(Chaerol
Riezal)
Jauh sebelum Indonesia merdeka, Aceh terlebih dahulu telah lama merdeka dan dikenal diberbagai mancanegara, tak hanya dikenal di daerah sendiri, Aceh pun diakui oleh kerajaan-kerajaan maupun penguasa Asing lainnya bahwa Aceh ini sebuah negeri yang berdaulat dan merdeka serta disegani oleh bangsa asing yang ingin melakukan penjajahan. Sekarang apa yang terjadi? Aceh harus menerima pil pahit yang diberi oleh Pemerintah RI melalui trik-trik yang telah dirancang sedemikian rupa. Raksasa (Aceh) yang dahulu begitu hebat dan kuat, sekarang harus dipaksa menerima kenyataan, harus turun gunung dan kembali ke pangkuan NKRI yang merupakan bangsa yang baru lahir pada abad ke 19.
350 tahun lamanya bangsa
Indonesia dijajah oleh bangsa asing (Belanda), dan diperburuk lagi oleh
penjajahan bangsa Jepang selama 3.5 tahun, tapi sebenarnya masih banyak bangsa
lain yang ingin menjajah bangsa Indonesia. Setelah sekian lamanya bangsa ini
dijajah oleh bangsa asing, barulah pada tanggal 17 agustus 1945 bangsa ini
Merdeka dari penjajahan bangsa asing diatas Bumi ini. Tapi kenapa sekarang
penjajahan itu masih terus berlangsung, hanya saja bangsa sendiri menjajah
bangsa sendiri. Salah satu bukti yang kuat tentang Indonesia menjajah bangsa
sendiri adalah Aceh dan juga daerah lain, yang dijajah oleh pemerintah pusat “Jakarta”.
Mungkin ini hobi mereka yang tak pernah henti-henti nya memeras dan melihat
jeritan rakyatnya sendiri. Percaya atau Tidak, disaat kala Jakarta (Dinasti
Jawa) yang memimpin negeri ini, penderitaan yang dirasakan oleh seluruh Rakyat
Indonesia takkan pernah berhenti disitu dan terus berlangsung hingga ajal
menjemput mereka. “Anda boleh percaya kepada yang namanya keajaiban, tetapi
ingat anda jangan bergantung kepada nya karena Tuhan takkan mengubah seorang
kaum apabila kaum tersebut tidak mau mengubah dirinya”.
Berikut ini adalah
beberapa derita Aceh dari tipuan manis di tangan 6 Presiden RI:
1. Soekarno
Ø Januari
1950 provinsi Aceh dibentuk. Tengku Muhammad Daud Beureueh diangkat sebagai
Gubernur pertama sementara Tengku Wahab Seulimeum sebagai Ketua DPRD.
Ø Agustus
1950 Provinsi Aceh dilebur ke provinsi Sumatera Utara melalui Perpu nomor 5
tahun 1950.
Ø 21
September 1953 Tengku Muhammad Daud Beureueh memimpin pemberontakan DII/TII guna
untuk menagih sebuah janji manis yang diucapkan Soekarno karena pemerintah
pusat “Jakarta” telah ingkar janji terhadap Aceh.
Ø 1
Januari 1957, DPR melalui UU nomor 24/1956 bersepakat kembali membentuk
Provinsi Aceh yang terpisah dari Sumatera Utara.
Ø 16
Mei 1959, melalui keputusan Perdana Menteri Republik Indonesia nomor
1/Missi/1959, Aceh diberikan status sebagai Daerah Istimewa. Walaupun diberikan
daerah istimewa, toh nyatanya Aceh ditipu oleh permainan licik pemerintah pusat.
2. Soeharto
Ø 4
Desember 1976, Tengku Muhammad Hasan Di Tiro memproklamirkan Gerakan Aceh
Merdeka (GAM).
Ø Mei
1990, Gubernur Aceh, Ibrahim Hasan mengajukan penambahan pasukan ABRI untuk
memulihkan keamanan. Permintaan itu ditanggapi oleh pemerintah pusat dengan
memberlakukan operasi jaring merah yang dikenal dengan Daerah Operasi Militer
(DOM).
Ø Juli
1990, terjadi penambahab anggota personel ABRI di Aceh, dari 600 personel
menjadi 1200 personel.
Ø 29
Desember 1996, Kapolda Aceh kolonel Suwahyu menilai Aceh sudah cukup aman. Ia
menyarankan agar operasi militer diganti dengan operasi keamanan dan ketertiban
masyarakat (Kamtibnas). Selang dua minggu Suwahyu dicopot dari jabatannya.
3. BH Hbibie
Ø 14
Okteber 1999, lahirnya UU nomor 44/1999 mengenai penyelenggaraan keistimewaan
Provinsi Daerah Istimewa Aceh.
Ø 7
Agustus 1998, panglima ABRI jenderal Wiranto mencabut status DOM di Aceh.
4. Abdurrahman Wahid
Ø 27
Oktober 1999, mahasiswa Aceh menuntut referendum untuk Aceh, yang disuarakan
melalui Radio Republik Indonesia (RRI) Banda Aceh dan DPRD Aceh.
Ø 8
November 1999, Sidang Umum Masyarakat Pejuang Referendum Aceh (SU-MPRA) digelar
di Banda Aceh, di ikuti oleh hampir dua juta rakyat Aceh. Acara kolosal ini
berlangsung dengan aman dan damai.
Ø 16
November 1999, Presiden Abdurrahman Wahid mengatakan tidak akan membuka Komando
Daerah Militer (Kodam) di Aceh.\
Ø 12
Mei 2000, Pemerintah Pusat dan GAM menandatangani nota kesepahaman bersama
tentang jeda kemanusiaan untuk Aceh di Geneva, Swiss.
Ø 5 Agustus 2000, Pemerintah Pusat dan GAM
menyepakati perpanjangan jeda kemanusiaan.
Ø 1
September 2000, lahir Perpu nomor 2/2000 mengenai kawasan perdagangan bebas dan
pelabuhan bebas Sabang.
Ø 21
Desember 2000, Perpu nomor 2/2000 diundangkan menjadi UU nomor 37/2000.
Ø 15
Januari 2001, jeda kemanusiaan II berakhir.
Ø 18
Maret 2001, Pemerintah Pusat dan GAM menyetujui beberapa zona aman (Peace Zone)
di Aceh.
Ø 11
April 2001, Presiden mengeluarkan Inpres nomor 4/2001, tentang langkah-langkah
komprehensif untuk menyelesaikan masalah Aceh.
5. Megawati Soekarnoputri
Ø Agustus
2001, Megawati menandatangani UU nomor 18 tahun 2001, tentang otonomi khusus
bagi Nanggroe Aceh Darussalam.
Ø 9-11
Mei 2002, Pemerintah Pusat dan GAM bertemu di Geneva, Swiss. GAM menerima UU
NAD sebagai langkah awal penyelesaian Aceh.
Ø Juli
2002, DPRD NAD menolak di berlakukannya status darurat sipil maupun darurat
militer di Aceh.
Ø 9
Desember 2002, Pemerintah Pusat dan GAM menandatangani kesepatan perhentian
permudsuhan di Geneva, Swiss.
Ø 28
April 2003, Pemerintah Pusat menetapkan pelaksanaan operasi terpadu
kemanusiaan, penegakan hukum, operasi penegakan hukum dan operasi pemantapan
pemerintahan.
Ø 18
Mei 2003, Terbit Keppres nomor 28/2003, seluruh Aceh dinyatakan dalam keadaan
bahaya dengan tingkat Darurat Militer (DM).
Ø 18
Mei 2004, Megawati mengeluarkan Keppres nomor 43/2004, yang menetapkan status
darurat sipil di Aceh selama enam bulan.
6. Susilo Bambang Yudhoyono
Ø 18
November 2004, Terbit Perpres nomor 2/2004 yang memperpanjang status darurat
sipil di Aceh selama enam bulan.
Ø Januari-Juli
2005, Pemerintah Pusat dan GAM melakukan lima tahapan perundingan di Helsinky,
Firlandia.
Ø 15
Agustus, Wakil Pemerintah RI dan GAM menandatangani kesepakatan damai di
Helsinky, Firlandia. Yang kemudian di kenal dengan Perjanjian Mou Helsinky.
Tapi nyatanya smapai sekarang, saat ini, dan detik ini perjanjian tersebut
belum sepenuhnya di laksanakan oleh Pemerintah Jawa “Jakarta”. (ada saja alasan
untuk di perlambat mengenai Mou Helsinky).
Ø 22
Februari 2006, Rancangan Undang-Undang Pemerintahan Aceh (RUU-PA) mulai dibahas
di DPR-RI.
Ø 11
Juli 2006, DPR sepakat RUU-PA disahkan menjadi Undang-Undang Pemerintahan Aceh (UU-PA).
Ø 01
Agustus 2006, UU nomor 11/2006 mengenai Pemerintahan Aceh (UU-PA) mulai
berlaku. (Rangkuman dari berbagai sumber).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar