Raut wajah
seorang laki-laki berbaju loreng terlihat serius ketika memperhatikan selembar
bendera terpancang diatas atap sebuah bangunan bertingkat dua yang kian usang
dimakan waktu. Warna dasarnya merah, dihiasi dengan dua buah strip atas bawah
berwarna biru. Tepat di tengah-tengah bendera tersebut terpampang cap
sikureung, sebuah stempel kerajaan Aceh Darussalam masa kesultanan tempo dulu.
Prajurit itu sempat kaget saat melihat bendera
tersebut, berkibar diatas gedung Ruang Kuliah Umum (RKU) III yang lazim dipakai
oleh mahasiswa Fakultas MIPA dan FKIP Unsyiah. Prajurit yang pada hari itu
(27/7) bertugas mengamankan lokasi Unsyiah guna menyambut orang nomor dua
di Indonesia dalam acara Kongres Saudagar Aceh Serantau (KSAS)
bertanya sebenarnya bendera apa itu. “Kenapa mirip bendera GAM?” tanyanya pada
salah seorang penjaga kantin FKIP Unsyiah.
“Oh bendera itu kepunyaan Himpunan Mahasiswa Sejarah (HIMAS), salah satu organisasi
mahasiswa yang ada di FKIP pak,” jawab Muhammad Nur, sang penjaga kantin.
Keterkejutan prajurit itu disambut sumringah
beberapa mahasiswa, terutama mahasiswa sejarah yang telah mengibarkan bendera
tersebut sudah jauh-jauh hari sebelum MoU Helsinky dilaksanakan pada tanggal 15
Agustus 2005. Namun untuk menghargai sang penjaga keamanan, mahasiswa sejarah
bersedia menurunkan bendera yang diberi nama dengan “Bendera Cap Sikeurung”
itu.
“Kita menghormati sikap prajurit itu, meskipun
sebenarnya bendera HIMAS jauh berbeda dengan bendera GAM. Ya demi keamanan dan
ketertiban menyambut kedatangan Wapres, kita turunkan,” ujar Azwar, Sekum
mahasiswa HIMAS FKIP Unsyiah.
Dilihat dari bentuk dan pencantuman dua garis
strip, bendera milik Himpunan Mahasiswa Sejarah (HIMAS), memang sedikit mirip
dengan bendera perjuangan Gerakan Aceh Merdeka (GAM). Akan tetapi dari warna
sangat jauh berbeda. Jika bendera GAM memakai less hitam, maka bendera HIMAS
memakai less berwarna biru. Warna dasarnya mungkin sama-sama merah, tapi tidak
memakai bulan bintang melainkan lambang cap sikeurung.
Menurut keterangan dari Chaidir, S.Pd, mantan
Sekum BEM FKIP Unsyiah tahun 2001 yang juga mantan Sekum HIMAS tersebut
mengatakan ide pembuatan bendera tersebut bukan berdasarkan peniruan terhadap
bendera GAM, “Kami membuat bendera itu terlebih dahulu sudah memikirkan makna
filosofis dan kandungan historis yang ada di dalamnya. Dan kalau ada beberapa
prajurit yang pada saat kedatangan wapres merasa bendera kami mirip dengan
bendera separatis, itu sangat bodoh,” ujarnya.
Lebih lanjut ia juga menegaskan bahwa bendera yang terpancang di RKU III Unsyiah tersebut, murni bendera sebuah organisasi mahasiswa tanpa embel-embel GAM di belakangnya. “Sebaiknya orang yang berpikir bendera HIMAS mirip dengan bendera GAM harus mengkaji sejarah Aceh lebih dahulu. Cap sikeurung adalah sebuah lambang yang dipakai dalam stempel kerajaan Aceh. Sangat lucu kalau semua lambang-lambang ke-Acehan di kaitkan dengan pemberontakan,” tambahnya lagi.
T. Azhari yang juga salah satu mantan aktivis
HIMAS menanggapi isu penurunan bendera tersebut. Menurutnya ide pembuatan
bendera tersebut tercantum didalam AD/ART HIMAS mengenai bendera lembaga.
“Sebuah kemiripan itu banyak terjadi di dunia
ini, hal yang biasa, toh HIMAS punya arti tersendiri dengan simbol-simbol warna
di benderanya. Semua warna itu ada makna filosofisnya, misalnya warna biru di
kaitkan dengan warna pendidikan, merah adalah lambang kejayaan dan marwah
organisasi, putih melambangkan kesucian lembaga dalam mengabdi pada bangsa dan
negara serta cap sikeureung melambangkan aspek kesejarahan yang tak boleh
dilupakan oleh generasi penerus, terutama mahasiswa sejarah yang mempunyai
dasar ilmu mengenai hal ini,” tegasnya ketika dikonfirmasi oleh wartawan.
Banyak kesalahpahaman yang terjadi selama
pengibaran bendera cap sikeureung itu. Namun semua kesalah pahaman itu dapat
dilogika kan oleh aktivis mahasiswa sejarah. Misalnya ketika MoU,
beberapa waktu lalu. Sempat sekretariat HIMAS di gerebek oleh beberapa petugas
keamanan karena disinyalir merupakan basis daripada simpatisan GAM. Akan tetapi
hal tersebut dapat di kendalikan setelah diberinya penjelasan oleh beberapa
mahasiswa sejarah.
Setelah penandatanganan MoU, keberadaan bendera
HIMAS tidak ada yang mempermasalahkan lagi kecuali pada saat kedatangan Wapres
ke Unsyiah tersebut. Menurut Azwar, semua ini hanya kesalahpahaman saja.
“Seperti yang saya katakan tadi, bendera HIMAS dan GAM, Serupa tapi
Jauh Berbeda” kata nya sambil menutup pembicaraan.
Oleh: Boy Nashruddin Agus
Tidak ada komentar:
Posting Komentar