7 Juni 2012

Kenapa Aceh Tidak Boleh Dan Mengapa Harus Indonesia?


Pertanyaan di atas sangat mengusik lubuk hati mereka yang tengah berkuasa dan menikmati kekuasaannya di ibukota Jakarta. Mereka sangat sensitif dengan pertanyaan-pertanyaan seumpama itu karena dalam benak mereka NKRI itu dijadikan harga mati, kalau mati NKRI harus sama-sama mati dengan mereka. Sebetulnya, ditinjau dari sudut manapun juga tidak ada ketentuan yang memberi harga mati kepada NKRI dalam konteks kenegaraan.

Di antara tujuan mendirikan sesuatu negara adalah untuk mensejahterakan rakyatnya, untuk memberi keamanan kepada rakyatnya, untuk memastikan semua hukum dan perundang-undangan berjalan lancar di sana dan untuk memajukan Islam serta meningkatkan iman dan amal shalih bangsanya (khusus buat muslim).

Lalu kalau semakin lama NKRI wujud semakin compang camping dan mengorbankan rakyatnya, maka kenapa harus Indonesia? Kalau semakin lama wujudnya NKRI semakin tidak punya keamanan terhadap rakyatnya, maka mengapa mesti Indonesia? Kalau semakin lama wujud NKRI semua hukum dan perundang-undangannya tidak berjalan semestinya maka kenapa harus Indonesia? Khusus buat muslim dan muslimah, kalau semakin lama bertahannya NKRI semakin hancur Islam dan Hukum Islam di dalamnya, maka kenapa pula harus NKRI?

Sebaliknya; kalau sejarah telah membuktikan bahwa bangsa Aceh telah berjaya mendirikan sebuah negara dan dapat mensejahterakan rakyatnya, maka kenapa tidak boleh Aceh? Kalau sejarah telah mencatat bahwa Kerajaan Aceh Darussalam yang berusia berabad-abad lamanya telah mampu dan sukses memberikan keamanan dan kesejahteraan kepada rakyatnya, maka kenapa pula tidak boleh Aceh? Kalau bangsa Aceh telah berjaya mewujudkan dan mengamalkan Hukum Islam dalam Negara Aceh dahulu kala, maka kenapa mesti bersama Indonesia? Kalau sejarah telah mencatat bahwa bangsa Aceh mampu menyaingi bangsa-bangsa lain di permukaan bumi ini dalam wadah Ke-Aceh-an, maka kenapa harus bersama NKRI?

Sesungguhnya tidak ada seorangpun yang berhak menghambat, melarang atau menyuruh orang Aceh harus begini atau begitu dalam konteks kenegaraan hari ini kalau Indonesia dan prilaku penguasanya masih tetap jahil dan biadab. Hanya ketentuan Allah sajalah yang punya wewenang tinggi untuk mengatur dan mengarahkan kehidupan Bangsa Aceh harus selaras dengannya.

Kalau Bangsa Aceh sudah tercemar dengan gaya hidup mayoritas rakyat Indonesia yang ragu-ragu dengan Hukum Islam, maka Aceh lama kelamaan akan menyatu dan identik dengan Indonesia yang tidak berakar dan tidak berazas yang identitasnya perlu dipertanyakan.

Akibat lama bersama Indonesia wilayah Aceh tidak lagi mencirikan khas Aceh seperti dalam bidang Islam, dalam bidang pendidikan, dalam bidang adat-budaya, dalam bidang sosial kemasyarakatan, politik dan peradaban. Untuk kembali kepada identitas dan digniti Aceh yang orisinal, bangsa ini perlu waktu yang lumayan panjang untuk mengikis susupan-susupan peradaban luar yang kini menyatu dengan kehidupan sebahagian masyarakat kita.

Pengembalian digniti dan identitas tersebut akan cepat prosesnya kalau dilakukan dengan power atau kekuasaan Aceh sendiri. Untuk mewujudkan power tersebut bangsa Aceh harus memiliki pakar dalam berbagai bidang dan harus saling membantu, saling menghargai dan saling memajukan negeri sendiri. Tidak boleh ada orang Aceh yang menyalahkan orang Aceh lainnya karena persoalan khilafiah dan furu�iyah dalam beribadah. Tidak boleh ada orang Aceh yang dengki dan benci kepada orang Aceh lainnya karena tidak mengikuti cara dan amalan hidupnya.

Saling membantu sesama Aceh untuk membolehkan Aceh dalam berbagai sisi kehidupan menjadikan modal penting pengembalian identitas dan digniti Ke-Aceh-an. Sekarang peluang untuk itu sudah terbuka lebar dan menganga dengan ambruknya dua rezim diktator Indonesia (Orde Lama dan Orde Baru). Ditambah lagi dengan terbukanya Aceh kedunia luar sehingga komunikasi luar-dalam Aceh tidak lagi menjadi kendala. Banyaknya pemuda Aceh yang mencicipi pendidikan peringkat master dan doktor di luar negeri menjadi fasilitas tersendiri untuk membolehkan Aceh dan membiarkan Indonesia.

Melihat dari sisi pandang historis Indonesia memang tidak punya dasar sebuah negara yang berdaulat. Namun kajian politis ia telah diwacanakan dan diformatkan oleh para penjajah di periode akhir (Belanda) untuk menjadi sebuah negara yang segala atributnya telah dipasang kaum pejajah biadab.

Hukum yang berlaku di Indonesia adalah Hukum Belanda (Verkelij Wetbook), pendidikan yang wujud di Indonesia adalah sisa-sisa pendidikan Belanda, sistem politik yang ada di Indonesia hingga hari ini adalah sistem politik warisan Belanda dan konsep hidup kebangsaan juga peninggalan Belanda yang semuanya jauh dari konsep Islam yang menyatu dengan Aceh dan Bangsanya.

Ketulusan jiwa-raga para mujahidin Aceh untuk mempertahankan negara ini dengan penuh harapan menjadi negara yang berjalan Hukum Islam telah dipreteli dan dipermainkan penguasa Indonesia semenjak ia merdeka sampai hari ini. Akhirnya, para mujahidin Aceh di periode awal dapat mengawal keutuhan aqidah dan kemantapan syari'ah, namun generasi Aceh hari ini telah gagal mempertahankan keutuhan aqidah dan kesempurnaan syari'ahnya.

Semua itu disebabkan semua anak bangsa Aceh harus tunduk, ikut dan patuh kepada ketentuan NKRI peninggalan dan setting Belanda. Lalu apa yang harus dilakukan sekarang untuk menebus semua kekeliruan itu...? jawablah wahai bangsaku

Tidak ada komentar:

Posting Komentar