Saya berterima kasih banyak
atas sambutan hangat yang sudah saudara-saudara berikan di seluruh Sumatera
atas Seruan saya yang pertama, yang bernama “Sumatera Siapa Punya?” beberapa waktu yang lalu. Ini bermakna saya tidaklah “bertepuk sebelah tangan”! Hari ini saya ucapkan
selamat datang kepada Angkatan Riau Merdeka, Angkatan Jambi MerdekA dan Angkatan
Minang Merdeka kedalam barisan Sumatera Merdeka!
Hari ini saya datang untuk mengundang dan menjemput Saudara-saudara pulang ke Rumah Adat kita masing-masing, pusaka dari nenek-moyang, untuk menjadi Tuan lagi disana!
Hari ini saya datang untuk mengundang dan menjemput Saudara-saudara pulang ke Rumah Adat kita masing-masing, pusaka dari nenek-moyang, untuk menjadi Tuan lagi disana!
Sumatera
adalah Pulau Emas yang sudah diberikan kepada kita oleh Tuhan! Darah kita, darah-ibu-bapa,
dan darah nenek-moyang kita tertumpah disini waktu kelahiran dan waktu kematian
dalam mempertahankannya dari serangan penjahat-penjahat asing dari seberang
lautan yang ingin merampas Pulau Emas ini dari tangan kita: dahulu bangsa
Belanda; sekarang bangsa Jawa.
Disinilah
kuburan ibu-bapa, nenek-moyang, dan kawan-kawan kita yang setia - membuatnya
menjadi Tanah Suci bagi kita - yang wajib kita pertahankan dengan segala tenaga
dan jiwa sebagaimana telah mereka lakukan.
Jika
Saudara-saudara mau harta dan kekayaan maka tidak ada tanah yang lebih kaya di
dunia ini dari Tanah ibu kita. Belum lama berselang, semua kenderaan bermotor
di seluruh dunia rodanya berputar atas getah perca Sumatera. Sekarang roda
mesin ekonomi dan industri dunia digerakkan oleh gas dan minyak yang ada di
Sumatera menjadi sumber nomor satu di dunia.
Tetapi
harta pusaka kita ini sedang disikat dan dirampok habis-habisan oleh
bandit-bandit Jawa yang dipergunakan oleh bangsa-bangsa imperialis Barat, dari
dahulu sampai sekarang, sebagai serdadu upahan mereka untuk menguasai
sumber-sumber gas dan minyak tanah kita untuk dijual murah kepada mereka.
Bandit-bandit Jawa ini menamakan diri sebagai “pemerintah” terhadap kita sedang bangsa-bangsa imperialis Barat
memandang mereka hanya “sebagai gerombolan polisi untuk mencegah rakyat dari
berontak”
(“Seen
as a police force that would stop the people from rebelling” sebagai ditulis oleh Brian May, dalam bukunya The Indonesian Tragedy (London,
1978).
Menurut
perhitungan orang luar, dalam beberapa tahun akhir ini saja, bandit-bandit Jawa
mendapat 23,000 juta Dollar Amerika dari pencurian gas Acheh yakni: sebanyak 1
juta meter kubik setiap hari, belum terhitung harga minyak tanah se-Sumatera
yang dicuri 1½ juta baril setiap hari, tambah emas, perak, timah, dan lain
seterusnya. (Handelsblad, Amsterdam,
6 November, 1993). Ditahun yang lalu saja 368,000 hectare tanah
kayu-kayuan Sumatera ditanduskan oleh bandit-bandit Jawa dengan menjual
kayu-kayunya keluar negeri (Far
Eastern Economic review, 10 Mart, 1994).
Ini
menunjukkan betapa gentingnya keadaan. Tidak ada lagi waktu yang dapat di
buang-buang. Kita wajib bertindak sekarang untuk menyelamatkan apa yang dapat
kita selamatkan dari harta pusaka kita. Sebenarnya kita sudah terlambat, tetapi
belum terlambat sama sekali, kalau berbuat sekarang juga!
Kita
bangsa-bangsa Sumatera terlalu lambat belajar, terlalu lambat berpikir, terlalu
lambat bertindak yang akhirnya membawa kepada kehancuran kita sendiri, karena
gagal mempergunakan kesempatan-kesempatan yang tiba. Semua yang lambat adalah
bodoh; semua yang cepat itulah yang cerdik. Karena kita lambat ini, maka 17
kesempatan untuk merdeka sudah kita sia-siakan dan lepas dari tangan kita sejak
Perang Dunia kedua:
Ketika Belanda dikalahkan oleh Jepang pada tahun 1942 dan
Sumatera terlepas dari tangannya;
Ketika Jepang dikalahkan
oleh Amerika Serikat ditahun 1945 dan Sumatera lepas lagi dari tangannya;
Ketika Acheh sudah merdeka de facto antara tahun-tahun
1945-1950, yang seharusnya sudah meminta jadi anggota PBB dengan syarat-syarat
yang cukup 100% dan tidak ada sanggahan dari pihak manapun jua; Belanda sudah
resmi tidak berani kembali lagi, sedang bandit-bandit Jawa di Jakarta masih
belum dapat berdiri sendiri, mereka tegak berkat bantuan uang dan senjata dari
Acheh; bendera 'merah-putih' hanya berkibar di Acheh; seluruh pulau Jawa dan
'indonesia' mereka sudah duduki kembali oleh Belanda;
Ketika Belanda menyerahkan kedaulatan kepada Indonesia-Jawa
pada 27 Desember, 1949, seharusnya Sumatera sudah dikembalikan kepada kita
tetapi kita gagal menuntutnya karena kita didalangi oleh quisling-quisling
sebagai “pemimpin”;
Ketika Maluku Selatan menyatakan kemerdekaan dari
Indonesia-Jawa pada 25 April, 1950;
Ketika gerakan DI terjadi di Jawa antara tahun-tahun 1951 -
1956;
Ketika Malaysia mendapat kemerdekaan dari Inggeris pada 31
Agustus, 1957;
Ketika terjadi Gerakan PDRI melawan Sukarno ditahun-tahun
1958-1960; Saya menganjurkan untuk menyatakan Sumatera Merdeka pada waktu itu
tetapi ditentang oleh quisling-quisling Sumatera yang jiwa mereka sudah
diperbudakkan oleh bandit-bandit Jawa;
Ketika Indonesia-Jawa menyerang Papua Barat pada tahun 1959;
Ketika terjadi 'Konfrontasi' antara Indonesia-Jawa dengan
Malaysia di tahun-tahun 1961-1965;
Ketika Singapura merdeka dari Malaysia pada 9 Augustus,
1965;
Ketika terjadi perebutan kuasa antara PKI dengan golongan
serdadu-serdadu upahan yang didalangi Suharto pada tahun 1965;
Ketika Indonesia-Jawa menyerang Timor Timur pada bulan
Desember, 1975;
Ketika Angkatan Acheh-Sumatera Merdeka menyatakan
kemerdekaan Acheh dari Indonesia-Jawa pada 4 Desember, 1976;
Ketika bangsa-bangsa Baltik, Estonia, Latvia, dan Lituania
menyatakan kemerdekaan dari Uni Soviet pada tahun 1991;
Ketika bangsa-bangsa dibawah penjajahan Uni Soviet, dari
Eropa Timur sampai ke Asia Tengah - dari Ukraina sampai ke Tadjikistan -
menyatakan kemerdekaan mereka di tahun 1992;
Ketika Yugoslavia - semacam “Indonesia” di benua Eropa - hancur
lebur pada tahun 1992 karena bangsa-bangsa yang dijajahnya selama ini: Bosnia,
Croatia, Slovenia, Macedonia memerdekakan diri dari penjajahan bangsa Serbia yang
menjajah mereka atas nama “Yugoslavia” sebagai bangsa Jawa menjajah kita atas nama “Indonesia”.
Semua kejadian-kejadian
politik yang diatas merupakan riak gelombang Sejarah yang mempunyai pengaruh
atas pendapat umum di dunia, yang akhirnya turut menetukan nasib sesuatu
bangsa: merdeka atau dijajah. Atas semua itu bangsa-bangsa Sumatera telah tidak
menghiraukan dan ketiduran dalam arti politik. Bangunlah! Kesempatan-kesempatan
itu masih akan datang lagi!
Kita
sudah terlalu lama membiarkan bandit-bandit Jawa memisahkan kita dari
perkembangan politik dan budaya dunia, sehingga kita seakan-akan hidup atas
planet yang lain, terpisah jauh dari perkembangan politik dan budaya dunia ini.
Hukum Internasional seakan-akan tidak berlaku disini, dan hak setiap bangsa
untuk merdeka seakan-akan tidak ada. Kita bukan saja sudah dipisahkan dari
masyarakat dunia internasional oleh bandit-bandit Jawa itu, tetapi kita telah
dapat dipisahkan pula dari satu sama lain! Hal ini tidak boleh kita biarkan
berlaku walaupun satu hari lagi!
Dibagian
dunia yang lain, yang sama luasnya dengan Indonesia seperti Amerika Tengah dan
Kepulauan Caribian, terdapat 31 buah negara-negara merdeka yaitu: Mexico, Cuba,
Haiti, Dominican Republic, Jamaica, Puerto Rico, Anguilla, Saint Kit-Nevis,
Antigua, Monserrat, Guadalupe, Dominica, Martinique, Saint Lucia, Saint
Vincent, Barbados, Grenada, Trinidad & Tobago, Surinam, Guyana, Venezuela,
Colombia, Ecuador, Panama, Costa Rica, Nicaragua, Honduras, El Salvador,
Belize, Bahamas dan Virgin Islands. Tiga puluh satu negara merdeka dan
berdaulat dalam satu wilayah yang lebih kecil dari Indonesia-jawa!
Diseluruh
dunia ini hanya masih ada satu negara penjajahan yang masih belum dibubarkan
dan masih diteruskan. Negara penjajahan ini didirikan dengan membunuh
nenek-moyang kita dan masih diteruskan oleh turunan upahan itu dengan membunuh
saudara-saudara kita. Tanah jajahan Belanda tidak pernah dibubarkan dan tidak
pernah dimerdekakan. Hanya namanya saja yang diganti, dari 'Nederlandsch Indie'
menjadi 'Indonesia' dan sipenjajah Belanda diganti dengan sipenjajah Jawa, yang
menjadi kaki-tangan Belanda dari dahulu sampai sekarang.
Tahukah
Saudara-saudara bagaimana maka Belanda dapat melakukan penjajahannya atas
negeri kita? Belanda hanya membawa 10% tentaranya dari negeri Belanda ke
Sumatera, sedang yang 90% lagi terdiri dari bangsa-bangsa Jawa, Sunda, Madura,
Ambon dan Menado. Bangsa-bangsa serdadu upahan ini, yang mencari makan sebagai
pembunuh kita dan mereka digaji oleh Belanda, yang akhirnya menamakan diri
mereka “bangsa
Indonesia”,
sesudah Belanda pergi, untuk dapat meneruskan negara penjajahannya yang
berpura-pura sebagai negara dari satu 'bangsa merdeka'.
Ketika
kita bangsa-bangsa Sumatera bersedia membuang nama baik bangsa-bangsa kita
sendiri, yang bersejarah, beradat, dan beradab itu, yang kita terima dari
nenek-moyang yang penuh kemuliaan, yang tidak pernah mengizinkan kita untuk
hidup sebagai serdadu pembunuh upahan, untuk terjun dalam kancah pergaulan
dibawah serdadu-serdadu upahan, pembunuh nenek-moyang kita sendiri, dalam satu
'mercenary society' alias 'Indonesia' itu, maka kita sudah menuju kehancuran
dan kebinasaan. Sebab kita sudah mendurhakai segala yang mulia yang kita terima
dalam darah kita!
Bagaimanakah kita dapat
mengharapkan hidup dengan ketinggian moral dan akhlak dibawah 'pimpinan'
serdadu-serdadu upahan dan pembunuh-pembunuh makan gaji? Bagaimana kita bisa
mengharapkan keadilan dengan pimpinan mereka yang hidup dari perkosaan dan
perampokan? Bagaimana kita bisa mangharapkan kejujuran dari bangsa-bangsa
serdadu upahan yang hidup mereka, dari nenek-moyang mereka, berdasarkan atas
ketiadaan rasa-keadilan dan korupsi? Dengan menamakan diri, dengan nama palsu “Indonesia”, kita bangsa-bangsa
Sumatera sudah menghina diri-sendiri dan nenek-moyang kita, yang berakibat
kehilangan kehormatan, kehilangan negeri, kehilangan kekayaan dan kehilangan
nyawa.
Sekarang penyakit dan
kejahatan bangsa-bangsa serdadu upahan itu sudah menular kepada bangsa-bangsa
Sumatera sehingga sudah banyak bangsa-bangsa Sumatera yang dengan tidak
malu-malu lagi telah terjun kedalam kancah kehidupan serdadu-serdadu upahan
Jawa, untuk membunuh bangsa-bangsa mereka sendiri di Sumatera atas perintah
bandit-bandit Jawa dan konco-konco mereka yang sudah saya sebut tadi. Hal ini
yang tak pernah dapat dilakukan oleh Belanda dahulu, tetapi sudah berhasil
dilakukan oleh bandit-bandit Jawa sekarang. Satu bukti bahwa moral dan akhlak
bangsa-bangsa Sumatera pun sudah mulai merosot. Ribuan pemuda-pemuda Sumatera
konon sudah menjadi serdadu upahan Jawa untuk membunuh sesama Sumatera sendiri.
Kita sudah melihat pasukan-pasukan Batak, Minang, Mandailing dikirim untuk
membunuh bangsa Acheh Merdeka; dan pasukan Acheh dikirim untuk “mengamankan’ wilayah-wilayah Sumatera
yang lain, dengan maksud mengadu-domba kita sesama kita, agar persatuan
bangsa-bangsa Sumatera tidak dapat terjalin lagi sehingga bangsa-bangsa
Sumatera tidak bersatu untuk melawan sipenjajahnya, Jawa.
Bagaimanakah
budaya atau culture dari bangsa serdadu upahan tersebut yang sudah
berhasil dimasukkan kedalam otak tiap-tiap bangsa di Sumatera?
Lewat
apa yang mereka namakan “pendidikan”
atau “sekolah-sekolah”
Indonesia-Jawa, yang sebenarnya bukanlah pendidikan tetapi hanya
"brain-washing" alias pembodohan, dan pemalsuan segala ilmu di dunia
untuk membuat orang-orang kita percaya kepada propaganda bandit-bandit Jawa.
Dalam sekolah-sekolah “Indonesia”, tinggi maupun rendah, tidak boleh diajarkan ilmu-ilmu yang
sesungguhnya, sebab semua ilmu akan membawa kepada kebenaran; dan tiap-tiap
yang membawa kepada kebenaran akan berbahaya kepada 'pemerintah' bandit-bandit
Jawa, sebab akan membuka mata bangsa-bangsa yang sudah mereka tipu dan jajah.
Yang bisa dijajah mereka hanyalah bangsa-bangsa yang diperbodohnya.
Sekolah-sekolah
'Indonesia' tidak boleh mengajar Ilmu Bumi (geography) yang
sesungguhnya, sebab itu akan memperlihatkan ketiadaan alasan dari konsep bodoh
'geography Indonesia' itu sendiri.
Sekolah-sekolah
“Indonesia” tidak boleh mengajar
Sejarah yang sebenarnya (history), sebab itu akan memperlihatkan kebohongan
'sejarah Indonesia' yang mereka karang selama ini.
Sekolah-sekolah
'Indonesia' tidak boleh mengajar Ilmu Hukum yang sesungguhnya, sebab itu akan
memperlihatkan bahwa 'Indonesia-Jawa' bukanlah negara yang berdasarkan hukum.
Sekolah-sekolah
'Indonesia' tidak boleh mengajar Ilmu Hukum Internasional, sebab itu akan
memperlihatkan bahwa 'Indonesia-Jawa' tidak mempunyai hak legal untuk
memerintah wilayah-wilayah luar Jawa, yang dijajahnya sekarang dengan kekerasan
senjata.
Sekolah-sekolah
“Indonesia” tidak bisa mengajar Ilmu
Politik (political science), sebab itu akan mengajar bangsa-bangsa yang
mereka jajah bagaimana menyusun pemerintah yang baik dan bagaimana mendirikan
negara demokrasi. Dan kalau bangsa-bangsa Kepulauan Melayu tahu ini maka “Indonesia-Jawa” tidak bisa berdiri lagi.
Sekolah-sekolah
“Indonesia” tidak bisa mengajar anthropology
atau sociology, sebab itu akan memperlihatkan kebohongan besar mereka,
yang telah mengada-ngadakan bangsa pura-pura “Indonesia” dan menamakan bangsa-bangsa yang mereka jajah sebagai “suku bangsa” mereka.
Ambillah
misalnya masalah demokrasi. Bandit-bandit Jawa sudah mempermain-mainkan kita
dengan kata-kata “demokrasi” itu, sudah lebih setengah abad lamanya untuk dapat
meneruskan penjajahan mereka atas kita. Demokrasi bermakna pemerintahan dengan
persetujuan dari mereka yang diperintahi. Kita bangsa-bangsa Sumatera tidak
pernah memberikan persetujuan kepada bandit-bandit Jawa yang kita kenalpun
tidak, untuk memerintah kita. Dan pemerintahan demokrasi untuk Sumatera wajib
berpusat atas bumi Sumatera sendiri dan sekali-kali tidak boleh berpusat di
seberang lautan! Apalagi di bawah tangan bandit-bandit Jawa dan serdadu-serdadu
upahan mereka, termasuk quisling-quisling dari Sumatera!
Apa
yang bandit-bandit Jawa ajarkan kepada kita hanyalah kebodohan. Tujuan “pendidikan” atau “sekolah-sekolah” “Indonesia-Jawa” ialah melakukan “cultural conditioning” terhadap bangsa-bangsa kita: membuat bangsa-bangsa kita
menerima perintah dari mereka; berpikiran kecil dan dangkal; tidak tahu
kedudukan kita di atas bumi ini; tidak tahu bagaimana membuat hubungan dengan
Dunia Internasional; penuh ketakutan dan hilang keberanian untuk melawan dan
menghukum mereka.
Pahamkan
kenyataan dan kebenaran sejarah ini: “Indonesia’ adalah satu merek dari bangsa-bangsa serdadu upahan
Belanda, bangsa tukang pukul dan tukang bunuh sebagai sumber kehidupan atau
pencaharian mereka. Bangsa-bangsa begini adalah bangsa-bangsa tidak bermoral
dan tidak berakhlak. Karena ada merekalah maka penjajahan Belanda telah
berhasil dilakukan atas Kepulauan Melayu ini. Kita bangsa-bangsa Sumatera yang
bermoral dan berakhlak, tidak mempunyai hubungan tanah, budaya, sejarah, dan
bahasa dengan mereka. Mereka malah telah mencuri bahasa kita untuk dapat menipu
bangsa-bangsa lain di Kepulauan Melayu, sebab bangsa-bangsa di Kepulauan Melayu
tidak ada yang mengerti bahasa Jawa atau Madura. Mereka telah merampok kekayaan
kita dan menjualnya ke seluruh dunia, dengan keuntungannya diambil oleh mereka
dan dibawa pulang ke pulau Jawa.
Inilah yang mereka
propagandakan sebagai “pembangunan”. Hanya bangsa-bangsa Sumatera yang sudah dihinggapi
penyakit urat-saraf saja yang dapat percaya kepada pendustaan-pendustaan
bandit-bandit Jawa ini.
Maka
adalah satu penghinaan kepada nenek-moyang kita; kepada diri kita sendiri,
malah penghinaan terhadap keturunan kita dimana mendatang, karena menamakan
diri kita sebagai “bangsa Indonesia”, bangsa yang sekarang sudah masyhur di seluruh dunia
sebagai bangsa penjahat dan pembunuh yang kejam serta tidak bermoral.
Seorang
pengarang Amerika yang mengenal Indonesia, Bill Dalton, telah menulis dalam bukunya, Indonesia Handbook (1977) bahwa “most
Indonesians have split personalitie” artinya: bagian yang besar
sekali dari orang-orang Indonesia itu mempunyai penyakit urat-saraf, setengah
gila, tidak yakin kepada diri mereka sendiri, berkepribadian yang retak, yang
penuh pertentangan dalam jiwa mereka, tidak mempunyai karakter, yang dalam
istilah ilmu jiwa (psychology) disebut penyakit jiwa Schizophrenia. Ini adalah
kenyataan-kenyataan yang kitapun dapat melihatnya.
Mengapakah
hal yang luar biasa ini telah terjadi?
Inilah
akibat yang langsung dari “pendidikan” Jawa terhadap bangsa-bangsa yang mereka jajah selama hampir
setengah abad ini.
Ada
tiga hari yang paling menentukan dalam kehidupan anak bangsa-bangsa di bawah
penjajahan bandit-bandit Jawa: selain hari lahir dan hari mati, hari yang lebih
mewarnai seluruh kehidupan mereka itu ialah hari mereka dibawa masuk ke “sekolah” Indonesia-Jawa untuk
menerima “pendidikan” Jawa.
Pada
hari lahirnya, setiap anak bangsa-bangsa Sumatera masing-masing disambut dengan
upacara budaya dan agama yang amat berkesan yang memberikan cap keaslian dan
kebenaran keperibadiannya (identity-nya) sebagai manusia yang berharga
dalam pengakuan ibu-bapanya dan masyarakat bangsa dan negerinya dengan tiada
keraguan sedikitpun jua.
Semua
kepastian ini hilang lenyap dan diganti dengan keragu-raguan dalam
segala-galanya dihari pertama anak bangsa-bangsa Sumatera dihantar masuk “sekolah” Indonesia-Jawa, untuk
menerima “pendidikan”. Hari masuk “sekolah Indonesia” itulah, hari yang na'as
sekali bagi kanak-kanak bangsa Sumatera, dimana segala pengalaman, pelajaran
dan kebudayaan yang sudah diperoleh selama masa tumbuh yang indah itu
dihacur-leburkan, ditiadakan, dan dikikis habis. Apa yang sudah mereka tahu
sebagai kebenaran dari ibu-bapa dan nenek mereka di rumah, mulai dikatakan oleh
sang guru sebagai tidak benar lagi: mereka dikatakan bukan lagi bangsa Acheh,
atau Melayu, atau Minang, Batak, Lampung, dan lain seterusnya, tetapi sudah menjadi
bangsa entah-berentah: “Indonesia”, yang tidak berketentuan asal-usulnya; semua nilai-nilai
sosial yang sudah mereka pahami selama ini menjadi tidak berharga lagi; dari
sekarang semua hal harus mendapat pengesahan dari pulau Jawa; gambar-gambar
kepala bandit-bandit Jawa, Suharto, Sutrisno, Wiranto, dan lain-lain mendapat
tempat yang paling terhomat sekali di dinding sekolah, suatu isyarah kepada
anak-anak Sumatera bahwa bandit-bandit Jawa itulah orang-orang yang besar di
dunia, yang harus menjadi teladan bagi mereka; mereka dipaksa menyanyi lagu “indonesia raya” yang setiap kata-katanya
adalah mutlak pembohongan dan kedustaan. Inilah yang disebut orang “cultural conditioning” - pemakaian culture
sebagai alat pengendalian tingkah laku manusia, supaya bangsa-bangsa terjajah
menjadi kebiasaan untuk menerima pertuanan bangsa Jawa. Mulai hari pertama
masuk sekolah Jawa, telah dikurangi penghormatan anak-anak kita kepada ibu-bapa
mereka sendiri, kepada bangsa mereka sendiri, dan kepada bahasa dan culture
mereka sendiri.
Penipuan
besar-besaran ini, walaupun tidak dapat dibantah oleh anak-anak kita, tetapi
mereka masih merasakannya dalam hati kecil mereka, dari kecintaan dan
kesayangan mereka kepada ibu-bapa. Apa yang sudah mereka hisap dengan jiwa,
perasaan, saraf, dan pikiran mereka selama mereka dibesarkan dan di buai,
tidaklah dapat dikikis habis dengan serta-merta oleh sipenjajah Jawa dan kaki
tangan mereka.
Keadaan
inilah yang menimbulkan pertentangan batin, yang biasanya kekal seumur hidup,
yang tanda-tandanya ialah keragu-raguan, ketidak-tentuan, ketakutan, kehilangan
character, yang akhirnya menyebabkan penyakit jiwa tercencang alias “split personality” atau schizophrenia, yang
meluas sekali dikalangan orang “Indonesia”, yang membuat mereka menjadi sasaran yang lembut dari
penjajahan bandit-bandit Jawa.
Untuk
mengatasi bandit-bandit Jawa ini, kita perlu memiliki kesadaran yang membara
dan keyakinan yang membaja atas kebenaran kita, atas hak kita, akan harga diri
dan kemuliaan bangsa-bangsa kita. Dan kesetiaan kepada satu sama lain se
Sumatera dalam menghadapi musuh kita bersama: bangsa penjajah Jawa. “Indonesia” hanyalah topeng mereka. “Kuda Trojan”
yang mereka tunggang sebagai penipuan untuk dapat masuk ke tanah dan rumah
kita.
Waktu
untuk bertindak mengusir bandit-bandit Jawa dari Tanah dan Rumah kita ialah
sekarang. Menundanya ke hari esok bermakna mengelak membuat Sejarah dan
membebankan tanggung-jawab kita kepada anak keturunan yang masih lemah.
HIDUP ACHEH-SUMATERA
MERDEKA
23 April, 1994
Tengku Hasan M. di Tiro
Wali Negara Acheh-Sumatera Merdeka
Ketua Badan Persiapan Konfederasi Sumatera Merdeka
Tidak ada komentar:
Posting Komentar