Memang jelas rakyat Aceh telah
berjuang untuk menentukan nasibnya sendiri sejak Aceh dicaplok Soekarno.
“Assalamu'alaikum wr wbr.
Saya juga pernah belajar
sejarah. Saya menilai bahwa sejarah itu bisa berebda-beda tergantung dari sudut
apa kita pandang. Waktu saya belajar sejarah dulu, memang benar kalau RIS yang
16 negara itu tidak termasuk Aceh di dalamnya. Karena pada saat itu semua
daerah sudah membentuk negara sendiri kecuali Jogja dan Aceh. Maka siapa
Indonesia ???? Itulah Jogja dan Aceh, sedangkan yang lain adalah negara
serikat/bagian. Kalau memang Aceh di caplok oleh Indonesia (Sukarno), maka
nenek moyang kami orang Aceh akan melawannya sejak di bentuknya NKRI pada masa
lalu itu. Tapi karena nenek moyang kami tidak merasa di caplok oleh NKRI maka
kami bisa hidup damai selama 26 tahun. Karena pada tahun 1976 Mr. Hasan Tiro
telah mendeklarasikan mimpi indahnya yang sekaligus nightmares kami. Saya mau
tanya ??? Mengapa Hasan Tiro atau nenek moyangnya tidak langsung melawan pada
saat Aceh diikutsertakan dalam NKRI pada tahun 1950 itu. Mengapa harus menunggu
1 generasi (26 tahun kemudian).”
Kalau memang pada saat di bentuk
NKRI, sudah ada negara Aceh atau ASNLF, maka saya pun akan menganggap bahwa
NKRI memang penjajah. Tapi pada saat itu (tahun 1950) memang tidak ada negara
Aceh, yang ada adalah bangsa atau suku atau etnis Aceh. Dan endatu (nenek
moyang) kami tidak melakukan pemberontakan pada saat itu. Nenek moyang kami
bukan penakut, sekalipun untuk menghadapi NKRI. Lihat pahlawan-pahlawan kami,
seperti Teuky Umar, Cut Nyak Dhien, dan sebagainya. Semuanya dengan gagah
berani melawan Belanda yang pada saat itu (mungkin sampai sekarang) jauh lebih
hebat dari NKRI. Jadi menurut saya tidak terjadinya pemberontakan oleh nenek
moyang kami karena memang nenek moyang kami tidak merasa di caplok.
Nah siapa ini Hasan Tiro ???????????
Dia bukan pahlawan, mungkin ayahnya pahlawan. Tapi Hasan Tiro telah membuat
Aceh diselimuti oleh awan gelap sejak 1976. Karena ambisi jahatnyalah tahun
1976 Hasan Tiro mewujudkan nightmares bagi kami, yang sialnya masih kami
rasakan sampai saat sekarang.
Wassalam.
(Apha MAOP, awakaway@telkom.net
, Mon, 12 Jan 2004 14:22:52)
Baiklah saudara Apha Maop.
Itu yang namanya Yogyakarta atau
disingkat Yogya adalah daerah wilayah kekuasaan Pemerintah RI dibawah Presiden
Soekarno menurut hasil perjanjian Renville tanggal 17 Januatri 1948. Dimana
perjanjian Renville yang ditandatangani oleh Perdana Mentri Mr. Amir
Sjarifuddin dari Kabinet Amir Sjarifuddin, yang disaksikan oleh H.A. Salim,
Dr.Leimena, Mr. Ali Sastroamidjojo pada tanggal 17 Januari 1948, yang sebagian
isi perjanjiannya menyangkut gencatan senjata disepanjang garis Van Mook dan
pembentukan daerah-daerah kosong militer. Dimana terlihat secara de jure dan de
facto kekuasaan RI hanya sekitar daerah Yogyakarta saja. (30 Tahun Indonesia
Merdeka, 1945-1949, Sekretariat Negara RI, 1986, hal.155,163)
Selanjutnya Negara RI yang
wilayah kekuasaannya sekitar Yogyakarta ini pada tanggal 14 Desember 1949 telah
masuk menjadi anggota Negara bagian RIS. Dimana Mr. Susanto Tirtoprodjo
ditunjuk dari wakil RI untuk menandatangani Piagam Konstitusi RIS di Pegangsaan
Timur 56, Jakarta. Adapun wakil-wakil dari Negara-negara bagian RIS lainnya
adalah Sultan Hamid II (Daerah Istimewa Kalimantan Barat), Ide Anak Agoeng Gde
Agoeng (Negara Indonesia Timur), R.A.A. Tjakraningrat (Negara Madura), Mohammad
Hanafiah (Daerah Banjar), Mohammad Jusuf Rasidi (Bangka), K.A. Mohammad Jusuf
(Belitung), Muhran bin Haji Ali (Dayak Besar), Dr. R.V. Sudjito (Jawa Tengah),
Raden Soedarmo (Negara Jawa Timur), M. Jamani (Kalimantan Tenggara), A.P.
Sosronegoro (Kalimantan Timur), Mr. Djumhana Wiriatmadja (Negara Pasundan),
Radja Mohammad (Riau), Abdul Malik (Negara Sumatra Selatan), dan Radja
Kaliamsyah Sinaga (Negara Sumatra Timur). (30 Tahun Indonesia Merdeka,
1945-1949, Sekretariat Negara RI, 1986, hal.243-244).
Nah, jadi yang dinamakan
Republik Indonesia pada waktu itu yang daerah wilayah kekuasaannya sekitar
Yogyakarta saja dan dipimpin oleh Presiden Soekarno itu adalah salah satu
Negara bagian dari 16 Negara/Daerah bagian RIS (Republik Indonesia Serikat).
Selanjutnya, tentang pencaplokan
Negeri Aceh dan dimasukkan kedalam mulut Propinsi Sumatera Utara oleh Soekarno
satu hari sebelum RIS dilebur kedalam gua Negara RI-Jawa-Yogya, tanggal 14
Agustus 1950, ternyata membawa akibat yang sangat hebat bagi pihak Soekarno Cs.
Mengapa?
Karena rakyat Aceh dan
pimpinannya, Teungku Muhammad Daud Beureueh menganggap dan mengetahui benar
bahwa secara de facto dan de jure negeri Aceh tidak pernah masuk dan
menggabungkan diri kedalam RI-Jawa-Yogya, maka 3 tahun setelah RIS bubar dan
kembali menjadi RI-Jawa-Yogya, dan setelah Soekarno dengan diam-diam menelan
negeri Aceh pakai mulut Sumatera Utara, maka Teungku Muhammad Daud Beureueh di
Aceh memaklumatkan Negara Islam Indonesia pada tanggal 20 September 1953.
Dimana Isi Maklumat NII di Aceh
adalah,
Dengan Lahirnja Peroklamasi
Negara Islam Indonesia di Atjeh dan daerah sekitarnja, maka lenjaplah kekuasaan
Pantja Sila di Atjeh dan daerah sekitarnja, digantikan oleh pemerintah dari
Negara Islam. Dari itu dipermaklumkan kepada seluruh Rakjat, bangsa asing,
pemeluk bermatjam2 Agama, pegawai negeri, saudagar dan sebagainja.
1. Djangan menghalang2i gerakan
Tentara Islam Indonesia, tetapi hendaklah memberi bantuan dan bekerdja sama
untuk menegakkan keamanan dan kesedjahteraan Negara.
2. Pegawai2 Negeri hendaklah
bekerdja terus seperti biasa, bekerdjalah dengan sungguh2 supaja roda
pemerintahan terus berdjalan lantjar.
3. Para saudagar haruslah
membuka toko, laksanakanlah pekerdjaan itu seperti biasa, Pemerintah Islam
mendjamin keamanan tuan2.
4. Rakjat seluruhnja djangan
mengadakan Sabotage, merusakkan harta vitaal, mentjulik, merampok, menjiarkan
kabar bohong, inviltratie propakasi dan sebagainja jang dapat mengganggu
keselamatan Negara. Siapa sadja
jang melakukan kedjahatan2 tsb akan dihukum dengan hukuman Militer.
5. Kepada tuan2 bangsa Asing
hendaklah tenang dan tentram, laksanakanlah kewadjiban tuan2 seperti biasa
keamanan dan keselamatan tuan2 didjamin.
6. Kepada tuan2 yang beragama
selain Islam djangan ragu2 dan sjak wasangka, jakinlah bahwa Pemerintah N.I.I.
mendjamin keselamatan tuan2 dan agama jang tuan peluk, karena Islam
memerintahkan untuk melindungi tiap2 Umat dan agamanja seperti melindungi Umat
dan Islam sendiri.
Achirnja kami serukan kepada
seluruh lapisan masjarakat agar tenteram dan tenang serta laksanakanlah
kewadjiban masing2 seperti biasa.
Negara
Islam Indonesia
Gubernur
Sipil/Militer Atjeh dan Daerah sekitarnja.
MUHARRAM
1373
Atjeh
Darussalam
September
1953
Selanjutnya,
ketika Soekarno melihat Teungku Muhammad Daud Beureueh menuntut kembali negeri
Aceh yang telah ditelan Soekarno 3 tahun sebelumnya, bukannya Soekarno sadar,
bahwa perbuatannya itu merupakan suatu tindakan pendudukan dan penjajahan
negeri Aceh, melainkan ia menuduh balik dan menganggap Teungku Muhammad Daud
Beureuh sebagai pemberontak DI/TII dan mensahkan Undang Undang Nomor 24 Tahun 1956
Tentang Pembentukan Daerah Otonom Propinsi Aceh dan Perubahan Peraturan
Pembentukan Propinsi Sumatera Utara, yang sebagian isinya menyatakan:
“Presiden Republik Indonesia,
Menimbang: a.bahwa berkenaan dengan hasrat Pemerintah dalam usahanya meninjau
kembali pembentukan-pembentukan daerah-daerah otonom Propinsi sesuai dengan
keinginan dan kehendak rakyat di daerahnya masing-masing, memandang perlu
membentuk daerah Aceh sebagai daerah yang berhak mengatur dan mengurus
rumah-tangganya sendiri lepas dari lingkungan daerah otonom Propinsi Sumatera
Utara; b.bahwa berhubung dengan pertimbangan ad a di atas serta untuk
melancarkan jalannya pemerintahan daerah otonom Propinsi Sumatera Utara yang
terbentuk dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang No. 5 tahun 1950
(sejak telah diubah dengan Undang-undang Darurat No. 16 tahun 1955,
Lembaran-Negara tahun 1955 No. 52) perlu ditinjau kembali dan diganti dengan
undang-undang dimaksud di bawah ini.” (Undang Undang Nomor 24 Tahun 1956
Tentang Pembentukan Daerah Otonom Propinsi Aceh dan Perubahan Peraturan
Pembentukan Propinsi Sumatera Utara).
Seterusnya Soekarno tidak hanya
sampai mensahkan Undang Undang Nomor 24 Tahun 1956 Tentang Pembentukan Daerah
Otonom Propinsi Aceh dan Perubahan Peraturan Pembentukan Propinsi Sumatera
Utara untuk meringkus Teungku Muhammad Daud Beureueh dengan Negara Islam
Indonesia-nya, melainkan juga Soekarno dengan tidak segan-segan yang ditunjang
oleh TNI-nya menetapkan Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 225 tahun
1957 tanggal 17 Desember 1957 tentang pencabutan “Staat van Beleg” dan
pernyataan seluruh wilayah Republik Indonesia, termasuk semua perairan
teritornya, dalam keadaan perang menurut Undang-undang Keadaan Bahaya 1957
(Undang-undang No. 74 tahun 1957, Lembaran Negara tahun 1957 No. 160), dan
mensahkan Undang-Undang Nomor 79 Tahun 1957 Tentang Penyelesaian Pernyataan
Keadaan Perang sebagai yang telah dilakukan dengan Keputusan Presiden Republik
Indonesia Nomor 225 Tahun 1957 tanggal 17 Desember 1957.
Nah sekarang, coba pikirkan
dalam-dalam, bagaimana sebenarnya kelicikan Soekarno yang secara diam-diam
menelan negeri Aceh pakai mulut Sumatera Utara kemudian dibedah kembali perut
Sumatera Utara untuk mengeluarkan negeri Aceh agar menjadi daerah Propinsi Aceh
dengan bentuk pemerintahan otonomi.
Tentu saja, bagaimana Teungku
Muhammad Daud Beureueh dan seluruh rakyat Aceh tidak naik darah dan marah
kepada kebijaksanaan politik dan keamanan serta agresi Soekarno terhadap negeri
Aceh, kalau memang benar secara fakta dan hukum Soekarno telah mencaplok negeri
Aceh.
Dan tentu saja memang wajar dan
masuk akal apabila Teungku Hasan Muhammad di Tiro setelah Teungku Muhammad Daud
Beureueh kena jaring dan perangkap Penguasa Negara Pancasila, mendeklarasikan
kemerdekaan Aceh Sumatra pada tanggal 4 Dember 1976.
Dimana bunyi deklarasi
kemerdekaan Negara Aceh Sumatra yang dikutif dari buku “The Price of Freedom:
the unfinished diary of Teungku Hasan di Tiro” (National Liberation Front of
Acheh Sumatra,1984) yang menyangkut “Declaration of Independence of Acheh
Sumatra” (hal: 15-17) adalah,
“To the people of the world: We,
the people of Acheh, Sumatra, exercising our right of self- determination, and
protecting our historic right of eminent domain to our fatherland, do hereby
declare ourselves free and independent from all political control of the
foreign regime of Jakarta and the alien people of the island of Java....In the
name of sovereign people of Acheh, Sumatra. Teungku Hasan Muhammad di Tiro.
Chairman, National Liberation Front of Acheh Sumatra and Head of State Acheh,
Sumatra, December 4, 1976”. (“Kepada rakyat di seluruh dunia: Kami, rakyat
Aceh, Sumatra melaksanakan hak menentukan nasib sendiri, dan melindungi hak
sejarah istimewa nenek moyang negara kami, dengan ini mendeklarasikan bebas dan
berdiri sendiri dari semua kontrol politik pemerintah asing Jakarta dan dari
orang asing Jawa....Atas nama rakyat Aceh, Sumatra yang berdaulat. Teungku
Hasan Muhammad di Tiro. Ketua National Liberation Front of Acheh Sumatra dan
Presiden Aceh Sumatra, 4 Desember 1976”) (The Price of Freedom: the unfinished
diary of Teungku Hasan di Tiro, National Liberation Front of Acheh
Sumatra,1984, hal : 15, 17).
Jadi terakhir, menurut saya,
memang wajar apabila rakyat Aceh yang dipimpin oleh Teungku Hasan Muhammad di
Tiro sampai detik sekarang ini menuntut keadilan melalui tuntutan negeri Aceh
yang diduduki Soekarno dikembalikan lagi kepada rakyat Aceh, karena tidak
sesuai dan melanggar Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945 yang menyatakan “Bahwa
sesungguhnya Kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan oleh sebab itu, maka
penjajahan di atas dunia harus dihapuskan, karena tidak sesuai dengan
peri-kemanusiaan dan peri-keadilan.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar