16 Juni 2012

Soeharto Dan Angka 666


Ada banyak teka-teki yang kini kian tampil ke permukaan soal Soeharto. Dari konspirasi jahat mantan presiden RI kedua ini dalam mengkudeta Presiden RI Soekarno di tahun 1965, pembiaran sakit Soekarno hingga meninggal dengan kondisi yang amat tragis, pembantaian ratusan ribu rakyat tak berdosa di tahun 1965-1967, hingga kehidupan kleniknya yang penuh dengan aura kemusyrikan.
Salah satu yang menarik tentang Soeharto adalah keterkaitannya dengan angka 666. Dalam sejarah sihir atau dunia gelap, angka ini memegang peran penting selain angka 13. 

Mary Stewart Relfe, Ph.D dalam karyanya “The New Money System” (Alabama, 1982) juga berhasil membuktikan bahwa angka 666 senantiasa ada di dalam setiap barcode UPC (Universal Product Code) yang selalu saja memiliki jumlah 13 angka di seluruh dunia! Bahkan Alkitab sendiri di dalam Wahyu 13: 16-18 mengatakan:

Dan ia menyebabkan, sehingga kepada semua orang, kecil atau besar, kaya miskin, merdeka atau pun hamba, diberi tanda pada tangan kanannya atau pada dahinya, dan tidak seorang pun yang dapat membeli atau menjual selain daripada mereka yang memakai tanda itu, yaitu nama binatang itu atau bilangan namanya. Yang penting di sini ialah hikmat: Barangsiapa yang bijaksana, baiklah ia menghitung bilangan binatang itu, karena bilangan binatang itu adalah bilangan seorang manusia dan bilangannya ialah enamratus enampuluh enam (666).”

Dalam angka Romawi, 666 ditulis sebagai DCLXVI (D = 500, C = 100, L = 50, X = 10, V = 5, I = 1). Sedang dalam bahasa latin, angka 666 bisa diartikan sebagai DIC LVX atau dibaca “dicit lux” yang berarti “suara cahaya”. 

Dalam bahasa latin juga, setan atau iblis disebut sebagai Lucifer (lux Ferre) yang memiliki arti sebagai “Sang Pembawa Cahaya”.

Angka 666 tersimpan di hampir semua benda-benda sihir dan yang mengandung kejahatan atau pengaruh setan, seperti semua angka di meja roulette maka jika dijumlahkan kita akan menemukan angka 666! Bahkan dalam dunia medis, racun yang mematikan yakni Hexachloride memiliki rumus kimia 666 yaitu C6H6CI6.
Dan entah suatu kesengajaan atau tidak. Komputer PC pertama di dunia dari Apple dibandrol dengan harga US$ 666. Bahkan alamat situs di internet yang selalu di mulai dengan kode WWW (World Wide Web) sebenarnya berasal dari tafsiran 666 yakni VIVIVI.

Bagaimana dengan Soeharto? Presiden Soeharto lengser dari tahta kekuasaannya di tahun 1998 atau 3 x 666. Jauh sebelum meninggal, Soeharto telah membangun sebuah kompleks pemakaman keluarga di Astana Giri Bangun yang dikelola oleh Yayasan Mangadeg Surakarta. Tahukah Anda jika kompleks pemakaman ini, yang kemudian juga tempat Soeharto dikubur, berada di atas ketinggian 666 meter di atas permukaan laut? Believe it or not!

Sekilas Tentang Astana Giribangun

ASTANA Giribangun di Kecamatan Matesih, Kabupaten Karanganyar, Jateng, bakal menyedot perhatian masyarakat pasca meninggalnya mantan Presiden RI, Soeharto. Namun tak banyak yang tahu kalau Giribangun bukan satu-satunya kompleks pemakaman terkenal di kawasan tersebut.

Sebelum Astana Giribangun dibangun, orang lebih dulu mengenal Astana Mangadeg, yaitu kompleks pemakaman keluarga Pura Mangkunegaran. Di sini dimakamkan, antara lain, Kanjeng Pangeran Aryo Adipati (KGPAA) Sri Mangkunegoro I alias Pangeran Samber Nyowo. Kompleks makam itu terletak di lereng barat Gunung Lawu, sekitar 40 kilometer arah timur Kota Solo, pada ketinggian 750 meter di atas permukaan laut (dpl). 

Agak di bawahnya, pada ketinggian 666 meter dpl, terdapat Astana Giribangun, di Desa Karang Bangun. Di Astana Giribangun yang megah, dimakamkan antara lain istri mantan Presiden Soeharto, Ny Tien Soeharto. Mantan ibu Negara kelahiran 23 Agustus 1923 tersebut meninggal pada 28 April 1996, atau dalam usia 73 tahun.

Ny Tien dikenal sebagai kerabat Mangkunegaran, khususnya trah Mangkunegaran III. Karena itu, tak heran jika pemilihan lokasi Astana Giribangun, tahun 1970-an silam, sengaja didekatkan dengan Astana Mangadeg. Tentang pemilihan lokasi Astana Giribangun yang lebih rendah, diperkirakan untuk menghormati keberadaan Astana Mangadeg yang secara spiritual dianggap lebih tinggi.

Beda Pemakaman Pak Harto dan Bung Karno

Pada 27 Januari 2008 pukul 13.10, mantan Presiden Soeharto  meninggal. Jenazahnya disemayamkan di kediamannya, Jalan Cendana, dan dilayat pejabat tinggi negara, mulai presiden, wakil presiden, sampai para menteri. Masyarakat umum berjubel di sepanjang Jalan Cendana menonton para tetamu.
Senin pagi, 28 Januari 2008, ini jenazah mantan orang nomor satu RI itu diterbangkan ke pemakaman keluarga di Astana Giribangun. Ketua DPR Agung Laksono akan bertindak secara resmi dalam pelepasan jenazah di Jalan Cendana, Wakil Presiden Jusuf Kalla memimpin pelepasan di Halim Perdanakusumah. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menjadi inspektur upacara di Astana Giribangun.

Astana Giribangun yang diperuntukkan keluarga Nyonya Suhartinah Soeharto didirikan di Gunung Bangun yang tingginya 666 meter di atas permukaan laut. Cangkulan pertama dilakukan Tien Soeharto Rabu Kliwon, 13 Dulkangidah Jemakir 1905, bertepatan dengan 27 November 1974.

Dengan menggunakan 700 pekerja, bangunan yang merupakan gunung yang dipangkas tersebut diselesaikan dan diresmikan pada Jumat Wage, 23 Juli 1976. Jadi 30 tahun sebelum meninggal, Soeharto telah mempersiapkan tempat peristirahatan yang terakhir. Hal itu dilakukan Soeharto agar “tidak menyusahkan orang lain”.

Soeharto memperoleh hak dan fasilitas sebagai seorang mantan kepala negara. Namun, hal yang berbeda dialami mantan Presiden Soekarno. Sewaktu mengalami semacam tahanan rumah di Wisma Yaso (sekarang Gedung Museum Satria Mandala Pusat Sejarah TNI) di Jalan Gatot Subroto, Jakarta, Soekarno tidak boleh dikunjungi masyarakat umum.

Pangdam Siliwangi H.R. Dharsono mengeluarkan perintah melarang rakyat Jawa Barat untuk mengunjungi dan dikunjungi mantan Presiden Soekarno. Kita ketahui, H.R. Dharsono kemudian juga menjadi kelompok Petisi 50 dan meminta maaf kepada keluarga Bung Karno atas perlakuannya pada masa lalu itu.

Putrinya sendiri, Rachmawati, hanya boleh besuk pada jam tertentu. Pada 21 Juni 1970, Bung Karno wafat setelah beberapa hari dirawat di RSPAD Gatot Subroto, Jakarta. Beberapa waktu sebelumnya, Rachmawati menanyakan kepada Brigjen Rubiono Kertapati, dokter kepresidenan, kalau Soekarno menderita gagal ginjal, kenapa tidak dilakukan cuci darah? Jawabannya, alat itu sedang diupayakan untuk dipesan ke Inggris.

Itu jelas sangat ironis. Pada masa revolusi pasca kemerdekaan, Jenderal Sudirman menderita penyakit TBC. Ketika itu, obatnya baru ditemukan di luar negeri, yakni streptomycin. Pemerintah Indonesia dalam keadaan yang sangat terbatas dan berperang menghadapi Belanda berusaha mendapatkan obat tersebut ke mancanegara, tetapi nyawa Panglima Sudirman tidak tertolong lagi. Hal itu tidak dilakukan terhadap Ir Soekarno.

Bung Karno dibaringkan di Wisma Yaso setelah wafat di RSPAD Gatot Subroto dan di situ pula dia dilepas Presiden Soeharto dan Nyonya Tien Soeharto. Situasi saat itu memang sangat tidak kondusif bagi Soekarno dan keluarganya. Beberapa hari sebelumnya, yakni 1 Juni 1970, Pangkopkamtib mengeluarkan larangan peringatan hari lahirnya Pancasila setiap 1 Juni. Soekarno sedang diperiksa atas tuduhan terlibat dalam percobaan kudeta untuk menggulingkan dirinya sendiri. Pemeriksaan tersebut dihentikan setelah sakit Bung Karno semakin parah.

Pada 22 Juni 1970, jenazah sang proklamator dibawa ke Halim Perdanakusumah menuju Malang. Di Malang disediakan mobil jenazah yang sudah tua milik Angkatan Darat, demikian pengamatan Rachmawati Soekarnoputri (di dalam buku Bapakku Ibuku, 1984) yang membawanya ke Blitar.

Sepanjang jalan Malang-Blitar, rakyat melepas kepergian sang proklamator di pinggir jalan. Di sini Soekarno dimakamkan dengan Inspektur Upacara Panglima ABRI Jenderal Panggabean pada sore hari. Sambutan dibacakan sangat singkat.

Soekarno hanya dimakamkan di pemakaman umum di samping ibunya. Seusai acara resmi, rakyat ikut menabur bunga. Karena banyaknya tanaman itu, sampai terbentuk gunung kecil di atas pusara Sang Putra Fajar tersebut. Namun tak lama kemudian, rakyat yang tidak kunjung beranjak dari makam kemudian mengambil bunga-bunga itu sebagai kenangan-kenangan. Dalam tempo singkat, makam Bung Karno kembali rata sama dengan tanah.

Pemakaman di Blitar itu berdasar Keputusan Presiden RI No 44/1970 tertanggal 21 Juni 1970. Keputusan tersebut diambil dengan berkonsultasi bersama pelbagai tokoh masyarakat. Padahal, Masagung dalam buku Wasiat Bung Karno (yang baru terbit pada 1998) mengungkapkan bahwa sebetulnya Soekarno telah menulis semacam wasiat masing-masing dua kali kepada Hartini (16 September 1964 dan 24 Mei 1965) dan Ratna Sari Dewi (20 Maret 1961 dan 6 Juni 1962). Di dalam salah satu wasiat itu dicantumkan tempat makam Bung Karno, yakni di bawah kebun nan rindang di Kebun Raya Bogor.

Di dalam otobiografinya, Soeharto mengatakan bahwa sebelum memutuskan tempat pemakaman Soekarno, dirinya mengundang pemimpin partai. Jelas Soeharto menganggap itu masalah politik yang cukup pelik. Jadi, pemakaman tidak ditentukan keluarga, tetapi melalui pertimbangan elite politik.

Kemudian, Soeharto melalui keputusan presiden menetapkan pemakaman di Blitar konon dengan alasan tidak ada kesepakatan di antara keluarga. Apakah betul demikian? Sebab, pendapat lain mengatakan bahwa hal itu dilakukan Soeharto demi pertimbangan keamanan. Jika dikuburkan di Kebun Raya, pendukung Bung Karno akan berdatangan ke sana dalam rombongan yang sangat banyak, sedangkan jarak Bogor dengan ibu kota Jakarta tidak begitu jauh. Hal tersebut dianggap berbahaya, apalagi saat itu menjelang Pemilu 1971.

Pemugaran makam Bung Karno juga penuh kontroversi. Pemugaran dilakukan pada 1978 dengan memindahkan makam-makam orang lain itu. Menurut Ali Murtopo di depan kader PDI se-Jawa Timur, ide tersebut berasal dari Presiden Soeharto. Masyarakat tentu bisa menduga bahwa itu dilakukan dalam rangka mengambil hati para pendukung Bung Karno menjelang pemilu. Dalam pemugaran tersebut, keluarga tidak diajak ikut serta. Bahkan, dalam peresmian pemugaran itu, putra-putri Soekarno tidak hadir.

Dalam prosesi pemakaman di Blitar, Megawati tidak hadir karena sedang berada di luar negeri. Namun, kabarnya putra tertua Bung Karno, Guntur Sukarno Putra, mewakili keluarga mantan Presiden Soekarno akan datang ke Astana Giribangun. Ketika Soeharto di Rumah Sakit Pertamina, Guruh juga berkunjung. Ini suatu pelajaran sejarah berharga bagi bangsa kita. Jangan lagi kesalahan masa lalu diulang dan marilah kita berjiwa besar.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar