5 Desember 2013

Wanita-Wanita Aceh, Bak Jenderal Dunia

Dalam berbagai literatur, terdapat sederetan wanita dalam sejarah yang dijadikan sumber untuk dipelajari kepemimpinannya oleh berbagai studi di dunia. Saya menemukan beberapa nama yang tidak asing. Para wanita Aceh. Perang Aceh, merupakan perang yang membawa kerugian besar bagi Belanda. Kehebatan para pejuangnya, dijadikan acuan studi oleh banyak pihak untuk mempelajari bagaimana para pejuang Aceh bisa membuat Belanda kehilangan sedemikian banyak harta dan tentara. Dunia tidak dapat memandang remeh pejuang-pejuang Aceh. Beberapa diantaranya dimasukkan dalam jajaran pejuang besar dunia. Ada yang menyebutkan sebagai “7 Warlord Women in The World” dimana beberapa diantaranya dari Aceh, “10 Best Female Warrior at All Time” beberapa diantaranya dari Aceh, serta “Women Warrior in South East Asia.”
“Dari pengalaman yang dimiliki oleh panglima-panglima perang Belanda yang telah melakukan peperangan di segala penjuru dan pojok Kepulauan Indonesia, bahwa tidak ada bangsa yang lebih pemberani perang serta fanatik, dibandingkan dengan bangsa Aceh, dan kaum wanita Aceh yang melebihi kaum wanita bangsa lainnya, dalam keberanian dan tidak gentar mati. Bahkan, mereka pun melampaui kaum laki-laki Aceh yang sudah dikenal bukanlah laki-laki lemah dalam mempertahankan cita-cita bangsa dan agama mereka” - HC Zentgraaf

Berikut ini adalah nama-nama wanita Jenderal Besar Aceh. Jabatan yang dikenakan di depan nama para pejuang ini, saya tulis dalam bahasa yang digunakan dunia. Agar anda dapat melihat mereka dari sudut pandang dunia. Dan dapat mengambil kesimpulan, bahwa dunia mencatat para Jenderal Besar ini sebagai orang orang-orang yang paling dihormati.

Admiral Keumalahayati (Laksamana Keumalahayati)

Tahun 1585-1604, Keumalahayati memegang posisi Chief of the Imperial Guard Troop Commander Secret Government dan Chief of Protocol of Sultan Alauddin Saidil Mukammil Riayat Shah IV. Keumalahayati memimpin 2.000 tentara Balee Inong (janda-janda dari pahlawan yang terbunuh). Di bawah kepemimpinan Admiral Keumalahayati, Kesultanan Aceh Darussalam memiliki kekuatan 100 armada dengan kapasitas 400-500 tentara.


Admiral Keumalahayati terlibat perkelahian satu lawan satu di atas dek kapal perang melawan Cornelis de Houtman. Cornelis de Houtman dan beberapa anak buahnya tewas. Sementara Frederick de Houtman, adik dari Cornelis de Houtman ditangkapdan dipenjara. Cornelis de Houtman dan Frederick de Houtman adalah Admiral dalam kapal perang Belanda.


Kemalahayati bukan hanya Admiral dan Commander dari Angkatan Laut Kesultanan Aceh Darussalam, tapi juga memegang posisi Troop Commander sebagai Palace Guard. Kemalahayati juga menjadi diplomat bagi Sultan, dan merupakan negosiator dan memegang kendali hubungan luar negeri.

Commander Cut Nyak Dhien

Wanita Aceh ini dilahirkan tahun 1848, adalah satu dari pejuang wanita terbaik (best female warrior) dunia yang dimiliki oleh Aceh. Bersama suaminya, berperang mengusir penjajahan Belanda dari Aceh.

Dalam berbagai sumber, Cut Nyak Dhien masuk dalam kategori 7 Warlord Women in The World, 10 Best Female Warrior at All Time, Women Warrior in South East Asia,

General Cut Nyak Meutia (Jenderal Cut Nyak Meutia)

Cut Meutia bersama suami keduanya, Cut Muhammad atau Teuku Cik Tunong, berjuang melawan Belanda bersama pasukannya. Teuku Cik Tunong ditangkap Belanda dan dibunuh. Melanjutkan perjuangan suaminya, Cut Nyak Meutia memimpin pasukannya melawan Belanda hingga dia terbunuh pada tahun 1910.


Uleebalang and General Pocut Baren Biheue (Hulubalang dan Jenderal Pocut Baren Biheue)

Pocut Baren adalah jenderal dengan salah satu kakinya diamputasi. Letnan H. Scheurleer melaporkan, bahwa Pocut Baren mencoba menciptakan ketertiban, keamanan dan kemakmuran rakyat Aceh di bawah kolonial Belanda. Pocut Baren melakukan perlawanan kepada Belanda. Pada tahun 1910 Belanda melakukan penyerbuan besar-besaran terhadap pertahanan pocut Baren di bawah pimpinan Letnan Hoogers. Pocut Baren ditangkap dan dibawa ke Meulaboh. Pocut Baren hidup tahun 1880-1933.


H.C Zentgraff, penulis dan tentara Hindia Belanda, menyebut wanita Aceh sebagai “de leidster van het verzet” (pemimpin perlawanan) dan grandes dames (wanita-wanita besar). Keberanian dan kesatriaan wanita Aceh melebihi segala wanita yang lain, lebih-lebih dalam mempertahankan cita-cita kebangsaan dan agamanya. Baik di belakang layar, maupun secara terang-terangan menjadi pemimpin perlawanan.

Dengan reputasi wanita Aceh yang mendunia. Pejuang-pejuang wanita dari Aceh yang dihormati dunia. Dunia menyebutnya Warlord Women in the World. Best Female Warrior at All Time. Woman Warrior. Lantas, gelar apa yang pantas disandangkan oleh wanita-wanita Aceh yang perkasa bak jenderal-jenderal besar dunia?

Dunia Internasional Mengakui Kehebatan Perempuan Aceh, Indonesia Mengkhianati

Apa yang telah dikemukan di atas bahwa dunia internasional telah mengakui kehebatan wanita-wanita Aceh, terlebih-lebih Belanda yang dengan sendirinya melihat langsung kehebatan wanita Aceh di masa lampau, yakni ketika Perang Belanda di Aceh berkobar.

Namun, lain halnya yang terjadi di Indonesia. Wanita-wanita tersebut dikhianati oleh Bangsa Garuda. Mengapa? Karena Indonesia lebih memilih R.A Kartini sebagai simbol kekuatan perempuan Indonesia ketimbang wanita-wanita Aceh bak jenderal dunia tersebut. Ini bisa dilihat betapa di anak emaskan Kartini dengan wanita Aceh. Salah satu bukti adalah adanya Hari Kartini yang diperingati pada setiap tanggal 21 April. Bagaimana dengan wanita Aceh tersebut? Mereka dilupakan dan tak ada hari yang spesial bagi mereka layaknya Kartini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar