9 Juni 2012

Mendesain Hidup


Setiap orang berencana dalam hidupnya, tentuna berjuang pada yang namanya kebahagiaan. Seorang kawan malah pernah membuat rencana hidupnya sejak masih bersekolah menengah, ia merencanakan semuanya, mulai dari kuliah kemana, jurusan apa, target lulus berapa tahun, bekerja dimana, kapan menikah, puna anak berapa, tinggal dimana, dan seterusnya. Ada seorang kawan saya, sewaktu lulus SMA, ia gagal meraih Universitas idamannya. Apa yang kemudian terjadi? Ia tetap bersikeras menjalankan rencana yang sudah dibuat mundur setahun ini. Ini karena ujian masuk perguruan tinggi negeri yang hanya 1 tahun sekali. Lantas, apa yang dilakukannya selama menunggu ujian masuk tahun beriutnya? Yang saya tahu, ia hanya belajar kembali, mengikuti Bimbel guna membekali diri saat mengikuti ujian masuk perguruan tinggi yang ia idamkan.

Singkat cerita, kawan saya itu kembali menempuh ujian perguruan tinggi negeri berikutnya kembali menelan kegagalan menembus universitas idamannya. Apa yang ia lakukan? Ternyata ia tetap pada rencana hidupnya dan lagi-lagi memundurkan setahun! Bagaimana kondisinya sekarang? Saya belum tahu dan sampai detik ini belum pernah bertemunya kembali. Dan sekarang dalam bulan juni ini dan bulan selanjutnya telah dibuka kembali ujian tulis masuk perguruan tinggi negeri, saya sangat mengharapkan bertemu kembali dengannya dan tentunya akan saya doa kan dia agar diterima di perguruan yang dia inginkan.

Saya juga punya cerita lainnya tentang rencana hidup. Kali ini juga datang dari kawan sekoah saya yang lain. Di sekolah dulu, kawan saya ini dikenal sebagai orang yang biasa-biasa saja, cenderung tak punya rencana. Datang sekolah mengerjakan tugas, ujian, pulang, sesekaliikut nongkrong sama kawan-kawan lain, jelas-jelas tanpa ada rencana hidup. Saat ujian masuk perguruan tinggi digelar, ia pun terkesan asal-asalan dalam memilih iniversitas dan jurusan kuliahnya. Karena asal-asalan ini, ia tak menembus universitas negeri yang ia tuju. Ia pun berkuliah di universitas swasta yang tak terkenal di Aceh. Alasannya hanya satu, “Yang Penting Kuliah”

Tapi tak disangka, selepas kuliah kawan asal-asalan dan tanpa ada rencana hidup ini mendapat pekerjaan yang amat sangat layak menurut kami (teman-temannya). Sebuah perusahaan mutinasional terkenal di Indonesia merekrutnya menjadi karyawan. Soal gaji, sudah pasti di atas rata-rata perusahaan lokal. Sekarang, ia hidup nyaman dan lagi-lagi tanpa ada sebuah rencana hidup.

Dua kisah di atas menggugah saya, apakah kita perlu mendesain dan merencanakan hidup kita? Apa yang seharusnya kita lakukan ketika segala sesuatu yang kita rencanakan tak sesuai denga apa yang kita harapkan? Atau apakah kita perlu hidup tanpa rencana hidup mengalir bagaikan bak air ???

1 komentar:

  1. Rencana hidup harus tetap di buat supaya lebih terarah, hanya saja rencana itu tidak boleh cuma satu tapi harus mempunyai banyak rencana cadangan, persis seperti sebuah operasi militer, sebelum suatu operasi di gelar maka akan di susunlah suatu rencana strategi terlebih dahulu, rencana operasi itu ada rencana utama biasa di sebut PLAN A dan ada rencana pendukung PLAN B, dan sebaiknya juga disusun rencana ke-3, ke-4, ke-5 dan seterusnya....

    Coba kalo tiap operasi semua mengalir tanpa ada rencana, bisa-bisa semuanya berantakan deh.

    BalasHapus