Suatu
ketika, ada seorang anak yang sedang mengikuti sebuah lomba mobil balapan
mainan. Siang itu suasana sungguh meriah, sebab, ini adalah babak final.
Pesertanya hanya tinggal 4 orang dan mereka pun memamerkan setiap mobil mainan
yang mereka miliki. Uniknya, mobil mainan tersebut adalah hasil buatan mereka
sendiri karena memang begitu peraturannya yang telah ditetapkan.
Di
antara 4 orang peserta tersebut, ada seorang anak bernama Ahmad. Namun ia
termasuk ke dalam 4 anak yang masuk final. Dibandingkan semua lawannya, mobil
Ahmad lah yang paling tak sempurna. Beberapa anak dan para penonton
menyangsikan kekuatan mobil itu untuk berpacu melawan mobil lainnya.
Yah,
memang, mobil itu tak begitu menarik. Dengan sedikit kayu yang sederhana dan
sedikit lampu kedip diatasnya. Tentu tak sebanding dengan hiasan mewah yang
dimiliki mobil lainnya. Namun, Ahmad bangga dengan itu semua. Sebab, mobil itu
buatan tangannya sendiri yang merupakan hasil jerih payah yang telah ia
lakukan.
Tibalah
saatnya yang dinantikan. Final kejuaraan mobil balapan mainan. Setiap anak
mulai bersiap di garis start, untuk mendorong mobil mereka kencang-kencang. Di
setiap jalur lintasan telah siap 4 mobil dengan 4 pembalap kecilnya. Lintasan
itu berbentuk lingkaran dengan 4 jalur terpisah diantaranya.
Namun,
sesaat kemudian, Ahmad meminta waktu sebentar sebelum lomba di mulai. Ia tampak
berkomat-kamit seperti sedang berdoa. Matanya terpejam dengan tangan yang
bertangkup memanjatkan doa. Lalu, semenit kemudian, ia berkata ,”Ya, Insya Allah,
Aku Siap!”.
Dor.
Tanda di mulai. Dengan satu hentakan
yang kuat, mereka mlai mendorong mobilnya kuat-kuat. Semua mobil itu pun
meluncur dengan cepat. Setiap penonton bersorak sorai, bersemangat, serta
menjagokan mobilnya masing-masing. “Ayo...ayo...cepat...cepat, maju...maju”
begitu teriakan mereka. Ahha.... sang pemenang harus ditentukan, tali lintasan
finis pun telah terlambai. Dan, Ahmad lah pemenangnya. Ya, semuanya senang,
begitu juga dengan Ahmad. Ia berucap dan berkomat-kamit lagi dalam hati “Ya
Allah, Terima Kasih”
Saat
pembagian piala. Ahmad maju ke atas panggung di depan dengan bangga. Sebelum
piala itu diserahkan, ketua panitia bertanya. “Hai jagoan, kamu pasti tadi
berdoa kepada Tuhan agar kamu menag, bukan?”. Ahmad terdiam. “Bukan, pak, bukan
itu yang aku panjatkan” kata Ahmad.
Ia
lalu melanjutkan, “Sepertinya, tak adil untuk meminta pada Tuhan untuk menolongmu
mengalahkan orang lain. Aku hanya memohon pada Tuhan, supaya aku tak menangis
jika aku kalah.” Semua hadirin terdiam ketika mendengar ucapan Ahmad. Setelah
beberapa saat kemudian, terdengarlah suara gemuruh tepuk-tangan meriah yang
memenuhi ruangan.
Renungan
Anak-anak
tampaknya lebih punya kebijaksanaan dibandingkan kita semua. Ahmad tidaklah
bermohon pada Tuhan untuk menang dalam setiap ujian. Ahmad, tak memohon Tuhan
untuk meluluskan dan mengatur setiap hasil yang ingin diraihnya. Anak itu juga
tak meminta Tuhan untuk mengabulkan semua harapannya. Ia tak berdoa untuk
menang dan menyakiti yang lainnya. Namun, Ahmad bermohon pada Tuhan, agar
diberikan kekuatan saat menghadapi itu semua. Ia berdoa, agar diberikan
kemuliaan dan mau menyadari kekurangan dengan rasa bangga.
Mungkin,
telah banyak waktu yang kita lakukan untuk berdoa pada Tuhan untuk mengabulkan
setiap permintaan kita. Terlalu sering juga kita meminta Tuhan untuk menjadikan
kita nomor satu, menjadi yang terbaik, menjadi pemenang dalam setiap ujian.
Terlalu sering kita berdoa pada Tuhan untuk menghalaukan setiap halangan dan
cobaan yang ada di depan mata. Padahal, bukankah yang kita butuh adalah
Bimbingan-Nya, Tuntunan-Nya, dan Panduan-Nya?
Kita,
sering terlalu lemah untuk percaya bahwa kita kuat. Kita sering lupa, dan kita
sering merasa cengeng dengan kehidupan ini. Tak adakah semangat perjuangan yang
kita lalui? Saya yakin, Tuhan memberikan kita ujian yang berat, bukan untuk
membuat kita lemah, cengeng, dan mudah menyerah. Sesungguhnya, Tuhan sedang
menguji setiap hamba-Nya yang shaleh.
Oleh : Chaerol Riezal
Tidak ada komentar:
Posting Komentar