Setiap orang berencana dalam hidupnya, tentuna berjuang pada yang namanya
kebahagiaan. Seorang kawan malah pernah membuat rencana hidupnya sejak masih
bersekolah menengah, ia merencanakan semuanya, mulai dari kuliah kemana,
jurusan apa, target lulus berapa tahun, bekerja dimana, kapan menikah, puna
anak berapa, tinggal dimana, dan seterusnya. Ada seorang kawan saya, sewaktu
lulus SMA, ia gagal meraih Universitas idamannya. Apa yang kemudian terjadi? Ia
tetap bersikeras menjalankan rencana yang sudah dibuat mundur setahun ini. Ini
karena ujian masuk perguruan tinggi negeri yang hanya 1 tahun sekali. Lantas,
apa yang dilakukannya selama menunggu ujian masuk tahun beriutnya? Yang saya
tahu, ia hanya belajar kembali, mengikuti Bimbel guna membekali diri saat
mengikuti ujian masuk perguruan tinggi yang ia idamkan.
Singkat cerita, kawan saya itu kembali
menempuh ujian perguruan tinggi negeri berikutnya kembali menelan kegagalan
menembus universitas idamannya. Apa yang ia lakukan? Ternyata ia tetap pada
rencana hidupnya dan lagi-lagi memundurkan setahun! Bagaimana kondisinya
sekarang? Saya belum tahu dan sampai detik ini belum pernah bertemunya kembali.
Dan sekarang dalam bulan juni ini dan bulan selanjutnya telah dibuka kembali
ujian tulis masuk perguruan tinggi negeri, saya sangat mengharapkan bertemu
kembali dengannya dan tentunya akan saya doa kan dia agar diterima di perguruan
yang dia inginkan.
Saya juga punya cerita lainnya tentang
rencana hidup. Kali ini juga datang dari kawan sekoah saya yang lain. Di
sekolah dulu, kawan saya ini dikenal sebagai orang yang biasa-biasa saja,
cenderung tak punya rencana. Datang sekolah mengerjakan tugas, ujian, pulang,
sesekaliikut nongkrong sama kawan-kawan lain, jelas-jelas tanpa ada rencana
hidup. Saat ujian masuk perguruan tinggi digelar, ia pun terkesan asal-asalan
dalam memilih iniversitas dan jurusan kuliahnya. Karena asal-asalan ini, ia tak
menembus universitas negeri yang ia tuju. Ia pun berkuliah di universitas
swasta yang tak terkenal di Aceh. Alasannya hanya satu, “Yang Penting Kuliah”
Tapi tak disangka, selepas kuliah kawan
asal-asalan dan tanpa ada rencana hidup ini mendapat pekerjaan yang amat sangat
layak menurut kami (teman-temannya). Sebuah perusahaan mutinasional terkenal di
Indonesia merekrutnya menjadi karyawan. Soal gaji, sudah pasti di atas
rata-rata perusahaan lokal. Sekarang, ia hidup nyaman dan lagi-lagi tanpa ada
sebuah rencana hidup.
Dua kisah di atas menggugah saya, apakah
kita perlu mendesain dan merencanakan hidup kita? Apa yang seharusnya kita
lakukan ketika segala sesuatu yang kita rencanakan tak sesuai denga apa yang
kita harapkan? Atau apakah kita perlu hidup tanpa rencana hidup mengalir
bagaikan bak air ???
Rencana hidup harus tetap di buat supaya lebih terarah, hanya saja rencana itu tidak boleh cuma satu tapi harus mempunyai banyak rencana cadangan, persis seperti sebuah operasi militer, sebelum suatu operasi di gelar maka akan di susunlah suatu rencana strategi terlebih dahulu, rencana operasi itu ada rencana utama biasa di sebut PLAN A dan ada rencana pendukung PLAN B, dan sebaiknya juga disusun rencana ke-3, ke-4, ke-5 dan seterusnya....
BalasHapusCoba kalo tiap operasi semua mengalir tanpa ada rencana, bisa-bisa semuanya berantakan deh.