Juwairiyah dilahirkan empat
belas tahun sebelum Nabi hijrah ke Madinah, sebelum memeluk islam beliau
bernama Burrah. Nama lengkapnya adalah Juwairiyah binti al-Harits bin Abi
Dhiraar bin Habib bin Aid bin Malik bin Judzaimah bin Musthaliq bin Khuzaah.
Ayahnya, al-Harits, adalah pemimpin kaumnya yang masih musyrik dan menyembah
berhala sehingga Juwairiyah dibesarkan dalam kondisi keluarga seperti itu.
Tentunya dia memiliki sifat dan kehormatan sebagai keluarga seorang pemimpin. Dia
adalah gadis cantik yang paling luas ilrnunya dan paling baik budi pekertinya
di antara kaumnya. Kemudian dia menikah dengan seorang pemuda yang bernama
Musafi’ bin Shafwan.
Berada
dalam Tawanan Rasulullah
Di bawah komando al-Harits bin
Abi Dhiraar, orang-orang munaflk berniat menghancurkan kaum muslimin. Al-Harits
sudah mengetahui kekalahan orang-orang Quraisy yang berturut-turut oleh kaum
muslimin. Al-Harits beranggapan, jika pasukannya berhasil mengalahkan kaum
muslimin, mereka dapat menjadi penguasa suku-suku Arab setelah kekuasaan bangsa
Quraisy. Al-Harits menghasut pengikutnya untuk memerangi Rasulullah dan kaum
muslimin. Akan tetapi, kabar tentang persiapan penyerangan tersebut terdengar
oleh Rasulullah, sehingga beliau berinisiatif untuk mendahului menyerang
mereka. Dalam penyerangan tersebut, Aisyah r.a. turut bersama Rasulullah, yang
kemudian meriwayatkan pertemuan Rasulullah dengan Juwairiyah setelah dia
menjadi tawanan. Perang antara pasukan kaum muslimin dengan Banil-Musthaliq pun
pecah, dan akhirnya dimenangkan oleh pasukan muslim. Pemimpin. mereka,
al-Harist, melarikan diri, dan putriinya, Juwainiyah, tertawan di tangan Tsabit
bin Qais al-Anshari.
Juwairiyah adalah sosok wanita
yang mampu menjaga izzah (kemuliaan)-nya sebagai seorang
wanita terhormat. Ia adalah seorang wanita terpandang di kaumnya yang memiliki
kecerdasan akal dan kecantikan fisik. Oleh karenanya, Juwairiyah merasa tidak
pantas menjadi seorang tawanan, apalagi sampai direndahkan menjadi seorang
budak. Ia pun meyakinkan diri tidak pantas dimiliki oleh Tsabit bin Qais yang
hanya prajurit biasa. Kalaupun ada manusia yang diberi kesempatan untuk
memiliki dirinya, manusia itu bukanlah Tsabit bin Qais, tetapi siapa yang
menjadi pemimpin Tsabit dan pemimpin kaumnya (Kaum Muslim), yaitu Rasulullah
saw.
Begitu mengetahui dirinya
menjadi tawanan, Juwairiyah mengajukan keinginannya untuk membebaskan diri
kepada Tsabit dan Rasulullah saw.
Saat diijinkan bertemu
Rasulullah, dia berkata, "Rasulullah, aku Burrah, putri dari Al Harits.
Ayahku adalah pemimpin kaumku. Sekarang aku ditimpa kemalangan dengan menjadi
tawanan perang dan jatuh ke tangan Tsabit bin Qais. Ia memang lelaki baik,
tidak pernah berlaku buruk padaku. Namun ketika kukatakan aku ingin menebus
diri, ia membebaniku dengan sembilan keping emas. Maka kupikir lebih baik minta
perlindungan padamu. Tolong, bebaskan aku!"
Rasulullah berpikir sejenak. Iba
hati Rasulullah menyaksikan Juwairiyah, seorang wanita terhormat yang tiba-tiba
berubah menjadi budak. Lalu Rasul balik bertanya, "Maukah engkau yang
lebih baik dari itu?"
Jawaban Rasulullah kemudian
membuat Juwairiyah tercengang, namun wajahnya berseri-seri. Betapa tidak,
selain Rasulullah sendiri yang akan membayar tebusan, Rasulullah pun
melamarnya. Dengan senyuman, Juwairiyah menerima pinangan Rasulullah, lalu
memeluk Islam.
Setelah itu tersebarlah berita
bahwa Rasulullah saw telah menikahi Juwairiyah binti Al-Harits bin Abi Dhirar,
maka orang-orang berkata,"Kalau Rasul menikahi Juwairiyah maka tawanan
kita adalah kerabat Rasulullah saw, maka mereka melepaskan tawanan perang yang
mereka bawa, hal ini menyebabkan Bani Musthaliq berbondong-bondong memeluk
islam". Bahkan, Aisyah ra mengatakan "Aku tidak mengetahui jika
ada seorang wanita yang lebih banyak berkahnya terhadap kaumnya daripada
Juwairiyah."
Mendengar putrinya berada dalam
tawanan kaum muslimin, al-Harits bin Abu Dhirar mengumpulkan puluhan unta dan
dibawanya ke Madinah untuk menebus putrinya. Sebelum sampai di Madinah dia
berpendapat untuk tidak membawa seluruh untanya, dan menyembunyikan dua ekor
unta yang terbaik. Lalu dia pergi ke Madinah dan menemui Rasulullah. Maka Nabi
saw bersabda:"Bagaimana pendapatmu seandainya anakmu disuruh memilih
diantara kita, apakah anda setuju?."
"Baiklah", katanya.
Kemudian ayahnya mendatangi Juwairiyah
dan menyuruhnya untuk memilih dirinya dengan Rasulullah maka Juwairiyah
menjawab,"Aku memilih Allah dan Rasul-Nya."
Setelah itu Rasul menanyakan
perihal dua ekor unta yang disembunyikan. Mendengar pertanyaan itu Al Harits
langsung terperangah, hatinya terguncang hingga tampak bingung. Lalu ia
berkata, "Demi Allah, kau benar-benar utusan Allah. Tak ada yang tahu
masalah ini selain Allah." Ia lalu masuk Islam, dan secara serentak
diikuti seluruh kaumnya.
Berada
Di Rumah Rasulullah Saw
Juwairiyah telah memeluk Islam
dan keimanan di hatinya telah kuat. Semata-mata dia mengikhlaskan diri untuk
Allah dan Rasul-Nya. Ibnu Abbas banyak meriwayatkan shalat dan ibadahnya, di
antaranya, "Ketika itu Rasulullah saw hendak melakukan shalat fajar dan
keluar dan tempatnya. Setelah shalat fajar dan duduk hingga matahari meninggi,
beliau pulang, sementara Juwairiyah tetap dalam shalatnya. Juwairiah berkata,
'Aku tetap giat shalat setelahmu, ya Rasulullah.’
Nabi bersabda, 'Aku akan
mengatakan sebuah kalimat setelahmu. Jika engkau kerjakan, niscaya akan lebih
berat dalarn timbangan, 'Maha Suci Allah, sebanyak yang Dia ciptakan. Maha
Suci Allah Penghias Arasy-Nya. Maha Suci Allah, unsur seluruh
kalimat-Nya'
Dari Abdullah bin Amr bahwa
Rasulullah saw masuk ke rumah Juwairiyah binti Harits pada hari Jumat sedang ia
sedang berpuasa. Lalu Nabi bertanya kepadanya "Apakah engkau berpuasa
kemarin?" Dia menjawab "Tidak" dan besok apakah engkau bermaksud
ingin berpuasa? "Tidak" jawabnya. Kemudian Nabi bertanya lagi dia
menjawab tidak pula. "Kalau begitu berbukalah sekarang!"
Setelah Rasulullah Saw meninggal
dunia, Juwairiyah mengasingkan diri serta memperbanyak ibadah dan bersedekah di
jalan Allah dengan harta yang diterimanya dari Baitul-Mal. Ketika terjadi
fitnah besar berkaitan dengan Aisyah, dia banyak berdiam diri, tidak berpihak
ke mana pun.
Juwairiyah
Binti Al Harits Wafat
Juwairiyah wafat pada masa
kekhalifahan Mu’awiyah bin Abu Sufyan sekitar tahun 56 H, pada usianya yang
keenam puluh. Dia dikuburkan di Baqi’, bersebelahan dengan kuburan istri-istri
Rasulullah yang lain. Semoga Allah rela kepadanya dan kepada semua istri
Rasulullah Saw.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar