Nanda Winar Sagita
Cut Ade Maudalena
Masuknya pengaruh islam ke Indonesia masih menimbulkan
banyak kontroversi yang belum terpecahkan. Salah satu yang paling terkenal adalah
tentang mana yang lebih dulu berdiri antara kerajaan Perlak dan kerajaan
Samudera Pasai. Dalam makalah ini, kami akan mengungkapkan beberapa argumen
dari berbagai referensi yang menelaah tentang kedua kerajaan tersebut.
Islam Masuk ke Aceh
Dalam naskah
tua Izhar al-Haqq yang dirujuk oleh Ali Hasjmy, di informasikan bahwa pada 173
H (789 M), terdapat sebuah kapal asing yang datang dari Teluk Kambay di Gujarat
singgah berlabuh di Bandar Perlak. Tahun-tahun ini, dunia Islam berada dalam
kekuasaan Khalifah Harun ar-Rasyid (785-809) yang berpusat di Baghdad.
Kehadiran rombongan khalifah ini mennyebabkan terjalinya hubungan dan kontak
budaya antar kedua bangsa. Dalam satu sumber menyebutkan, penyebaran Islam di
bagian utara Sumatera dilakukan oleh seorang ulama Arab yang bernama Syaikh
Abdullah Arif.
Disamping
menjalankan misi dagang, rombongan ini juga membawa misi dakwah syiar Islam.
Mereka mengajarkan persaudaraa, persamaaan, kasih sayang, tolong menolong dan
bagaimana cara beribadah dalam koteks Islam. Keramah-tamahan para pendatang ini
menyebabkan banyak penduduk setempat yang tertarik untuk masuk Islam. Karena
setelah sekian lama, Islam terus berkembang ke pelosok negeri Aceh. Dan yang
menjadi masalah hingga saat ini adalah kerajaan Islam apa yang pertama sekali
berdiri di Aceh?
Kerajaan Perlak
Perlak
merupakan sebuah daerah di pesisir timur daerah Aceh. Sebagaimana yang
disebutkan dalam banyak sumber, bahwa Raja dan rakyat daerah negeri Perlak
adalah keturunan dari Meurah Perlak Syahir Nuwi dan keturunan pasukan-pasukan
pengikutnya. Naskah-naskah tua yang dijadikan sebagai rujukan tentag keberadaan
Kerajaan Perlak ada tiga yaitu, Mamlakatil Ferlah wal Fasi karangan Abu Ishaq
Makarani Al Fasy, Kitab Tazkirah Thabakat Jummu Sulthan as Shalatin karangan Syekh
Syamsul, dan Silsilah Raja-Raja Perlak
dan Pasai karanga Bahri Abdullah as Asyi. Selain itu, ditemukan juga dalam
catatan Marcopolo. Buku Zhufan Zhi yang ditulis Zhao Rugua tahun 1225 mengutip
catatan seorang ahli geografi Chou Ku-fei bahwa ada negeri orang Islam yag
jaraknya hanya lima hari pelayaran dari Jawa. Dan ada kepastian bahwa negeri
yang dimaksud oleh Chou Ku-fei itu adalah Perlak. Ini karena dia menyatakan
pelayaran dari Jawa ke Brunei memakan waktu 15 hari.
Menurut buku
Gerak Kebangkitan Aceh karangan M. Junus Jamil, agama Islam yang mula-mula
masuk ke Aceh adalah Islam yang beraliran Syiah. Setelah Islam berkembang,
berdirilah sebuah kerajaan Islam di daerah ini sekitar tahun 840 M. Kerajaan
yang telah didirikan itu hidup subur da menjalar luas melalui dinasti
raja-rajanya. Pada hari peresmian berdirinya Kerajaan Islam itu, Bandar Perlak
ditukar namanya menjadi Bandar Khalifah.
Raja pertama
Perlak bernama Sultan Alaiddin Sayyid Maulana Abdul Aziz Syah menganut aliran
Syiah. Pada masa Sultan ketiga Sultan Sayyid Maulana Abbas Syah aliran Ahlus
Sunnah masuk ke Perlak. Hal ini menyebabkan terjadinya perang saudara antara
Syiah dan Sunni, sehingga dalam jangka waktu dua tahun, Kerajaan Perlak tidak
memiliki Sultan. Karena golongan Syiah mengalami kekalahan, maka yang menjadi
sultan selanjutnya berasal dari golongan Sunni.
Adapun
kemudian, pada masa pemerintahan Sultan yang ketujuh, Sultan Makhdum Alaiddin
Abdul Malik Syah Johan Berdaulat, kerajaan Perlak terbagi dua, bagia pesisir
didomisili oleh golongan Syiah dan bagian pedalaman didomisili oleh golongan
Sunni. Hal ini tidak bertahan lama, karena pada sultan yang selanjutnya
kerajaan Perlak kembali di bawah satu pemerintahan yaitu dari golongan Sunni.
Penyebab utamannya karena pada saat ini Sriwijaya menyerang kerajaan Perlak
sehingga sultan mangkat. Selanjutnya, pemerintahan kerajaan Perlak berjalan
damai sampai akhirya pada masa Sultan Makhdum Alaiddin Abdul Aziz Syah Johan
Berdaulat kerajaan Perlak berakhir dan bersatu dengan kerajaan Samudera Pasai
sekitar tahun 1295.
Adapun
Raja-Raja yang memerintah di Kerajaan Perlak adalah:
A.
Dinasti Saiyyid Maulana
1.
Sultan Alaiddin Saiyyid Maulana Abdul Aziz Syah
(840-864)
2.
Sultan Alaiddin Saiyyid Maulana Abdur Rahim Syah
(864-888)
3.
Sultan Alaiddin Saiyyid Maulana Abbas Syah (888-913)
4.
Sultan Alaiddin Saiyyid Maulana Ali Mughayah Syah
(915-918)
B.
Dinasti Makhdum Johan Berdaulat
1.
Sultan Makhdum Alaiddin Malik Abdul Kadir Syah Johan
Berdaulat (918-922)
2.
Sultan Makhdum Alaiddin Malik Muhammad Amin Syah Johan
Berdaulat (922-946)
3.
Sultan Makhdum Alaiddin Abdul Malik Syah Joha
Berdaulat (946-973)
4.
a. Sultan Alaiddin Saiyyid Maulana Mahmud Syah
(976-988/Syiah)
b. Sultan Makhdum Alaiddin Malik Ibrahim Syah Johan
Berdaulat (976-1012/Sunni)
5. Sultan Makhdum Alaiddin Malik Mahmud Syah
Johan Berdaulat (1012-1059)
6.
Sultan Makhdum Alaiddin Malik Mansur Syah Johan Berdaulat (1059-1078)
7.
Sultan Makhdum Alaiddin Malik Abdullah Syah Johan Berdaulat (1078-1108)
8.
Sultan Makhdum Alaiddin Malik Ahmad Syah Johan Berdaulat (1108-1134)
9.
Sultan Makhdum Alaiddin Malik Mahmud Syah II Johan Berdaulat (1134- 1158)
10.
Sultan Makhdum Alaiddin Malik Usman Syah Johan Berdaulat (1158-1170)
11.
Sultan Makhdum Alaiddin Malik Muhammad Syah Johan Berdaulat (1170- 1196)
12.
Sultan Makhdum Alaiddin Malik Abdul Jalil Syah Johan Berdaulat (1196- 1225)
13.
Sultan Makhdum Alaiddin Malik Amin Syah II Johan Berdaulat (1225-1263)
14. Sultan
Makhdum Alaiddin Malik Abdul Aziz Syah Johan Berdaulat (1263- 1292)
Kerajaan
Samudera Pasai
Secara
geografis, letak Samudera Pasai berada di daerah timur Pulau Sumatera bagian
utara yang berdekatan dengan jalur perdagangan perdagangan internasional, Selat
Malaka. Berdasarkan hikayat Raja-Raja Pasai, diceritkan tentang pendirian Pasai
oleh Meurah Silu, setelah sebelumnya ia menyingkirkan seorang Raja yang bernama
Sultan Malik al Nasser. Meurah Silu ini sebelumnya berada pada satu kawasan
yang disebut dega Samerlanga kemudian setelah naik tahta, beliau bergelar
Sultan Malikul Saleh. Dia mangkat pada tahun 1297 M.
Dalam
hikayat Raja-Raja Pasai maupun Sulalatus Salatin, nama Pasai da Samudera
dipisahkan merujuk pada dua kawasan berbeda, namun dalam catatan Tiongkok, nama-nama
itu tidak dipisahkan sama sekali. Sementara Marcopolo dalam lawatannya mencatat
beberapa daftar kerajaan yang ada di pantai timur pulau Sumatera waktu itu,
dari selatan ke utara terdapat nama Ferlec (Perlak), Basma dan Samara
(Samudera).
Pemerintahan
Sultan Malikul Saleh kemudian dilajutkan oleh putraya Sultan Muhammad Malik
az-Zahir dari perkawinannya dengan putri Raja Perlak. Pada masa pemerintahan
Sultan Malik az-Zahir, koin emas sebagai mata uag telah diperkenalkan di pasai.
Setelah dia mangkat, dia digantikan oleh anaknya Sultan Malik az-Zahirndan
memerintah sampai tahun 1345. Pada masa pemerintahannya inilah Pasai dikunjungi
oleh seorang pengembara dari Timur Tengah Ibnu Batuttah yang kemudia
menceritkan sultan dari negeri Samatrah (Samudera) menyambutya dengan ramah dan
mayoritas penduduk disana menganut mazhab Syafi’i.
Selanjutnya
pada masa pemerintahan Sultan Ahmad Malik az-Zahir, datang serangan dari
Majapahit sekitar tahun 1345 dan 1350 sehingga sultan terpaksa melarikan diri.
Pasai bangkit kembali dibawah pemerintahan Sultan Zainal Abidin tahun 1383.
Dalam catatan China, namanya dikenal dengan sebutan Tsai-nu-li-a-pi-ting-ki,
dan disebutkan ia tewas oleh Raja Nakur. Armada Cheng Ho yang memimpin sekitar
208 kapal mengunjungi Pasai berturut-turut dalam tahun 1405, 1408 dan 1412.
Berdasarkan laporan perjalanan Cheng Ho, yang dicatat oleh para pembantunya
seperti Ma Huan dan Fei Xin. Dalam
kunjungannya ke Pasai, Cheng Ho menyampaikan hadiah dari Kaisar China berupa
sebuah lonceng yang dikenal dengan nama Lonceng Cakra Donya.
Sekitar
tahun 1434, Sultan Pasai mengirim saudaranya yang dikenal dengan Ha-li-zhi-han
namun wafat di Bejing. Kaisar Xuade dari Dinasti Ming mengutus Wang Jinhong ke
Pasai untuk menyampaikan berita tersebut. Pasai merupakan kota dagang,
mengandalkan lada sebagai komoditi utamanya. Dalam catata Ma Huan disebutkan
100 kati lada dijual degan harga perak 1 tahil. Dalam perdagangan kesultanan
Pasai mengeluarkan koin emas sebagai alat transaksi pada masyarakatnya, mata
uang ini disebut deureuham yang dibuat dari 70% emas murni dengan berat 0.60
gram, diameter 10 mm, mutu 17 karat.
Kami kutip dari essay pendek berjudul
“Walisongo, Para Muballigh Asal Kerajaan Samudera Pasai. Dulu Mantap Kini
Digugat” karangan Pak T.A Sakti, dinyatakan
bahwa empat dari sembilan Wali Songo yang terkenal itu berasal dari Samudera
Pasai, yaitu Sunan Gunung Jati, Sunan Ampel, Sunan Drajat, dan Sunan Bonang.
Hal ini menunjukkan betapa berpengaruhnya Kerajaan Samudera saat itu dalam
bidang menyebar luaskan agama Islam.
Sementara itu, masyarakat Pasai
umumnnya telah menanam padi di ladang yang dipanen 2 kali dalam setahun, serta
memiliki sapi perah untuk menghasilkan keju. Sedangkan rumah penduduknya
memiliki tinggi rata-rata 2.5 meter yang disekat menjadi beberapa bilik, dengan
lantai terbuat dari bilah-bilah kayu kelapa atau kayu pinang yang disusun
dengan rotan, dan di atasnya dihamparkan tikar rotan atau pandan. Dengan
diskripsi ini, tidak dipungkiri kita dapat mengatakan betapa sejahteranya
kehidupan masyarakat pada masa itu.
Meskipun Islam adalah agama yang
dianut oleh masyarakat Pasai, akan tetapi pengaruh Hindu dan Budha juga turut
mewarnai masyarakat ini. dari catatan Ma Huan dan Tom Pires, telah
membandingkan dan menyebutkan bahwa sosial masyarakat Pasai mirip dengan
Malaka, seperti tradisi pada upacara kelahiran, perkawinan dan kematian. Dalam
ritual ini, masyarakat masih sangat dipengaruhi oleh budaya Hindu dan Buddha.
Dalam karangan lain Pak T.A Sakti disebutkan bahwa bahasa Melayu yang ada di Pasai
adalah akar tunggang dari bahasa Nasional Indonesia yang kita pakai pada saat
ini. hal ini juga menunjukan betapa berpengaruhnya Kerajaan Samudera Pasai
bukan hanya pada zamannya, akan tetapi beberapa abad setelah keruntuhannya.
Menjelang masa-masa akhir pemerintahan
Kesultanan Pasai, terjadi beberapa pertikaian di Pasai yang mengakibatkan
perang saudara. Sulalatus Salatin menceritakan Sultan Pasai meminta bantuan
kepada Sultan Melaka untuk meredam pemberontakan tersebut. Namun Kerajaan Pasai
sendiri akhirnya runtuh setelah ditaklukan oleh portugal tahun 1524 yang
sebelumnya telah menaklukan Melaka tahun 1511, dan kemudian tahun 1524 wilayah
Pasai sudah menjadi bagian dari kedaulatan Kerajaan Aceh Darussalam.
Adapun Raja-Raja yang memerintah di
Kerajaan Samudera Pasai adalah sebagai berikut:
A.
Dinasti Meurah Giri
1.
Maharaja Mahmud Syah (1042-1078)
2.
Maharaja Mansur Syah (1078-1133)
3.
Maharaja Ghiyasyuddin Syah (1133-1155)
4.
Maharaja Nurdin (1155-1210)
B.
Dinasti Malikul-Dhahir
1.
Sultan Alaiddin Malikussalih (1261-1295)
2.
Sultan Muhammad malikud-Dhahir (1295-1326)
3.
Sultan Ahmad Malikud-Dhahir (1326-1350)
4.
Sultan Zainul-Abidin Malikud-Dhahir (1350-1394)
5.
Maharaja nagur Rabbath Abdul Kadir Syah (1394-1400)
6.
Sultanah Nihrasiyah Khadiyu (1400-1428)
Manakah
Kerajaan Islam yang Pertama?
Perlak di Aceh Timur disebut sebagai
kerajaan Islam pertama di Nusantara, bahkan di Asia Tenggara. Kesimpulan dari
Seminar Sejarah Masuk dan Berkembangnya Islam di Aceh dan Nusantara tahun 1980,
keputusan itu didasarkan pada satu dokumen tertua bernama kitab Idharul Haq Fi
Mamlakatil Peureulak, karangan Abu Ishak Al-Makarani Sulaiman Al-Pasy. Itu yang
menyisahkan pertanyaan bagi sebagian sejarawan mengenai kebenaran sejarah itu.
Kitab Idharul Haq yang dijadikan
sumber satu-satunya. Sebagian sejarawan meragukannya. Apalagi kitab Idharul Haq
yang diperlihatkan dalam seminar itu katanya bukan dalam bentuk asli, tidak
utuh lagi melainkan hanya lembaran lepas. Kitab itu sendiri masih misteri,
karena sampai sekarang belum ditemukan dalam bentuk aslinya. Sehingga ada yang
mengatakan kita Idharul Haq ini hanya satu rekayasa sejarah untuk menguatkan
pendapat bahwa berdasarkan kitab itu benar kerajaan Islam pertama di Aceh dan
Nusantara adalah kerajaan Islam Perlak.
Banyak peneliti sejarah kritis,
meragukan Perlak itu sebagai tempat pertama berdirinya kerajaan Islam besar di
Aceh. Diperkuat dengan belum adanya ditemukan artevak-artevak atau situs-situs
tertua peninggalan sejarah. Sehingga para peneliti lebih cenderung menyimpulkan
kerajaan Islam pertama di Aceh dan Nusantara adalah kerajaan Islam Samudra
Pasai yang terdapat di Aceh Utara. Banyak bukti yang meyakinkan, baik dalam
bentuk teks maupun benda-benda arkeologis lainnya. Seperti mata uang dirham
pasai dan batu-batu nisan yang bertuliskan tahun wafatnya para Sultan kerajaan
Islam Samudra Pasai.
Samudera Pasai sebagai kerajaan
pertama di nusantara kerena diukung oleh beberapa bukti-bukti peninggalan
sejarah yang dapat dijadikan alasan yang kuat. Misalnya makam Sultan Malikul
Saleh. Akan tetapi karena sumber terkini juga banyak menyebutkan bahwa
kerajaaan Perlak adalah yang pertama di nusantara, misalnya buku Gerak
Kebangkitan Aceh karya M. Junus Jamil, maka hal ini telah menjadi semacam
doktrin yang sulit untuk dilepaskan dari pemahaman bannyak orang tentang kerajaan
mana yang lebih dahulu berdiri.
Dari sekia banyak referensi yang
berhasil kami kumpulkan, belumlah cukup untuk kami menyatakan kerajaan manakah
yag lebih dahulu muncul. Akan tetapi jika memang harus tetap memutuskan
kerajaan mana yang lebih dahulu berdiri, kami akan mengatakan Samudera Pasai.
Ini dikarenakan banyaknya sumber yang dapat dipertanggung jawabkan. Selain itu
kita tidak bisa lepas dari pernyataan “No Document, No History”.
Kesimpulan
Adapun
kesimpulan yag dapat kami uraikan dari isi makalah ini adalah sebagai berikut:
Kerajaan Perlak adalah kerajaan pertama di nusantara yang merupakan hasil dari
seminar “Sejarah Masuk dan Merkembangnya Islam di Aceh” yang diselenggarakan
pada tahun 1980. Samudera Pasai mempunyai perkembangan yang panjang dan memiliki
beberapa peninggalan yang dapat dipertanggungjawabkan sebagai sumber sejarah.
Di antara Kerajaan Perlak dan Samudera Pasai masih menyisakan misteri besar
yang belum terkuak.
Sumber:
Alfian,
Teuku Ibrahim. 1973. Kronika Pasai: Sebuah Tinjauan Sejarah. Yogyakarta:
Gadjah Mada University Press.
Badrika, I
Wayan. 2006. Sejarah untuk SMA Jilid II. Jakarta: Erlangga.
Djamil,
Muhammad Junus. 2005. Gerak Kebangkitan Aceh. Bandung: C.V
Jaya Mukti.
Hardi. 1993. Aceh:
Latar Belakang Politik dan Masa Depannya. Jakarta: Rosenda.
Kawilarang,
Harry. 2010. Aceh dari Iskandar Muda ke Helsinki. Banda Aceh: Bandar
Publishing.
Kong,
Yuanzhi. 2000. Muslim Tionghoa Cheng Ho: Misteri Perjalanan Muhibah di Nusantara. Jakarta:
Yayasan Obor Indonesia.
Ricklefs,
M.C. Sejarah
Indonesia Modern. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press
Said,
Muhammad. 1979. Aceh Sepanjang Abad Jilid I.
Medan: Waspada.
Suryandari.
2008. Bahan Ajar Sejarah. Jakarta: Pratama Mitra Aksara.
http://www.tambeh.wordpress.com.
Penulis
adalah Mahasiswa Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Program Studi Sejarah
Universitas Syiah Kuala Angkatan 2012 Banda Aceh – Darussalam.
Jangan pernah berhenti sampai disini bang . . .
BalasHapus:)
Oke. Silahkan sampaikan kepada kawan-kawan, untuk terus bergiat dalam hal tulisan.
BalasHapuskalau menurut saya, kerajaan Islam tertua itu masih kerajaan Perlak kak, karena ada bukti makam dari Sultan Alaiddin Saiyyid Maulana Abdul Aziz Syah (840-864) dan juga peninggalan mata uang yang bergambar putri A'la yang masih disimpan dan dirawat sampai sekarang
BalasHapussumber: penjelasan dari dosen+foto yang dikirim oleh dosen yang mengikuti KKL di Aceh
bagaimana kalau menurut pendapat kakak?
kerjaan lamuri di lamreh aceh besar sebagai cikal bakal kerajaan islam pertama di aceh bukan samudra pasai dan bukan kerajaan perlak, catatan laksamana cheng ho dan ibnu batutah serta marco polo telah pernah datang ke kerajaan lamuri pada abad ke 7 ...........
BalasHapuskerjaan lamuri di lamreh aceh besar sebagai cikal bakal kerajaan islam pertama di aceh bukan samudra pasai dan bukan kerajaan perlak, catatan laksamana cheng ho dan ibnu batutah serta marco polo telah pernah datang ke kerajaan lamuri pada abad ke 7 ...........
BalasHapusTernyata kerajaan islam yang pertama adanya di perlak aceh ya.
BalasHapusHindari beda pendapat,luruskan sejarah atjeh jangan sampai hilang dari pandangan keturunan nantinya....permanenkan catatanya
BalasHapus