5 Juli 2012

Kepada Para Mahasiswa, Ilmu Atau Nilai?

Menjajaki bangku kuliah memang berbeda dengan bangku masa SMA. Ketika status ku masih menjadi siswa, siswa-siswi berlomba-lomba mengumpulkan nilai bagus untuk mendapatkan ranking teratas alias “Aku Paling Hebat”. Setelah memasuki ruangan kampus, semuanya berubah karena kita sudah dispesifikasikan sesuai dengan kemampuan kita dan bidang yang kita sukai (kecuali yang dipaksa sama orang tua). Kita berada dalam jurusan yang akan mengantarkan kita ke dunia kerja. Sistem penilaiannya sudah berbeda.

Penilaian di kuliah berdasarkan mata kuliah yang diambil dan dinilai dengan huruf ABCDEX. Dosen yang dihadapi pun bervariasi kepribadiannya. Dosen pun tak sama dengan guru. Guru masih memperhatikan perkembangan akademik masing-masing siswanya di dalam maupun luar sekolah dan berusaha agar murid-muridnya paham dengan suatu pelajaran, sedangkan Dosen lebih banyak berperan mengajar di dalam ruangan dan cenderung mengejar materi mata kuliah sesuai dengan SKS (tidak memiliki tanggungan untuk memperhatikan perkembangan akademik mahasiswanya).

Mahasiswa umumnya belajar dengan maksimal berharap mendapatkan nilai yang bagus. Belajar di bangku kuliah semata-mata hanya untuk mengejar nilai. Bagaimanapun juga kita sebagai mahasiswa membutuhkan nilai untuk kelak mencari pekerjaan. Pada lowongan pekerjaan, syarat utama untuk melamar suatu pekerjaan yaitu dengan standar nilai ipk tertentu (biasanya ipk yang diminta 3,00). Tentu saja, bagi yang ‘Gila Nilai’ berjuang keras untuk mendapatkan nilai sebagus-bagusnya, tidak jarang pula ada yang mengambil jalan pintas (seperti menyontek, dll). Tetapi apakah nilai itu segala-galanya? Apakah hanya esensi nilai saja yang diutamakan. Bagaimana dengan ilmu yang didapat selama bangku kuliah? Dan apakah nilai dan ilmu yang kita dapatkan itu seimbang?

Seperti yang kita ketahui, tujuan utama kita menuntut ilmu di bangku kuliah adalah untuk mencari ilmu sehingga dapat diterapkan pada pekerjaan yang sesuai dengan bidang masing-masing. Namun, anggapan itu dapat dipatahkan jika seseorang tersebut hanya mengejar nilai. Mahasiswa yang hanya memikirkan nilai akan merasa terpukul bahkan stress jika mendapatkan nilai yang jelek. Seperti yang kita ketahui, nilai didapat ketika kita bisa mengerjakan soal-soal yang diujikan. Tentu saja soal-soal yang diujikan tidak semua materi tertera dalam soal. Namun faktanya, tidak semua mahasiswa yang kompeten mendapatkan nilai yang bagus. Mahasiswa yang berjaya dalam ujianlah yang bisa. Jadi, nilai bukanlah ukuran yang valid dalam menentukan kapabilitas seseorang.

Beda dosen beda penilaian. Ada dosen yang murah nilai dan ada dosen yang pelit nilai. Jika seorang mahasiswa yang berkemampuan biasa diajar oleh dosen yang murah nilai, ia sangatlah beruntung. Sebab, ia bisa mendapatkan nilai tambahan oleh dosen itu. Namun apabila ia diajar dosen yang pelit nilai, alhasil ia akan sulit memperoleh nilai yang bagus. Bukan begitu kawan?

Nilai bukanlah ukuran yang valid untuk menentukan kemapuan mahasiswa. Mahasiswa seharusnya lebih bijak dalam mendefinisikan nilai dan ilmu.  Padahal banyak hal yang harus dipikirkan ketimbang nilai. Pengaplikasian dari ilmu yang didapat itulah yang lebih penting. Jika kita mampu memahami semua mata kuliah dan bisa menerapkannya ke dunia nyata, kita berarti mampu untuk bersaing di dunia kerja. Jadi, jangan hanya duduk untuk menghafal semua teori-teori, seseorang juga harus tanggap kepada problematika yang ada di lingkungan sekitar. Jika seseorang berkuliah untuk bertekad mencari ilmu, ia tidak hanya mencari ilmu di dalam kampus, ilmu di luar kampus tidak kalah banyaknya.  Niscaya, nilai yang baik akan datang dengan sendirinya.  Ilmu di luar kampus (di masyarakat) adalah ilmu yang sesungguhnya. Kita bisa berhadapan langsung dengan masalah-masalah yang terjadi dan dapat membuat kita semakin matang dalam menyelesaikannya. Terkadang teori tidak sesuai dengan praktek, teori hanyalah ulasan secara global. Sejauh ini, banyak sekali sekali lulusan sarjana yang menggagur, hal itu diakibatkan karena banyak yang kurang kompeten meskipun bernilai baik. Ia kurang agresif di lapangan kerja karena dari dulu hanya terpaku untuk mengumpulkan nilai, sehingga waktu untuk mencari ilmu di luar kurang. Alahkah baiknya jika berjalan keduanya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar