Aceh kaya dengan kisah yang melegenda, kisah rakyat banyak
yang belum tertulis dan atau diketahui secara meluas. Dalam kisah kisah yang
dituturkan oleh rakyat umumnya sarat makna sebagai cerminan filosofi kehidupan
mereka. Demikian juga halnya dengan asal usul negeri Tamiang dan bagaimana
perseteruan antara Raja dengan pasukan Maja Pahit dan terkoneksi dengan kabar
Putri Raja yang jelita, akankah menjadi pertimbangan spesifik dari pasukan
Gajah Mada, itulah hal terusik dari menelusuri legenda ini.
Tamiang pada awalnya merupakan satu kerajaan yang pernah
mencapai puncak kejayaan dibawah pimpinan seorang Raja Muda Setia yang
memerintah selama tahun 1330 – 1366 M. Pada masa kerajaan tersebut wilayah Tamiang
dibatasi oleh daerah-daerah: Sungai Raya/Selat Malaka di bagian Utara. Besitang
di bagian Selatan. Selat Malaka di bagian Timur. Gunung Segama (gunung Bendahara/Wilhelmina
Gebergte) di bagian Barat.
Asal usul Tamiang
“Tamiang” adalah sebuah nama yang berdasarkan legenda dan
data sejarah berasal dari “Te – Miyang” yang berarti tidak kena gatal atau
kebal gatal dari miang bambu. Hal tersebut berhubungan dengan cerita sejarah
tentang Raja Tamiang yang bernama Pucook Sulooh, ketika masih bayi ditemui dalam
rumpun bambu Betong (istilah Tamiang bulooh) dan Raja ketika itu bernama
Tamiang Pehok lalu mengambil bayi tersebut. Setelah dewasa dinobatkan menjadi
Raja Tamiang dengan gelar Pucook Sulooh Raja Te – Miyang, yang artinya seorang
raja yang ditemukan di rumpun rebong, tetapi tidak kena gatal atau kebal gatal.
Sumber lain, mengapa dikatakan- Tamiang- karena raja pertama
tersebut memiliki pipi yang sebelah hitam yang disebabkan oleh miyang bambu
(rumpun bambu yang gatal). Jadi “Tam” berarti hitam dan “Miyang” berarti rumpun
bambu. Maka dijadikanlah sejarah nama daerah tersebut dengan nama “Tamiang”.
Tidak ada yang tahu secara pasti kapan Raja Muda Setia
mangkat (meninggal). Alkisah menceritakan, ketika musuh memasuki wilayah
kerajaan. Raja sedang asyik bermain cantur dengan istrinya. Tidak lama dari
itu, burung beo selaku hewan kesayangan Raja menginformasikan bahwa ada pihak
musuh yang mendekat. Berhubung Raja merasa sudah memperkuat barisan pertahanan
pintu masuk, maka sedikitpun tidak ada kecemasan mengingat laporan apapun belum
didengar dari para pasukan terpercayanya. Sehingga perkataan seekor hewan
diacuhkan kendatipun sang istri telah mengingatkan.
Melalui tokoh hebat pada masa itu, musuh masuk melalui jalur
yang tidak disangka-sangka. Yakni jalur rimba yang tak mungkin dilalui oleh
orang sembarangan. Mereka melakukan perjalanan menggunakan perahu yang berjalan
didaratan. Tampak perahu yang mendekat pada istana membuat jalan yang
dilintasinya terbelah dan berubah menjadi sungai. Mungkin inilah asal mula sungai
Tamiang khususnya yang berhaluan di Desa Benua Raja.
Dengan memasukkan istrinya ke dalam kendi kecil seukuran
kantung. Raja Muda Setia beserta Permaisuri Potuan Suri Meuru Meligai dan
beberapa pengawal berhasil menyelamatkan diri berlayar kearah hulu sungai di
kaki Gunung Senggama dengan menggunakan daun keladi sebagai perahu yang juga
melaju didaratan. Tapak keladi itu menjadi anak sungai yang menjadi bukti nyata
bahwa sang Raja memang berada didaerah tersebut.
Putri Raja yang
Jelita dan Madja Pahit
Raja Tamiang memiliki seorang putri yang sangat cantik
permai. Dialah yang bernama Potuan Putri Meuga Gema yang lebih dikenal dengan
Putri Rindu Bulan. Pesona kecantikannya mampu membuat siapa saja lupa akan
indahnya rembulan. Sehingga wajarlah jika julukan Lindung Bulan melekat
padanya. Dikemudian hari nama itu dinobatkan menjadi SMU Negeri 1 Kejuruan Muda
dengan nama SMU Lindung Bulan yang terletak di Kampung Durian Kecamatan Rantau
Aceh Tamiang.
Putri Rindu Bulan yang dikabarkan akan ditunangkan dengan pangeran
kerajaan Perlak menjadi sorotan raja-raja dibeberapa kerajaan untuk
mempersunting tak terkecuali Patih kerajaan Maja Pahit yang dikenal dengan
sumpah palapanya, Gadjah Mada. Menurut lisan leluhur, sebab umum pasukan Maja
Pahit yang memasuki kawasan Aceh Tamiang dikarenakan panglima tersebut hendak
mempersatukan Nusantara hingga rela tak mengkonsumsi buah kelapa. Namun dibalik
itu ternyata sebab khususnya adalah karena lelaki yang dipercaya sebagai
pemersatu bangsa itu terpikat atas keindahan dan kecantikan putri bungsu Raja
Muda Setia yaitu Putri Lindung Bulan untuk dijadikan hadiah bagi sang raja,
Prabu Hayam Wuruk.
Alkisah disuatu masa setelah Gadjah mada mengucapkan Sumpah
Palapa untuk menyatukan Nusantara, maka Gadjah Mada beserta pasukan kerajaan
Maja pahit yang jumlahnya ribuan menyerbu raja-raja yang berkisar kepulauan
Jawa. Setelah puas dengan kemenangannya maka Madja Pahit segera menyebar ke
kawasan pulau Sumatera dan pulau-pulau lainnya, saat itu hampir keseluruhan
pulau Sumatra dikuasai oleh Kerajaan Aceh Darussalam, yang menaungi
kerajaan-kerajaan kecil lainnya.
Satu persatu kerjaan dari Palembang, Padang tumbang
dihancurkan dan ditaklukkan oleh sang Panglima Gadjah Mada. Suatu hari tibalah
pertarungan oleh Pasukan kerjaan Maja Pahit dengan Pasukan Kesultanan Deli,
namun Kesultanan Deli tidak mampu bertahan lama dan akhirnya juga takluk.
Pasukan Gajah Mada terus menjelajah, selanjutnya penyerangan
itu berlanjut ke Tamiang dengan berpangkalan di daerah Manyak Payet.
Penyerangan berawal ketika Putri Bungsu Lindung Bulan yang kecantikannya luar
biasa itu tersiar ketelinga Patih Gajah Mada. Karena pinangan itu ditolak oleh
Raja Muda Sedia, Gajah Mada merasa tersinggung lalu menyerang Karajaan Benua
Tamiang.
Untuk mengantisipasi hal tersebut, maka dikirimlah seorang
utusan ke kuta radja untuk meminta bantuan bala tentara. Sultan Aceh menyetujui
mobilisasi pasukan khas didampingi oleh 7 panglima perang yang kononnya punya
ilmu kebal. Selang bebarapa minggu berhadapanlah pasukan Gadjah Mada dengan
pasukan Kerajaan Aceh yang dipimpin oleh Panglima Hantom Manoe. Hantom Manoe
bukanlah nama aslinya, melainkan nama yang diambil dari kata “Hana Mano” sebab
panglima tersebut dilarang mandi guna menjaga kekebalan tubuhnya.
Perang berkecamuk dengan hebatnya selama tujuh hari tujuh
malam, dan akhirnya Gadjah Mada terbunuh ditikam oleh panglima Kerjaaan Aceh.
Dan pasukan kerajaan Maja Pahit mundur teratur untuk balik ke kampungnya dan
meratapi kesedihan akibat kekalahan. Untuk mengenang kemenangan Kerajaan Aceh terhadap
pasukan Gadjah Mada dari kerajaan Maja Pahit tersebut, maka kampung/lokasi
tempat pertempuran di daerah Aceh Tamiang tersebut dinamakan menjadi kampung
Manyak Pahit, adobsi dari nama kerajaan Maja Pahit. Kampung ini sampai sekarang
masih ada di Aceh Tamiang tidak jauh dari kampung Pahlawan kecamatan Karang
Baru.
Maja Pahit diambil dari buah maja yang pahit, namun oleh
panglima Kerajaan Aceh kawasan tersebut dipelesetkan menjadi Manyak Pahet, yang
artinya anak kecil yang pahit. Mungkin cuma untuk menunjukkan bahawa Gadjah
Mada dan pasukannya terhenti di Kawasan ini, ataupun mungkin karena dialek
orang Aceh yang kesusahan untuk mengucakan kata-kata Maja Pahit secara fasih
dan akhirnya menjadi Manyak Pahet.
Pada cerita rakyat pada umumnya, Gadjah mada menghilang
karena menuju Nirwana (terbang kesurga akibat bertapa dan menjadi dewa) namun
hal tersebut menurut pengalaman lisan leluhur Aceh Tamiang; merupakan kedok
dari pasukan Gadjah Mada untuk menjaga moral dan nama baik agar tetap tinggi dan
tidak malu akibat gagalnya Gadjah Mada memenuhi sumpah Palapa.
Tentang kebenaran cerita tersebut, siapa yang tahu jika tidak
dilakukan penelitian sejarah secara lebih lanjut. Namun mendengar nama Desa
Manyak Pahet dan hikayat cerita masyarakat disekitara kawasan sekiranya memang
hal tersebut benar adanya. Namun sejarah Indonesia tidak pernah menceritakan
apapun tentang tewasnya Gajah Mada di Kerajaan Aceh Tamiang. Yang ada hanya
semangat dan sumpah palapa seorang patih Hayam Wuruk tersebut sebagai oknum yang
dianggap pemersatu Nusantara.
Mohon maaf jika ada kesalahan penceritaan, kesalahan
penyebutan nama dan sebagainnya. Mungkin legenda ini bisa dijadikan objek
kajian para sejarawan atau pihak terkait untuk mengobservasi lebih lanjut akan
kebenaran cerita sehingga memberi banyak pengetahuan dan kemasalahatan bagi
orang banyak.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar