28 November 2013

Sumatra, Siapa Punya? “Seruan Kepada Bangsa-Bangsa Sumatera Ke-1”

Dr. Tengku Hasan M. Di Tiro,
Stockholm, 1 Febuari, 1991

Bismillahi arrahman arrahim.

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Ucapan ini saya tujukan kepada Saudara-saudara saya bangsa Sumatera, dari Acheh sampai ke Lampung, dari Sabang sampai ke Bangka dan Belitung. Perjumpaan kita hari ini bermakna: Saya sudah datang untuk mengunjungi Saudara-saudara sekalian, dan masing-masing, dimana saja Saudara-saudara berada: di rumah, di kantor, di pasar, atas Tanah ibu Sumatera, atau di perantauan. Mengapa saya lakukan ini? Sebab saya menghargai dan memuliakan Saudara-saudara saya se-Sumatera: setiap anak Sumatera mempunyai berat yang menentukan dalam neraca saya. Saudara-saudara bukan hanya satu angka yang tidak berarti apa-apa dalam statistik, sebagaimana dibuat oleh perampok-perampok Jawa selama 46 tahun yang akhir-akhir ini, yakni sejak tahun 1945. Dalam statistik mereka, kita semua akhirnya jatuh dalam keranjang sampah minoriti yang tetap, walaupun kita berjumlah 25 juta jiwa. Kita yang hidup atas Tanah kita sendiri, tetapi dinamakan minoriti dari satu bangsa lain, yang hidup di pulau atau negeri lain, di seberang lautan, yang tidak ada hubungan apa-apa dengan kita. Bangsa Jawa tidak ada hak untuk memerintah di pulau Sumatera, walaupun mereka lebih banyak dari kita, sebagaimana bangsa Cina tidak ada hak untuk memerintah bangsa-bangsa lain di Asia, walaupun mereka berjumlah lebih 1000 juta jiwa. Hak kita untuk merdeka sendiri di Sumatera adalah mutlak, tidak ada sangkut-pautnya dengan bangsa Jawa. Mereka tidak boleh meminoriti-kan kita diatas Tanah ibu kita sendiri, Sumatera. Dalam sistem demokrasi, konsep minoriti itu diterima dengan syarat bahwa minoriti itu dapat menjadi majoriti sesewaktu dan dengan pasti-pasti. Tetapi dibawah penjajahan Jawa yang bernama Indonesia, ini tidak bisa terjadi sebab bangsa Jawa mahu menjadi majoriti yang tetap selama-lamanya. Mereka memakai nama demokrasi hanya untuk propaganda dan penipuan politik semata-mata.

Pada hari 4 Desember, 1976, 15 tahun yang lalu, saya sudah menyatakan kepada dunia bahwa Acheh mahu merdeka kembali sebagai sediakala: bahwa penjajahan bandit-bandit Jawa dari Jakarta yang sudah terjadi selama 46 tahun yang akhir-akhir ini tidak dapat menghapuskan Sejarah Negara Acheh Merdeka yang sudah lebih 1000 tahun itu, dan diakui oleh dunia! 46 tahun penjajahan bandit-bandit Jawa tidak mungkin dapat menghapuskan 1000 tahun Sejarah Acheh Merdeka! Dan Sejarah Acheh Merdeka sama dengan Sejarah Sumatera Mardeka!


Sejarah Acheh Merdeka tidak dapat dihapuskan lagi sebab sejarah ini sudah berurat dan sudah berakar sampai ke hati bumi! Ini ditangan saya ada satu dokumen yang diterbitkan dalam surat kabar Inggeris, The Times (London), pada tanggal 28 Januari, 1991, tiga hari yang lalu. Dokumen ini diteken oleh 4 orang anggota Parlemen Inggeris yang terkemuka, yaitu Lord Avebury, anggota House of Lords, Majlis Tinggi Parlemen Inggeris. beliau adalah Ketua Badan Urusan Hak-hak Manusia dari Parlemen Inggeris. Kemudian dokumen ini ditandatangni pula oleh Sir Bernard Braine, Wakil Ketua I dari pada Badan Urusan Hak Manusia Parlemen Inggeris itu; kemudian diteken oleh Mr. Tony Lioyd, Wakil Ketua II dari Badan Parlemen itu; dan oleh Mr. Anthony Coombs, Sekretaris Jenderal dari Badan Parlemen itu. Dokumen rasmi ini menghukum perbuatan-perbuatan kejam yang dilakukan oleh bandit-bandit Jawa, Joko Pramono dan kakitangannya terhadap bangsa Acheh sekarang ini. Dan dalam dokumen ini dikatakan:

In view of long history of friendship between Britain and Acheh - including a Treaty of ‘Permanent Peace, Friendship and Defensive Alliance’ in 1819 - before the territory was invaded by the Dutch in 1873, it would be fitting if we invited the United Nations Human Rights Commission to review the available evidence... Artinya: Mengingat kepada sejarah persahabatan yang lama sekali antara Inggeris dan Acheh - termasuk adanya satu Perjanjian Persahabatan yang kekal dan Persekutuan Pertahanan tahun 1819 - sebelum Acheh diserang oleh Belanda di tahun 1873, maka adalah satu hal yang patut sekali bagi kita untuk mengundang Badan Urusan Hak Manusia dari Perserikatan Bangsa Bangsa (United Nations Human Rights Commission) untuk memasukkan perkara kekejaman Jawa di Acheh dalam acara sidangnya bulan ini di Geneva dengan menimbang bukti-bukti yang telah ada pada kita... Surat rasmi ini dikeluarkan dari Istana Westminster, pada 18 Januari, 1991.

Ini membuktikan bahwa sebenarnyalah bahwa kedudukan Acheh sebagai satu bangsa yang merdeka dan berdaulat tidaklah pernah dilupakan dunia. Dan sejak kita nyatakan kembali Acheh Merdeka, maka kedudukan Acheh di Dunia Internasional sudah kita kembalikan sebagai sediakala. Sekarang saja kita sudah mendapat satu kekuasaan besar (Kerajaan Inggeris) untuk menjadi pembuka-pintu bagi kita masuk langsung ke Sidang Human Rights Commision dari Perserikatan Bangsa Bangsa. Dari sini hanya satu langkah lagi untuk membuat PBB campur tangan dalam soal pembubaran kolonialisme Jawa di Acheh atau Sumatera, misalnya dengan mengadakan pemilihan, dibawah pengawasan PBB. Apakah bangsa Acheh-Sumatera mahu merdeka atau mahu tetap menjadi jajahan Jawa? Kita akan ambil langkah ini kalau kita anggap waktunya sudah tiba. Yang sudah terang-benderang sekarang ialah bahwa bandit-bandit Jawa tidak dapat lagi menguasai politik dan hubungan luar negeri Acheh. Usaha Angkatan Acheh-Sumatera Merdeka untuk mengembalikan kedudukan lama Acheh di Dunia Internasional sudah berhasil dengan gilang-gemilang, dan tidak dapat disangkal lagi walaupun oleh bandit-bandit Jawa!

Penjajahan bandit-bandit Jawa di Sumatera sudah dilakukan secara illegal, tidak sah. Menurut Hukum International, sah atau tidaknya sesuatu wilayah masuk ke sesuatu negara bergantung pada bagaimana asal mulanya wilayah itu menjadi bagian dari negara itu: kalau melalui jalan yang sah, maka sah; kalau melalui jalan yang tidak sah, maka wilayah itu tidak sah menjadi bagian dari negara itu. Maka yang wajib kita tanya sekarang ini: apakah negara penjajah indonesia-Jawa memperoleh Sumatera secara legal? Mungkin Saudara-saudara sudah tahu bahwa Sumatera telah jatuh menjadi satu bagian dari indonesia-Jawa pada tanggal 27 Desember, 1949. Tetapi menurut Hukum Internasional, Belanda tidak mempunyai kedaulatan atas Sumatera. Maka bagaimana Belanda boleh memberikannya kepada indonesia-Jawa apa yang Belanda sendiri tidak punya? Yang kedua, juga menurut Hukum Internasional, negara-nagara penjajah tidak mempunyai hak untuk menyerahkan kedaulatan atas tanah jajahan kepada negara lain. Jadi Belanda tidak mempunyai hak untuk menyerahkan kedaulatan atas Sumatera kepada indonesia-Jawa. Teranglah sudah apa yang dilakukan oleh Belanda dan indonesia-Jawa adalah 200 % illegal. Sebab itu negara penjajahan indonesia-Jawa tidak mempunyai hak yang sah di pulau Sumatera: negara penjajah indonesia-Jawa adalah illegal disini! Sumatera telah jatuh ke tangan mereka tidak menurut Hukum International!

Atas pertanyaan: Sumatera, Siapa Punya? - hanya ada satu jawaban yang tegas, terang, dan tidak samar-samar lagi, - yaitu kepunyaan kita bangsa Sumatera sendiri, dari Acheh sampai ke Lampung, dari Sabang ke Bangka dan Belitung! Bandit-bandit Jawa: Suharto, Sudomo, Sutrisno, Pramono, Murdani, Prawiro, Wiranto, dan lain sebagainya, tidak mempunyai hak untuk datang ke Sumatera kalau tidak meminta izin masuk dari Saudara-saudara lebih dahulu; apalagi kalau mereka datang untuk memerintah ke Sumatera; ini membuat mereka, dengan serta-merta menjadi penjahat internasional sebab perbuatan pergi memerintah-ke-seberang-lautan bermakna menjajah, dan sipenjajah sekarang dinamakan dalam istilah Hukum Internasional sebagai International Criminals (Penjahat Internasional), dimana kita bangsa Sumatera, yang berdaulat dan yang dipertuan di Sumatera, berhak menghukum mereka. Hak bersama (collective rights) yang paling penting dari sesuatu bangsa ialah Hak Daulat atas Tanah Ibu dan Bapanya, yang tidak boleh diganggu-gugat oleh bangsa-bangsa lain dari seberang lautan. Hak Daulat kita bangsa Sumatera atas pulau Sumatera tidak boleh diganggu-gugat oleh bangsa Jawa dari seberang lautan. Hak kita atas Tanah Ibu dan Tanah Bapa ini dilindungi dan dijamin oleh Hukum Internasional dengan tujuh buah Ketentuan hukum:

Pertama, Ketentuan Hukum Tanah (Jus Soli) yang memelihara hak seseorang atau sesuatu bangsa atas Tanah Tumpah Darahnya. Inilah satu hak dasar yang penting sekali, yang tidak boleh diikut sertakan orang atau bangsa lain yang tidak memenuhi syarat-syarat ketentuan ini. Ini bermakna bahwa di Sumatera hanya kita bangsa Sumatera asli yang mempunyai Hak Tanah ini. Bangsa Jawa tidak mempunyai hak ini di Sumatera. Inilah pagar hukum yang pertama, yang melindungi Hak Saudara-saudara atas Tanah Ibu Sumatera. Bangsa Jawa tidak boleh masuk kemari lalu menuntut hak yang sama dengan kita, apalagi untuk bertindak sebagai pemerintah terhadap kita.

Kedua, Ketentuan Hukum Internasional yang disebut Jus Sanguinis (Hukum Darah) yang mengatakan bahwa hanya mereka yang berdarah Sumatera dalam badannya mempunyai Hak Tanah atas pulau Sumatera. Hak Darah ini memperkuat Hak Tanah yang baru saya sebut tadi.

Ketiga, Ketentuan Hukum Internasioanal perkara Hak Daulat (Sovereignty). Di Sumatera, yang mempunyai kedaulatan ialah bangsa Sumatera sendiri. Bangsa Jawa tidak boleh berdaulat di Sumatera. kalau mereka mengatakan bahwa mereka berdaulat di Sumatera, itu bermakna mereka sudah menjajah kita. Dan karena penjajahan adalah satu kejahatan, maka kita wajib mengusir mereka dari Tanah Sumatera.

Ke-empat, Ketentuan Hukum International yang melarang penjajahan (colonialism) dalam segala bentuk dan macamnya. Makna yang setegas-tegasnya tentang penjajahan ialah perbuatan sesuatu bangsa yang pergi memerintah bangsa lain di seberang laut: seperti apa yang dilakukan oleh bangsa Jawa atas bangsa Sumatera selama 46 tahun akhir-akhir ini, walaupun apa yang dipropagandakan oleh bandit-bandit Jawa itu! Penjajahan adalah satu kenyataan yang tidak dapat ditutup-tutup dengan propaganda atau penerangan.

Kelima, Ketentuan Hukum Internasioanal yang menjamin Hak Hukum Tersendiri (Separate Jurisdiction) kepada segala negeri terjajah supaya tidak ‘disatukan’ oleh sipenjajah, seperti Jawa membuat negara kesatuan-nya dari pulau-pulau yang dijajahnya. Ini memperlihatkan bahwa perbuatan bandit-bandit Jawa memasukkan Sumatera dalam negara kesatuan mereka adalah perbuatan illegal, yang melanggar Hak Hukum Tersendiri dari Sumatera.

Ke-enam, Ketentuan Hukum Intenasional yang menjamin Hak Menentukan Nasib Diri-Sendiri (Self-Determination) kepada bangsa-bangsa terjajah adalah satu jaminan lagi atas Hak Tanah dan Hak Darah mereka yang tidak boleh diperkosa oleh bangsa-bangsa lain dari seberang lautan. Hak ini adalah satu hak mutlak juga bagi kita bangsa Sumatera.

Ke-tujuh, Ketentuan Hukum Internatioanal yang mengakui Hak bangsa-bangsa terjajah untuk berperang melawan bangsa penjajahnya (the legality of liberation struggle). Tegasnya kita bangsa Sumatera mempunyai hak penuh untuk melawan sipenjajah Jawa yang sudah menggantikan Belanda sebagai penjajah atas bumi Sumatera.

Ketujuh Ketentuan Hukum Internasional ini sudah lebih dari cukup untuk memelihara Hak Tanah, Hak Darah, Hak Daulat, Hak Berdiri-Sendiri, Hak Terpisah, Hak Merdeka dan Hak Berperang dari segala bangsa untuk mengawal kemerdekaannya - termasuk kita bangsa Sumatera, asalkan kita bersikap dan bertindak menurut ketentuan-ketentuan ini. Tetapi ketentuan-ketentuan hukum ini, seperti semua ketentuan hukum yang lain, tidaklah bekerja dengan sendirinya. Kita yang punya Tanah, yang punya Darah, yang punya Daulat, yang wajib menegakkan Ketentuan-ketentuan Hukum Internasional ini. Kita telah diberikan Tujuh Lapis Pagar, yang dapat memelihara Hak kita atas Tanah Ibu Sumatera. Tetapi alangkah ganjilnya: walaupun telah ada Tujuh Lapis Pagar ini, babi-babi Jawa masih dapat masuk ke kebun kita Sumatera dan memakan segala hasilnya!

Sebenarnya Sumatera sudah wajib merdeka 46 tahun yang lalu, sewaktu Belanda sudah pergi. Demikianlah Ketentuan-ketentuan Hukum Internasional dan Aturan-aturan Perserikatan Bangsa Bangsa. Ada pemimpin-pemimpin Sumatera yang mengatahui hal ini dan telah berusaha mendirikan Negara Sumatera Merdeka di tahun 1945 dan di tahun-tahun sesudahnya. Mereka itu ialah Dr. Tengku Mansur dari Medan dan Tuan Abdul Malik dari Palembang. Mereka adalah putera-putera Sumatera yang tahu siapa diri mereka, apa Kepentingan Nasional Sumatera mereka, dan menghormati diri dan nenek-moyang mereka. Mereka menolak menerima perintah dari bandit-bandit Jawa, dari seberang lautan, sebab mereka tahu menerima perintah dari seberang lautan itulah penjajahan! Mereka tidak membenarkan pergantian penjajahan Belanda dengan penjajahan bandit-bandit Jawa atas bumi Sumatera! Mereka mau Sumatera Merdeka! Hari ini kita ratapi mereka itu! Hari ini saya nyatakan kedua patriot Sumatera itu sebagai Pahlawan Nasional Sumatera!

Ada lagi satu golongan pengkhianat-pengkhianat Sumatera yang tidak boleh kita lupakan. Sebab kalau kita lupakan, maka mereka akan dapat menggagalkan perjuangan kemerdekaan kita sekali lagi, kali ini. Mereka itu ialah orang-orang Sumatera yang sudah pindah ke Jawa dan menjadi kaki-tangan, kuda-beban, jongos, maupun pesuruh bandit-bandit Jawa: mereka sudah lama menjual murah Kepentingan Nasional Sumatera dan Tanah Ibu kita kepada bandit-bandit Jawa, untuk kepentingan pribadi mereka sendiri, asal diberi sedikit gadji atau jabatan-jabatan Menteri boneka yang tidak berkuasa apa-apa. Untuk itu mereka bersedia membenarkan penjajahan bandit-bandit Jawa terhadap bangsa dan negeri mereka. Kebanyakan mereka mengidap penyakit identity crisis dan inferiority complex. Tandai mereka ini, kenali mereka, dan jangan lagi terpengaruh dengan perkataan dan tulisan mereka!

Bangsa-bangsa, pulau-pulau, benua-benua, adalah kenyataan-kenyataan alam, bikinan Tuhan, yang tidak dapat dibuat-buat atau dibikin-bikin oleh manusia. Berpegang teguhlah pada kenyataan-kenyataan ini, dan pada kebenaran-kenenaran yang lain: sebab di indonesia-Jawa kenyataan dan kebenaran bisa ditiadakan dengan propaganda; pulau-pulau dan bangsa-bangsa bisa dihilangkan dengan tukar nama. Tuhan telah membuat pulau Sumatera dan bangsa Sumatera untuk menduduki dan memilikinya dan mempusakakannya kepada anak cucu mereka. Demikian juga Tuhan telah membuat pulau Jawa, dan bangsa Jawa atas pulau itu. Ini adalah kenyataan dan kebenaran. Bangsa Jawa harus menerima kenyataan dan kebenaran ini, juga, mereka tidak boleh pergi ke Sumatera merampas Tanah kita. Untuk menjamin keadilan dan kebenaran inilah maka dalam Hukum Internasional telah dibuat 7 buah Ketentuan Hukum untuk menjaga Hak setiap bangsa atas Tanahnya: supaya satu bangsa tidak dapat merampas tanah bangsa lain; untuk itulah maka telah diadakan 7 Ketentuan Hukum - 7 lapis pagar! - untuk menjaga Hak bangsa-bangsa atas Tanah Ibu mereka: ketujuh Ketentuan Hukum Internasioanl itulah: Jus Soli, Jus Sanguinis, Sovereignty, Separate Jurisdiction, Self-Determination, No-to-Colonialism, Right to Liberation.

Tetapi apa yang sudah terjadi dan sedang terus terjadi terhadap kita bangsa Sumatera, di pulau Sumatera? Bandit-bandit Jawa: Suharto, Murdani, Sutrisno, Sudomo, Pramono, Wiranto, dan lain sebgainya sudah merangkak masuk ke Tanah Pusaka kita Sumatera, dengan meloncat ke 7 pagar Hukum Internasional itu, dengan pistol ditangan, mereka mengancam kita untuk menukar nama bangsa kita, untuk menukar nama Tanah kita, dari bangsa Sumatera menjadi satu bangsa lain yang diada-adakan oleh mereka, yaitu dari bangsa Sumatera menjadi bangsa pulau Hindu (itulah makna kata-kata “Indonesia dari bahasa Yunani), dan siapa yang tidak mahu maka mereka menembak mati bangsa kita seketika itu juga! Yang mereka lakukan atas kita ini adalah perampokan ditengah hari! Kalau kita mau menurut perintah dari penyamun-penyamun Jawa ini, yakni menukar nama kita dari bangsa Sumatera menjadi bangsa pura-pura indonesia, maka berarti pada detik itu juga kita sudah menghapuskan diri kita sebagai bangsa Sumatera (sebagai Tuhan telah menciptakan kita!); sudah melenyapkan Hak kita atas pulau Sumatera; sudah melemparkan ke dasar laut Hak milik kita atas pulau Emas; sudah membatalkan sendiri ke 7 Ketentuan Hukum Internasioanal yang menjamin Hak Bangsa Sumatera itu. Dalam dunia ini tidak ada satu hakpun dapat berdiri atau selamat, kalau bangsa yang mempunyai Hak itu tidak mau mempertahankan Haknya.

Seluruh kehidupan manusia dan kehidupan bangsa-bangsa adalah perselisihan mengenai ‘ukuran’ dan ‘timbangan’ dan ‘siapa yang patut memegang timbangan’ itu, didalam setiap negeri, dikalangan setiap bangsa. Bangsa-bangsa yang membiarkan ‘neraca’-nya dipegang oleh bangsa asing yang datang dari seberang lautan, bangsa itu akan mampus sebagai satu bangsa. Bangsa-bangsa yang mahu hidup, tetapi tidak mahu berselisih, tidak mau bertengkar, tidak mahu berkelahi, tidak mahu berperang dalam perkara ‘ukuran’ dan ‘timbangan’nya dan dalam perkara menentukan ‘siapa yang berhak memegang neraca’ di negerinya, maka bangsa itu akan hilang lenyap dari permukaan bumi. Sebab itu setiap bangsa merdeka haruslah bersedia berperang dalam menentukan perkara-perkara ukuran timbangan dan penimbang ini.

Apa sebenarnya yang wajib kita lakukan di Sumatera atas bandit-bandit Jawa penjajah ini? Kita wajib mengusir mereka dari bumi Sumatera dalam detik ini juga! Bandit-bandit Jawa ini adalah orang-orang bodoh, tidak berpendidikan, tidak berperadaban; mereka tidak pandai memerintah: mereka hanya tahu merampok dan membunuh. Mereka tidak berhak memegang ‘ukuran’, ‘timbangan’ dan ‘neraca’ kita di Sumatera. Mereka tidak mempunyai kesanggupan dalam hal-hal semacam ini, sebab korupsi adalah bahagian yang tidak dapat dipisah-pisahkan dari kebudayaan dan peradaban mereka. Ahli falsafah Jerman, Friedrich Nietzsche, selalu memperingatkan kita bahwa: sangatlah berbahaya apabila sesuatu golongan memperoleh kekuasaan politik, padahal mereka ini tidak mempunyai nilai peradaban yang benar-benar lebih tinggi dari golongan lain yang diperintahnya ... maka kekuasaan politik di tangan mereka ini akan menjadi penindasan yang paling kejam dan diluar peri-kemanusiaan. (Political superiority without any real human superiority is most harmful...any slackening of cultural tasks would turn this power into the most revolting tyranny.)

Inilah yang sedang terjadi di Tanah Ibu kita Sumatera dibawah penjajah bandit-bandit Jawa yang tidak mempunyai peradaban ini. Kita wajib mengusir mereka dari persada Tanah Ibu kita sekarang juga! Orang Sumatera yang tidak berani berbuat begitu berarti hilang Haknya atas pulau Emas ini! Karena banyak sekali orang-orang Sumatera yang sudah menjadi beginilah maka sekarang Emas kita sudah menjadi borg atau modal Bank-Bank Jawa sebagai rekening atau account dari bandit-bandit Jawa: Suharto, Murdani, Sudomo, Sutowo, Sutrisno, dan lain sebagainya.

Selama ini bandit-bandit Jawa bergantung hampir 100% pada kita bangsa Sumatera untuk melakukan penjajahannya. Inilah penjajahan yang kita biayai sendiri dengan uang Sumatera, dan dengan bantuan tenaga boneka-boneka Sumatera-nya. Bandit-bandit Jawa tidak akan pernah berhasil mendirikan penjajahan mereka di Sumatera dengan tidak ada kerja sama dari kaki-tangan mereka yang terdiri dari bangsa Sumatera. Sebab itu sebegitu lekas kita dapat memberi kesadaran kepada bangsa Sumatera perkara Kepentingan Nasioanal Sumatera-nya sendiri, sebegitu lekas kita dapat menghancurkan penjajahan bandit-bandit Jawa di pulau kita. Sebenarnya imperialisme Jawa ini adalah satu imperialisme yang paling lemah di dunia. Ia adalah imperialisme orang-orang bodoh dan miskin yang mustahil dapat dipertahankan oleh mereka apabila bangsa Sumatera sudah terbuka kembali matanya, sudah bangun dari tidurnya, dan sudah sadar kembali kepada Kepentingan Nasional Sumatera-nya. Imperialisme Jawa sudah didirikan atas dasar penipuan umum didalam negeri dan di luar negeri dengan meniadakan bangsa Acheh-Sumatera dan lain-lain, dan dengan meniadakan ke 7 buah Ketentuan Hukum Internasional mengenai Hak bangsa-bangsa untuk merdeka atas tanah pusaka mereka masing-masing. Bila rahasia penipuan ini terbuka, di dalam dan di luar negeri, sebagaimana sudah mulai terjadi sekarang, maka imperialisme simiskin dan sipembual ini akan harus gulung tikar! Sebab itulah mereka takut sekali kepada apa yang ditulis dalam surat-surat kabar luar negeri mengenai kekejaman dan korupsi mereka, sebab isi surat-surat kabar luar negeri itu lambat-laun akan sampai juga ketelinga bangsa Sumatera dan bangsa-bangsa seberang lautan yang lain yang mereka jajah atas nama bangsa pura-pura ‘indonesia-Jawa.’

Sebenarnya imperialisme bandit-bandit Jawa ini begitu lemahnya, sehingga kita bisa mengusirnya dari Sumatera dengan gesture saja, nyakni dengan memberi ‘isyarah’ saja. Camkan ini: seluruh dunia tahu bahwa di pulau Jawa tidak ada apa-apa. Apa yang dimahui oleh bangsa-bangsa dunia adalah kekayaan Sumatera. Orang-orang luar negeri datang ke Jawa adalah sebab Sumatera: sebab Saudara-saudara di Sumatera sudah memberi kesan kepada dunia luar bahwa Saudara-saudara benar-benar memandang bandit-bandit Jawa di Jakarta itu sebagai pemerintah-pusat-mu, sebagai yang dipertuan-mu, yang kamu ta’ati! Sebegitu lekas Saudara-saudara bagi tahu kepada dunia luar, bahwa Saudara-saudara tidak mau lagi menerima perintah dari bandit-bandit itu, orang luar negeri tidak akan datang lagi ke Jawa, tetapi akan datang langsung ke Sumatera membuat urusan dengan kita! Dan hal ini bisa kita beritahukan kepada dunia luar dengan dua cara: baik dengan dentuman peluru, atau dengan berbisik saja ke telinga Diplomat-diplomat luar negeri. Saudara boleh memilih antara kedua jalan ini untuk mengusir bandit-bandit Jawa dari Tanah Ibu kita: kapan saja dan begitulah mudahnya!

Kedudukan bandit-bandit Jawa adalah dalam keadaan yang sukar sekali sekarang. Dimasa yang lampau mereka berhasil memegang menopoli hubungan luar negeri kita. Dimasa yang sudah hanya mereka saja yang pandai bergerak dalam lapangan yang menetukan segala-galanya ini: sebab di bagian dunia kita, politik luar negerilah yang menentukan politik dalam negeri! Sekarang monopoli mereka dalam urusan hubungan luar negeri sudah kita hancur-leburkan. Seperti mereka mempunyai perwakilan-perwakilan di luar negeri, kitapun, yakni Angkatan Acheh-Sumatera Merdeka juga mempunyai perwakilan luar negeri. Sekarang bandit-bandit Jawa tidak dapat lagi berbicara ‘atas nama’ kita di luar negeri, atau bertinak sebagai ‘juru bicara’ kita. Sebab kita tidak izinkan lagi mereka berbuat demikian: sebab kita sudah dapat berbicara dan berhubungan sendiri dengan dunia luar - kembali seperti di masa Acheh dan Sumatera masih merdeka. Sekarang bandit-bandit Jawa tidak dapat lagi menjual harta kekayaan Sumatera ke luar negeri dengan tidak kita ketahui, dan akan kita ambil kembali sesewaktu.

Bandit-bandit Jawa penjajah mengatakan bahwa masalah kemerdekaan Acheh-Sumatera adalah soal dalam negeri mereka. Bagaimana bodohnya mereka ini. Pulau Sumatera tiga kali lebih besar dari pulau Jawa: bagaimana ada jalan untuk memasukkan pulau Sumatera yang tiga kali lebih besar itu ke dalam pulau Jawa? Dan apakah mereka tidak tahu ke 7 Ketentuan Hukum Internasional, yang menyatakan mereka tidak berhak campur tangan dalam soal kemerdekaan Sumatera? Kalau mereka tidak tahu, maka kitalah yang wajib mengajar mereka yang kurang ajar ini.

Selama 46 tahun belakangan ini, yakni sejak tahun 1945, bandit-bandit Jawa sudah melakukan penipuan-penipuan politik yang luar biasa terhadap bangsa Sumatera yang belum mempunyai kesadaran politik itu sampai sekarang. Antara lain, pemalsuan sejarah: nama indonesia yang baru berumur 46 tahun, sekarang dipropagandakan seakan-akan sudah berumur beribu-ribu tahun, bahkan ada prehistory-nya. Bagaimana satu bangsa pura-pura, yang history-nyapun tidak ada, bisa ada ‘prehistory’nya? Propaganda ini dibuat oleh bandit-bandit Jawa untuk mempengaruhi orang-orangn Sumatera yang tidak tahu sejarah. Kedua, pemalsuan kenyataan: sudah kita tahu bahwa Tuhan-lah yang membuat pulau dan bangsa sebagaimana sudah dicipta-Nya pulau Sumatera dan bangsa Sumatera; pulau Jawa dan bangsa Jawa. Tetapi Tuhan tidak membuat pulau Indonesia dan tidak mencipta bangsa Indonesia di dunia ini. Ini hanya propaganda bandit-bandit Jawa belaka supaya mereka boleh datang ke Sumatera untuk merampok (menjajah) kita. Tetapi orang-orang Sumatera yang bodoh-bodoh, yang tidak tahu kepentingan ekonomi dan kepentingan politiknya sendiri menerima propaganda bandit-bandit Jawa ini. Ketiga, dengan propaganda lain yang bukan-bukan, yang kalau kita kupas dengan akal sehat akan ternyata kepalsuannya dengan terang-benderang. Misalnya propaganda mereka tentang sumpah pemuda yang konon telah membuat bangsa indonesia mereka. Pikirlah: sumpah pemuda tidak bisa membuat pulau dan tidak bisa membuat bangsa, sebab yang membuat pulau dan bangsa itu adalah Allah semata-mata. Sumpah itu hanyalah satu istilah hukum, yang mempunyai makna dan akibat yang pasti-pasti dan ada batas-batasnya. Sumpah hanya mengikat mereka yang bersumpah saja dan bukan orang lain, apalagi seluruh bangsa. Sumpah itu ada yang legal dan ada yang tidak legal, ada yang boleh dan ada yang tidak boleh. Semua bergantung pada apa isi sumpah itu: apa yang disumpahkan. Kalau ada pemuda-pemuda yang bersumpah untuk membuat pulau Sumatera (yang mana adalah harta pusaka bangsa Sumatera) untuk menjadi milik bangsa Jawa dari seberang lautan, maka sumpah pemuda itu adalah hukumnya illegal, haram, bersifat kejahatan (criminal). Itu artinya sumpah untuk merampok harta orang lain. Pikirlah. Itulah hakikat dan akibat dari sumpah pemuda yang diagung-agungkan tersebut. Kalau ada pemuda-pemuda Sumatera yang turut membuat sumpah itu, maka ia sudah menjadi pengkhianat kepada bangsanya sendiri: sebab telah menjual Tanah Ibunya kepada bangsa asing dari seberang lautan. Disamping itu wajib kita bertanya pula: apakah pemuda-pemuda tersebut mendapat mandat (surat kuasa) dari kita bangsa Sumatera untuk membuat sumpah bodoh dan haram itu atas nama kita? Siapakah yang sudah memilih mereka? Kita tahu: tidak ada yang memilih mereka. Sebab itu, sumpah pemuda itu tidak dapat dijadikan sebagai dasar politik negara sebagaimana dipropagandakan oleh bandit-bandit Jawa. sebenarnya dalam apa yang disebut ‘sumpah pemuda’ itu terlibat satu komplot Jawa untuk menghancurkan Hak Tanah(Jus Soli) dari bangsa Sumatera atas pulau Sumatera; untuk menghancurkan Hak Darah (Jus Sanguinis) dari bangsa Sumatera atas pulau Sumatera; untuk menghilangkan Hak Daulat (Sovereignty) bangsa Sumatera atas pulau Sumatera; dan untuk memberikan pulau Sumatera kepada bangsa Jawa.

Maka dari sudut Hukum sumpah pemuda ini adalah illegal, haram, sebab dalam sumpah ini terlibat pencurian tanah dan perampasan kekayaan bangsa Sumatera oleh pemuda-pemuda Jawa. Pemuda-pemuda Sumatera yang turut serta dalam sumpah yang terang-terangan merugikan kepentingan nasional mereka itu, sadar atau tidak mereka sudah berkhianat. Patutkah satu sumpah haram, illegal, dan bodoh ini diterima sebagai dasar kebangsaan Indonesia? Sudah terang tidak patut! Selain dari pada itu, sumpah pemuda ini juga melanggar ketujuh Ketentuan Hukum Internasional yang melindungi Hak bangsa Sumatera atas tanah yang telah dikurniai Allah kepada mereka.

Disamping melanggar Hukum Internasional, dan Kepentingan Nasional Sumatera, sumpah pemuda itu juga melanggar Hukum Pusaka dan Hukum Harta Benda dalam Islam, sebab membenarkan perampasan harta pusaka dari berjuta-juta bangsa Sumatera dan memindahkannya secara tidak sah ke tangan bangsa Jawa, Firman Allah dalam Quran:

Wala takkulu amwalakum bainakum bilbathili watudlu biha ilalHukkami litak kulu fariqam min amwalinnasi bil-ithmi wa-antum ta’lamun.(Al-Baqarah: 188.)

Janganlah kamu memakan harta sesamamu diantara kamu dengan tidak adil, dan memakai pemerintah untuk merampas harta manusia secara haram dan kamu tahu. (surat Al-Baqarah: 188.)

Sebab itu sumpah pemuda yang dimaksud itu adalah illegal, haram, dan satu kejahatan sebab ia merampas hak milik dan hak pusaka bangsa Sumatera dengan tidak adil, untuk memberikannya kepada bangsa Jawa dari seberang lautan.

Apakah yang sudah dilakukan oleh bandit-bandit Jawa atas Tanah Ibu kita Sumatera dari tahun 1945 sampai sekarang ini (1991): sudah masuk 46 tahun? Sudahlah terang-benderang bahwa bangsa Jawa sudah mengambil pulau Sumatera secara haram, illegal. Dan sejak itu mereka sudah mendirikan pemerintahan dengan pembunuhan sampai hari ini. Kita tidak boleh lupa bahwa yang pertama sekali dilakukan oleh bandit-bandit Jawa ini, sebegitu lekas mereka berhasil merebut Sumatera di tahun 1945, ialah membunuh semua Sultan-Sultan kita di Sumatera: seperti Sultan Langkat, Sultan Asahan, Sultan Deli, Sultan Siak, Sultan Serdang, Sultan Panai, Sultan Kutei, dan lain-lain. Dengan membunuh semua Sultan-Sultan kita, mereka sudah memenggal Kepala Sumatera! Sebab Sultan-Sultan kita adalah lambang kemuliaan bangsa Sumatera! Kita punya prestige symbols! Selama Sultan-Sultan kita masih ada di Sumatera, maka bandit-bandit Jawa tidak dapat membuat bangsa Sumatera menyembah kepada mereka. Itulah sebabnya mengapa bandit-bandit Jawa telah membunuh Sultan-Sultan Sumatera. Oleh bandit-bandit Jawa telah dipropagandakan bahwa Sultan-Sultan kita di Sumatera sudah terbunuh sebab adanya ‘revolusi sosial’ di indonesia. Tetapi Sultan-Sultan kita tidaklah dibunuh oleh rakyat Sumatera melainkan oleh bandit-bandit Jawa transmigrants yang keluar dari kebun-kebun karet di sekitar Medan atau Sumatera, atas perintah dari pemimpin-pemimpin mereka dari Jawa. Jika benar ada ‘revolusi sosial’ di indonesia, mengapa Sultan-Sultan Jawa tidak dibunuh juga? Memang Sultan Jogya, Sultan Solo, dan lain tidak dibunuh? Hanya Sultan-Sultan kita di Sumatera yang dibunuh. Bukan Sultan-Sultan saja, tetapi juga semua kaum keluarga: ini berarti semua orang-orang terpelajar dan yang paling terkemuka di kalangan bangsa Sumatera!

Pemerintahan dengan pembunuhan ini masih terus dijalankan oleh bandit-bandit Jawa sampai hari ini: Saudara-saudara tahu apa yang sedang mereka lakukan di Acheh sekarang ini. Tetapi kita tidak takut kepada bandit-bandit Jawa ini: kita akan berikan hukuman yang setimpal kepada mereka atas segala pembunuhan yang telah mereka lakukan di Sumatera sejak tahun 1945: dari pembunuhan atas Sultan-Sultan sampai kepada pembunuhan atas Pemimpin-pemimpin Acheh Merdeka!

Saya memanggil semua patriot-patriot Sumatera, semua Ninik-Mamak di Minangkabau, Ketua-ketua Marga di Tapanuli, Tengku-Tengaku di Sumatera Timur, Pangeran-Pangeran di Sumatera Selatan, dan pemuda-pemuda di seluruh Sumatera supaya bangun serentak, sekarang, susun pemerintahan sendiri di wilayah masing-masing. Pemerintah yang Saudara-saudara dirikan itulah Pemerintahan yang sah, sebab pemerintah bandit-bandit Jawa dan kaki-tangan mereka tidak sah di bumi kita Sumatera. Saudara-saudaralah yang berdaulat disini bukan bandit-bandit Jawa Suharto, Murdani, Sudomo, Sutrisno, Wiranto, maupun Jawa lainnya. Jangan lagi menerima ‘perintah’ dari seberang lautan: sebab itulah yang bernama penjajahan! Kalau pemerintahan setempat oleh bangsa Sumatera, untuk bangsa Sumatera sudah berdiri, maka kita akan mempersatukan diri dalam satu Gabungan Negara-negara Sumatera atau Confederation of Sumatran States (Konfederasi Sumatera Merdeka) dengan memakai sistem negara Swiss. Lakukan di wilayah Saudara-saudara apa yang sudah dilakukan oleh saudara-saudaramu di Acheh. Jika Saudara-saudara sudah bergerak dan memerlukan bantuan, saya akan mengirim Tentara kita dari Acheh untuk membantu Saudara-saudara. Pada akhir tahun ini kita akan adakan satu konferensi Sumatera di Switzerland untuk menulis dan mengesahkan Undang-Undang Dasar Confederasi Sumatera Merdeka. Sekarang waktunya sudah tiba untuk bertindak. Waktu untuk pidato-pidato saja sudah habis. Hanya mereka yang berani bertindak - men of action - yang akan mendapat undangan hadir ke Conferensi Confederasi Sumatera Merdeka di Geneva akhir tahun ini.

Kalau Saudara-saudara perlukan kertas kerja (working papers) sebagai pedoman bagaimana kita akan atur Konfederasi Sumatera Merdeka nanti, maka saya anjurkan Saudara-saudara mempelajari buku saya yang berjudul: Demokrasi Untuk Indonesia, yang sudah saya tulis di tahun 1956, 35 tahun yang silam. Apa yang saya katakan kepada Saudara-saudara sekarang sudah saya katakan dan sudah saya tulis sejak 35 tahun yang lalu dengan terang. Ini semua adalah kebenaran yang disembunyi-sembunyikan oleh bandit-bandit Jawa selama 46 tahun ini, untuk memungkinkan penjajahan mereka. Tetapi kebenaran yang disembunyikan akan menjadi racun, yang akhirnya akan mematikan pihak-pihak yang menyembunyikan kebenaran-kebenaran itu sendiri. Satu lagi buku saya, yang saya anjurkan Saudara-saudara baca ialah: Masa-depan Politik Dunia Melayu, yang saya tulis di tahun 1965, 20 tahun yang lalu. Ucapan Hang Tuah, Tak Melayu Hilang di Dunia, - berlaku di kedua belah pantai Selat Melaka. Hak pertuanan bangsa-bangsa Melayu juga berlaku di Sumatera. Bangsa Jawa bukanlah bangsa Melayu sebab adat, budaya, dan culture mereka bukanlah adat, budaya dan culture Melayu. Demikian juga bahasa Jawa bukanlah bahasa Melayu: ingat bahasa tanda bangsa!

Saya panggil semua Pemuda-pemuda Sumatera supaya berpegang tangan dengan Pemuda-pemuda Acheh Merdeka untuk memerdekakan Tanah Pusaka kita bersama dari cengkraman bandit-bandit Jawa dan kaki tangan mereka. Jangan hormati mereka itu lagi, sebab menghormati mereka berarti menunjang mereka! Menghormati mereka berarti menghina diri-sendiri!

Jangan lagi terima perintah dari seberang lautan! Pemerintah Pusat Sumatera tidak bisa di seberang lautan dan tidak bisa di pulau Jawa. Pemerintah Pusat Sumatera mesti terletak atas bumi Sumatera dan di bawah pimpinan bangsa Sumatera sendiri yang tidak menerima perintah dari seberang lautan!

Camkan. Saudara-saudaralah yang di-Pertuan di Sumatera, bukan bandit-bandit Jawa. Berikan Solidariteit kepada Saudara-saudaramu di Acheh yang sudah masuk dalam medan perang: segala bantuan yang Saudara-saudara perlukan akan datang dari Acheh.

Jangan lagi ada bangsa Sumatera yang membuat dirinya sebagai anjing Jawa!

Memerdekakan Sumatera dari penjajahan bandit-bandit Jawa sangat mudah, kalau kita bangsa Sumatera bersatu dan membantu satu sama lain. Kalau bersatu. kita dapat memerdekakan Sumatera tahun ini juga! Jangan dengar lagi orang-orang Sumatera yang telah pindah ke Jawa; yang masih menerima perintah dari bandit-bandit Jawa; yang masih membenarkan pulau Jawa sebagai pusat Sumatera!

Dengan menamakan dirinya bangsa Indonesia, orang Jawa menjadi kaya dengan dapat merampas kekayaan bangsa Sumatera; tetapi bagi bangsa Sumatera, dengan menerima nama indonesia, Saudara-saudara menjadi miskin, hina, dan hilang dalam dunia! Sadarlah kepada apa yang sudah terjadi. Kitalah yang dapat selamatkan pusaka kaya keturunan Sumatera yang akan datang dari cengkraman bandit-bandit Jawa. Inilah tanggung-jawab kita yang masih hidup sekarang kepada nenek-moyang yang sudah berpulang!


Wassalamu’alaikum Wr. Wb.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar