Syahrul Indra
Sebelum
saya ceritakan kebudayaan Nagan Raya alangkah baiknya pembaca mengetahui asal
usul kabupaten Nagan Raya. Kabupaten Nagan Raya adalah salah satu kabupaten
dari Barat-Selatan yang berdiri berdasarkan UU nomor 4 tahun 2002 sebagai hasil
pemekaran dari Aceh Barat. kata nagan merupakan kependekan dari Seunagan yang
menunjukkan lima kata kecamatan hasil pemekaran, pemberian nama seunagan ini
memiliki cerita yang mirip dengan dongeng. Bedasarkan cerita orang-orang tua
yang ada dikecamatan tersebut bahwa seunagan berasal dari “seuh naga” yang
terjemahannya sisa yang dimakan oleh naga. Konon ceritanya serombongan
pendatang kalau kita lihat dari sejarahnya bahwa pendatang yang datang ke
Barat-Selatan ialah penduduk dari Pidie dan Aceh Rayeuk yang masa kesultanan
Aceh untuk membuka kerajaan kecil diwilayah Barat-Selatan yang dipimpin oleh
Ule Balang, dan mereka selain untuk mendirikan kerajaan mereka juga ingin
membuka lahan pertanian yang dianggap tanahnya masih subur untuk penanaman
tumbuhan dan lain-lain.
Dalam
peradaban yang sudah tinggi di pantai Barat-Selatan maka disinggahi oleh
pedagang-pedagang seperti orang Minang,Jawa,Melayu dan lain-lain, kedatangan
pedagang ini untuk mencari sumber rempah-rempah yang baru karna dianggap daerah
ini lebih murah dari pada di pusat Kerajaan Aceh Darussalam, karna pedagangnya
langsung berhadapan dengan Ulee Balang tanpa terkontrol oleh sultan. Maka dalam
perkembanganya hingga sekarang rakyat Nagan Raya masih terdapat kesamaan budaya
dan adat istiadat dengan orang Pidie dan Aceh Rayeuk, dan banyak
pedagang-pedagang ini memilih tinggal diwilayah Barat-Selatan dan lebih memilih
menikah dengan penduduk pribumi Barat-Selatan, sehingga banyak masyarakat
disana melahirkan keturunan Aceh-Jawa,Aceh-Melayu,Aceh-Minang atau bisa disebut
juga peranakan. Bukti ini juga bisa kita lihat dari banyaknya bahasa atau
dialek yang digunakan masyarakat Nagan Raya mirip dengan orang pidie dan Aceh
Rayeuk.
Kebudayaan
Nagan Raya lahir karna kebiasaan masyarakat dalam hal-hal tertentu seperti,
Turun Anak,Kenduri Blang,Kenduri Laot,Pesta Perkawinan,Kematian dan lain-lain.
Dalam kebudayaan perkawinan masyarakat Nagan Raya sering membuat pesta dengan
mengundang tari-tarian seperti ranup lampuan dengan simbul penerimaan calon
mempelai, seperti Seudati,Rapai Saman,Daboh, ini lebih ke hiasan malam untuk
menghiburkan para tamu yang hadir, kesenian Nagan Raya berlandaskan syariat
islam tanpa menyimpang dari agama islam. Kebiasaan ini masih berlangsung hingga
sekarang bahkan kebanyakan dari pihak pendidikan seperti SD,SMP,SMA, mengundang
guru/gure untuk mengajarkan kesenian seperti ini bahkan pemerintah nagan raya
sering membuat perlombaan kesenian dan adat istiadat tingkat kabupaten,
sehingga masyarakat lebih tertarik dalam mempelajari kebudayaan ini, Selain untuk
menghibur para tamu undangan kesenian juga mempaparkan syair-syair yang
islamiah membuat penonton tidak bosan mendengarnya dan membuktikan kesenian
juga bisa menyebarkan syariat islam.
Adat Bercocok Tanam
Bercocok
tanam yang dimulai sejak pembukaan lahan. Dalam hal ini, ada lembaga/instansi
adat yang berwenang, yakni panglima uteuen yang dibawahi beberapa struktur adat
lainnya seperti petua seuneubôk, keujruen blang, pawang glé, dan sebagainya. Dalam
sistem pengelolaan hutan sebagai lahan bercocok tanam, fungsi petua seuneubôk
tak dapat dinafikan. Seuneubôk sendiri maknanya adalah suatu wilayah baru di
luar gampông yang pada mulanya berupa hutan. Hutan tersebut kemudian dijadikan
ladang. Karena itu, pembukaan lahan seuneubôk harus selalu memperhatikan aspek
lingkungan agar tidak menimbulkan dampak negatif bagi anggota seuneubôk dan
lingkungan hidup itu sendiri. Maka fungsi petua seuneubôk menjadi penting dalam
menata bercocok tanam, di samping kebutuhan terhadap keujruen blang.
Membuka Lahan
Bagi
masyarakat nagan raya terdapat sejumlah aturan yang sudah hidup dan berkembang
sejak zaman dahulu. Kearifan masyarakat nagan raya juga terdapat dalam larangan
menebang pohon pada radius sekitar 500 meter dari tepi danau, 200 meter dari
tepi mata air dan kiri-kanan sungai pada daerah rawa, sekitar 100 meter dari
tepi kiri-kanan sungai, sekitar 50 meter dari tepi anak sungai (alue).
Pantangan
Selain
itu, dalam adat nagan raya dikenal pula sejumlah pantangan saat membuka lahan
di wilayah seuneubôk. Pantangan itu seperti peudong jambô. Jambô atau gubuk
tempat persinggahan melepas lelah sudah tentu ada di setiap lahan. Dalam adat
meublang, jambô tidak boleh didirikan di tempat lintasan binatang buas atau
tempat-tempat yang diyakini ada makhluk halus penghuni rimba. Bahan yang
digunakan untuk penyangga gubuk juga tidak boleh menggunakan kayu bekas lilitan
akar (uroet), karena ditakutkan akan mengundang ular masuk ke jambô tersebut.
Ada
pula pantang daruet yang maksudnya anggota suneubôk dilarang menggantung kain
pada pohon, mematok parang pada tunggul pohon, dan menebas (ceumeucah) dalam
suasana hujan. Hal ini karena ditakutkan dapat mendatangkan hama belalang
(daruet).
Selain itu, di dalam kebun (hutan) juga dilarang berteriak-teriak atau memanggil-manggil seseorang saat berada di hutan atau kebun. Hal ini ditakutkan berakibat mendatangkan hama atau hewan yang dapat merusak tanaman, seperti tikus, rusa, babi, monyet, gajah, dan sebagainya.
Disebutkan
pula bahwa dalam adat nagan raya terdapat pantangan masuk hutan atau hari-hari yang
dilarang. Karena orang nagan raya kental keislamannya, hari yang dilarang itu
biasanya berkaitan dengan “hari-hari agama”. Nagan raya juga mencatat sejumlah
larangan atau pantangan dalam perilaku. Hal ini seperti memanjat atau melempar
durian muda, meracun ikan di sungai atau alue, berkelahi sesama orang dewasa
dalam kawasan seuneubôk, mengambil hasil tanaman orang lain semisal buah
rambutan, durian, mangga, dll. walaupun tidak diketahui pemiliknya, kecuali
buah yang jatuh. Larangan tersebut tentunya menjadi cerminan sikap kejujuran
dalam kehidupan di bumi yang mahaluas ini.
Adat Bersawah
Dalam
bersawah (meupadé), juga terdapat sejumlah ketentuan demi keberlangsungan
kenyaman dan keamanan bercocok tanam. Hal ini seperti hanjeut teumeubang watèe
padé mirah. Maksudnya adalah tidak boleh memotong kayu saat padi hendak
dipanen. Kalau ini dilanggar, dipercaya akan mendatangkan hama wereng
(geusong). Demi menghindari sawah sekitar ikut imbas hama wereng, bagi si
pelanggar ketentuan itu dikenakan denda oleh keujruen blang.
Adat Pernikahan
Adat Sebelum
Perkawinan Dalam prosesi adat perkawinan masyarakat nagan raya pada
umumnya sangat kental dengan keIslaman,”Hukom ngen adat lagee zat ngen
sipheuet”, Sehingga hukum adat dengan hukum Islam dapat diimplementasikan dalam
kehidupan sehari-sehari, begitu juga dengan adat di daerah nagan raya.
1. Memilih Jodoh
Sesuai dengan
hadist Rasulullah menganjurkan untuk menikahi seorang perempuan berdasarkan 4
hal, yaitu:
(a) Karena
hartanya: agar istri dapat meringankan beban keluarga dan terhindar dari iri
hati terhadap orang lain.
(b) Karena
kecantikan: agar rasa cinta tidak akan pernah luntur.
(c) Karena
keturunan: agar tidak memilih pasangan dari keturunan yang ingkar kepada Allah
dan Rasul-Nya.
(d) Karena
agamanya: agar semua kriteria diaatas dapat terselamatkan dengan imannya yang
kuat.
2. Perkawinan Ideal dan Pembatasan Jodoh
Maksudnya
adalah masyarakat nagan raya sangat
tabu untuk menikah dengan gadis sekampungnya, pada umumnya pemuda di daerah ini
menikah dengan gadis-gadis di luar daerah begitu pula sebaliknya. Bisa
dikatakan jika keturunan mereka nanti adalah blasteran. Tentu mengenai hal ini
masyarakat di nagan raya tidak menikah dengan yang bukan agama Islam dan juga
menikah dengan saudara/i senasab sesuai dengan hukum Islam, walaupun dalam
Islam menikah dengan sepupu diperbolehkan akan tetapi masyarakat di daerah ini
sangat jarang melakukannya. Masyarakat di kota ini lebih memilih pasangan
yang setara dengannya, dalam kedudukan ekonomi maupun pendidikan. Sangat jarang
orang yang berpendidikan tinggi memilih pasangan yang hanya tamat SMA dan
pemuda di daerah ini tidak akan memilih pasangan yang ekonominya lebih tinggi
darinya, mereka hanya akan memilih pasangan yang sesuai dengannya dalam segi
ekonomi. Ini bertujuan semua bertujuan untuk membentuk keluarga yang harmonis
dan jauh dari percekcokan, sesuai dengan hukum Islam yang mengharamkan
pernikahan jika bertujuan untuk menyakitipasangannya.
3. Syarat-syarat Perkawinan:
(a) Telah dewasa (18-22 tahun).
(b) Sanggup membayar mas kawin atau mahar.
(c) Dapat membaca
Al-Qur`an dengan lancar.
(d) Dapat
mengerjakan perintah Shalat, begitu juga perintah-perintah Islam lainnyae.
Paham
mengenai adat sopan-santun dalam pergaulan sehari-hariSehat jasmani dan
rohanif. Dianjurkan untuk mengkhatamkan Al-Qur`an terlebih dahulu. Dari
semua persyaratan ini tidak bertentangan dengan hukum Islam dan sesuai dengan
anjuran-anjuran dalam Islam, kecuali masalah umur. Dalam Islam dewasa itu
ditandai dengan telah datangnya haidh bagi perempuan yang bisa dikatakan
umurnya berkisar antara 9 sampai 12 tahun dan dewasa bagi laki-laki ketika
berumur 18 tahun. Akan tetapi peraturan dari masyarakat ini sendiri lebih
menilai dewasa itu dari segi psikologis, karena bagi mereka menikahkan anak
gadis seumur itu malah akan merusak rumah tangga. Dan dalam Islam pun tidak
memaksa harus menikah dalam umur yang demikian dan membuat nagan raya ini
menjadi istimewa adalah tidak menetapkan berapa jumlah mahar yang harus
diserahkan oleh pihak laki-laki yang berbeda dengan suku Aceh pada
umumnya, akan tetapi karena rasa idealisme kaum lelaki maka jumlah mahar sesuai
dengan predikat sang gadis.
4. Cara Memiliki Jodoh
Para gadis
dan pemuda berhak menentukan jodohnya masing-masing sesuai dengan tipenya. Akan
tetapi jika mereka belum juga mendapatkan jodoh maka orang tualah yang berperan
mencarikan jodoh anak-anaknya. Sesuai dengan hukum Islam yang mengharuskan
nikah secara suka sama suka atau tidak ada paksaan.
Kesimpulan
Dalam
bersawah (meupadé), juga terdapat sejumlah ketentuan demi keberlangsungan
kenyaman dan keamanan bercocok tanam. Hal ini seperti hanjeut teumeubang watèe
padé mirah. Maksudnya adalah tidak boleh memotong kayu saat padi hendak
dipanen. Kalau ini dilanggar, dipercaya akan mendatangkan hama wereng
(geusong). Demi menghindari sawah sekitar ikut imbas hama wereng, bagi si pelanggar
ketentuan itu dikenakan denda oleh keujruen blang. Memilih
Jodoh. Sesuai dengan hadist Rasulullah menganjurkan untuk menikahi seorang
perempuan berdasarkan 4 hal, yaitu: Karena hartanya, Karena kecantikan, Karena
keturunan, dan Karena agamanya.
Penulis adalah Mahasiswa Fakultas Keguruan dan Ilmu
Pendidikan Program Studi Sejarah Universitas Syiah Kuala Angkatan 2012 Banda
Aceh – Darussalam.
GlobeView Indonesia merupakan perusahaan berbasis teknologi informasi yang memiliki pengalaman dalam bidang survey & pemetaan.
BalasHapusBeberapa layanan yang mendukung pengelolaan data citra satelit meliputi:
1. Penyediaan sumber daya surveyor untuk pemetaan / klasifikasi lahan
2. Interpretasi data citra dan kartography
3. Processing data GIS Remote sensing.
4. Training tingkat dasar bidang pemetaan / GIS Remote Sensing. Tool & equipment GIS Remote Sensing [GPS Trimble, Juno dll]
5. Pengadaan beragam data citra satelit seperti: QuickBird, WorldView-1, WorldView 2, WorldView 3, Ikonos, dan GeoEye-1, citra satelit resolusi tinggi dari ASTRIUM/Airbus Defence & Space (Pleiades dan SPOT 6 & 7) , ALOS (PRISM dan AVNIR-2), SPOT (SPOT 4 dan SPOT 5), , RapidEye, ASTER, LANDSAT (LANDSAT 5, LANDSAT 7, dan LANDSAT 8) maupun beragam citra satelit lainnya.
6. Dukungan bimbingan teknis (bimtek) kegiatan analisa kebijakan daerah
7. Aplikasi sistem informasi geografis baik untuk sektor nirlaba (untuk peta beneficiary, monitoring & evaluation, database managemen) maupun untuk Pemerintah Daerah yang biasanya digunakan untuk pendataan asset, pajak, data infrastruktur daerah, tata ruang dan manajemen pengelolaan pemerintahan.
Untuk mendapatkan penawaran atau informasi lebih lanjut silahkan menghubungi:
Lia Indriati
GlobeView Indonesia
GIS Remote Sensing Engineer
Mobile/WA: 0815-1439-0815
info@globeview.co.id
www.globeview.co.id
https://www.facebook.com/globeviewid/