Robi
Oskar
Mentari
Kerajaan Lamuri, yang
terletak di lokasi Banda Aceh sekarang, adalah salah satu negeri yang tercantum
pada prasasti Tanjore, di India Selatan. Monumen itu dibangun oleh Raja Rajendra
Cola I pada tahun 1030 Masehi untuk mengenang sukses militernya ke beberapa
negeri di Sumatera dan Semenanjung Melayu sekitar tahun 1023-1024. Dari
prasasti Tanjore dapat diketahui bahwa Lamuri sudah berdiri. Dan dikuatkan oleh
laporan perjalanan saudagar Sulayman, Lamuri sudah berdiri paling lambat di
awal abad IX. Di lain pihak, pengunjung-pengunjung Arab yang singgah di Lamuri
masih tidak menyebutkan Pasai dan Perlak. Kedua negeri ini baru tarcatat oleh
Marco Polo. Memerhatikan beberapa nama kota yang disebutnya, cukup alasan
mempercayai bahwa Marco Polo sudah berkunjung ke Sumatera. Dia menyebut Lamuri:
Lambri.
Awa
Mula Perkembangan Kerajaan Lamuri dan Letak Geografisnya
Kerajaan Lamuri juga dikenal dengan banyak nama, antara lain adalah sebagai berikut: Indra Purba, Poli, Lamuri ( seperti
yang disebutkan oleh Marcopolo), Ramini/Ramni atau Rami ( seperti yang
disebutkan oleh pedagang atau ulama Arab yaitu Abu Zayd Hasan, Sulayman ataupun
Ibnu Batuthah ), dan Lan-li, Lan-wuli dan Nanpoli ( seperti yang disebut oleh
orang Tionghoa).
Berita tentang kerajaan Lamuri diperoleh dari suatu prasasti, yang di tulis
pada masa raja Rajendra Cola I pada tahun 1030 di Tanjore ( India Selatan )
serangan Rajendra Cola I, mengakibatkan beberapa kerajaan di Sumatera dan
semenanjung Melayu menjadi lemah (1023/1024) dan disebutkan bahwa Rajendra Cola
I mengalahkan Ilmauridacam ( Lamuri ) yang telah memberikan perlawanan yang
hebat dan dapat dikalahkan dalam suatu pertempuran habis-habisan. Penyerangan
terhadap Lamuri di ujung pulau Sumatera dilakukan karena kerajaan Lamuri
merupakan bagian dari kerajaan Sriwijaya yang sebelumnya juga mendapatkan
serangan dari kerajaan Cola pada tahun 1017M dan tahun 1023/1024M. maka dapat
disimpulkan bahwa kerajaan ini diperkirakan sudah mulai berdiri pada abad ke IX
dan sudah mempunyai angkatan perang yang kuat dan hebat, dibuktikan ketika
dengan susah payah diserang oleh kerajaan Cola barulah dapat dikalah kan oleh
prajurit kerajaan Cola. Ini membuktikan bahwa kerajaan Lamuri adalah suatu
kerajaan yang mempunyai pemerintahan yang teratur dan kuat pada zamannya. Tentu
saja untuk mengatur pemerintahan yang teratur dan kuat angkatan perangnya
Lamuri memerlukan sumber-sumber kekayaan yang dihasilkan dari kegiatan
perekonomian, pertanian dan lain-lain.
Tentang nama Lamuri diperoleh banyak versi, ada Lamuri seperti yang
disebutkan oleh Marcopolo, ada Ramini atau Ramni sebagaimana yang disebutkan
oleh orang-orang Arab, sejarah Melayu pun menyebut Lamuri dan orang-orang
Tionghoa menyebut Lan-li,Lan-wuli dan Nanpoli. Seorang saudagar Arab yang
bernama Ibnu Khurdadbah (885) menyebutkan bahwa Ramni mempunyai hasil alam
berupa kemenyan, bambu, kelapa, gula, beras, kayu cendana. Sedangkan saudagar
Sulaiman (851) ketika setelah melewati lautan India bahwa daerah yang
dikunjungi nya adalah Ramni. Abu Zayd Hasan (916) menyebut Rami, juga
menceritakan tentang hasil alam dari Rami/Lamuri yaitu kapur barus dan
kemenyan, demikian juga dengan Masudi (945) dia menyebut Al-Ramin, dimana
didapati tambang emas dan letaknya dekat dengan daerah Fansur/Barus yang
termasyur dengan kapurnya. Seorang muslim Parsi yang bernama Buzurg ( 955).
Tatkala menunjuk Sriwijaya menyebutkan letaknya di Selatan Lamuri. Dan menurut
Buzurg, dari pantai Barus dapat dilakukan perjalanan darat ke Lamuri.
Dr. Solomon Muller menulis berita tertentu tentang suatu kerajaan di ujung
pulau Sumatera, bersumber dari abad ke-9. Dia mengutip Renaudot dalam Anciannes
relations des Indes et de la Chine Paris 1718. Dalam buku ini diperkenalkan
nama dua pulau yaitu Ramni dan Fantsoer, dan diceritakan letaknya antara laut
Harkand (India) dengan laut Sjalahath ( selat Malaka) di daerah Ramni juga
terdapat binatang gajah, dan di perintah oleh berbagai kekuasaan. Sedangkan
Fansur disebut kaya dengan kapurnya dan tambang emas. Telah diceritakan tentang
Lamuri atau Lamri atau nama lain yang mirip, terletak di ujung Sumatera utara
yaitu di Aceh Besar sekarang. Telah diceritakan bahwa, Lamuri pun ikut terpukul
oleh serangan dari Rajendra Cola I, walaupun tidak sampai runtuh pada tahun
1023 dan 1024. Dan kira-kira 75 tahun kemudian kerajaan Majapahit melakukan
serangan ke Sumatera, diantara yang diserang termasuk kerajaan Samudera Pasai
dan Lamuri. Sesudah serangan Majapahit, Lamuri juga pernah didatangi oleh Laksamana
Cheng Ho (1414 ).
Akibat peristiwa yang berlangsung dalam lebih kurang tiga abad ( serangan
Cola, serangan Majapahit dan akhirnya Cheng Ho ) tentunya Lamuri pada akhirnya
menjadi lemah. Timbullah di bekasnya beberapa kampong yang akhirnya bersatu atau
disatukan kembali dibawah kekuasaan seorang raja, dan kemudian terdengarlah
berbagai nama disamping akan lenyapnya Lamuri, diantaranya Darul Kamal, Meukuta
Alam, Aceh Darussalam dan juga disebut nama Darud Dunia.
Seorang Sejarahwan yang bernama Husein Djajadiningrat mengeluarkan pendapat
yang berasal dari dua naskah hikayat tentang asal mula raja Lamuri dan raja
kerajaan Aceh Darussalam. Pertama (122) Hikayat yang dimulai asal raja Aceh (
Lamuri ) yang bernama Indra Syah ( mungkin yang dimaksud adalah Maharaja Indra
Sakti ). Dan dikatakan, bahwa raja Indra Syah pernah berkunjung ke Cina.
Kemudian hikayatnya berhenti sampai disitu, dan tiba-tiba hikayat itu
menceritakan Syah Muhammad dan Syah Mahmud, dua bersaudara putera dari raja,
Syah Sulaiman kemudian mempunyai dua orang anak yaitu raja Ibrahim dan puteri
Safiah. Sedangkan Syah Mahmud setelah menikah dengan bidadari Madinai Cendara
juga mempunyai dua orang anak yaitu, raja Sulaiman dan puteri Arkiah, dan
kemudian dikisahkan juga kalau Sulaiman di nikah kan dengan sepupunya Safiah
dan Ibrahim dinikahkan dengan sepupunya yang bernama Arkiah, pernikahan ini
merupakan usulan dari kakek mereka yang bernama raja Munawar Syah.
Dikatakan pula, raja Munawar Syah yang dimaksudkan memerintah di kerajaan
Lamuri. Hikayat ini juga melanjutkan cerita tentang lahirnya dua orang putera
yang bernama Musaffar Syah yang memerintah di Mekuta Alam dan Inayat Syah yang
memerintah di Darul Kamal. Kedua raja ini tidak henti-hentinya salaing
berperang, peperangan tersebut kemudian dimenangkan oleh raja Musaffar Syah
yang kemudian menyatukan dinasti Meukuta Alam dengan dinasti Darul Kamal. Dan
dikatakan juga bahwa Inayat Syah berputera Firman Syah Paduka Almarhum,
kemudian Firman Syah berputera Said Al-Mukammil yang kemudian beberapa orang
anak diantara nya Paduka Syah Alam Puteri Indra Bangsa bunda Sri Sultan perkasa
Alam Johan Berdaulat ( Sultan Iskandar Muda Meukuta Alam ). Jadi Said
Al-Mukammil merupakan kakek sultan Iskandar Muda dari sebelah ibu. Selain itu
Sultan Alaidin Al-Mukammil mempunyai beberapa orang putera, salah satunya
adalah sultan Muda Ali Riayat Syah (1604-1607 ), yang merupakan paman dari
Sultan Iskandar Muda.
Mengenai hikayat raja-raja Lamuri ( Aceh ), dimana hikayat ini yang dibuat
silsilah berpangkal pada Sultan Johan Syah ( mungkin maksudnya Meurah Johan
atau Sultan Alauddin Johan Syah yang merupakan putera raja Lingge, Adi Genali.
Dan kemudian menikah dengan Puteri Blieng Indra Kusuma). Berbeda dengan hikayat
yang pertama, hikayat ini menentukan hari, tanggal dan bulan tahunnya. Pada
permulaan disebutkan, bahwa Johan Syah memerintah mulai pada tahun Hijrah 601 (
atau tahun 1205 M ), lamanya 30 tahun. Kemudian, dia digantikan oleh anaknya
yang tidak disebutkan namanya. Sultan kedua meninggal dan digantikan oleh
anaknya yang bernama Ahmad Syah yang memerintah selama 34 tahun 2 bulan 10
hari, hingga mangkat nya pada ( 885 Hijrah ). Kemudian kekuasaan diserahkan kepada
anaknya yang bernama sultan Muhammad Syah yang memerintah selama 43 tahun. Pada
masa itu sultan Muhammad Syah menceritakan pemindahan kota dan pembangunan kota
baru yang diberi nama Darud Dunia, sultan ini meninggal pada tahun 708 Hijrah.
Berpegang pada tahun ini maka pembangunan Darud Dunia adalah sekitar tahun 700
Hijrah atau kira-kira tahun 1260 Masehi.
Sesudah Sultan Muhammad Syah meninggal, maka yang naik tahta menjadi raja
adalah Mansur Syah yang memerintah selama 56 tahun 1 bulan 23 hari. Ia kemudian
digantikan oleh anaknya yang bernama raja Muhammad pada tahun 811 Hijrah yang
memerintah selama 59 tahun 4 bulan 12 hari dan meninggal pada tahun 870 Hijrah.
Raja Muhammad kemudian digantikan oleh Husein Syah selama 31 tahun 4 bulan 2
hari untuk kemudian digantikan oleh anaknya yang bernama sultan Ali Riayat Syah
yang memerintah selama 15 tahun 2 bulan 3 hari, meninggal pada tanggal 12 Rajab
917 Hijrah ( atau tahun 1511 Masehi ).
Atas dasar hikayat-hikayat yang di telitinya itu, rentetan nama raja-raja
Aceh (Lamuri). Yang memerintah semenjak Johan Syah (1205 Masehi ) sebagai
berikut:
1. Sultan Johan
Syah Hijrah -601-631.
2. Sultan Ahmad
-631-662.
3. Sri Sultan
Muhammad Syah, anak Sultan ke-2, berumur setahun. Ketika mulai naik tahta pergi
dari kandang dan membangun kota Darud Dunia Hijrah -665-708.
4. Firman Syah,
anak Sultan ke-3 -708-755.
5. Mansur Syah
-755-811.
6. Alauddin
Johan Syah, anak sultan ke-5, mulanya bernama Mahmud -811-870.
7. Sultan Husin
Syah -870-901.
8. Riayat Syah
( Mughayat Syah?-MS) -901-907.
9. Salahuddin, digantikan
oleh no.10 (adiknya) -917-946.
10. 10. Alauddin
( Alkahar?-MS) adik no.9. -946-975.
Sebagaimana yang dapat diperhatikan dari ke 10 nama raja-raja diatas, tidak
ada didapati nama sultan yang bernama Musaffar Syah, tidak pula ada nama Inayat
Syah dan Syamsu Syah. Padahal nama-nama itu dapat dibuktikan adanya dari ukiran
pada makam mereka yang dijumpai kemudian. Nama Musaffar Syah terdapat dalam
naskah yang tersebut lebih dulu, sementara nama Mahmud Syah sebagai pembangun
kota Darud Dunia terdapat pada naskah yang tersebut ke-2. Suatu penemuan
penting adalah makam sultan Musaffar Syah, didapati tidak di Meukuta Alam,
ditempat dimana dia pernah bertahta,akan tetapi disuatu kampung bernama Biluy,
IX mukim, termasuk wilayah Aceh Besar juga. Pada batu nisannya terukir tahun
meninggalnya yaitu 902 Hijrah atau 1497 Masehi.
Lamuri
Hingga ke Aceh Darussalam
Sekitar tahun 1059-1069 Masehi, kerajaan Tiongkok yang berada di Cina
menyerang kerajaan Lamuri ( Indra Purba ), pada masa itu diperintah oleh
maharaja Indra Sakti yang waktu itu masih memeluk agama Hindu. Tetapi tentara
Tiongkok dapat dikalahkan oleh sebanyak 300 orang dibawah pimpinan Syaikh
Abdullah Kanan ( bergelar Syiah Hudan, turunan Arab dari Kanan ) dari kerajaan
Peurlak. Maharaja Indra Sakti dan seluruh rakyatnya akhirnya masuk agama Islam.
Maharaja Indra Sakti mengawinkan puterinya, Puteri Blieng Indra Kusuma dengan
Meurah Johan yang ikut menyerang tentara Tiongkok, yang merupakan putera Adi
Genali atau Teungku Kawee Teupat yang menjadi raja Lingge. Dua puluh lima tahun
kemudian, maharaja Indra Sakti meninggal dunia, dan diangkatlah menantunya
Meurah Johan menjadi raja dengan gelar Sultan Alaiddin Johan Syah, dimana
kerajaan Indra Purba atau Lamuri menjadi kerajaan Islam, dan ibu kota kerajaan
dibuat yang baru yaitu di tepi sungai krueng Aceh sekarang dan dinamai dengan
Bandar Darussalam.
Pada masa sultan Alaiddin Ahmad Syah yang memerintah dari tahun 1234-1267
Masehi, baginda berhasil merebut kembali kerajaan Indra Jaya dari kekuasaan
tentara Tiongkok. Pada masa Sultan Alauddin Johan Mahmud Syah yang memerintah
dari tahun 1267-1309 Masehi. Beliau berhasil mengislamkan daerah Indrapuri dan
Indrapatra. Dan sultan Alauddin Johan Mahmud Syah juga membangun dalem atau
keraton ( Istana) yang di namai dengan Darud Dunia ( Rumah dunia ). Dan mesjid
raya Baiturrahman di Kutaraja ( Banda Aceh ) pada tahun 1292 Masehi. Istana
adalah lambang rumah dunia, sementara mesjid adalah lambang rumah akhirat.
Keseimbangan atau harmoni inilah yang menandai system nilai sosial budaya
masyarakat Aceh yang terkenal sangat religius. Pada masa sultan Alaiddin Husain
Syah yang memerintah dari tahun 1465-1480 Masehi, beberapa kerajaan kecil dan
Pidie bersatu dengan kerajaan Lamuri yang sudah berganti nama menjadi kerajaan
Darussalam, dan dalam sebuah federasi yang kemudian diberi nama kerajaan Aceh,
sedangkan ibu kota kerajaan dirubah menjadi Bandar Aceh Darussalam. Pada masa
sultan Alaiddin Syamsu Syah yang memerintah dari tahun 1497-1511, ia membangun
istana baru yang dilengkapi dengan sebuah mesjid yang diberi nama mesjid
Baiturrahman.
Pada permulaan abad ke-16, sebagian besar kerajaan Islam telah berada
dibawah genggaman kekuasaan imperialisme dan kolonialisme Barat. Daratan Aceh
yang terdiri dari kerajaan-kerajaan Islam, juga tidak terlepas dari pendudukan
dan pengaruh Barat. Kekuasaan imperialisme kolonialis Barat ini bisa bertahan
karena kekuasaan yang dimiliki oleh kerajaan-kerajaan Islam di Aceh terpencar
dengan sejumblah kerajaan-kerajaan kecil, diantara nya adalah sebagai berikut:
1. Kerajaan
Aceh ( gabungan dari Lamuri, Meukuta Alam dan Darul Kamal ) di Aceh Besar
sekarang.
2. Kerajaan
Peurlak di Aceh Timur.
3. Kerajaan
Samudera Pasai di Aceh Utara.
4. Kerajaan
Pedir di Pidie.
5. Kerajaan
Lingge di Aceh Tengah.
6. Kerajaan
Meuruhom Daya di Aceh Barat ( sekarang masuk wilayah Aceh Jaya).
7. Kerajaan
Benua Teumiang di Aceh Tamiang.
Pemikiran untuk bersatu, menjadi besar dan disegani lawan, baru muncul dari
panglima angkatan perang kerajaan Aceh pada waktu itu. Yaitu Ali Mughayat Syah
(1511-1530), mengingat semakin besarnya peran Portugis di wilayah sekitar selat
Malaka. Sebagai panglima angkatan perang kerajaan Aceh, yang juga adalah
seorang putera mahkota dan anak dari Sultan Alaiddin Syamsu Syah yang
memerintah dari tahun 1497-1511 Masehi. Ali Mughayat Syah meminta kepada
ayahnya untuk meletakkan jabatan dan menyerahkan pimpinan kerajaan kepadanya.
Pada saat itu sultan Alaiddin Syamsu Syah memang sudah cukup tua untuk memimpin
perlawanan melawan Portugis, Ali Mughayat syah menyadari untuk melawan Portugis
diperlukan kekuatan yang besar, selama kerajaan-kerajaan kecil masih tetap
berdiri sendiri dan tidak bergabung didalam suatu kekuatan kerajaan besar yang
kuat dan bersatu maka tetap saja perlawanan pun tidak memiliki banyak arti.
Selain menyusun kekuatan dengan menyatukan kerajaan-kerajaan kecil dibawah
payung kerajaan Aceh, Ali Mughayat Syah juga berpikir bahwa kerajaan juga harus
memiliki angkatan darat dan laut. Maka kemudian sultan Ali Mughayat pun
mendeklarasikan berdirinya kerajaan Aceh Darussalam hingga pada masa
pemerintahan sultan Iskandar Muda Meukuta Alam ( 1607-1636 M), yang merupakan
raja terkenal dari kerajaan Aceh Darussalam. Semenjak itu berdirilah kerajaan
Aceh Darussalam sebagai kerajaan Islam terhebat dan terkuat di Asia Tenggara,
yang berdiri sejajar dengan kerajaan Islam lainnya di dunia seperti kerajaan
Turki Usmani di Turki, kerjaan Safawi atau Ishafan di Persia, dan kerajaan
Mughal di India.
Kesimpulan
Kesimpulannya bahwa, kerajaan Lamuri itu telah ada pada abad IX, dengan
bukti adanya prasasti monumen Tanjore (India Selatan)pada masa Raja Rajendra
Cola I. Pada abad IX juga kerajaan ini sudah mempunyai angkatan perang yang
kuat dan hebat, buktinya ketika dengan susah payah diserang oleh kerajaan Cola
barulah dapat dikalahkan oleh prajurit kerajaan cola. Ini membuktikan bahwa
kerajaan Lamuri adalah suatu kerajaan yang mempunyai pemerintahan yang teratur
dan kuat. Kerajaan Lamuri pun melemah karena diserang oleh Rajendra Cola I,
walaupun tidak sampai runtuh. Kerajaan Majapahit juga melakukan penyerangan
terhadap Lamuri.Serangan Majapahit dan kedatangan Laksamana Cheng Ho membuat
Lamuri pada akhirnya menjadi lemah. Kemudian adanya gabungan sejumlah
kerajaan-kerajaan kecil, Ali Mughayat Syah berpikir bahwa kerajaan harus
memiliki angkatan darat dan laut. Maka kemudian sultan Ali Mughayat pun
mendeklarasikan berdirinya kerajaan Aceh Darussalam.
Sumber:
Said, Mohammad. (1961). Aceh Sepanjang Abad Jilid I. Medan:
Harian Waspada Medan.
Sumber-sumber lain: www.google.com.
Penulis
adalah Mahasiswa Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan Program Studi Sejarah
Universitas Syiah Kuala Angkatan 2012 Banda Aceh – Darussalam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar