Menghidupkan Kembali Kematian
Kematian masih merupakan
misteri yang belum terpecahkan. Ia akhir dari kehidupan dan tak ada seorang pun
yang pernah mengalami kematian. Masih ada kabut sangat tebal yang
menyelubunginya. Selama ini, pengetahuan kita tentang kematian hanya sebatas
si-A sedang sekarat (dying) atau telah mati. Tak ada yang pernah
tahu seperti apa wujud kematian itu sendiri.
Mengapa harus
membicarakan kematian? Mungkin sebagian dari kita berpikir mengapa tidak
membahas perihal kehidupan saja? Masih banyak masalah kehidupan pelik yang
belum terpecahkan. Namun, kesementaraan adalah hal yang tak bisa dieliminasi
dari kehidupan manusia. Dan kematian adalah kejadian paling nyata yang
memberikan konfirmasi atas kesementaraan itu. Adanya kematian sejelas adanya
diri kita. Atas dasar inilah Muhammmad Damm menulis sebuah buku, Kematian,
Sebuah Risalah Tentang Eksistensi dan Ketiadaan.
Buku ini merupakan
pengembangan dari skripsi Muhammad Damm yang meluluskannya menjadi sarjana
Filsafat Universitas Indonesia (UI) dengan predikat cum laude. Dengan
menggunakan pisau filsafat, ia menjelaskan arti sesungguhnya dari apa yang
dinamakan kematian.
Ketika seseorang
dinyatakan mati dan kehilangan nyawa, apa yang membedakannya dengan kematian
seekor hewan dan sebatang tumbuhan? Hal itu adalah kemampuan untuk “mengada”.
Selain tubuh yang bernyawa, manusia juga mempunyai tubuh sosial yang membuatnya
bisa “mengada” dengan berinteraksi dengan manusia lain. Tubuh yang bernyawa
yang disebut tubuh korpereal merupakan wadah bagi tubuh sosial. Ketika tubuh
korporeal seseorang tak lagi bernyawa yang mengakibatkan tubuh sosial tak lagi
bekerja, maka ia telah mengalami kematian yang sebenarnya. Yaitu yang disebut
dengan kematian eksistensial: sebuah keadaan hilangnya kemampuan untuk berbuat
dan mengada.
Sebelum menjelaskan
tentang kematian dan kematian eksistensial, dalam buku ini, Muhammad Damm lebih
dulu menjelaskan tentang arti manusia dan eksistensi. Menurutnya, manusia
adalah makhluk tanpa sifat alamiah, karena semua tindak tanduknya dibentuk oleh
masyarakat berdasarkan norma-norma yang mengikat. Tetapi ini bukan berarti
seseorang tak bisa menjadi dirinya sendiri. Hal ini lebih dikarenakan manusia
dan masyarakat adalah hal yang tak bisa dipisahkan. Manusia bisa mengada kalau
sudah berada dalam suatu tatanan masyarakat. Sebaliknya masyarakat pun bisa ada
karena manusia yang membangunnya.
Membaca buku ini tak
akan menghasilkan pemahaman yang lengkap apabila tak membacanya dari awal. Ini
dikarenakan ada beberapa diksi yang pemaknaannya berbeda dengan apa yang
diketahui orang kebanyakan. Seperti “kebenaran” yang disama artikan dengan
nilai, “pengetahuan” yang “kebenaran” yang terus dilakukan sehingga menjadi
sebuah kebisaan, dan “interupsi” yang berarti hal-hal yang terjadi dalam masyarakat
diluar kebiasaan dan rutinitas, seperti bencana dan lain sebagainya.
Buku ini termasuk buku
yang ringan untuk kategori buku pemikiran filsafat. Muhammad Damm cukup pandai
memilih kosakata dalam menjelaskan pemikirannya. Pembaca tak akan sering mengernyitkan
dahi atau membaca berulang kali untuk mendapatkan pemahaman yang menyeluruh.
Sehingga buku ini bisa dikonsumsi oleh berbagai kalangan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar