Bunga Rampai Aceh

Selamat Datang Di "Bunga Rampai Aceh" Http://ChaerolRiezal.Blogspot.Com

21 Januari 2013

Perlawanan Teuku Raja Angkasah Di Bakongan Aceh Selatan 1905-1925

Sejak meletusnya Perang Belanda di Aceh dari tahun 1873 sampai 1942 , perang dapat dibagi dalam empat periodisasi atau kurun waktu. Periode pertama 1873-1874, periode kedua 1874-1880, kemudian periode ketiga 1884-1896, selanjutnya periode terakhir 1896-1942. Pada periode terakhir ini Belanda tidak lagi menerapkan benteng stelsel namun sudah menerapkan sistem antigerilya di mana gerilya dibalas dengan gerilya dengan membentuk suatu pasukan khusus yang bernama Het Korps Marechausse atau Marsose. Pasukan inilah yang ditugaskan untuk mengejar pada gerilyawan Aceh yang juga sudah mulai menerapkan sistem gerilya setelah banyak sekali korban jatuh dalam perang kolosal.


Namun meskipun begitu, gerilyawan Aceh tidak pernah berhenti menyerang bivak/camp pasukan Belanda di seluruh wilayah pedalaman dan pesisiran Aceh. Pada masa-masa terakhir ini pasukan Belanda berkonsentrasi di wilayah Dataran Tinggi Gayo, Alas dan Pesisir Barat Aceh, di mana daerah ini merupakan daerah terakhir yang menjadi pusat konsentrasi pasukan Belanda dalam menuntaskan perlawanan rakyat Aceh.

Bakongan sebelumnya merupakan daerah yang dianggap aman dan damai. Namun sejak tahun 1905, wilayah Bakongan telah menjadi kubu perlawanan yang dinamakan Rambong Seuneubok Keuranji. Perlawanan terhadap Belanda ini merupakan lanjutan Perang Belanda di Aceh pada masa-masa sebelumnya. Serdadu Belanda yang ditugaskan ke wilayah Bakongan sangat ketakutan karena merasa kecil kemungkinan dapat lolos dari medan pertempuran di sana. 

Teuku Raja Angkasah ikut serta dalam peperangan Rambong Seuneubok Keuranji. Ketika pertempuran pada tahun 1905, di mana pasukan marsose dipimpin oleh Letnan Donner dan Sersan Wongsokaridjo mengalami kekalahan. Pada malam tanggal 12 Agustus 1905, di kampung Rambong Seubadeh, Bakongan, pasukan Letnan Donner diserbu oleh para gerilyawan Aceh. Akibat serangan ini Letnan Donner dan Sersan Wongsokaridjo tewas dicincang oleh para pejuang Aceh. Selain itu 39 pasukan marsose lainnya juga tewas dalam serangan itu. 

Beberapa tahun kemudian, pasukan gerilyawan Aceh yang dipimpin Teuku Raja Angkasah kembali terlibat pertempuran dengan pasukan marsose di dalam Hutan Rambong di dekat Gampong Drien. Pada tengah malam tanggal 23 Oktober 1925 pasukan Belanda yang dipimpin oleh Letnan J. Wiarda diserbu oleh pasukan Teuku Raja Angkasah. Pasukan marsose tersebut diserang hingga tercerai-berai dengan pasukannya, akibatnya 2 orang tewas dan 3 orang terluka parah dan 7 orang luka ringan. Pasukan Teuku Raja Angkasah dapat membawa 4 senjata jenis karaben dari pasukan Belanda yang dikalahkan tersebut. Akibat peristiwa itu, pasukan marsose Belanda terus mengejar Teuku Raja Angkasah. Pada tanggal 10 November 1925 dalam pertempuran Seunebok Keuranji beliau gugur tertembak oleh pasukan Belanda, pimpinan Letnan W.A.M. Molenar. Beliau dimakamkan di pedalaman hutan Seuneubok Keuranji, Buket Gadeng, Bakongan, Aceh Selatan.

Sumber:
M.H. Thamrin, Aceh Melawan Penjajahan Belanda, (Jakarta: Global Mahardika Utama konsinyasi dengan CV. Wahana), 2004.
Zakaria Ahmad, et.all., Sejarah Perlawanan Aceh Terhadap Kolonialisme dan Imperialisme, (Banda Aceh: Yayasan PeNA), 2008.
Zengraaf.H.C., Aceh, (Jakarta: Beuna), 1983.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar