Oleh: Chaerol Riezal
Pendahuluan
Sebagaimana yang kita ketahui bahwa kebudayaan India
pernah masuk ke Asia Tenggara, yaitu terlihat adanya agama yang dianut oleh
sebagian besar penduduk Asia Tennggara, agama Hindu dan Budha. Dan kedua agama
ini merupakan pintu gerbang untuk mengkaji dimulainya zaman sejarah bagi
negara-negara di Asia Tenggara. Kebudayaan Hindu dan Budha masuk ke Asia
Tenggara melalui jalur perdagangan. Sehingga beberapa dari kebudayaan tersebut
diakulturasikan oleh masyarakat Asia Tenggara sehingga menimbulkan sebuah
kebudayaan dalam bentuk yang baru.
Kawasan Asia Tenggara merupakan salah satu kawasan kuno di dunia jika dilihat
adanya penduduk yang hidup di wilayah ini. Hal ini dilihat dari banyaknya
penemuan fosil-fosil manusia purba di beberapa wilayah Asia Tenggara, terutama
di Indonesia. Kawasan ini, pada masa protosejarah sebenarnya merupakan wilayah
yang dinamis dalam perkembangan kebudayaannya. Wilayah tersebut merupakan
terminal migrasi bangsa yang datang dari arah Asia kontinental. Dalam upaya
menempati wilayah yang baru saja dihuni, manusia migran dari daratan Asia
mengembangkan kebudayaannya yang akan menjadi dasar perkembangan kebudayaan
Asia Tenggara hingga kini.
Setelah beberapa ratus abad bermukim di daratan Asia
Tenggara, orang-orang yang kemudian mengembangkan kebudayaan Austronesia
tersebut, sebagian ada yang melanjutkan migrasinya ke wilayah kepulauan,
menyebar ke arah kepulauan Nusantara dan juga Filipina, bahkan terus berlanjut
ke arah pulau-pulau di Samudera Pasifik. Menurut Robert von Heine Geldern,
migrasi ke arah wilayah kepulauan terjadi dalam dua tahap, yaitu: Tahap pertama berlangsung dalam kurun waktu
antara 2500-1500 SM dan Tahap kedua berlangsung dalam kurun waktu yang lebih
muda antara 1500-500 SM (Von Heine Geldern 1932 and 1936; Soejono
1984: 206-208).
Kesimpulan tersebut didasarkan kepada berbagai
penemuan arkeologi, antara lain monument-monumen dari tradisi megalitik yang
tersebar di berbagai wilayah Asia Tenggara termasuk di Indonesia. Gelombang
pertama menghasilkan kebudayaan megalitik tua dengan cirinya selalu menggunakan
batu-batu alami besar, sedikit pengerjaan pada batu, dan minimnya ornament.
Dalam gelombang kedua migrasi dihasilkan kebudayaan megalitik muda yang
mempunyai cirri, batu-batu tidak selalu berukuran besar, telah banyak
pengerjaan pada batu, dan juga telah banyak digunakan ornamen dengan beragam
bentuknya. Megalitik muda itu telah menempatkan nenek moyang bangsa-bangsa Asia
Tenggara dalam era proto-sejarah. Bersamaan dengan berkembangnya kebudayaan
megalitik muda, kemahiran mengolah bijih logam telah maju, sehingga masa itu
juga telah dihasilkan benda-benda dari perunggu dan besi.
Sebagai makhluk yang belum berperadaban, pada mulanya
mereka hidup dengan cara berburu binanatng-binatang liar dengan cara nomaden.
Namun seiring berkembangnya anak keturunannya, mereka mulai memikirkan suatu
pola hidup yang baru. Dan mulailah mereka menetap yang kemudian berkembang dari
sistem perburuan menjadi pertanian, meski pada mulanya mereka tetap
mempertahankan perburuan. Namun pada perkembangannya, mereka mulai menemukan
sistem bercocok tanam yang baik dan mengumpulkan bahan makanan.
Ketika migrasi telah mulai jarang dilakukan, dan
orang-orang Austronesia telah menetap dibeberapa wilayah Asia Tenggara,
terbukalah kesempatan untuk lebih mengembangkan kebudayaan secara lebih baik
lagi. Berdasarkan temuan artefaknya, dapat ditafsirkan bahwa antara abad ke-5
SM hingga abad ke-2 M, terdapat bentuk kebudayaan yang didasarkan kepada
kepandaian seni tuang perunggu, dinamakan Kebudayaan Dong-son. Penamaan itu
diberikan atas dasar kekayaan situs Dong-son dalam beragam artefaknya, semua
artefak perunggu yang ditemukan dalam jumlah besar dengan bermacam bentuknya.
Dong-son sebenarnya nama situs yang
berada di daerah Thanh-hoa, di pantai wilayah Annam (Vietnam bagian utara).
Hasil-hasil artefak perunggu yang bercirikan ornament Dong-son ditemukan
tersebar meluas di hampir seluruh kawasan Asia Tenggara, dari Myanmar hingga
kepulauan Kei di Indonesia timur.
Bermacam artefak perunggu yang mempunyai ciri
Kebudayaan Dong-son, contohnya nekara dalam berbagai ukuran, moko (tifa
perunggu), candrasa (kampak upacara), pedang pendek, pisau pemotong, bejana,
boneka, dan kampak sepatu. Ciri utama dari artefak perunggu Dong-son adalah
kaya dengan ornamen, bahkan pada beberapa artefak hampir seluruh bagiannya
penuh ditutupi ornamen. Hal itu menunjukkan bahwa para pembuatnya, orang-orang
Dong-son (senimannya) memiliki selera estetika yang tinggi (Wagner 1995:
25-26). Kemahiran seni tuang perunggu dan penambahan bentuk ornamen tersebut
kemudian ditularkan kepada seluruh seniman sezaman di wilayah Asia Tenggara,
oleh karenanya artefak perunggu Dong-son dapat dianggap sebagai salah satu peradaban
pengikat bangsa-bangsa Asia Tenggara.
Seorang ahli sejarah Kebudayaan bernama J.L.A.Brandes
pernah melakukan kajian yang mendalam tentang perkembangan kebudayaan Asia
Tenggara dalam masa proto-sejarah. Brandes menyatakan bahwa penduduk Asia
Tenggara daratan ataupun kepulauan telah memiliki 10 kepandaian yang meluas di
awal tarikh Masehi sebelum datangnya pengaruh asing, yaitu:
1.
Telah dapat membuat figur boneka.
2.
Mengembangkan seni hias ornamen.
3.
Mengenal pengecoran logam.
4.
Melaksanakan perdagangan barter.
5.
Mengenal instrumen musik.
6.
Memahami astronomi.
7.
Menguasai teknik navigasi dan pelayaran.
8.
Menggunakan tradisi lisan dalam menyampaikan
pengetahuan.
9.
Menguasai teknik irigasi.
10. Telah
mengenal tata masyarakat yang teratur.
Pencapaian peradaban tersebut dapat diperluas lagi
setelah kajian-kajian terbaru tentang kebudayaan kuno Asia Tenggara yang telah
dilakukan oleh G.Coedes. Beberapa pencapaian manusia Austronesia penghuni Asia
Tenggara sebelum masuknya kebudayaan luar.
Di bidang kebudayaan materi telah mampu:
1.
Kemahiran mengolah sawah, bahkan dalam bentuk
terassering dengan teknik irigasi yang cukup maju.
2.
Mengembangkan peternakan kerbau dan sapi.
3.
Telah menggunakan peralatan logam.
4.
Menguasai navigasi secara baik.
Pencapaian di bidang sosial:
1. Menghargai peranan
wanita dan memperhitungkan keturunan berdasarkan garis ibu.
2. Mengembangkan
organisasi sistem pertanian dengan pengaturan irigasinya.
Pencapaian di bidang religi:
1. Memuliakan
tempat-tempat tinggi sebagai lokasi yang suci dan keramat.
2. Pemujaan
kepada arwah nenek moyang/leluhur (ancestor worship).
3. Mengenal
penguburan kedua (secondary burial) dalam gentong, tempayan, atau sarkopagus.
Dalam hal religi penduduk kepulauan Indonesia masa itu
mengenal upacara pemujaan kepada arwah nenek moyang (ancestor worship).
Kekuatan supernatural yang dipuja umumnya adalah arwah pemimpin kelompok atau
ketua suku yang telah meninggal. Sebagai sarana pemujaannya didirikan berbagai
monumen megalitik, antara lain punden berundak, menhir, dolmen, kubur batu,
batu temu gelang, dan lain-lain.
Kebudayaan Austro Asia
Asia Tenggara sebuah istilah yang umum dipakai selama
Perang Dunia Kedua untuk menggambarkan wilayah daratan Asia bagian timur yang
terdiri dari Jazirah Indo-China dan banyak kepulauan yang meliputi Indonesia
dan Filipina. Dalam menggunalam istilah itu, penulis-penulis Amerika membuat
standar “Southeast” dan telah di ikuti oleh Viktor Parcel dan E.H.G Dobby.
Tetapi tampaknya tidak ada alasan yang dapat diterima untuk membuat bentuk baru
dalam menyukai apakah “South - East atau Southeast” mempunyai sangsi pemakaian
yang lama.
Seperti halnya semua istilah-istilah yang dipakai
untuk wilayah yang luas demi untuk kesenangan, terbuka bagi sejumlah
keberatan-keberatan. Permasalahan tentang hal ini tampaknya tidak perlu di perpanjangkan,
karena kita menggunakan istilah itu semata-mata agar mudah untuk di ingat atau
yang lain.
Suatu wilayah yang sejak waktu awal sekali terkena
pengaruh China dan India dan pada bagian lain terjadi perjuangan berabad-abad
antara Assam dan Cochin – China untuk memperebutkan supremasi. Sejarah
kebudayaannya sangat menarik, karena itu terutama dalam kurun waktu Zaman
Pertengahan di Eropa, ketika seni dan arsitekturnya berkembang tinggi, karena
mendapat rangsangan pengaruh India.
Akhir Zaman Pertengahan ketika Portugis muncul di atas
panggung, Asia Tenggara telah terbagi ke dalam dua wilayah kebudayaan yang
besar, antara lain: yang satu dinamakan oleh sarjana-sarjana Perancis I’Inde
Exterieure, dimana pengaruh India dominan, dan yang satu lagi terdiri dari
Tongking, Annam dan Cochin-China, dimana pengaruh China dominan,dengan jatuhnya
kerajaan Hindu Champa dalam abad XV.
Pengaruh India
yang tidak bertalian dengan politik, berbeda dengan pengaruh China, dalam
proses penyerapannya oleh masyarakat asli di Asia Tenggara, ditransformasikan
tidak berbeda misalnya pengaruh Yunani Kuno terhadap Eropa Barat. Karena rakyat
yang merasakan rangsangan kebudayaan India bukan orang-orang buas atau liar,
melainkan masyarakat dengan peradaban yang relatif tinggi.
Secara politis dan kebudayaan Asia Tenggara telah
diliputi naungan bayangan India dan China, yang merupakan kekuatan besar dengan
peradaban yang kokoh jauh sebelum mulai babakan sejarahnya sendiri. Dan hanya
dengan usaha memperkarya kebudayaannya sendiri maka peradabannya mulai
berkembang dan mencapai keagungan. Alasan-alasannya juga jelas karena ketika
sarjana-sarjana Eropa menyadarinya perhatian mereka dipusatkan pada raja-raja,
istana dan candi-candi yang sangat kuat memperlihatkan pengaruh dari luar itu.
Bukti kehidupan rakyat biasa sangat sukar dijumpai,
dan sebegitu jauh terlalu sedikit yang telah diketemukan. Namun apa yang ada
menunjukan pada kenyataan yang tak dapat di pungkiri bahwa dalam apa yang
disebut negara-negara yang telah dihindukan sebagian besar massa rakyat dalam
waktu panjang tidak tersentuh oleh kebudayaan India, atau menyerapnya,
mengubahnya dengan menyalurkannya dengan kebudayaan asli. Dengan demikian
struktur masyarakat secara luas tak terpengaruhi oleh pengaruh India itu.
Sistem kasta yang mendasar dalam Hinduisme, ternyata kecil pengaruhnya, dan
wanita umumnya mempertahankan kedudukannya yang tinggi seperti sebelum
datangnya pengaruh India pada awal mulanya, suatu kedudukan yang jauh lebih
tinggi dibandingkan dengan pada masa setelah dipengaruhi India, demikian
sepanjang catatan sejarah.
Bukti-bukti yang extrim type manusia kuno telah
ditemukan di Jawa. Pithecanthropus erecthus dan bahkan Mojokertensis yang lebih
tua, termasuk zaman Pleistocene tua, dan
dulu dikira merupakan suku bangsa yang terpisah dari sejarah manusia. Za man
Pleistocene akhir melahirkan 11 tengkorak yang ditemukan di Ngandong dilembah
Bengawan Solo.
Bukti-bukti kebudayaan Mesolithicum telah tersebar
luas. Disebut Bacson-Hoabinh dari daerah-daerah yang benyak sekali ditemukan
artefak-artefaknya diprovinsi Bacson Dan Hoabinh di Tongking. Gambaran yang
membedakan alat-alat batunya adalah bahwa alat batu di kerjakan sebelah saja.
Bukti-bukti suatu type Melanesoid ditemukan di Indochina. Artefak rakyat ini
ditemukan di Annam Utara, Luang Prabang, Siam, Malaya dan di pantai timur
Sumatera.
Meraka melakukan upacara cannibalisme. Laki-laki
menjadi pemburu, penangkap ikan dan pengumpul makanan, wanitanya dalam beberapa
hal menggunakan cangkul sederhana untuk mengolah tanah. Sampai dibuat dari
sebatang kayu yang dilubangi.
Dua bentuk kapak yang lain dari kurun waktu
Neolithicum, kapak berpundak terdapat di banyak tempat dari sungai Gangga
sampai ke Jepang, tetapi tidak disebelah selatan garis yang ditari lurus dari bagian tengah Semenanjung Melayu.
Dan yang lebih luas tersebar adalah kapak persegi empat yang ditemukan di
lembah-lembah sungai Hoang-ho, Yang-tse, Mekong, Salween, Irrawaddy,
Brahmaputra dan seluruh Nusantara. Kebudayaan ini bukan hanya sangat tersebar
luas, tetapi juga kebudayaan zaman batu yang sangat penting, karena kemajuan
besar yang di capai dalam seni oleh para imigran yang membawanya.
Para imigran yang memperkenalkan barang-barang logam
adalah induk bangsa yang sama typenya dengan Proto Melayu. Keduanya biasanya
disimpulkan sebagai orang-orang Inonesia. Pendatang-pendatang berikut datang
dari rumah asal yang sama dan rute perjalanan yang sama seperti pendahulunya.
Di Asia Tenggara mereka bercampur dengan bebas dengan Proto Melayu, tetapi
sebagiannya mendesak ke pedalaman. Jadi orang Gayo dan Alas di Sumatera dan
Toraja di Sulawesi digolongkan sebagai Proto Melayu.
Kebudayaannya tidak dapat secara tajam diberi karakter
sebagai kebudayaan perunggu. Karya perunggu mereka merupakan hasil yang tinggi
nilainya. Salah satu gambaran khusus adalah berbagai type genderang yang
dipakai untuk maksud upacara yang tersebar luas di Asia Tenggara.
Ciri karekteristik yang lain adalah hubungan
megalith-megalith dengan agama mereka. Bangunan-bangunan ini mencakup patung
nenek moyang, batu gilingan, palungan tempat menyimpan tengkorak, menhir-menhir
yang merupakan lambang phallus, dolmen ditempat penguburan mayat, batu-batu
dengan ruangan datar dan panjang dan sisa kuburan. Dengan demikian, Asia
Tenggara telah memiliki peradaban tersendiri jauh sebelum terkena pengaruh
India.
Hubungan Mula-Mula Asia Tenggara Dengan India
Hubungan India dan Asia Tenggara mungkin jauh
kebelakang sejak zaman prasejarah. Pedagang-pedagang dari kedua belah pihak
tentu telah saling mengunjungi pelabuhan-pelabuhan mereka masing-masing.
Tampaknya mungki koloni-koloni kecil pedagang-pedagang India yang telah ada di
pelabuhan-pelabuhan Asia Tenggara jauh sebelum masuknya pengaruh kebudayaan
yang manapun.
Suatu pelabuhan besar mulai muncul dalam suasana Asia
Tenggara. Karena kerajaan-kerajaan terlihat muncul di Semenanjung dan
Nusantara, memperaktekkan agama dari India, kesenian, adat dan Sanskerta
sebagai bahasa sucinya. Kapan dan bagaimana untuk pertama kalinya muncul adalah
suatu masalah dugaan yang luas. Bukti arkeologis yang paling tua hampir dalam
segala hal diketahui dari masa yang terakhir yang bukan kepalang, dan
sumber-sumber petunjuk yang telah dikumpulkan dari China, India dan Eropa tidak
mencukupi atau dianggap sebagai keterangan yang pasti.
Negara-negara baru berkembang sekitar tempat-tempat
yang sering didatangi pedagang-pedagang India disebabkan datangnya para pendata
dan pujangga yang mampu menanamkan kebudayaan India, walaupun tidak dapat
disingkirkan bahwa orang-orang Indonesia sendiri berkenalan dengan India
memainkan peranan sendiri dalam proses itu.
Bila tabir telah terbuka sebagian dan memungkinkan
untuk membentuk beberapa jejak pada masyarakat baru itu, apa yang terlihat
adalah suatu kebudayaan yang diorganisir yang dilaksanakan atas empat unsur,
yaitu:
1. Konsepsi
kesetiaan yang dijiwai pemujaan-pemujaan Hindu dan Budha.
2. Ungkapan
tertulis dengan bahasa Sanskerta.
3. Mitologi
yang diambil dari syair kepahlawanan, Purana, dan teks Sanskerta yang lain yang
berisi inti tradisi kerajaan dan keturunan secara tradisional keluarga-keluarga
raja di daerah Gangga.
4. Peraturan
Dharmasastra, hukum-hukum suci Hindu dan khususnya Manawadharmasastra atau
Hukum Manu.
Pendapat yang telah dikemukakan bahwa gerakan itu
kelanjutan dari Brahmanisasi India di seberang lautan yang tempat asalnya di
India Barat Laut. Patut diperhatikan bahwa inskripsi Sanskerta tertua di Asia
Tenggara tidak lebih muda dari yang di India. Namun barang kali kebudayaan yang
dikembangkan India tidak seluruhnya asing bagi rakyat yang menerimanya.
Penyebarannya yang cepat sebagian karena kenyataan bahwa mereka
mengorganisirnya dengan sepuhan Hindu, pikiran-pikiran, dan tradisi-tradisinya
banyak bersamaan dengan kebudayaan mereka.
Sumber-sumber India dicari untuk menjelaskan gerakan
yang penting ini. Hasilnya, aneh, mengecewakan. Keterangan dalam Kautilya
Arthasastra diambil untuk menunjukkan bahwa bahwa gerakan itu sejak kurun waktu
yang lebih tua dari tahun Masehi. Suatu kutipan yang menasehatkan seorang raja
bagi rakyatnya sebuah negeri tua atau beru dngan merampas daerah dari yang lain
atau dengan membersihkan penduduk.
Orang-orang China melengkapi para ahli sejarahdengan
pandangan pertamanya tentang negara Hindu, yaitu Funan, pelopor kerajaan
Kamboja. Menurut cerita mereka, Funan didirikan oleh seorang Brahmana,
Kaundinya, pda abad pertama tahun Masehi.
Di teluk Menam tempat Pra Pathom dan P’ong Tuk muncul
bukti tertua pengaruh India. Bukti itu berupa Fondasi bangunan dan
patung-patung Budha gaya Gupta, di samping patung perunggu kecil Budha dalam
gaya Amaravati yang berkembang di India antara abad kedua dan keempat. Tak ada
penemuan di daerah Thailand yang lebih tua dari abad V.
Sejauh mengenai Nusantara, tak ada sesuatu yang lebih
tua daripada abad V. Kutai, di Kalimantan menunjukkan tulisan-tulisan Sanskerta
dari Raja Mulawarman, termasuk ke dalam bagian permulaan abad itu. Yang dari
Purnawarman, di Jawa Barat termasuk ada pertengahan pada abad itu.
Patung-patung Budha gaya Amaravati telah ditemukan di Kedah Sulawesi, Jawa
Timur, Pelembang di Sumatera, mungkin menunjukkan adanya negara-negara Budha di
daerah itu sebelum abad V, tetapi tidak ada yang diketahui tentang negara itu.
Naskah China
tertua yang mencatat hubungan dengan Nusantara adalah Tsien-han-shu, buku
riwayat dinasti Han yang meliputi kurun waktu 206 SM sampai 24 M. Menceritakan
pengarungan lautan dari laut China Selatan ke sejumlah pulau-pulau besar dan
pulau yang banyak penduduknya yang dikaitkan membayar upeti kepada China dari
pemerintahan kaisar Wu (140-86 SM).
Orang-orang China pergi ke sana mencari mutiara dan batu-batu mulia.
Laporan
orang-orang China berikutnya tahun 132, mungkin ada artinya dalam hubungan ini,
seandainya interpretasi yang agak kurang pasti dari nama-nama yang disebut
mempunyai nilai. Disebut upaca penerimaan oleh Kaisar Han untuk suatu perutusan
yang membawa hadiah kehormatan dari seorang raja Ye-tiao bernama Tiao-pien.
Naskah
kuno Eropa tertentu jika dipilih memberikan bukti yang sangat bernilai untuk
menetapkan tahun dan memperkirakan sebab-sebab pengaruh India. Yang tertua
adalah Periplus dari laut Erythrea, tulisan Yunani tentang perdagangan Yunani,
Mesir dan Pengarungan lautan di Timur yang disusun kira-kira tahun 70-71.
Informasi
yang nampaknya lebih pasti datang dari ahli Ilmu Bumi dari Alexander bernama
Claudius Ptolomy, yang menulis pada tahun 165 atau mungkin lebih awal lagi, dan
jelas menggunakan sumber-sumber yang lebih tua lagi.
Sebab-sebab
penyebaran kebudayaan India di Asia Tenggara tak mudah di dapat. Dua teori yang
terbuang didasarkan atas dugaan bahwa timbulnya karena ada kekacauan situasi di
India yang menyebabkan sejumlah besar pengungsi mencari rumah-rumah baru
menyeberangi lautan. Orang mengkaitkan penaklukan berdarah kerajaan Kalingga oleh Kaisar Asoka dari
dinasti Maurya abad III SM, yang dibayangkan menimbulkan pengungsian
besar-besaran.
Yang
lain mengaitkan dengan tekanan serangan Kushana pada India abad I Masehi.
Pengembara-pengembara Yueh-chi yang berhasil menguasai Bactria sesudah tahun
1000 SM, beberapa waktu kemudian mulai menyebar ke arah selatan yang dikuasai
orang-orang Kushana.
Selama
dua abad sebelum Masehi India telah kehilangan sumber penting bagi impor logam
berharga ketika gerakan pengembara memotong jalan anatara Bactria dan Siberia.
Sejak itu dalam abad pertama Masehi India harus mengimpornya dari kekaisaran
Romawi, tetapi akibat yang menyedihkan terhadap ekonomi kekaisaran menyebabkan
kaisar Vespasianus (69-70) menghentikan terbangnya logam berharga ini dan
memaksa India mencari sendiri di mana saja.
Hubunngan
yang biasa antara India dengan Burma melalui laut. Dalam abad IV China
mengendorkan sedemikian rupa penguasaannya di perbatasan Burma sampai pada
tahun 342 daerah Yung-ch’ang dihapuskan. Sejak itu rute ini jelas ditutup
sampai Ko-le-feng (748-779) dari Nanchao membukanya kembali dan dengan demikian
mendorong kemajuan perkembangan ekonomi di Burma utara dan berlawanan antara
Pyu di Burma dan istana T’ang di China. Bukti yang didapat di Pyu cenderung
membuktikan bahwa beberapa pengaruh India masuk lewat darat ke Burma Udik.
Melalui rute ini juga datang ke kerajaan T’ai di Nanchao.
Untuk
mencapai negeri-negeri di bagian Timur daratan Indo-China, kapal-kapal harus
melalui Malaka atau Selat Sunda. Karena tersebarnya perompak-perompak di
perairan yang sempit ini orang-orang yang berpergian harus menghindarinya
dengan menggunakan jalan pendek menyeberangi beberapa daratan.
Penyeberangan
darat yang paling disukai adalah lewat Ithmus Kra yang sempit itu, dari Takua
Pa di sebelah barat Ch’aya, di sebelah timur atau dari Kedah ke Singora. Di
sebelah utara lagi ada rute dari Tavoy melalui Perlintasan Tiga Pagoda dan dari
sana melalui sungai Kanburi ke lembah Menam. Dua tempat kuno, P’ong dan P’ra
Pathom, terletak di rute ini. Masih lebih ke utara lagi terletak sebuah rute ke
darah Menam melalui Moulmein dan Perlintasan Raheng. Kemudian hari kedua rute
ini dipakai oleh Burma untuk menyerang Siam, terutama dalam abad XVI dan XVIII.
Belakangan lagi masih digunakan oleh Jepang untuk menyerang Burma selama Perang
Dunia II. Masih ada lagi jalan darat lain yang dipakai oleh orang-orang
berpergian sebelumnya. Terletak dari Menam ke Mekong dan melintasi daratan
tinggi K’orat lewat Si T’ep ke daerah Basak yang merupakan tempat lahir
kerajaan Khmer di Kamboja.
Bukti-Bukti
Tertua Negara Yang Terkena Indianisasi
Bukti-bukti
negara-negara yang telah terkena pengaruh India: Funan dan Lin-Yin. Dari sekian
banyak bukti sejarah, tanda-tanda pertama terbentuknya negara-negara yang telah
digambarkan sebelumnya terdapat pada akhir abad I Masehi. Negera-negaratersebut
ada tiga daerah, antara lain:
1.
Di daratan rendah dan delta sungai Mekong.
2.
Dekat Hue di Annam sekarang.
3.
Di Semenanjung Melayu.
Di samping
itu, ada juga bukti-bukti yang kurang pasti seperti misalnya di Arakan dan
Daratan Rendah Burma. Satu-satunya sumber informasi dan karena kelangkaan bahan
arkeologi dan epigraphy adalah nama-nama tempat dalam Niddesa dan
Geographicanya Ptolemy dan petunjuk-petunjuk dari sejarah dinasti China yang
berhubungan dengan negara-negara Asia Tenggara.
Funan merupakan
ucapan China modern dari dua suka kata yang dulu diucapkan B’iu-nam, nama
kerajaan pre-Khmer yang mereka ketahui, yang tempat aslinya sepanjang sungai
Mekong antara Chaudoc dan Phnom Penh. Ini bukan namanya sebenarnya, yang tidak
diketahui, tetapi gelar yang dipakai oleh raja-rajanya.
Ibu kota
Funan selama beberapa waktu bernam Vyadhapura, “Kota Pemburu” yang terletak di
dekat bukit Ba Phonm dan dsa Banam di provindi Prei Veng di Kamboja sekarang.
Pelabuhan Oc-Eo menjadi pusat penggalian para arkeoligi Perancis sekarang yang
merupakan pusat pertama bagi pedagang-peagang asing yang mungkin terjadi pada
abad 1 Masehi. Negeri itu terpotong oleh terusan-terusan yang tidak terhitung
jumlahnya yang memungkinkan orang-orang China berpergian berlayar menyeberangi
Funan dalam perjalanannya menuju Semenanjung Melayu. Pada waktu itu, Funan
terlatak pada jalan raya lautan antara China dan Inda, rakyatnya adalah orang
Indonesia yang pada awal sejarahnya merupakan negara suku bangsa.
Petunjuk
pertama dari orang China mengenai kerajaan itu datang dari buah pena K’ang T’ai
yang bersama-sama dengan Chu-ying dikirim kesana pada pertengahan abad III
sebagai utusan. Ia menceritakan sejarah pendirian kerajaan itu oleh Kaundinya
yang namanya disalim dalam huruf China Hun-t’ien. Menurut catatannya, raja ini
adalah orang asing, yang datang dari suatu tempat yang mngkin India,
Semenanjung Melayu atau bahkan pulau-pulau di Selatan.
Hubungan-hubungan
dengan China diperkuat dengan sebuah misi, masih tetap rapat selama
pemerintahan Fan Hsun yang berlangsung pada tahun 287. Chin History menyebutkan
serentetatn misi daripadanya meliputi kurun waktu 268-287. Namun hubungan baik
itu bukan tidak ada variasinya, karena beliau membuat persekutuan dengan Fan
Hsiung yang naik tahta Lin-yi (Champa) pada tahun 270 dan harus mengikuti
persekutuannya dalam perang 10 tahun melawan Chiao-chi (Tongking).
Keluhan
gubernur Tongking bukanyang tertua menyebutkan Lin-yi dalam buku-buku sejarah
China. Antara tahun 220-230 sebuah misi dikirimkan oleh salah seorang keturunan
Kieu-lien ke Gubernur Kwangtung dan Tongking. Dalam catatn inilah untuk pertama
kali muncul nama-nama Lin-yi dan Funan.
Dari
negara yang terkena pengaruh India tertua di Semananjung Melayu yang
disebut-sebut oleh orang China, beberapa dianataranya mungkin disamakan dengan
daerah-daerah taklukan yang dikaitkan dengan Fan Shih-man dari Funan.
Daerah-daerah itu dapat ditentukan lokasinya: Lang-ya-siu, Tan-mei-liu dan
T’iu-ku-li. Yang pertama mudah di kenal yaitu Langkasuka dalam babad Melayu dan
Jawa. Daerah itu membentang menyeberangi Semenanjung dari Teluk Siam ke Teluk
Bangala dan menguasai salah satu lintasan darat yang pendek.
Babakan Kedua Pengaruh India
Dalam mencatat penerimaan upeti dari seorang Raja
Funan bernama Chan-t’an, orang China melukiskannya sebagai orang Hindu.
Chan-t’an adalah salinan huruf China dari Chandan, gelar raja-raja dari kerajan
Kushana keturunan Kanishka, yang pada pertengahan abad III telah menjalin
hubungan dengan Funan. Sejak itu teori yang diajukan bahwa raja ini mungkin
seorang pendeta dari kerajaan itu yang lari ke Funan karena penaklukan India
Utara oleh Samudragupta raja dinasti Gupta.
Penaklukan berurutan banyak ke India Selatan oleh raja
ini menghasilkan penyerahan kedaulatan Pallawa dari raja-raja bawahannya dan
menyebabkan kekacauan besar yang memudahkan untuk mengambarkan pelarian
putra-putra mahkota, Brahmana dan Pendeta mencari rumah-rumah baru menyeberang
laut dipulau-pulau di mana pengaruh India telah ada. Ini mungkin menyangkut
pengaruh Pallawa yang kuat yang terdapat di Kamboja, Champa, dan Semenanjung
Melayu, seperti pada kenyataan bahwa inskripsi-inskripsi dalam zaman baru
memakai huruf Pallawa. Tetapi ini hanya dugaan.
Menurut Liang History salah seorang pengganti
Chandanadalah seorang Brahmana dari India bernama Kiao-chen-ju, yang karena
secara gaib pergi dan memerintahkan Funan. Menurut cerita ia diterima baik oleh
rkyat yang memilihna menjadi raja mereka. Kemudin merubah semua aturan-aturan
sesuai dengan metoda-metoda India. Namanya diduga terjemahan China dari nama
Kaundinya dan dengan demikian cega yang memerintah atas clan asli Funan,
dibawah pemerintahannya pengaruh India cenderung menjadi lemah dengan adany
hubungan dari kebudayaan setempat.
Raja terbesar dalm sejarah Funan selanjutnya adalah
Jayavarman, yang mangkat pda tahun 514 dan tahun mulai pemerintahannya tidak
diketahui. Beliau mengirim saudagar-saudagar untuk berdagang di Canton. Dalam
perjalanannya kembali mereka karam di pantai Champa dan seorang pendeta,
Nagasena, yang bersama mereka berhasil kembali ke ibu kota di pedalaman. Dalam
tahun 484 Jayavarman mengrimna ke China untuk mint bantuan melawan Lin-yi
tetapi ditolak. Surat Jayavarman kepada kaisar China menunjukkan bahwa agama
resmi Funan adalah Siva dan Budhisme diperaktekan juga.
Cerita ini ada dalam Southern Ch’i History yang juga
berisi catatan kerajaan seperti zaman Jayavarman. Ini sebuah gambaran tentang
rakyat pengaruh lautan, yang menyangkut barang dagangan dan rampasan dan
senantiasa menjarah tetangga-tetangganya. Raja bersemayam di istana yang
atapnya bertingkat-tingkat, sedang rumah
rakyat di bangun atas onggokan dan atapnya dari daun bambu. Rakyat melindungi
tempat tinggalnya dengan pagar kayu. Pakaian nasionalnya sepotong kain yang
diikatkan di pinggang. Olahraga nasionalnya ialah sabungan ayam dan adu babi.
Hukuman adalah berupa siksaan. Raja naik gajah dalam mengadakan pemeriksaan
umum.
Naskah berikutnya, Liang History menambahkan bukan
hanya raja tetapi seluruh keluarga raja sampai selir naik gajah. Dewa langit di
puja. Ini diwujudkan dalam patung tembaga, beberpa yang dengan muka dua dan
empat tangan, yang lain dengan empat wajah dan delapan tangan. Ini jelas
menunjukkan pemujaan Ilarihara. Mayat diperlakukan dengan empat cara: dengan melemparkan
ke arus sungai, membakarnya, mengubur dalam lubang parit dan dengan
menyajikanya pada burung-burung.
Pada kesempatan penerimaan suatu utusandari Jayavarman
dalam tahun 503, istana Kaisar mengakui kebesaranny dengan memberikan gelar
“Jenderal Pendamai di Selatan, Raja Funan”. Permaisuri yang tertua dan seeorang
putra bernama Gunavarman masing-masing meninggalkan satu dalam bahasa
Sanskerta, keduana menunjukkan aliran Vaisnava. Di Thap-muoi di Pleine des
Joncs putr mahkota memperingati berdirinya sebuah tempat suci yang berisi jejak
kaki Wishnu yang disebut Chakratir-thasvamin. Ini mengingatkan kita pada tempat
suci Punawarman di Jawa dengan jejak kaki yang dihubungkan dengan jejak kaki
Vishnu.
Rudravarman yang menggantikan ayahnya Jayavarman tahun
514 dilukiskan dalam Liang History perampas mahkota, dilahirkan dari selir yang
pada waktu ayahya meninggal membunuh pewaris tahta resmi,mungkin Gunavarman.
Ketika beliau meninggal, mungkin sekitar tahun 550, sebuah gerakan terjadi di
tengah daerah Mekong dibawah pimpinan dua bersaudara, Bhavavarman dan
Chitrasena, dalam keadaan yang misterius ini kekuasaan Funan jatuh.
Funan adalah kekuatan besar pertama dalam sejarah Asia
Tenggara seperti Romawi dalam sejarah Eropa, prestisenya hidup lama setelah
kejatuhanna. Tradisinya terutama pemujaan gunung suci dan putri Naga diterima
oleh Raja-raja Khmer di Kamboja.
Bhadravarman telah mendirikan tempat sucinya yang
pertama di daerah Mison dan mengabadikannya bagi Siva-Bhadresvara. Hubungan
yang sedemikian antara nama pendiri kerajaan dengan nama Siva menjadi adat yang
terbesar luas selanjutnya di negara-negara di mana tradisi Siva tentang
kerajaan menang. Sebuah prasati bukit karang Bhadravarman menarik perhatian
secara khusus karena berisi contoh tertua teks yang terdapat dalam bahasa
Indonesia. Prassti ini menunnjukan bahwa agama istana adalah Siva, dewa Siva
diwujudkan dengan sebatang lingga, yang merupakan contoh tertua di Asia Tenggara.
Prasati Sanskerta Champa yang tertua di temukam
sebelum prasati Sanskerta di Semenanjung Melayu, Jawa dan Kalimantan, telah
memberikan beberap keterangan bukti yang berasal pada IV. Kemudian ditemukan
lagi sebuah lempengan batu berwarna disatu puing rumah bata yang mungkin
merupakan kamar pendeta Budha di daerah dekat bukit Meriam di Keddah.
Kaliamantan menunjukan bukti-bukti pengaruh India di
tujuh prasasti yang di temukan di Kesultanan Kutai di bagian timur pulau itu di
suatu tempt suci yang upacara agamanya belum dapat dijelaskan secara pasti.
Pasasti itu dikatakan kira-kira tahun 400 dan keluar dari Raja Mulawarman yang
menyebut kakeknya bernama Kuduga dan ayahnya bernama Asvavarman.
Prasati tertua di Jawa datang dari pedalaman Jakarta
ibu kota Indonesia di kaki gunung dekat Bogor. Tiga prasati bukit bertahun
kira-kira 450 telah ditemukan. Yang keempat termasuk dalam kurun waktu yang
sama ditemukan di sebelah timur Tanjung Periok pelabuhan Jakarta. Penulisnya
Raja Purnawarman dan Taruma yang melaksanakan upacara-upacara Brahman dan
menunkukan pekerjaan irrigasi yang mula-mula sekali diketahui di Jawa. Dua prasasti
iyu memuat jejak kaki, satu jejak kaki gajah. Beliau digambarkan sebagai
panglima perang besar dan ini tanda biasa bagi ssebuah daerah yang diduduki
setelah ditaklukan.
Pengaruh India Dan Tiongkok
Tentang masuknya pengaruh dari India, kita baru
mendapatkan buktinya juga dari permulaan tarikh masehi, tapi catatan di India yang
dapat dibaca didalam salah satu dari kedua efos besar yaitu Ramayana,
menunjukkan penyebutan salah satu wilayah Asia Tenggara yaitu Swarna Dwipa dan Jawa Dwipa. Kalau sumber ini
benarkita ikuti, maka berarti Asia Tenggara terutama Indonesia telah dikenal
dan dicatatkan di India pada abad IV SM. Kalau ini benar, hubungan kedua
wilayah ini telah ada paling lambat pada abad VI SM.
Hubungan dagang anatar Asia dengan luar pada abad I
dan II Masehi merupakan masa perluasan. Perluasan ini menambah pengetahuan Ilmu
Bumi terutama mengenai nagara-negara yang secara langsung atau tidak langsung
mengikuti aktifitas dagang itu.
Bukti-bukti yang lansung menunjukkan tentang
penyebaran pengaruh India di Asia Tenggara ini pada abad IV samapi abad I
Masehi sangat jarang. Berita dari Tiongkok yang merupakan bukti tak langsung
menyebut sebagai Negeri di Kamboja yang telah mendapat pengaruh India pada abad
I Msehi adalah Funan yang dikatakan didirikan oeh seorang pendeta Kausynya.
Bukti-bukti berupa prasasti menunjukkan sifat yang
berbeda dalam suasana Kultus Siwa disamping Budhisme. Kultus Wisnu baru
ditemukan buktinya pada abad V. Termasuk kedalam bukti-bukti yang tergolong
dalam kelompok yang tertua adalah prasasti Vocanh yang merupakan prasasti Budha
yang berbahasa Sanskerta dari Kamboja. Dari Champa juga sebuah prasati bahasa
Sansekerta juga dari abad IV dari raja Badra Varman dan menunjukkan pemujaan
kepada Siwa.
Terlepas dari isi yang terkandung dan dikatakan oleh
masing-masing prasasti itu, maka prasasti dapatlah kita pakai sebagai bahan
untuk menceritakan dan menggunakan jalan lintas serta lululintas perdagangan
serta pelayaran dagang pada waktu itu.
Perkenalan yang terjadi antara para kepala dengan pedagang-pedagang serta pada
waktunya dengan kebudayaan India adalah kemudian dikuti oleh suatu kebutuhan
baru pada para kepala dan rakyatnya. Maka tuntutan kebutuhan yang baru itu
mengharuskan mempelajari kebudayaan bari dan hal ini adalah menjadi sebab untuk
belajar pada kaum Brahmana Hindu dan Padri Budha. Dengan cara yang demikian
maka masuklah kebudayaan Hindu itu dan tertanam serta berpenagruh didalam
kehidupan serta struktur kemasyarakatan Asia Tengara terutama dalam bidang
bahasa dan sastra pada waktu permulaan.
Di bidang bahasa terlihat prasasti dan buku-buku sastra terdapat pemakaian kata-kata Sangskerta untuk dipakai dalam hal kata asli tidak ada atau untuk menjaga formula ayat suci keagamaan tidak terganggu kesuciannya. Begitu juga pemakaian aksara dalam prasasti-prasasti memberi petunjuk tambahan untuk daerah yang dihubungi di India. Dalam hal ini penting kedudukan Chola dan Pallawa pada lima abad I terikh Masehi.
Berdasarkan faktor-faktor historis yang dapat
dikumpulkan di atas, dapatlah direkontruksikan situasi pemasukan pengaruh India
ke Asia Tenggara pada waktu permulaan itu. Jelas kelihatan bahwa pada waktu
yang hampir bersamaan seluruh Asia Tenggara mendapat pengaruh itu.
Pengaruh ini bersumber dari India Selatan, tapi akibat perbedaan kebutuhan setempat. Misalnya maka hasil yang diproduksi berbeda sesuai dengan kebutuhan dan kesanggupan setempat kontak dan perkenalan pertama adalah melalui perdagangan yang kemudian oleh para kepala dan rakyat setampat dipergunakan untuk menambah kemajuannya. Jalan dagang tersebut adalah pulang pergi menghubungkan India Selatan, Muang Thai, Semenanjung Melayu, Indonesia, Kamboja, Champa, Tiongkok. Apabila diadakan kalkulasi tentang pengaruh India di Asia Tenggara maka ditarik kesimpulan bahwa pengaruh-pengaruh tesebut dibidang-bidang tulisan, perkayaan bahasa dengan memakai kata-kata Sangskerta, agama Hindu dan agama Budha, nithologi Hindu, beberapa tehnik kesenian, konsepsi kerajaan dan undang-undang.
Kesimpulan
Sejauh apa yang telah dibahas tentang pengaruh
kebudayaan India di Asia Tenggara ini adalah kesimpulan yang dapat kita ambil
bahwa Kebudayaan Austronesia tidak
mungkin berkembang sendiri di wilayah Asia Tenggara, karena kawasan tersebut
menjadi arena pertemuan dua kebudayaan besar Asia yang telah lama berkembang,
kedua kebudayaan itu adalah India dan China.
Sebelum dipakai nama Asia Tenggara, tidak sedikit
istilah atau nama yang digunakan untuk menggambarkan kawasan maupun kawasan
yang kini disebut Asia Tenggara. Nama Asia Tenggara itu merupakan istilah yang
relatif baru, artinya dikenal dan diakui secara internasional sejak Perang
Pasifik. Meskipun ada upaya untuk mengganti nama Asia Tenggara dan istilah
lain, kenyataannya dunia internasional tetap memakai nama tersebut.
Sebagaimana yang telah kita ketahui bahwa kebudayaan
India pernah masuk dan berkembang di Asia Tenggara, yaitu dengan adanya agama
Hindu dan agama Budha yang dianut oleh sebagian penduduk Asia Tenggara. Dan
kedua agama ini menjadi pintu gerbang untuk mengkaji dimulainya zaman sejarah
bagi negara-negara di Asia Tenggara.
Di awal tarikh Masehi, dalam periode protosejarah,
dapat dipastikan banyak pelaut dan niagawan dari China dan India saling
berkunjung. Para pelaut tersebut sudah pasti melalui laut, selat, dan
pantai-pantai Asia Tenggara. Pada masa itulah terjadi interaksi antara para
pelaut China dan India dengan penduduk Asia Tenggara yang merupakan bangsa
besar Austronesia yang telah mengalami diasporanya.
Masuknya kebudayaan India di Asia Tenggara melalui
jalur perairan dan darat yaitu dengan melalui jalur perdagangan. Sehingga
kemudian kebudayaan India diorganisir oleh penduduk Asia Tenggara sehingga
menciptakan sebuah kebudayaan dalam bentuk yang baru. Namun tidak semua
masyarakat Asia Tenggara meniru kebudayaan India, tetapi sebagiannya lagi tetap
bertahan dan mewarisi tradisi yang telah ada.
Apabila diperhatikan secara saksama, maka banyak
bangsa Asia Tenggara yang pada awal tarikh Masehi justru menerima kebudayaan
India. Penduduk di wilayah Jawa, Sumatera, Bali, Semenanjung Melayu, Tumasik
(Singapura), Thailand, Khmer, Champa, Myanmar yang menerima aspek-aspek budaya
India. Adapun Laos dan Vietnam banyak dipengaruhi oleh budaya China, walaupun
pengaruh kebudayaan India meninggalkan pula jejaknya walau sedikit di
Laos dan Vietnam.
Pengaruh kebudayaan India di Asia Tenggara maka dapat
ditarik kesimpulan bahwa pengaruh-pengaruh tesebut dibidang-bidang
tulisan-tulisan, perkayaan bahasa dengan memakai kata-kata Sangskerta, agama
Hindu dan agama Budha, mithologi Hindu, pemujan kepada arwah,
prasasti-prasasti, beberapa tehnik kesenian, konsepsi kerajaan, undang-undang,
pemakaian nama atau bahasa Sanskerta dan pemakaian gelar-gelar oleh Raja.
Sumber
D. G. L, Hall. Sejarah Asia Tenggara.
Surabaya: Penerbitan Usaha Nasional – Surabaya - Indonesia.
Drs. M. Arifin Gapi. Diktat Kuliah, Sejarah
Asia Tenggara. Banda Aceh: Fakultas Keguruan Dan Ilmu Pendidikan
Universitas Syiah Kuala Darussalam-Banda Aceh.
Banyaknya Candi dan perkampungan India di Indonesia dan Asia Tenggara membuktikan pengaruh kebudayaan dan komunitas India di Indonesia dan Asia Tenggara
BalasHapusternyata banyak terpengaruh oleh budaya india yah
BalasHapusjadwal adzan