3 Juli 2012

Ka'bah, Sebuah Dambaan Insan Tauhid


Safari ibadah, penghambaan dan cinta ke tanah suci Mekah sudah dimulai. Meski singkat, namun safari ini penuh makna dan rahasia. Safari ke negeri wahyu, negeri makrifat, cinta dan penghambaan kepada Zat yang Maha Suci. Dalam perjalanan spiritual ini yang dituju adalah Rumah Allah, Ka'bah, yang menjadi dambaan setiap insan bertauhid.

Daya tarik Ka'bah sedemikian kuat menarik hati insan mukmin kearahnya. Mungkin tak ada fenomena yang lebih indah dari pemandangan gerakan pelan memutar para jamaah haji saat bertawaf mengitari Ka'bah dengan penuh kecintaan dan rasa penghambaan. Itu Ka'bah yang oleh Allah disebut sebagai rumah yang penuh berkah dan memancarkan hidayah untuk umat manusia. Allah Swt berfirman: "Sesungguhnya rumah yang mula-mula dibangun untuk (tempat beribadah) manusia, ialah Baitullah yang di Bakkah (Mekah) yang diberkahi dan menjadi petunjuk bagi semua manusia."(QS. Aali Imran: 96)

Sumber-sumber sejarah sepakat bahwa Ka'bah sudah ada sejak zaman Nabi Adam as. Tarikh Yaqubi menyebutkan bahwa setelah membangun Ka'bah, Nabi Adam melakukan tawaf dengan mengitarinya. Ini berarti bahwa Ka'bah sudah ada sebelum zaman Nabi Ibrahim as. Dan sejak turunnya Adam ke bumi, Ka'bah dijadikan sebagai rumah ibadah untuk menghamba kepada Allah Swt. Diceritakan bahwa banyak nabi dan rasul yang beribadah di tempat suci ini.

Mengenai Nabi Ibrahim as, Allah Swt telah memerintahkan beliau untuk membangun kembali Ka'bah dan menjadikannya sebagai pusat tauhid dan penyembahan Allah. Al-Khalil juga menyeru masyarakat untuk bersujud dan beribadah kepada Allah di tempat ini. Al-Quran menyebut Ka'bah sebagai rumah ibadah pertama bagi manusia. Tempat ini pulalah pusat ibadah dan penghambaan bagi semua orang. Sepanjang sejarah, Ka'bah dikenal sebagai simboil tauhid. Saat meninggalkan istri dan anaknya di sana, Ibrahim as berpesan kepada keduanya untuk mendirikan shalat sehingga tempat itu menjadi tempat merujuk bagi orang-orang yang bertauhid.

Imam Ali kw mengenai keutamaan Ka'bah berkata, "Allah Swt telah menjadikan rumah ini sebagai lambang bagi Islam dan haram yang aman bagi pencari perlindungan. Dia telah menetapkan kewajiban untuk menunaikan haknya dan menjalan haji. Jika Allah berkehendak, Dia bisa menjadikan rumahNya di antara taman, sungai, tanah yang datar, tenang dan rindang. Akan tetapi, pahala yang bakal diberikan tentu akan jauh lebih kecil karena kenyamanan yang didapat dalam menjalan ujian Ilahi. Allah berkehendak menguji hamba-hambaNya dengan berbagai kesulitan dalam ibadah supaya rasa takabbur tercabut dari hati mereka dan tawadhu menggantikannya."

Ka'bah adalah bangunan sederhana berbentuk kubus dengan ketinggian sekitar 15 meter, panjang 12 meter dan lebar 10 meter. Bangunan ini terletak di tengah Masjidul Haram. Tak ada emas dan perak yang menghiasi rumah Allah ini. Tak ada kesan mewah pada bangunan ini. Meski sangat sederhana, namun Ka'bah memancarkan wibawa yang sangat agung dan keindahan yang menarik hati. Suatu hari, ketika Rasulullah Saw bertawaf beliau mendongakkan kepala dan bersabda, "Puji bagi Allah yang telah memberimu kemuliaan dan keagungan."

Menurut al-Quran, salah satu peran Ka'bah adalah membimbing manusia ke arah kebenaran. Rumah ini dibangun untuk ibadah dan penyembahan kepada Allah. Di sini pula, disyariatkan berbagai macam ritual keagamaan yang berhubungan dengan penghambaan dan ketaatan kepada Allah. Manasik yang merupakan ibadah khas yang dijalankan di tanah suci adalah rangkaian ritual yang berhubungan dengan kehidupan Nabi Ibrahim, nabi yang menjadi simbol tauhid dan penghambaan mutlak kepada Sang Khaliq. Dengan berlalunya masa, ritual itu sempat mengalami masa-masa redup sampai akhirnya menyimpang, dan di masa Jahiliyah, Ka'bah menjadi tempat pemujaan berhala.

Di awal kemunculan Islam, Ka'bah bukan kiblat bagi kaum muslimin dalam melaksanakan shalat. Syariat Islam saat itu memerintahkan muslimin untuk shalat menghadap Masjidul Aqsa di Palestina. Hal itu berlangsung selama Nabi Saw berada di Mekah dan beberapa waktu setelah hijrah ke kota Madinah. Ka'bah sendiri saat itu menjadi pusar pemujaan berhala. Menurut catatan sejarah ada ratusan berhala yang dipasang di Masjidul Haram dan bahkan di dalam Ka'bah. Shalat menghadap Masjidul Aqsha menjadi bahan bagi orang-orang Yahudi Madinah untuk mengolok-olok kaum Muslimin dan agama Islam. Mereka mencibir bahwa kaum muslimin hanya bisa mengikuti agama-agama lain dan menggunakan kiblat umat Yahudi sebagai kiblat mereka. Hal itu cukup menyakitkan hati Nabi Saw.

Beliau berharap Allah akan menurunkan wahyu yang memerintahkan beliau untuk mengganti arah Kiblat. Hari demi hari berlalu, namun perintah ilahi itu tak kunjung datang. Hampir setiap malam beliau menatap ke langit dengan memendam rasa dan asa. Sampai akhirnya, pada suatu hari ketika beliau sedang melaksanakan shalat Zuhur, Jibril al-Amin datang membawa wahyu dari Allah yang memerintahkan Sang Nabi untuk menghadap ke arah Ka'bah dan menjadikan rumah Allah itu sebagai kiblat. Jibril menuntun Nabi sampai beliau menghadap ke arah kiblat yang baru. Sejak saat itulah, Ka'bah menjadi kiblat bagi umat Islam dan ke arah sanalah kaum muslimin melaksanakan shalat.

Ayat 144 surat al-Baqarah menceritakan kisah itu. Allah Swt berfirman:

"Sungguh Kami (sering) melihat mukamu menengadah ke langit, maka sungguh Kami akan memalingkan kamu ke kiblat yang kamu sukai. Palingkanlah mukamu ke arah Masjidil Haram. Dan di mana saja kamu berada, palingkanlah mukamu ke arahnya. Dan sesungguhnya orang-orang (Yahudi dan Nasrani) yang diberi Al-Kitab (Taurat dan Injil) memang mengetahui bahwa berpaling ke Masjidil Haram itu adalah benar dari Rabb-nya; dan Allah sekali-kali tidak lengah terhadap apa yang mereka kerjakan."

Dalam urusan ibadah,Ka'bah adalah bangunan yang sarat dengan nilai spiritual. Rumah Allah ini juga peran besar dalam kehidupan sosial umat Islam. Dalam sehari semalam, kaum muslimin shalat lima kali menghadap ke arah kiblat. Kesamaan arah ratusan juta muslim dalam beribadah dalam masa tertentu membawa pesan kebersamaan dan persatuan umat ini. Allah memerintahkan semua Muslim di manapun juga untuk shalat menghadap Ka'bah. Dengan demikian, Ka'bah bisa menjadi pemersatu umat Islam. Di sini pula para pengikut tauhid berkumpul.

Ka'bah adalah bangunan tauhid yang pembangunan maupun kelestariannya jauh dari unsur-unsur yang non-ilahi. Sungguh merupakan satu kemuliaan besar bagi para hujjaj yang berkesempatan tawaf mengitari Ka'bah, seperti para malaikat bertawaf mengitarinya. Hal yang sama juga dilakukan oleh para nabi dan hamba-hamba Allah yang saleh. Ka'bah adalah bangunan yang ditinggikan di zaman nabi Ibrahim as dengan tangan beliau yang mulia dibantu oleh putranya, Ismail as. kehadiran di sisi Ka'bah mau tak mau akan mengingatkan orang kepada Ibrahim as, nabi yang dikenal sebagai penyeru tauhid sejati.

Tata krama yang mesti diperhatikan orang saat berada di tempat itu adalah membersihkan diri dari segala hal yang bisa memalingkannya dari Allah. Egoisme, takabbur, dan kedengkian harus dibuang jauh-jauh. Setelah itu, orang baru dapat menikmati makna tawaf di Ka'bah bersama dengan lautan manusia sambil memuji Allah dan mengharap rahmatNya. Dalam sebuah hadis, Nabi Muhammad Saw bersabda, "Allah Swt berbangga dengan mereka yang bertawaf. Jika malaikat hendak menjabat tangan manusia, maka yang mereka jabat adalah tangan orang-orang yang bertawaf di rumah Allah."
Ayat 125 surat al-Baqarah menyebut Ka'bah sebagai tempat yang aman. Allah Swt berfirman: "Dan (ingatlah), ketika Kami menjadikan rumah itu (Baitullah) tempat berkumpul bagi manusia dan tempat yang aman. Dan jadikanlah sebagian maqam Ibrahim tempat shalat. Dan telah Kami perintahkan kepada Ibrahim dan Ismail: "Bersihkanlah rumah-ku untuk orang-orang yang thawaf, yang i'tikaf, yang ruku', dan yang sujud."

Masih tentang Ka'bah, rumah Allah ini adalah tempat yang membawa berkah berlimpah bagi umat manusia. Imam Ja'far Shadiq sa berkata, "Allah Swt telah menjadikan Ka'bah sebagai tiang agama dan kehidupan bagi umat manusia."

Tidak ada komentar:

Posting Komentar