Abu Habib Muda
Seunagan, yang dilahirkan di desa Krueng Kulu Kecamatan Seunagan Aceh Barat,
dan sangat dikenal dalam masyarakat Aceh Barat dan Selatan, ternyata bukan
hanya seorang ulama besar, tapi juga seorang pejuang yang melawan penjajah
dalam membela negara untuk memperoleh kemerdekaan.
Menurut cerita
Habib Qurysy bin Habib Muda Seunagan (anak kandungnya) dan Said Mahdi BA Bin
Habib Puteh, (kini camat Beutong) selaku pemegang amanah almarhum, bahwa Abu
Habib Muda semasa kanak-kanak hingga dewasa, Beliau hijrah ke mukim Tadu Atas
kecamatan kuala, karena pada saat itu Belanda mulai menyerang Seunagan.
Bertahun-tahun beliau dalam pengasingan, hingga dewasa dan mulai terjun dalam pertempuran-pertempuran melawan penjajah dibawah kepemimpinan orang tuanya Habib Syaikhuna Muhammad Yasin. Dalam satu pertempuran di Desa Alue Bata Tadu Atas, ibu kandungnya gugur di tembak serdadu Belanda dan Abu Habib Muda sendiri juga terkena peluru di bagian dahi bagian muka. Namun dengan takdir Allah SWT, peluru tersebut tidak melukainya sedikitpun, kecuali pada bekas peluru itu hanya terlihat membengkak. Dan menurut pengakuan Said Mahdi, bengkak di kening Abu Muda masih jelas terlihat ketika beliau masih hidup.
Selain
perjuangan Beliau memimpin perlawanan terhadap penjajahan Belanda, sehari-hari
Beliau giat mengembangkan syiar agama Islam di bawah pimpinan orang tuanya. Dan
setelah orang tua Abu Habib Muda meninggal, perjuangan dalam mengembangkan
syiar agama Islam langsung di ambil alih. Dalam mengembangkan agama Islam, Abu
Habib Muda dari hari ke hari pengikutnya semakin bertambah, hingga ke Aceh
Selatan dan Aceh Tenggara dan sampai saat ini masyarakat Aceh Barat masih
memuliakannya hingga ke anak cucunya.
Kerjasama
Sesuai dengan
mottonya yang terpampang dan tertulis di sebuah spanduk, yang sengaja
ditempelkan pada dinding ruang tamu pada saat kunjungan Danrem 012/TU Kolonel
Inf HR Suprijatna, di mana tulisan itu berbunyi “Kami Keluarga Besar Abu Habib
Muda Seunagan, Hidup dan Mati tetap bersama ABRI dan Pemerintah.” Motto
tersebut bukan ditulis karena kedatangan Danrem, tapi motto itu, benar-benar
sebagai suatu pernyataan Habib Muda.
Seperti yang
disebutkan oleh pemegang amanah almarhum Abu Habib Muda, yakni Said Mahdi,
bahwa pada saat Indonesia merdeka 17 Agustus 1945, Beliau mendukung sepenuhnya,
karena azas negara Indonesia adalah pancasila dan UUD 45, sebagai undang-undang
dasar yang tidak bertentangan dengan ajaran Islam. Bahkan bagi beliau kedua
azas tersebut bersumber dari ajaran Islam. Atas dasar keyakinan dan pandangan
tersebut, Beliau aktif membantu pemerintah dan merupakan partnership yang setia
kepada ABRI dalam mempertahankan, membangun, mengamankan dan membela
kemerdekaan.
Dalam rangka
mempertahankan negara RI, Beliau turut mengirim panglimanya untuk bertempur
bersama ABRI (TNI AD Resimen III Devisi X) di Front Tapanuli Utara pada Agresi
ke II, yang pengikut beliau itu dipimpin oleh panglima Syeh Nanggrou, sebagai
pembantu terdekat Beliau dalam bidang keamanan.
Selama
pemerintahan orde baru, Abu Habib Muda Seunagan sangat aktif dalam memenangkan
Golkar pada pemilu 1977 dan beliau merupakan satu-satunya tokoh ulama yang
pertama masuk dalam Golkar di Propinsi Aceh. Menurut catatan keluarga beliau,
dalam waktu singkat sebanyak 25.000 orang murid Abu Habib Muda yang ada di Aceh
Barat dan Selatan di daftarkan pada Golkar sebagai anggota.
Diakhir-akhir
hayatnya, Abu Habib Muda Seunagan masih sempat menerima kunjungan Panglima
Kodam I/Iskandar Muda, pada saat itu masih dijabat oleh Brigjend Aang Kunaifi
di rumah kediamannya di Desa Peuleukung. Dalam pertemuan itu Abu Habib Muda dan
panglima mengatakan, “Bapak Panglima, pada hari ini dengan takdir Allah SWT,
Bapak telah berkenan mengadakan kunjungan kepada kami seorang hamba Allah yang
hina dina dhaif disisi-Nya. Untuk bapak ketahui kami ini adalah seorang namiet
(budak-red) yang sudah uzur dan tua sekali, mungkin pada hari ini bapak tidak
bisa lagi mempergunakan kami sebagai tauladan dalam mengabdi kepada negara dan bangsa,
oleh karena jasmaniah kami yang sudah demikian lemah, duduk terpaksa
didudukkan, tidur terpaksa ditidurkan dan tidak dapat bergerak, kecuali
berbaring di atas pembaringan,” ujar tokoh ulama dan pejuang itu seperti
disebut oleh pemegang amanahnya, Said Mahdi.
Lebih lanjut
Abu Habib Muda itu mengatakan pada panglima, dengan perantaraan Bapak mulai
hari ini, seluruh anak-anak kami (pengikut beliau) baik dianya yang berada di
Aceh Barat maupun di Aceh Selatan, saya serahkan sepenuhnya kepada bapak untuk
seterusnya diserahkan kepada pemerintah Indonesia, dengan harapan agar seluruh
pengikut kami itu, salah mereka dicegah, alang mereka supaya ditolong, langsung
supaya mereka ditarik dan silap mereka diperingatkan, agar sah mereka itu
menjadi hamba Allah dan umat Rasulullah. Katanya pada panglima, sambil mengulur
tangannya berjabat bersama panglima sebagai tanda penyerahan. Sementara
panglima langsung menjawab, “semuanya telah saya terima.” Seusai pertemuan itu
berlangsung maka dua kali dua puluh empat jam, Abu Habib Muda dengan tenang
berpulang kerahmatullah.
Pengganti
Setelah Abu
Habib Muda Seunagan wafat pada tahun 1972, maka sejak itu seluruh tugas-tugas
serta amanah dilanjutkan oleh salah seorang putranya yaitu Abu Habib Qurysy
(lebih kurang 80 tahun). Hal ini sesuai dengan amanah dari Abu Habib Muda
semasih beliau hidup, dimana sebagai penggantinya nanti beliau menunjukkan Abu
Habib Qurisy, guna untuk mengemban dan melanjutkan seluruh tugas sebagaimana
beliau laksanakan.
Disamping itu
Abu Habib Muda juga telah mengamanahkan kepada pewarisnya beserta seluruh
pengikutnya, agar hubungan dengan, pemerintah/ABRI tetap dilaksanakan
sebagaimana yang beliau laksanakan. Dan ternyata amanah itu juga dilaksanakan
oleh penggantinya, hal itu terlihat dengan kunjungan Panglima Kodam I/Iskandar
Muda Mayjend, RA Saleh pada awal September 1981. Dan terakhir baru-baru ini Abu
Habib Qurisy juga mendapat kunjungan dari Danrem 012/TU Kolonel Inf HR
Suprijatna. (syaifuddin).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar