28 November 2013

Orang Mimpi Yang Tidak Merasa Aceh Dicaplok Soekarno Cs

Memang jelas rakyat Aceh telah berjuang untuk menentukan nasibnya sendiri sejak Aceh dicaplok Soekarno.

“Assalamu'alaikum wr wbr.

Saya juga pernah belajar sejarah. Saya menilai bahwa sejarah itu bisa berebda-beda tergantung dari sudut apa kita pandang. Waktu saya belajar sejarah dulu, memang benar kalau RIS yang 16 negara itu tidak termasuk Aceh di dalamnya. Karena pada saat itu semua daerah sudah membentuk negara sendiri kecuali Jogja dan Aceh. Maka siapa Indonesia ???? Itulah Jogja dan Aceh, sedangkan yang lain adalah negara serikat/bagian. Kalau memang Aceh di caplok oleh Indonesia (Sukarno), maka nenek moyang kami orang Aceh akan melawannya sejak di bentuknya NKRI pada masa lalu itu. Tapi karena nenek moyang kami tidak merasa di caplok oleh NKRI maka kami bisa hidup damai selama 26 tahun. Karena pada tahun 1976 Mr. Hasan Tiro telah mendeklarasikan mimpi indahnya yang sekaligus nightmares kami. Saya mau tanya ??? Mengapa Hasan Tiro atau nenek moyangnya tidak langsung melawan pada saat Aceh diikutsertakan dalam NKRI pada tahun 1950 itu. Mengapa harus menunggu 1 generasi (26 tahun kemudian).”

Kalau memang pada saat di bentuk NKRI, sudah ada negara Aceh atau ASNLF, maka saya pun akan menganggap bahwa NKRI memang penjajah. Tapi pada saat itu (tahun 1950) memang tidak ada negara Aceh, yang ada adalah bangsa atau suku atau etnis Aceh. Dan endatu (nenek moyang) kami tidak melakukan pemberontakan pada saat itu. Nenek moyang kami bukan penakut, sekalipun untuk menghadapi NKRI. Lihat pahlawan-pahlawan kami, seperti Teuky Umar, Cut Nyak Dhien, dan sebagainya. Semuanya dengan gagah berani melawan Belanda yang pada saat itu (mungkin sampai sekarang) jauh lebih hebat dari NKRI. Jadi menurut saya tidak terjadinya pemberontakan oleh nenek moyang kami karena memang nenek moyang kami tidak merasa di caplok.

Nah siapa ini Hasan Tiro ??????????? Dia bukan pahlawan, mungkin ayahnya pahlawan. Tapi Hasan Tiro telah membuat Aceh diselimuti oleh awan gelap sejak 1976. Karena ambisi jahatnyalah tahun 1976 Hasan Tiro mewujudkan nightmares bagi kami, yang sialnya masih kami rasakan sampai saat sekarang.

Wassalam.

(Apha MAOP, awakaway@telkom.net , Mon, 12 Jan 2004 14:22:52)

Baiklah saudara Apha Maop.

Itu yang namanya Yogyakarta atau disingkat Yogya adalah daerah wilayah kekuasaan Pemerintah RI dibawah Presiden Soekarno menurut hasil perjanjian Renville tanggal 17 Januatri 1948. Dimana perjanjian Renville yang ditandatangani oleh Perdana Mentri Mr. Amir Sjarifuddin dari Kabinet Amir Sjarifuddin, yang disaksikan oleh H.A. Salim, Dr.Leimena, Mr. Ali Sastroamidjojo pada tanggal 17 Januari 1948, yang sebagian isi perjanjiannya menyangkut gencatan senjata disepanjang garis Van Mook dan pembentukan daerah-daerah kosong militer. Dimana terlihat secara de jure dan de facto kekuasaan RI hanya sekitar daerah Yogyakarta saja. (30 Tahun Indonesia Merdeka, 1945-1949, Sekretariat Negara RI, 1986, hal.155,163)


Selanjutnya Negara RI yang wilayah kekuasaannya sekitar Yogyakarta ini pada tanggal 14 Desember 1949 telah masuk menjadi anggota Negara bagian RIS. Dimana Mr. Susanto Tirtoprodjo ditunjuk dari wakil RI untuk menandatangani Piagam Konstitusi RIS di Pegangsaan Timur 56, Jakarta. Adapun wakil-wakil dari Negara-negara bagian RIS lainnya adalah Sultan Hamid II (Daerah Istimewa Kalimantan Barat), Ide Anak Agoeng Gde Agoeng (Negara Indonesia Timur), R.A.A. Tjakraningrat (Negara Madura), Mohammad Hanafiah (Daerah Banjar), Mohammad Jusuf Rasidi (Bangka), K.A. Mohammad Jusuf (Belitung), Muhran bin Haji Ali (Dayak Besar), Dr. R.V. Sudjito (Jawa Tengah), Raden Soedarmo (Negara Jawa Timur), M. Jamani (Kalimantan Tenggara), A.P. Sosronegoro (Kalimantan Timur), Mr. Djumhana Wiriatmadja (Negara Pasundan), Radja Mohammad (Riau), Abdul Malik (Negara Sumatra Selatan), dan Radja Kaliamsyah Sinaga (Negara Sumatra Timur). (30 Tahun Indonesia Merdeka, 1945-1949, Sekretariat Negara RI, 1986, hal.243-244).

Nah, jadi yang dinamakan Republik Indonesia pada waktu itu yang daerah wilayah kekuasaannya sekitar Yogyakarta saja dan dipimpin oleh Presiden Soekarno itu adalah salah satu Negara bagian dari 16 Negara/Daerah bagian RIS (Republik Indonesia Serikat).

Selanjutnya, tentang pencaplokan Negeri Aceh dan dimasukkan kedalam mulut Propinsi Sumatera Utara oleh Soekarno satu hari sebelum RIS dilebur kedalam gua Negara RI-Jawa-Yogya, tanggal 14 Agustus 1950, ternyata membawa akibat yang sangat hebat bagi pihak Soekarno Cs. Mengapa?

Karena rakyat Aceh dan pimpinannya, Teungku Muhammad Daud Beureueh menganggap dan mengetahui benar bahwa secara de facto dan de jure negeri Aceh tidak pernah masuk dan menggabungkan diri kedalam RI-Jawa-Yogya, maka 3 tahun setelah RIS bubar dan kembali menjadi RI-Jawa-Yogya, dan setelah Soekarno dengan diam-diam menelan negeri Aceh pakai mulut Sumatera Utara, maka Teungku Muhammad Daud Beureueh di Aceh memaklumatkan Negara Islam Indonesia pada tanggal 20 September 1953.

Dimana Isi Maklumat NII di Aceh adalah,

Dengan Lahirnja Peroklamasi Negara Islam Indonesia di Atjeh dan daerah sekitarnja, maka lenjaplah kekuasaan Pantja Sila di Atjeh dan daerah sekitarnja, digantikan oleh pemerintah dari Negara Islam. Dari itu dipermaklumkan kepada seluruh Rakjat, bangsa asing, pemeluk bermatjam2 Agama, pegawai negeri, saudagar dan sebagainja.

1. Djangan menghalang2i gerakan Tentara Islam Indonesia, tetapi hendaklah memberi bantuan dan bekerdja sama untuk menegakkan keamanan dan kesedjahteraan Negara.

2. Pegawai2 Negeri hendaklah bekerdja terus seperti biasa, bekerdjalah dengan sungguh2 supaja roda pemerintahan terus berdjalan lantjar.

3. Para saudagar haruslah membuka toko, laksanakanlah pekerdjaan itu seperti biasa, Pemerintah Islam mendjamin keamanan tuan2.

4. Rakjat seluruhnja djangan mengadakan Sabotage, merusakkan harta vitaal, mentjulik, merampok, menjiarkan kabar bohong, inviltratie propakasi dan sebagainja jang dapat mengganggu keselamatan Negara. Siapa sadja jang melakukan kedjahatan2 tsb akan dihukum dengan hukuman Militer.

5. Kepada tuan2 bangsa Asing hendaklah tenang dan tentram, laksanakanlah kewadjiban tuan2 seperti biasa keamanan dan keselamatan tuan2 didjamin.

6. Kepada tuan2 yang beragama selain Islam djangan ragu2 dan sjak wasangka, jakinlah bahwa Pemerintah N.I.I. mendjamin keselamatan tuan2 dan agama jang tuan peluk, karena Islam memerintahkan untuk melindungi tiap2 Umat dan agamanja seperti melindungi Umat dan Islam sendiri.

Achirnja kami serukan kepada seluruh lapisan masjarakat agar tenteram dan tenang serta laksanakanlah kewadjiban masing2 seperti biasa.

Negara Islam Indonesia 
Gubernur Sipil/Militer Atjeh dan Daerah sekitarnja.
MUHARRAM 1373 
Atjeh Darussalam
September 1953
Selanjutnya, ketika Soekarno melihat Teungku Muhammad Daud Beureueh menuntut kembali negeri Aceh yang telah ditelan Soekarno 3 tahun sebelumnya, bukannya Soekarno sadar, bahwa perbuatannya itu merupakan suatu tindakan pendudukan dan penjajahan negeri Aceh, melainkan ia menuduh balik dan menganggap Teungku Muhammad Daud Beureuh sebagai pemberontak DI/TII dan mensahkan Undang Undang Nomor 24 Tahun 1956 Tentang Pembentukan Daerah Otonom Propinsi Aceh dan Perubahan Peraturan Pembentukan Propinsi Sumatera Utara, yang sebagian isinya menyatakan:

“Presiden Republik Indonesia, Menimbang: a.bahwa berkenaan dengan hasrat Pemerintah dalam usahanya meninjau kembali pembentukan-pembentukan daerah-daerah otonom Propinsi sesuai dengan keinginan dan kehendak rakyat di daerahnya masing-masing, memandang perlu membentuk daerah Aceh sebagai daerah yang berhak mengatur dan mengurus rumah-tangganya sendiri lepas dari lingkungan daerah otonom Propinsi Sumatera Utara; b.bahwa berhubung dengan pertimbangan ad a di atas serta untuk melancarkan jalannya pemerintahan daerah otonom Propinsi Sumatera Utara yang terbentuk dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang No. 5 tahun 1950 (sejak telah diubah dengan Undang-undang Darurat No. 16 tahun 1955, Lembaran-Negara tahun 1955 No. 52) perlu ditinjau kembali dan diganti dengan undang-undang dimaksud di bawah ini.” (Undang Undang Nomor 24 Tahun 1956 Tentang Pembentukan Daerah Otonom Propinsi Aceh dan Perubahan Peraturan Pembentukan Propinsi Sumatera Utara).

Seterusnya Soekarno tidak hanya sampai mensahkan Undang Undang Nomor 24 Tahun 1956 Tentang Pembentukan Daerah Otonom Propinsi Aceh dan Perubahan Peraturan Pembentukan Propinsi Sumatera Utara untuk meringkus Teungku Muhammad Daud Beureueh dengan Negara Islam Indonesia-nya, melainkan juga Soekarno dengan tidak segan-segan yang ditunjang oleh TNI-nya menetapkan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 225 tahun 1957 tanggal 17 Desember 1957 tentang pencabutan “Staat van Beleg” dan pernyataan seluruh wilayah Republik Indonesia, termasuk semua perairan teritornya, dalam keadaan perang menurut Undang-undang Keadaan Bahaya 1957 (Undang-undang No. 74 tahun 1957, Lembaran Negara tahun 1957 No. 160), dan mensahkan Undang-Undang Nomor 79 Tahun 1957 Tentang Penyelesaian Pernyataan Keadaan Perang sebagai yang telah dilakukan dengan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 225 Tahun 1957 tanggal 17 Desember 1957.

Nah sekarang, coba pikirkan dalam-dalam, bagaimana sebenarnya kelicikan Soekarno yang secara diam-diam menelan negeri Aceh pakai mulut Sumatera Utara kemudian dibedah kembali perut Sumatera Utara untuk mengeluarkan negeri Aceh agar menjadi daerah Propinsi Aceh dengan bentuk pemerintahan otonomi.

Tentu saja, bagaimana Teungku Muhammad Daud Beureueh dan seluruh rakyat Aceh tidak naik darah dan marah kepada kebijaksanaan politik dan keamanan serta agresi Soekarno terhadap negeri Aceh, kalau memang benar secara fakta dan hukum Soekarno telah mencaplok negeri Aceh.

Dan tentu saja memang wajar dan masuk akal apabila Teungku Hasan Muhammad di Tiro setelah Teungku Muhammad Daud Beureueh kena jaring dan perangkap Penguasa Negara Pancasila, mendeklarasikan kemerdekaan Aceh Sumatra pada tanggal 4 Dember 1976.

Dimana bunyi deklarasi kemerdekaan Negara Aceh Sumatra yang dikutif dari buku “The Price of Freedom: the unfinished diary of Teungku Hasan di Tiro” (National Liberation Front of Acheh Sumatra,1984) yang menyangkut “Declaration of Independence of Acheh Sumatra” (hal: 15-17) adalah,

“To the people of the world: We, the people of Acheh, Sumatra, exercising our right of self- determination, and protecting our historic right of eminent domain to our fatherland, do hereby declare ourselves free and independent from all political control of the foreign regime of Jakarta and the alien people of the island of Java....In the name of sovereign people of Acheh, Sumatra. Teungku Hasan Muhammad di Tiro. Chairman, National Liberation Front of Acheh Sumatra and Head of State Acheh, Sumatra, December 4, 1976”. (“Kepada rakyat di seluruh dunia: Kami, rakyat Aceh, Sumatra melaksanakan hak menentukan nasib sendiri, dan melindungi hak sejarah istimewa nenek moyang negara kami, dengan ini mendeklarasikan bebas dan berdiri sendiri dari semua kontrol politik pemerintah asing Jakarta dan dari orang asing Jawa....Atas nama rakyat Aceh, Sumatra yang berdaulat. Teungku Hasan Muhammad di Tiro. Ketua National Liberation Front of Acheh Sumatra dan Presiden Aceh Sumatra, 4 Desember 1976”) (The Price of Freedom: the unfinished diary of Teungku Hasan di Tiro, National Liberation Front of Acheh Sumatra,1984, hal : 15, 17).


Jadi terakhir, menurut saya, memang wajar apabila rakyat Aceh yang dipimpin oleh Teungku Hasan Muhammad di Tiro sampai detik sekarang ini menuntut keadilan melalui tuntutan negeri Aceh yang diduduki Soekarno dikembalikan lagi kepada rakyat Aceh, karena tidak sesuai dan melanggar Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 yang menyatakan “Bahwa sesungguhnya Kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan peri-kemanusiaan dan peri-keadilan.”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar