 17 Januari 1948, Negara RI atau Negara RI-Jawa-Yogya,
Pemerintah Darurat Republik Indonesia, Konferensi Meja Bundar, Republik
Indonesia Serikat, Negara Kesatuan Republik Indonesia, Dekrit Presiden 5 Juli 1959.
Mengapa saudara Tato Suawarto
ketakutan dengan Linggajati, Renville, Negara RI atau negara RI-Jawa-Yogya,
PDRI, KMB, RIS, NKRI dan Dekrit Presiden 5 Juli 1959 ?
Karena dengan mengupas
masalah-masalah tersebut diatas, maka terbongkarlah penipuan, kelicikan,
kecurangan, kejahatan, pencaplokan, pendudukan dan penjajahan Soekarno dengan
Negara RI atau Negara RI-Jawa-Yogya atau Negara Soekarno atau Negara RI 17
Agustus 1945 terhadap Negara-Negara danDaerah-Daerah bagian Negara RIS, dan
Negerei-Negeri diluar wilayah kekuasaan de-facto RIS seperti Negeri Aceh.
Nah, kalau saya membongkar lagi
Perjanjian Linggajati 25 Maret 1947 dan Perjanjian Renville 17 Januari 1948
ditambah dengan Resolusi PBB No.67(1949) tanggal 28 Januari 1949, maka jelas
akan terbongkarlah penipuan, kelicikan, kecurangan, kejahatan, pencaplokan,
pendudukan dan penjajahan Soekarno dengan Negara RI atau Negara RI-Jawa-Yogya
atau Negara Soekarno atau Negara RI 17 Agustus 1945 terhadap Negara-Negara
danDaerah-Daerah bagian Negara RIS, dan Negerei-Negeri diluar wilayah kekuasaan
de-facto RIS seperti Negeri Aceh yang dilakukan oleh Soekarno.
Karena itu saudara Tato Suwarto
tidak sanggup membaca mengenai sejarah yang telah saya kupas kembali ini,
karena menyangkut kejahatan Soekarno dalam menelan Negara-Negara dan
daerah-Daerah Negara Bagian RIS dan negeri-negeri diluar RIS seperti Negeri
Aceh.
Tetapi walaupun saudara tato
Suwarto takut membaca kejahatan Soekarno ini, saya akan jelaskan juga disini.
Kita kupas saja tidak dari awal,
karena sudah berkali-kali saya kupas
Kronologis dan penjelasan
tentang penguasaan negara-negara, daerah-daerah, dan negeri-negeri diluar
wilayah kekuasaan secara de-facto dan de-jure negara RI-Jawa-Yogya.
Disini saya ambil saja sebagian
saja.
Mari kita mulai.
Setelah wilayah Negara RI 17
Agustus 1945 pimpinan Soekarno digempur oleh pasukan Beel pada tanggal 19
Desember 1948, ternyata TNI tidak mampu lagi melawan pasukan Beel yang akhirnya
Yogyakarta dan daerah sekitarnya jatuh, Soekarno dan Mohammad Hatta ditawan dan
diasingkan ke Bangka.
Dari sinilah diawali babak baru
Negara RI 17 Agustus 1945 yang diproklamasikan Soekarno secare de-facto dan
de-jure lenyap dari permukaan bumi, yang timbul adalah Pemerintah Darurat
Republik Indonesia yang dibentuk oleh Mr. Sjafruddin Prawiranegara berdasarkan
dasar hukum mandat yang dibuat dalam Sidang Kabinet RI yang masih sempat
diajalankan sebelum Negara RI lenyap, dan sempat dikirimkan melalui radiogram
kepada Mr. Sjafruddin Prawiranegara yang waktu itu berada di Sumatera.
Disaat Soekarno hilang dari
permukaan bumi, lahirlah Resolusi PBB No.67(1949) tanggal 28 Januari 1949, yang
sebagian isinya menyatakan:
The Security Council,
Noting with satisfaction that
the parties continue to adhere the principles of the Renville Agreement and
agree that free and democratic elections should be held throughout Indonesia
for the purpose of establishing a constituent assembly at the earlist
practicable date...
Noting also with satisfaction
that the Goverenment of the Netherlands plans to transfer sovereignty to the
United States of Indonesia by 1 January 1950 if possible, and in any caseduring
the year 1950.
3. Recommends that, in the
interest of carrying out the expressed objectives and desires of both parties
to establish a federal, independent and sovereign United States of Indonesia at
the earliest possible date, negotiations be undertaken as soon as possible by
representatives of the Goverenment of the Netherlands and refresentatives of
the Republic of Indonesia, with the assistance of the Commission referred to in
paragraph 4 below, on the basis of the principles set forth in the Linggadjati
and Renville Agreements. (PBB resolution No.67(1949), 28 January 1949, adopted
at the 406th meeting)
Nah, terlihat bahwa berdasarkan
Resolusi PBB no.67(1949) tanggal 28 Januari 1949 dinyatakan bahwa hasil
Perjanjian Linggajati 25 Maret 1947 dan Perjanjian Renville 17 Januari 1948
adalah merupakan dasar untuk membentuk Negara Indonesia Serikat yang berbentuk
federasi yang akan diakui kedaulatannya oleh Belanda paling lambat tanggal 1
Januari 1950.
Kita lihat hasil Perjanjian
Linggajati pada tanggal 25 Maret 1947 yang ditandatangani di Istana Rijswijk,
sekarang Istana Merdeka, Jakarta. Dari pihak RI ditandatangani oleh Sutan
Sjahrir, Mr.Moh.Roem, Mr.Soesanto Tirtoprodjo, dan A.K.Gani, sedangkan dari
pihak Belanda ditandatangani oleh Prof.Schermerhorn, Dr.van Mook, dan van Poll.
Dimana isi perjanjian Linggajati itu, secara de pacto RI dengan wilayah
kekuasaan yang meliputi Sumatra, Jawa, dan Madura. RI dan Belanda akan bekerja
sama dalam membentuk Negara Indonesia Serikat, dengan nama RIS, yang salah satu
negara bagiannya adalah RI. RIS dan Belanda akan membentuk Uni
Indonesia-Belanda dengan Ratu Belanda selaku ketuanya. (30 Tahun Indonesia
Merdeka, 1945-1949, Sekretariat Negara RI, 1986, hal.119,138).
Kemudian kita lihat hasil
Perjanjian Renville pada 17 Januari 1948 yang hasilnya ditandatangani oleh
Perdana Mentri Mr. Amir Sjarifuddin dari Kabinet Amir Sjarifuddin, yang
disaksikan oleh H.A. Salim, Dr.Leimena, Mr. Ali Sastroamidjojo pada tanggal 17
Januari 1948. Dimana sebagian isi perjanjian tersebut menyangkut gencatan
senjata disepanjang garis Van Mook dan pembentukan daerah-daerah kosong
militer. Sehingga terlihat secara de-jure dan de-facto kekuasaan RI hanya sekitar
daerah Yogyakarta saja. (30 Tahun Indonesia Merdeka, 1945-1949, Sekretariat
Negara RI, 1986, hal.155,163).
Mari kita teliti, mengapa
dimasukkan hasil Perjanjian Linggajati dan Perjanjian Renville dalam Resolusi
PBBNo.67(1949) itu ?
Karena, dalam Perjanjian
Linggajati disebutkan bahwa RI dan Belanda akan bekerja sama dalam membentuk
Negara Indonesia Serikat, dengan nama RIS, yang salah satu negara bagiannya
adalah Republik Indonesia. RIS dan Belanda akan membentuk Uni Indonesia-Belanda
dengan Ratu Belanda selaku ketuanya.
Kemudian dari hasil Perjanjian
Renville dinyatakan menyangkut gencatan senjata disepanjang garis Van Mook dan
pembentukan daerah-daerah kosong militer. (Sehingga terlihat secara de-jure dan
de-facto kekuasaan RI hanya sekitar daerah Yogyakarta saja)
Jadi untuk pengakuan kedaulatan
dari Belanda kepada United States of Indonesia atau Negara Indonesia Serikat
perlu segera diadakan perundingan baru untuk membentuk satu negara yang
berbentuk federasi dimana negara RI adalah salah satu Negara Bagian United
States of Indonesia.
Nah, karena Negara RI adalah
merupakan salah satu Negara Bagian United States of Indonesia, dan menurut
hasil Perjanjian Renville yang bisa diambil kesimpulannya adalah wilayah
kekuasaan Negara RI secara de-facto adalah Yogyakarta dan daerah sekitarnya.
Inilah yang saya katakan bahwa
Negara RI itu adalah Negara RI-Jawa-Yogya, yang berarti Negara RI yang secara
de-facto dan de-jure di Jawa yang memiliki wilayah kekuasaan di Yogyakarta dan
daerah sekitarnya.
Seterusnya, berdasarkan Resolusi
PBB No.67(1949) melalui Pemerintah Darurat Republik Indonesia dibawah
Sjafruddin Prawiranegara mengadakan perundingan baru yang disebut perundingan
Roem Royen. Pihak RI yang pemerintahnya digantikan oleh PDRI diwakili oleh
delegasi yang dipimpin oleh Mr. Moh. Roem sedangkan pihak Belanda diketuai oleh
Dr. Van Royen. Dimana perjanjian itu ditandatangani pada tanggal 7 Mei 1949 di
Jakarta yang sebagian isinya adalah turut serta dalam Konferensi Meja Bundar di
Den Haag, dengan maksud untuk mempercepat penyerahan kedaulatan yang sungguh
dan lengkap kepada Negara Indonesia Serikat dengan tidak bersyarat. Dimana
Belanda menyetujui adanya Republik Indonesia sebagai bagian dari Negara
Indonesia Serikat. (30 Tahun Indonesia Merdeka, 1945-1949, Sekretariat Negara
RI, 1986, hal.210).
Nah, berdasarkan hasil
perundingan Roem Royen inilah, pada tanggal 6 Juli 1949 Soekarno dan Mohammad
Hatta dibebaskan dan bisa kembali lagi ke Yogyakarta. Dan untuk menghidupkan
kembali Negara RI yang telah hilang itu secara de-facto dan de-jure ini, pihak
Pemerintah Darurat Republik Indonesia dibawah pimpinan Mr. Sjafruddin
Prawiranegara mengembalikan lagi mandat kepada Wakil Presiden Mohammad Hatta
pada tanggal 13 Juli 1949 di Jakarta.
Kemudian, sebelum dilangsungkan Konferensi
Meja Bundar, pada tanggal 19-22 Juli 1949 di Yogyakarta dan pada tanggal 31
Juli sampai tanggal 2 Agustus 1949 di Jakarta diadakan Kenferensi
Inter-Indonesia antara wakil-wakil RI dan Pemimpin-Pemimpin Bijeenkomst voor
Federal Overleg (BFO) atau Badan Permusyawaratan Federal. Dalam sebagian besar
pembicaraan di Konferensi Inter-Indonesia ini adalah membicarakan pembentukan
Republik Indonesia Serikat (RIS).
Selanjunya pada tanggal 23
Agustus 1949 dilaksanakan Perundingan Konferensi Meja Bundar (KMB) di
Ridderzaal, Den Haag, Belanda.
Ada 4 utusan yang ikut dalam KMB
ini.
Pertama, utusan dari Bijeenkomst
voor Federal Overleg (BFO) atau Badan Permusyawaratan Federal dipimpin oleh
Sultan Hamid II dari Kalimantan Barat. Dimana BFO ini anggotanya adalah 15
Negara/Daerah Bagian, yaitu Daerah Istimewa Kalimantan Barat, Negara Indonesia
Timur, Negara Madura, Daerah Banjar, Daerah Bangka, Daerah Belitung, Daerah
Dayak Besar, Daerah Jawa Tengah, Negara Jawa Timur, Daerah Kalimantan Tenggara,
Daerah Kalimantan Timur, Negara Pasundan, Daerah Riau, Negara Sumatra Selatan,
dan Negara Sumatra Timur. (30 Tahun Indonesia Merdeka, 1945-1949, Sekretariat
Negara RI, 1986, hal.244).
Kedua, utusan dari Republik
Indonesia menurut perjanjian Renville 17 Januari 1948 yang anggota juru
rundingnya adalah Drs. Moh. Hatta, Mr. Moh. Roem, Prof. Dr. Mr. Soepomo, Dr. J.
Leimena, Mr. Ali Sastroamidjojo, Ir. Djuanda, Dr. Soekiman, Mr. Soeyono
Hadinoto, Dr. Soemitro djojohadikusumo, Mr. Abdul Karim Pringgodigdo, Kolonel
T.B. Simatupang, dan Mr. Soemardi.
Ketiga, utusan dari Kerajaan
Belanda yang delegasinya diketuai oleh Mr. Van Maarseveen.
Keempat, utusan dari United
Nations Commission for Indonesia (UNCI) dipimpin oleh Chritchley.
Dimana dalam perundingan KMB ini
yang hasilnya ditandatangani pada tanggal 2 November 1949 telah disepakati
bahwa Belanda akan menyerahkan kedaulatan kepada Republik Indonesia Serikat
(RIS) pada akhir bulan Desember 1949. Mengenai Irian barat penyelesaiannya
ditunda selama satu tahun. Pembubaran KNIL dan pemasukan bekas anggota KNIL ke
dalam Angkatan Perang Republik Indonesia Serikat (APRIS), adanya satu misi
militer Belanda di Indonesia, untuk membantu melatih APRIS dan pemulangan
anggota KL dan KM ke Negeri Belanda. (30 Tahun Indonesia Merdeka, 1945-1949, Sekretariat
Negara RI, 1986, hal.236- 237).
Kemudian realisasi dan
pelaksanaan dari hasil hasil perundingan KMB ini yaitu,
Pertama, pada tanggal 14
Desember 1949 pihak RI masuk menjadi anggota Negara Bagian RIS dengan
menandatangani Piagam Konstitusi RIS di Pegangsaan Timur 56, Jakarta, yang
ditandatangani oleh para utusan dari 16 Negara/Daerah Bagian RIS, yaitu Mr.
Susanto Tirtoprodjo (Negara Republik Indonesia menurut perjanjian Renville),
Sultan Hamid II (Daerah Istimewa Kalimantan Barat), Ide Anak Agoeng Gde Agoeng
(Negara Indonesia Timur), R.A.A. Tjakraningrat (Negara Madura), Mohammad
Hanafiah (Daerah Banjar), Mohammad Jusuf Rasidi (Bangka), K.A. Mohammad Jusuf
(Belitung), Muhran bin Haji Ali (Dayak Besar), Dr. R.V. Sudjito (Jawa Tengah),
Raden Soedarmo (Negara Jawa Timur), M. Jamani (Kalimantan Tenggara), A.P.
Sosronegoro (Kalimantan Timur), Mr. Djumhana Wiriatmadja (Negara Pasundan),
Radja Mohammad (Riau), Abdul Malik (Negara Sumatra Selatan), dan Radja
Kaliamsyah Sinaga (Negara Sumatra Timur). (30 Tahun Indonesia Merdeka,
1945-1949, Sekretariat Negara RI, 1986, hal.243-244).
Kedua, pada tanggal 15-16
Desember 1949 diadakan sidang Dewan Pemilihan Presiden RIS dimana para anggota
Dewan Pemilihan Presiden RIS memilih Soekarno untuk dijadikan sebagai pemimpin
RIS. Pada tanggal 17 Desember 1949 Soekarno dilantik jadi Presiden RIS.
Sedangkan untuk jabatan Perdana Menteri diangkat Mohammad Hatta yang dilantik
pada tanggal 20 Desember 1949. (30 Tahun Indonesia Merdeka, 1945-1949,
Sekretariat Negara RI, 1986, hal.244).
Ketiga, jabatan Presiden RI
diserahkan dari Soekarno kepada Mr. Asaat sebagai Pemangku Sementara Jabatan
Presiden RI.
Keempat, pada tanggal 27
Desember 1949 Ratu Juliana, Perdana Menteri Dr. Willem Drees, Menteri Seberang
Lautnan Mr AMJA Sassen dan ketua Delegasi RIS Moh Hatta membubuhkan
tandatangannya pada naskah pengakuan kedaulatan RIS oleh Belanda dalam upacara
pengakuan kedaulatan RIS. Pada tanggal yang sama, di Yogyakarta dilakukan
penyerahan kedaulatan RI kepada RIS. Sedangkan di Jakarta pada hari yang sama,
Sri Sultan Hamengkubuwono IX dan Wakil Tinggi Mahkota AHJ Lovink dalam suatu
upacara bersama-sama membubuhkan tandangannya pada naskah penyerahan
kedaulatan. (30 Tahun Indonesia Merdeka, 1945-1949, Sekretariat Negara RI,
1986, hal. 251)
Nah sekarang, jelaslah sudah,
bahwa yang dinamakan Negara RI yang diproklamirkan oleh Soekarno pada tanggal
17 Agustus 1945 yang daerah kekuasaannya sekitar Yogyakarta pada tanggal 14
Desember 1949 secara resmi telah menjadi Negara bagian RIS. Dimana kedaulatan
RIS inilah yang diakui oleh Belanda, bukan Negara RI. Negara RI hanya Negara
bagian RIS.
Kemudian kalau ditelusuri lebih
dalam memang Negara RI yang menjadi Negara Bagian RIS adalah Negara RI yang
secara de-facto dan de-jure berada di Jawa yang daerah kekuasaanya di
Yogyakarta dan daerah sekitarnya menurut hasil Perjanjian Renville 17 Januari
1948 dan diperkuat dengan Resolusi PBB No.67(1949) tanggal 28 Januari 1949 yang
diadopsi pada Sidang PBB ke 406. Yang selanjutnya disebut dengan Negara
RI-Jawa-Yogya.
Nah sekarang, jelaslah sudah,
bahwa yang dinamakan Negara RI yang diproklamirkan oleh Soekarno pada tanggal
17 Agustus 1945 yang daerah kekuasaannya sekitar Yogyakarta pada tanggal 14
Desember 1949 secara resmi telah menjadi Negara bagian RIS. Dimana kedaulatan
RIS inilah yang diakui oleh Belanda, bukan Negara RI. Negara RI hanya Negara
bagian RIS.
Kemudian, apakah taktik dan
strategi Soekarno untuk merelisasikan kebijaksanaan politik, pertahanan,
keamanan dan agresinya dengan memakai kendaraan Negara RI-Jawa-Yogya ini
selanjutnya?
Mari kita lihat dan kupas.
Dimana langkah Soekarno
selanjutnya adalah menetapkan dan mensahkan dasar hukum Undang-Undang Darurat
No 11 tahun 1950 tentang Tata Cara Perubahan Susunan Kenegaraan RIS yang
dikeluarkan pada tanggal 8 Maret 1950.
Lalu langkah Soekarno
selanjutnya pada 14 Agustus 1950 melalui Parlemen dan Senat RIS mensahkan
Rancangan Undang-Undang Dasar Sementara Negara Kesatuan Republik Indonesia
menjadi Undang-Undang Dasar Sementara Negara Kesatuan Republik Indonesia. (30
Tahun Indonesia Merdeka, 1950-1964, Sekretariat Negara RI, 1986, hal. 42).
Kemudian pada tanggal 14 Agustus
1950 ditetapkan Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 1950 Tentang Pembentukan
Daerah Propinsi oleh Presiden RIS Soekarno yang membagi Negara RI-Jawa-Yogya
menjadi 10 daerah propinsi yaitu, 1.Jawa - Barat, 2.Jawa - Tengah, 3.Jawa -
Timur, 4.Sumatera - Utara, 5.Sumatera - Tengah, 6.Sumatera - Selatan,
7.Kalimantan, 8.Sulawesi, 9.Maluku, 10.Sunda - Kecil apabila RIS telah dilebur
menjadi Negara RI-Jawa-Yogya.
Seterusnya Soekarno sebagai
Presiden RIS menetapkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No.5 tahun
1950 tentang pembentukan Propinsi Sumatera-Utara, yang termasuk didalamnya
wilayah daerah Aceh yang melingkungi Kabupaten-Kabupaten 1. Aceh Besar, 2.
Pidie, 3. Aceh-Utara, 4. Aceh-Timur, 5. Aceh-Tengah, 6. Aceh-Barat, 7.
Aceh-Selatan dan Kota Besar Kutaraja masuk kedalam lingkungan daerah otonom
Propinsi Sumatera-Utara.
Nah stop dulu sampai disini,
lalu kita lihat sejenak apa yang terjadi terhadap Negeri Aceh yang pada waktu
itu secara de-facto dan de-jure berdiri sendiri dan memiliki wilayah kekuasaan
di Aceh dibawah pimpinan Teungku Muhammad daud Beureueh.
Ternyata setelah dilihat,
digali, diteliti, dianalisa, dan disimpulkan terbukti bahwa Presiden RIS
Soekarno telah merampas dan sekaligus menelan Negeri Aceh memakai mulut
Propinsi Sumatera Utara untuk selanjutnya setelah dicerna menjadi bahan
tiang-tiang bangunan Negara RI-Jawa-Yogya yang pada waktu itu Negara
RI-Jawa-Yogya ini adalah salah satu anggota Negara Bagian Republik Indonesia
Serikat (RIS).
Nah kita lanjutkan lagi setelah
menengok kepada Negeri Aceh yang sekarang telah mencair dan membentuk menjadi
bahan bangunan tiang-tiang Negara RI-Jawa-Yogya.
Kita arahkan pandangan pada 16 anggota
Negara-Negara dan daerah-Daerah bagian Republik Indonesia Serikat (RIS) yang
akang melebur itu yaitu Negara Republik Indonesia menurut perjanjian Renville,
yaitu sekitar Yogyakarta, Daerah Istimewa Kalimantan Barat, Negara Indonesia
Timur, Negara Madura, Daerah Banjar, Bangka, Belitung, Dayak Besar, Jawa
Tengah, Negara Jawa Timur, Kalimantan Tenggara, Kalimantan Timur, Negara
Pasundan, Riau, Negara Sumatra Selatan, dan Negara Sumatra Timur. (30 Tahun
Indonesia Merdeka, 1945-1949, Sekretariat Negara RI, 1986, hal.243-244).
Nah, terlihat daerah Negeri Aceh
tidak termasuk kedalam anggota Negara-Negara dan daerah-Daerah bagian RIS yang
akan melebur kedalam tubuh Negara RI alias Negara RI -Jawa-Yogya
Selanjutnya apa yang terjadi
satu hari kemudian, pada tanggal 15 Agustus 1950 ?
Ternyata terlihat jelas dan
terang bahwa anggota Negara-Negara dan Daerah-Daerah bagian RIS meleleh,
melebur mengucur masuk kedalam pori-pori tubuh Negara RI-Jawa-Yogya yang hanya
berlangsung tidak lebih dari 24 jam dari sejak jam menunjukkan pukul 00:00 pada
tanggal 15 Agustus 1950 itu Negara RI alias Negara RI-Jawa-Yogya yang telah
mengembang dan besar tubuhnya itu menjelma menjadi NKRI atau dikenal dengan
nama Negara Kesatuan Republik Indonesia yang terdiri dari sepuluh Propinsi yaitu
Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sumatera Utara, Sumatera Tengah, Sumatera
Selatan, Kalimantan, Sulawesi, Maluku, dan Sunda Kecil.
Sekarang perhatikan, kalau kita
belah itu apa yang ada dalam tubuh Propinsi Sumatera Utara, ternyata telihat
itu tubuh Negeri Aceh yang telah dimakan dengan menggunakan dasar hukum
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang No. 5 tahun 1950 tentang
pembentukan Propinsi Sumatera Utara, yang memasukkan wilayah daerah Aceh yang
melingkungi Kabupaten-Kabupaten 1. Aceh Besar, 2. Pidie, 3. Aceh-Utara, 4.
Aceh-Timur, 5. Aceh-Tengah, 6. Aceh-Barat, 7. Aceh-Selatan dan Kota Besar
Kutaraja masuk kedalam lingkungan daerah otonom Propinsi Sumatera-Utara, tanpa
kerelaan, persetujuan, dan keikhlasan seluruh rakyat Aceh dan pimpinan rakyat
Aceh.
Nah sekarang, saudara Tato
Suwarto di Jakarta, Indonesia, inilah yang saya katakan dan tuliskan berulang
kali bahwa apa yang dilakukan dan dijalankan oleh Soekarno terhadap Negeri
Aceh, yaitu suatu tindakan pencaplokan, perampasan, pendudukan dan penjajahan
Negeri Aceh oleh Soekarno bersama RIS-nya yang selanjutnya melebur menjadi
NKRI-nya.
Jadi, sebenarnya, bukan Teungku
Muhammad Daud Beureueh yang mendirikan NII dalam wilayah kekuasaan Negara
RI-Jawa-Yogya, begitu juga bukan Teungku Hasan Muhammad di Tiro yang
memproklamasikan Negara Aceh pada tanggal 4 Desember 1976 yang memberontak
kepada pihak Soekarno, Soeharto, BJ Habibie, Abdurrahman wahid, Presiden
Megawati, melainkan diawali oleh Soekarno bersama Dewan Menterinya yang
merampas wilayah negeri Aceh yaitu Aceh Besar, Pidie, Aceh-Utara, Aceh-Timur,
Aceh-Tengah, Aceh-Barat, Aceh-Selatan dan Kota Besar Kutaraja dimasukkan
kedalam wilayah RI-Jawa-Yogya dan terus dipertahankan sampai sekarang oleh
penerus Soekarno yaitu , Soeharto, BJ Habibie, Abdurrahman wahid, Presiden
Megawati.
Inilah fakta dan bukti, hukum
dan sejarah mengenai pertumbuhan dan perkembangan Negara RI yang
diproklamasikan oleh Soekarno pada 17 Agustus 1945 yang sampai kepada titik
ujung dengan nama NKRI yang didalam tubuhnya terkurung Negeri Aceh yang sampai
detik ini masih terus diperjuangkan oleh rakyat Aceh yang sadar untuk
menentukan nasib sendiri bebas merdeka dari pengaruh kekuasaan NKRI melalui
jalan jajak pendapat atau referendum bagi seluruh rakyat Aceh di Negeri Aceh.
Nah sekarang kita kupas mengenai
bagaimana Soekarno merobah kembali NKRI menjadi Negara RI-Jawa-Yogya lagi yang
berwajah baru.
Sebelum saya jelaskan lagi, saya
katakan dulu, bukti seorang yang namanya Soekarno yang memang menjalankan
kebijaksanaan politik, pertahanan, keamanan dan agresi terhadap Negara-Negara
dan Daerah-Daerah serta Negeri-Negeri yang berada diluar wilayah kekuasaan
de-facto dan de-jure Negara RI 17 Agustus 1945 atau Negara RI-Jawa-Yogya atau
Negara RI atau NKRI.
Nah, saya tulis kembali 9 tahun
setelah NKRI dibentuk diatas puing-puing Bekas Negara-Negara dan Daerah-Daerah
bagian RIS dan Negeri Aceh hasil yang telah ditelan dan dicaplok melalui mulut
Propinsi Sumatera Utara .
Sebagaimana yang telah diketahui
bahwa strategi Soekarno setelah pada tanggal 15 Agustus 1950 melebur RIS dan
membentuk NKRI dari puing-puing bekas Negara-Negara dan Daerah-Daerah bagian
RIS, dan menelan Negeri Aceh melalui mulut Propinsi Sumatera Utara, ternyata
sembilan tahun kemudian, Soekarno melakukan kembali operasi besar-besaran untuk
membelah dan melebur NKRI menjadi Negara RI-Jawa-Yogya lagi yang berwajah baru.
Taktik dan strategi Soekarno yang dijalankan untuk membentuk kembali Negara
RI-Jawa-Yogya yang berwajah baru dari tubuh NKRI adalah dengan menempuh jalur
proses “Konsepsi Soekarno” atau "Konsepsi Presiden Soekarno.”
Seperti yang sudah dijelaskan
sebelumnya, Soekarno setelah menelan 15 Negara/Daerah Bagian Republik Indonesia
Serikat dengan mulut Negara RI-Jawa-Yogya, dan setelah selesai menelan semua
Negara dan Daerah Bagian RIS, serta setelah menelan Negeri Aceh melalui mulut
Sumatera utara, lalu menjelma menjadi NKRI pada tanggal 15 Agustus 1950.
Kemudian dalam pertumbuhan dan
perkembangan NKRI selanjutnya ketika Kabinet Burhanuddin Harahap yang dilantik
pada tanggal 12 Agustus 1955 yang menggantikan Kabinet Ali-Wongso, dimana dalam
program Kabinet Burhanuddin ini dicantumkan salah satu Program Kabinetnya
adalah akan melaksanakan program pelaksanaan PemilihanUmum.
Seterusnya pada tanggal 29
September 1955 diselenggarakan Pemilihan Umum pertama untuk memilih
anggota-anggota DPR dan pada tanggal 15 Desember 1955 untuk pemilihan
anggota-anggota Konstituante atau Sidang Pembuat Undang-Undang Dasar. Dimana
anggota-anggota DPR yang akan dipilih sebanyak 272 anggota. Sedangkan untuk
anggota-anggota Konstituante berjumlah 542 anggota. Dalam pemilihan Umum untuk
anggota DPR telah keluar 5 besar partai politik, pertama Fraksi Masyumi
menggembol 60 kursi, Fraksi PNI menduduki 58 kursi, Fraksi NU mendapat 47
kursi, Fraksi PKI memborong 32 kursi Fraksi Nasional Progresif memperoleh 11
kursi, sedangkan sisa kursi lainnya diduduki oleh Fraksi-Fraksi DPR lainnya.
(30 Tahun Indonesia Merdeka, 1950-1964, Sekretariat Negara RI, 1986, hal.88-89)
Pada tanggal 20 Maret 1956
dilantik anggota DPR dan pada tanggal 10 November 1956 dilantik anggota
Konstituante oleh Soekarno. Kabinet pertama setelah DPR hasil pemilu pertama
dibentuk adalah Kabinet Ali Sastroamidjojo yang dikenal dengan nama Kabinet Ali
II. Tetapi usia Kabinet Ali II tidak lebih dari satu tahun. (30 Tahun Indonesia
Merdeka, 1950-1964, Sekretariat Negara RI, 1986, hal.97-98)
Ternyata usia Kabinet Ali II ini
tidak lebih dari satu tahun, disebabkan oleh Soekarno yang menjalankan Konsepsi
Soekarno yang mengarah kepada konsepsi cengkeraman tangan besi.
Dimana pokok-pokok Konsepsi Presiden Soekarno itu berisikan bahwa sistem demokrasi Parlementer secara Barat tidak sesuai dengan kepribadian Indonesia, karena itu perlu diganti dengan sistem demokrasi Terpimpin. Dimana untuk pelaksanaan demokrasi Terpimpin ini perlu dibentuk suatu kabinet gotong royong yang anggotanya terdiri dari semua partai dan organisasi berdasarkan perimbangan kekuatan yang ada dalam masyarakat. Dan perlu mengetengahkan kabinet kaki empat yang terdiri dari empat partai besar yaitu Masyumi, PNI, NU dan PKI. Juga perlu dibentuk Dewan Nasional yang terdiri dari golongan-golongan fungsional dalam masyarakat. Dimana tugas utama Dewan Nasional ini adalah memberi nasihat kepada Kabinet baik diminta maupun tidak diminta. (30 Tahun Indonesia Merdeka, 1950-1964, Sekretariat Negara RI, 1986, hal.107)
Nah, akibat Konsepsi Soekarno
ini, ternyata tidak lama kemudian Kabinet Ali II dibawah Perdana Menteri Ali
Sastroamidjojo mengembalikan lagi mandatnya kepada Soekarno pada tanggal 14
Maret 1957.
Selanjutnya langkah yang
ditempuh Soekarno, setengah jam setelah Kabinet Ali II menyerahkan mandat,
Soekarno menyatakan negara dalam keadaan darurat perang, dan pada tanggal 17
Desember 1957 Keadaan Darurat Perang ditingkatkan menjadi Keadaan Bahaya
Tingkat Keadaan Perang. (30 Tahun Indonesia Merdeka, 1950-1964, Sekretariat
Negara RI, 1986, hal.109)
Inilah taktik dan strategi
Konsepsi Presiden Soekarno, dimana sebelumnya Soekarno telah mengikat 15
Negara/Daerah Bagian RIS, juga Negeri-Negeri diluar RIS seperti Negeri Aceh,
sekarang mulai menamcapkan kuku kekuasaannya keseluruh tubuh NKRI.
Setelah Soekarno menyatakan
Keadaan Bahaya Tingkat Keadaan Perang, kemudian menunjuk Soewirjo menjadi
formatur. Dua kali Soewirjo berusaha membentuk Kabinet, tetapi kedua-duanya
gagal. Akhirnya, Soekarno mengangkat dirinya sebagai formatur. Dimana formatur
Soekarno ini membentuk Kabinet darurat Ekstraparlementer dengan Djuanda sebagai
Perdana Menteri, yang menyusun program Kabinetnya diantara Program Kabinet-nya
itu adalah membentuk Dewan Nasional, dan normalisasi keadaan di NKRI. (30 Tahun
Indonesia Merdeka, 1950-1964, Sekretariat Negara RI, 1986, hal.110)
Sidang Konstituante hasil
Pemilihan Umum 15 Desember 1955 yang berlangsung dari tanggal 10 November 1956
ternyata masih belum berhasil menggoalkan Undang Undang Dasar.
Sebagian anggota Konstituante
menginginkan kembali ke Undang Undang Dasar yang berisikan sila-sila pancasila
dalam Pembukaannya, sedangkan sebagian anggota lainnya menginginkan Undang Undang
Dasar yang memiliki dasar Islam yang dipelopori oleh M. Natsir seperti yang
dinyatakan dalam pidatonya yang disampaikan di Dewan Konstituante yang berjudul
"Islam debagai dasar Negara", pada tanggal 12 November 1957. (S.S.
Djuangga Batubara, Teungku Tjhik Muhammad Dawud di Beureueh Mujahid Teragung di
Nusantara, Gerakan Perjuangan & Pembebasan Republik Islam Federasi Sumatera
Medan, cetakan pertama, 1987, hal. 94)
Ternyata Soekarno membalas
pidato M.Natsir, pada tanggal 22 April 1959 Soekarno menyampaikan pidatonya di
Dewan Konstituante dengan isi amanatnya menyerukan agar kembali kepada Undang
Undang Dasar 1945.
Sekarang, kelihata ada dua kubu,
kubu Soekarno yang ingin kembali kepada UUD 1945 yang berisikan pancasila dalam
Pembukaan UUD 1945-nya, sedang kubu M.Natsir yang menginginkan UUD yang
berdasarkan Islam.
Kemudian pada tanggal 30 Mei
1959 dilangsungkan pemungutan suara, ternyata suara yang ingin kembali ke UUD
1945 sebanyak 269 anggota, sedangkan 199 anggota menghendaki UUD yang berdasarkan
Islam.
Menurut pasal 137 UUD 1950
dinyatakan bahwa UUD bisa disyahkan dengan suara mayoritas dua pertiga dari
jumlah suara yang masuk.
Karena hasil pemungutan suara
pertama tidak mencapai mayoritas dua pertiga jumlah suara, maka pada tanggal 1
Juni 1959, diadakan lagi pemungutan suara kedua, ternyata hasilnya 263 setuju
ke UUD 1945, sedangkan 203 menghendaki UUD yang berdasar Islam. Karena dalam
pemungutan suara ini juga tidak mencapai jumlah dua pertiga dari jumlah suara
yang masuk, maka besoknya, tanggal 2 Juni diadakan lagi pemungutan suara,
ternyata 264 menginginkan UUD 1945, dan 204 menghendaki UUD Islam. (30 Tahun
Indonesia Merdeka, 1950-1964, Sekretariat Negara RI, 1986, hal.139-141)
Setelah Soekarno melihat dan
mengetahui bahwa anggota Konstituante tidak berhasil menghasilkan suara
mayoritas kembali ke UUD 1945, kemudian Soekarno dengan Surat Keputusan
Presiden Tentang Keadaan Bahaya
Tingkat Keadaan Perang 14 Maret 1957 dan bersama Kabinet Darurat
Ekstraparlementer yang disetujui oleh TNI dan pembenaran dari Mahkamah Agung,
dengan lantangnya di Istana Merdeka pada tanggal 5 Juli 1959 membacakan Dekrit
Presiden 5 Juli 1959.
Dekrit Presiden 5 Juli 1959.
Menetapkan pembubaran
Konstituante. Menetapkan Undang Undang Dasar 1945 berlaku lagi bagi segenap Bangsa
Indonesia dan seluruh tumpah-darah Indonesia, terhitung mulai hari tanggal
penetapan Dekrit ini dan tidak berlakunya lagi Undang Undang Dasar Sementara.
Pembentukan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara, yang terdiri atas Anggota
anggota DPR ditambah dengan utusan dari Daerah daerah dan Golongan golongan
serta pembentukan Dewan Pertimbangan Agung Sementara akan diselenggarakan dalam
waktu yang sesingkat singkatnya. Ditetapkan di Jakarta, pada tanggal 5 Juli
1959. (30 Tahun Indonesia Merdeka, 1950-1964, Sekretariat Negara RI, 1986,
hal.143)
Nah sekarang, jelas sudah, bahwa
Soekarno dengan Dekrit Presiden 5 Juli 1959 telah merobah NKRI menjadi Negara
RI-Jawa-Yogya lagi. Sungguh kelihatan tipu muslihat dan kelicikan Soekarno
dalam menjalankan strategi pencaplokan Negara-Negara, Daerah-Daerah, dan
Negeri-Negeri diluar wilayah de-facto Negara RI 17 Agustus 1945 atau Negara
RI-Jawa-Yogya atau Negara RI.
Ternyata dengan strategi
“Konsepsi Presiden Soekarno” menjadilah Soekarno seorang pemimpin yang penuh dengan
semangat untuk mengurung dan mengikat serta memaksakan seluruh Negara-Negara
dan Daerah-Daearah bekas Negara Bagian RIS dan Negeri-Negeri diluar RIS seperti
Negeri Aceh untuk berada dalam kekuasaan Negara RI-Jawa-Yogya yang dikontrol
oleh orang-orang dari Jawa dan tidak memberikan ruang gerak terhadap keinginan,
cita-cita dan nasib setiap suku atau bangsa yang berada dalam naungan dan
lindungan NKRI. Dimana Soekarno kelihatan tidak mampu memimpin negara dengan
bijaksana penuh dengan musyawarah, Soekarno hanya pandai menipu dan membohongi
lawan politiknya, Soekarno hanya pandai menggunakan Angkatan Perang-nya untuk
menguasai, menduduki dan menjajah Negara-Negara dan Daerah-Daerah serta Negeri
lainnya.
Akibatnya, generasi yang
dikemudian hari yang menerima hasil pahit dari segala kebijaksanaan politik,
keamanan, pertahanan dan agresi Soekarno yang telah dijalankan dimuka bumi NKRI
yang sejak 5 Juli 1959 telah berobah menjadi Negara RI-Jawa-Yogya lagi.
Dan terakhir, inilah alasan yang
saya kemukakan berdasarkan fakta dan bukti, dasar hukum dan sejarah mengenai
tipu daya Soekarno merobah NKRI menjadi Negara RI-Jawa-Yogya lagi dengan
mempergunakan Dekrit Presiden 5 Juli 1959 agar seluruh rakyat NKRI menjadi
rakyat Negara RI-Jawa-Yogya dengan UUD 1945 dan Pancasila-nya yang dikenal
sampai saat sekarang ini.
Sehingga generasi baru sekarang
ini termasuk saudara Tato Suwarto, yang tahu hanya Negara RI dengan UUD 1945.
Padahal sebenarnya sebelum menjadi Negara RI-Jawa-Yogya sekarang ini, Negara RI
atau Negara RI 17 Agustus 1945 telah tumbuh dan berkembang melalui proses yang
bermacam ragam dari mulai hilang lenyap setelah digempur pasukan Beel di
Yogyakarta, memberikan mandat kepada Sjafruddin Prawiranegara untuk membentuk
PDRI Pengasingan di Sumatera (Aceh), selanjutnya hidup kembali pada tanggal 13
Juli 1949 setelah PDRI mengembalikan mandatnya kepada Mohammad Hatta di
Jakarta, disusul masuk menjadi Negara Bagian RIS, menelan Negara-Negara dan
Daerah-Daerah anggota Negara Bagian RIS, mencaplok Negeri diluar RIS seperti
Negeri Aceh, kemudian melebur menjadi NKRI, dan terakhir ini berobah kembali
menjadi Negara RI-Jawa-Yogya melalui Dekrit Presiden 5 Juli 1959 dengan UUD
1945 dan dasar negara Pancasila-nya yang terkandung dalam Pembukaan UUD 1945.
Nah orang-orang model Tato
Suwarto masih tidak mengerti apa yang ada dalam perut Negara RI-Jawa-Yogya yang
sekarang ini yang sering dipanggil dengan Negara RI dan bagaimana itu
Negara-Negara dan Daerah-Daerah serta Negeri-Negeri Seperti Negeri Aceh bisa
masuk dan berada dalam perut Negara RI atau Negara RI-Jawa-Yogya atau Negara RI
17 Agustus 1945.
wow cerita yang panjang,,
BalasHapusSaya sepaham dengan anda dalam beberapa hal, poin perbedaan kita ialah saya masih support indonesia sebagai istilah yang dipergunakan untuk menyebut kawasan tempat kita berpijak, bukan sebagai satu bangsa karena nyatqnya kita berbeda. namun suaraku tetap untuk indonesia timur yang mandiri sebagai bagian dari negara bagian yang ada di kawasan indonesia ini. Yang harus kita galakkan ialah kembalinya konsep perserikatan/federal di kawasan indonesia ini. Salam bhinneka, selamat bersyariah untuk sodaraku di negeri Aceh.
BalasHapusyang seide dengan anda akan dimasukan ke penjara,dan ingat!!! akan dibunuh. maka yang comment hati hati ya. hahah hukum alam telah ditetapkan sebagai sunatullah yang berkuasa akan tetap menang, yang kuat akan tetap menang, makanya harus kuat kalau ingin menang. kuat ilmu, kuat senjata, kuat tehnologi. kuat ekonomi yang mencakup persediaan makanan. kalau tidak ada itu maka. jadi penonton dengan hati yang kecewa ahahahhahah. kalaupun benar maka akan hilang dimakan waktu, yang bodoh akan tetap bodoh, yang pintar tidak akan bisa berbuat apa apa, karena syarat-syarat untuk menang tadi di atas ada yang kurang.
BalasHapus