11 Mei 2013

PENGANTAR SEJARAH INDONESIA BARU: PERGERAKAN NASIONALISME INDONESIA

Pengantar Sejarah Indonesia Baru: Pergerakan Nasionalisme Indonesia

Bagi Dunia Ketiga abad ke-20 dapat diberi julukan Abad Nasionalisme, yaitu suatu kurun waktu dalam sejarahnya yang menyaksikan pertumbuhan kesadarn berbangsa serta gerakan nasionalis untuk memperjuangkan kemerdekaannya. Perkembangan nasionalisme pada umumnya merupakan reaksi terhadap imperialisme dan kolonialisme yang merajalela dalam abad ke-19 dan bagian pertama awal abad ke-20. Ekspansi Barat sejak akhir abad ke-15 memunculkan Belanda beserta VOC-nya sebagai pemegang monopoli serta hegemoni politik di kawasan Nusantara, kendati perlawanan yang dihadapi ada di mana-mana. Berbeda sekali dengan sifat perlawanan itu, gerakan nasional mewujudkan corak dan bentuk jawaban yang disesuaikan dengan struktur serta sistem masyarakat kolonial, maka periode 1900-1942 sebagai periode gerakan itu dapat dibedakan dari masa sebelumnya.

Bentuk reaksi modern bersifat rasional serta memakai sistem organisasi modern. Ideologi yang mendasarinya ialah nasionalisme, sesuatu yang sungguh-sungguh baru di bumi Indonesia. Sehubungan dengan hal itu perlu ditambahkan di sini bahwa pelbagai perlawanan terhadap kolonialisme dalam abad ke-19 dan sebelumnya, lebih tepat disebut gejala protonasionalisme. Perlawanan bersenjata secara tradisonal dapat dipadamkan oleh kekuatan militer penguasa kolonial dengan teknologi perang modern.

Gerakan nasionalis membangun kekuatan sosial dengan membentuk organisasi gaya modern serta memobilisasi pendukung berdasarkan kesadaran sosial pada awalnya dan kemudian nasional. Kesadaran itu tidak terpisah dari perkembangan ideologi modern, ialah nasionalisme. Fase pertama gerakan nasionalis yang diawali oleh Boedi Oetomo, Sarekat Islam, Jong Sumatra, Pasundan, dan lain sebagainya, kesemuanya menunjukkan gejala penemuan kembali identitasnya, yang logis sekali masih terikat pada kebudayaan etnik masing-masing.


Baru generasi tahun dua puluhan berhasil merumuskan konsep nasionalisme Indonesia, yaitu pada tahun 1925 dengan Manifesto Politik yang dinyatakan oleh Perhimpunan Indonesia. Di dalam pernyataan itu tercakup prinsip-prinsip nasionalisme, antara lain: kebebasan, kesatuan, dan kesamaan. Sudah barang tentu sifat nasionalisme itu antikolonial sehingga dalam rangka program perjuangan nasional tercantum prinsip nonkooperasi terhadap penguasa kolonial.

Sejarah gerakan nasionalis terhenti oleh runtuhnya Imperium Belanda, sehingga belum memberi buah perjuangan yang penuh, namun hal itu tidak berarti bahwa gerakan itu sia-sia belaka. Secara tidak berlebih-lebihan dapat dinyatakan bahwa tanpa periode persiapan selama berlangsungnya gerakan itu, revolusi fisik belum tentu terjadi. Kenyataannya ialah bahwa gerakan itu merupakan fase latihan dan persiapan berpolitik memperjuangkan kemerdekaan seperti termaktub dalam Manifesto Politik 1925.

Dipandang dalam wawasan modernisasi, gerakan nasionalis merupakan suatu gerakan sosial yang bersifat multidimensional, jadi tidak cukup untuk disoroti aspek politiknya, tetapi perlu diungkapkan aspek ekonomis, sosial, dan kulturalnya. Adalah suatu kenyataan bahwa proses transformasi dari tradisionalitas ke arah modernitas merupakan proses perlembagaan nilai-nilai serta sistem-sistem lewat gerakan tersebut. Dengan demikian akan menjadi jelas bahwa gerakan itu dalam totalitas berfungsi untuk mentransfigurasi pola kehidupan tradisional berubah menjadi bentuk atau sistem yang dapat mendukung proses penyesuaian masyarakat Indonesia dengan perubahan sosial.

Kehadiran kolonialisme di bumi Nusantara adalah fakta historis yang turut menentukan perjalanan sejarah bangsa Indonesia. Lebih-lebih untuk menerangkan gerakan nasionalis, kolonialisme adalah causa originalis-nya. Terdapat korelasi terus-menerus antara corak politik kolonial dengan sifat nasionalisme, terutama derajat radikalismenya.

Di sini masih dipandang perlu untuk mempertanggungjawabkan mengapa kurun waktu 1900-1942 diperlukan sebagai unit temporal atau periode tersendiri. Akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20 ditandai oleh perubahan politik kolonial yang terkenal sebagai Politik Etis. Di samping itu, muncullah gerakan emansipasi yang diawali oleh Kartini, suatu gerakan yang bermuara pada awal gerakan nasionalis, terkenal selanjutnya sebagai Kebangkitan Nasional.

Adapun tahun 1942 adalah tahun keruntuhan pemerintahan Hindia Belanda ketika mengadakan kapitulasi terhadap Balatentara Dai Nippon. Bersama dengan peristiwa itu berakhirlah gerakan nasionalis, oleh karena penguasa Jepang tidak lagi memberi kesempatan untuk melanjutkan eksistensinya. Kalau kemudian pemerintahan militer Jepang menciptakan gerakan-gerakan baru, itu sebenarnya sudah berbeda sifatnya.


Jadi, tahun 1942 dapat dianggap sebagai tahun tutup usia berbagai organisasi nasionalis. Berakhirlah pula fase pertama nasionalisme Indonesia, yaitu suatu fase sewaktu konsep nation Indonesia dikonstruksi dan proses konseptualisasi diikuti oleh tindak lanjut yang berupa perjuangan untuk merealisasikannya.

Perlu ditambahkan di sini bahwa tahun 1945-1949 adalah fase perjuangan fisik yang dengan perjuangan bersejarah hendak mempertahankan kemerdekaan bangsa. Masa kini dapat dipandang sebagai fase nasionalisme III yaitu fase konsolidasi nilai-nilai nasionalisme untuk masa datang, yaitu prinsip kemerdekaan (kebebasan), kesatuan, kesamaan, kepribadian dan prestasi. Dipandang dari sudut penglihatan itu fase nasionalisme I tak dapat diragukan lagi merupakan episode penting dalam sejarah perjuangan bangsa.

Dalam rangka pembangunan bangsa, sejarah, baik sebagai deskripsi-naratif maupun sebagai deskripsi-analitis, berfungsi sebagai landasan bagi pembentukan identitas bangsa. Ini tidak lain karena sejarah sebagai rekonstruksi pengalaman kolektif mampu memberikan legitimasi atas eksistensinya sebagai suatu kesatuan. Lagi pula historisitasnyalah yang mampu membentuk kepribadiannya. Jadi di sini kepribadian nasional. Oleh karena itu, pengetahuan sejarah nasional merupakan conditio sine qua non bagi proses penyadaran bagi seluruh warga negara. Selanjutnya penyadaran itu dapat dibangkitkan dirinya kepada tujuan dan kepentingan kolektif, antara lain dengan mengikuti jejak para tokoh yang penuh semangat berkorban mengabdikan dirinya bagi nusa dan bangsa. Kesadaran sejarahlah yang mampu memacu motivasi generasi mda untuk berperan serta membangun bangsa berdasarkan idealisme nasionalnya.

Kata pengantar ini diakhiri dengan mengingat kenyataan bahwa suatu bangsa yang tidak menganal sejarahnya berarti bangsa itu tidak mempunyai identitas, padahal bangsa tanpa identitas adalah contradictio in terminis.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar