11 Mei 2013

MENGHIDUPKAN KEMBALI KEMATIAN


Menghidupkan Kembali Kematian

Kematian masih merupakan misteri yang belum terpecahkan. Ia akhir dari kehidupan dan tak ada seorang pun yang pernah mengalami kematian. Masih ada kabut sangat tebal yang menyelubunginya. Selama ini, pengetahuan kita tentang kematian hanya sebatas si-A sedang sekarat (dying) atau telah mati. Tak ada yang pernah tahu seperti apa wujud kematian itu sendiri.

Mengapa harus membicarakan kematian? Mungkin sebagian dari kita berpikir mengapa tidak membahas perihal kehidupan saja? Masih banyak masalah kehidupan pelik yang belum terpecahkan. Namun, kesementaraan adalah hal yang tak bisa dieliminasi dari kehidupan manusia. Dan kematian adalah kejadian paling nyata yang memberikan konfirmasi atas kesementaraan itu. Adanya kematian sejelas adanya diri kita. Atas dasar inilah Muhammmad Damm menulis sebuah buku, Kematian, Sebuah Risalah Tentang Eksistensi dan Ketiadaan.

Buku ini merupakan pengembangan dari skripsi Muhammad Damm yang meluluskannya menjadi sarjana Filsafat Universitas Indonesia (UI) dengan predikat cum laude. Dengan menggunakan pisau filsafat, ia menjelaskan arti sesungguhnya dari apa yang dinamakan kematian.

Ketika seseorang dinyatakan mati dan kehilangan nyawa, apa yang membedakannya dengan kematian seekor hewan dan sebatang tumbuhan? Hal itu adalah kemampuan untuk “mengada”. Selain tubuh yang bernyawa, manusia juga mempunyai tubuh sosial yang membuatnya bisa “mengada” dengan berinteraksi dengan manusia lain. Tubuh yang bernyawa yang disebut tubuh korpereal merupakan wadah bagi tubuh sosial. Ketika tubuh korporeal seseorang tak lagi bernyawa yang mengakibatkan tubuh sosial tak lagi bekerja, maka ia telah mengalami kematian yang sebenarnya. Yaitu yang disebut dengan kematian eksistensial: sebuah keadaan hilangnya kemampuan untuk berbuat dan mengada.


Sebelum menjelaskan tentang kematian dan kematian eksistensial, dalam buku ini, Muhammad Damm lebih dulu menjelaskan tentang arti manusia dan eksistensi. Menurutnya, manusia adalah makhluk tanpa sifat alamiah, karena semua tindak tanduknya dibentuk oleh masyarakat berdasarkan norma-norma yang mengikat. Tetapi ini bukan berarti seseorang tak bisa menjadi dirinya sendiri. Hal ini lebih dikarenakan manusia dan masyarakat adalah hal yang tak bisa dipisahkan. Manusia bisa mengada kalau sudah berada dalam suatu tatanan masyarakat. Sebaliknya masyarakat pun bisa ada karena manusia yang membangunnya.

Membaca buku ini tak akan menghasilkan pemahaman yang lengkap apabila tak membacanya dari awal. Ini dikarenakan ada beberapa diksi yang pemaknaannya berbeda dengan apa yang diketahui orang kebanyakan. Seperti “kebenaran” yang disama artikan dengan nilai, “pengetahuan” yang “kebenaran” yang terus dilakukan sehingga menjadi sebuah kebisaan, dan “interupsi” yang berarti hal-hal yang terjadi dalam masyarakat diluar kebiasaan dan rutinitas, seperti bencana dan lain sebagainya.

Buku ini termasuk buku yang ringan untuk kategori buku pemikiran filsafat. Muhammad Damm cukup pandai memilih kosakata dalam menjelaskan pemikirannya. Pembaca tak akan sering mengernyitkan dahi atau membaca berulang kali untuk mendapatkan pemahaman yang menyeluruh. Sehingga buku ini bisa dikonsumsi oleh berbagai kalangan.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar