5 Agustus 2012

"Anak Manusia" Menurut Kitab-Kitab Yahudi

Dari apa yang sudah kita bahas dalam halaman-halaman ini, jelaslah bahwa sebutan “Barnasha” atau “Anak Manusia”, adalah bukan gelar seperti “Mesias” yang dapat diterapkan pada setiap nabi, imam tinggi, dan raja yang telah diurapi (mesias artinya yang diurapi), melainkan ia adalah sebuah kata benda nama diri ( proper noun ) yang secara khusus untuk nabi terakhir.

 Para ahli ramal dan kaum bijak Yahudi, dan para Apocalyptist menggambarkan Anak Manusia yang akan datang pada waktu yang ditetapkan oleh Tuhan untuk membebaskan Israel dan Yerusalem dari penindasan kaum penyembah berhala dan menegakkan kerajaan yang permanen untuk “orang-orang kudus milik Yang Maha Tinggi” (Daniel pasal tujuh).

Para ahli ramal, kaum bijak, meramalkan lahirnya sang Pembebas yang kuat. Mereka melihat dia – hanya dalam penglihatan, wahyu, dan keimanan – dengan segala kekuatan dan keagungannya.

Tidak ada Nabi atau Sophee pernah mengatakan bahwa dia sendiri adalah “Anak Manusia”, dan bahwa dia akan “datang lagi pada Hari Akhir untuk menghakimi yang hidup dan yang mati” sebagaimana dikatakan dalam syahadat konsili Nicea yang dianggap bersumber dari ucapan Yesus.

Penggunaan yang sering atas julukan yang sedang dibicarakan ini oleh para penginjil menunjukkan, sangat pasti, pengetahuan mereka akan Apocalypse Yahudi, sebagaimana juga keyakinan yang kuat akan keasliannya sebagai yang berasal dari Tuhan. Jelas sekali bahwa Apocalypse yang mengemban nama Enoch, Musa, Baruch, dan Ezra ditulis jauh sebelum kitab-kitab Injil, dan bahwa nama “Barnasha” yang disebut didalamnya dipinjam oleh para pengarang kitab-kitab Injil, kalau tidak, maka penggunaannya yang sering itu merupakan suatu hal baru yang mengundang teka-teki dan tidak dapat dipahami, atau kalau bukan tidak berarti.

Oleh karena itu, konsekuensi Yesus meyakini dirinya sebagai “Anak Manusia” Apocalyptic, atau kalau tidak, ia tahu Anak Manusia adalah seseorang yang jelas-jelas bukan dirinya. Jika ia meyakini dirinya sebagai Anak Manusia, maka konsekuensinya dia atau, kalau tidak, kaum Apocalyptist keliru. Dan bagaimanapun argumen itu jelas sekali bertentangan dengan Yesus.

Tentu saja, alasan yang dilematis ini akan menggiring kita kepada suatu kesimpulan akhir yang tidak menguntungkan bagi dirinya. Satu-satunya jalan untuk menyelamatkan Yesus dari pencemaran ini adalah melihat dia seperti apa yang digambarkan oleh al-Qur'an kepada kita.

Sebelum membahas lebih jauh pokok bahasan ini, “Anak Manusia” seperti digambarkan dalam Apocalypse Yahudi, beberapa fakta harus dipertimbangkan secara seksama.

Pertama , Apocalypse ini tidak hanya berasal dari konun alkitab Yahudi, tetapi juga tidak termasuk diantara Apocrypha atau yang disebut kitab-kitab “Deutro-canonical” dari Perjanjian Lama.

Kedua , pengarangnya tidak dikenal. Mereka mencantumkan nama Enoch, Musa, Baruch, Ezra, tetapi pengarang atau editor mereka tampaknya sudah mengetahui kehancuran terakhir Yerusalem dan pembubaran bangsa Yahudi dibawah kekuasaan Romawi. Nama-nama samaran ini dipilih, bukan untuk tujuan yang curang, tetapi karena motif baik para Sophee atau ahli ramal yang menyusunnya. Bukankah Plato meletakkan segala pandangannya dan dialektikanya kedalam mulut Sokrates?

Ketiga , “kitab-kitab” ini menurut Grand Rabbin Paul Haguenauer dalam bentuk membingungkan, mistis, supernatural, mencoba menjelaskan rahasia-rahasia alam, asal-usul Tuhan, masalah kebaikan dan kejahatan, keadilan dan kebahagiaan, masa lalu dan masa yang akan datang. Mengenai semua permasalahan ini, Apocalypse membuat beberapa wahyu yang melampaui pemahaman manusia. Tokoh-tokoh utama mereka adalah Enoch, Musa, Baruch, dan Ezra.

Tulisan-tulisan ini jelas merupakan produk dari zaman agama Yahudi yang menyakitkan dan mendatangkan malapetaka ( Manuel de Litterature Juive . Nancy , 1927). Konsekuensinya mereka tidak bisa sepenuhnya dipahami lagi sebagai Apocalypse yang mengemban nama rasul Yohanes.

Keempat , Apocalypse ini telah ditambah-tambah oleh kaum Kristen. Dalam kitab Enoch “Anak Manusia” juga disebut “Anak dari Perempuan” dan “Anak Tuhan”, sehingga menambah teori inkarnasi versi Gereja. Tentu saja, tidak ada ahli ramal Yahudi akan menuliskan “Anak Tuhan” (karena Yahudi berkeyakinan Tuhan hanya ada satu).

Kelima , perlu diketahui bahwa doktrin mesianik adalah sebuah perkembangan yang belakangan dari nubuat-nubuat lama tentang nabi-Nya terakhir, seperti yang diramalkan oleh Yaqub dan nabi-nabi lainnya. Hanya dalam Apocrypha dan Apocalypse, dan khususnya, dalam tulisan-tulisan Rabbinical, bahwa sang Pembebas ini diklaim sebagai keturunan Daud.

Benar ada nubuat-nubuat setelah penangkapan orang Babylonia, dan bahkan setelah pendeportasian sepuluh suku bani Israel ke Assyria, tentang seorang “Anak Daud” yang akan datang untuk mengumpulkan semua orang Israel yang dibubarkan. Tetapi prediksi-prediksi ini terpenuhi hanya sebagian dibawah Zorobabel (salah seorang keturunan Daud). Kemudian setelah invasi Yunani, prediksi-prediksi yang sama disebarkan dan diumumkan, dan kita hanya melihat seorang Yudas Maqbaya yang berjuang dengan sedikit keberhasilan melawan Antiochus Epiphanes. Disamping itu, keberhasilan ini hanya bersifat sementara dan bukan permanen.

Apocalypse yang membawa penglihatan-penglihatan mereka hingga masa setelah penghancuran Yerusalem oleh Titus dan Vespian, meramalkan “Anak Manusia” akan muncul dengan membawa kekuatan besar untuk menghancurkan kekuatan Romawi dan musuh-musuh Israel lainnya.

Dua puluh abad telah berlalu sebelum Kekaisaran Romawi Barat dihancurkan oleh bangsa Barbar Germania yang dipimpin oleh Odoakar dengan memasuki kota Roma pada tahun 476 M. Dan Kekaisaran Romawi Timur atau Byzantium (yang merupakan Kekaisaran Romawi terakhir) ditaklukan oleh seorang Sultan beragama Islam, Fatih Muhammad II yang berhasil menduduki kota Konstantinople pada tahun 1453 M. Dan kekuasaan Romawi terakhir ini dipastikan hancur dan wilayah-wilayah yang terbentang dari Sungai Nil sampai dengan Sungai Eufrat telah dikuasai oleh umat Islam.

Masih ada dua observasi lagi yang tidak dapat diabaikan dalam kaitan ini.
Seandainya saya adalah seorang Zionis Yahudi yang bernafsu atau seorang rabbi yang terpelajar, maka saya akan mengkaji lagi persoalan Mesianik ini sedalam dan seobyektif mungkin. Dan kemudian dengan penuh semangat saya akan mendesak sesama orang Yahudi untuk tidak lagi meninggalkan harapan ini selamanya. Bahkan seandainya “Anak Daud” harus muncul diatas bukit Zion dan meniup terompet dan mengklaim sebagai “Mesias”, maka saya akan menjadi orang pertama yang mengatakan kepadanya dengan tegas, “Silahkan Bapak! Anda sangat terlambat! Jangan mengganggu keseimbangan di Palestina! Jangan menumpahkan darah! Betapapun berhasilnya petualangan-petualangan Bapak, saya khawatir mereka tidak akan mengungguli petualangan-petualangan para leluhurmu, seperti Daud, Zoroabel, Yudas Maccabaeus (Maqbaya)!”

Penakluk Yahudi yang hebat bukanlah Daud, tetapi Yesus bar Nun (Yoshua). Ia adalah Mesias yang pertama, yang bukannya mengubah suku-suku pagan Kanaan yang telah menunjukkan keramahtamahan kepada Ibrahim, Ishaq, Yaqub, malah tanpa belas kasih membantai mereka secara besar-besaran. Dan Yoshua, tentu saja, adalah (diyakini sebagai) seorang nabi dari kalangan bani Israel dan mesias dizamannya.

Setiap Hakim bangsa Israel selama periode tiga abad atau lebih adalah seorang Mesias dan Pembebas. Dengan demikian kita menemukan bahwa dalam setiap malapetaka nasional, khususnya bencana alam, seorang mesias diramalkan, dan biasanya pembebasan terjadi akibat bencana dan benar-benar dalam kadar yang tidak sesuai.

Adalah ciri khas kaum Yahudi bahwa hanya mereka lah yang memiliki cita-cita kebangsaan untuk melakukan penaklukan-penaklukan yang luar biasa yang dipimpin oleh seorang keturunan Daud, mengejar dominasi universal atas penduduk bumi. Kecerobohan dan kelembaman mereka sangat cocok dengan keyakinan mereka yang tidak tergoyahkan akan kelahiran “Singa Yudas”. Dan itulah barangkali alasannya mereka tidak pernah mengkonsentrasikan semua sumberdaya, energi, dan kekuatan nasional mereka dan melakukan upaya bersama untuk menjadi sebuah bangsa yang berpemerintahan sendiri.

Kini kepada umat Kristen yang mengklaim Yesus sebagai Anak Manusia berdasarkan nubuat, saya terpaksa mengatakan: Jika ia adalah sang Pembebas Israel yang diharapkan itu maka ia akan sudah membebaskan banga itu dari penindasan penjajah Romawi, tidak peduli apakah bangsa Israel mempercayainya atau tidak. Pertama pembebasan, kemudian barulah ucapan terima kasih dan loyalitas. Dan bukan sebaliknya. Seseorang harus lebih dahulu dibebaskan dari kekuasaan orang yang menahannya dengan membunuhnya atau menakuti mereka, dan kemudian diharapkan untuk menunjukkan kasih sayang dan kesetiaannya yang permanen terhadap si Pembebas.

Kaum Yahudi bukanlah penghuni sebuah rumah sakit yang harus dirawat oleh para dokter dan perawat. Mereka hampir-hampir merupakan tawanan yang diikat dan membutuhkan seorang pahlawan untuk membebaskan mereka. Keyakinan mereka pada Tuhan dan pada hukum-Nya adalah sama sempurnanya dengan keyakinan para leluhur mereka di Gunung Sinai ketika Tuhan menyampaikan kepada Musa. Mereka tidak membutuhkan seorang nabi yang memiliki mukjizat, karena seluruh sejarah mereka berjalinan dengan keajaiban dan mukjizat.

Penghidupan kembali seorang Lazarus yang sudah mati, pembukaan mata Bartimaeus yang buta, atau penyembuhan penyakit kusta, tidak memperkuat keyakinan kaum Yahudi dan tidak juga mengenyangkan kehausan mereka akan kemerdekaan dan kebebasan.

Kaum Yahudi menolak Yesus, tidak karena ia bukan “Anak Manusia” atau “Mesias” yang dikabarkan oleh Apocalypse (tidak disebabkan ia bukan seorang nabi, karena mereka tahu benar bahwa ia tidak mengklaim dirinya sebagai Anak Manusia, dan bahwa ia adalah seorang nabi), tetapi disebabkan kebencian mereka kepada Yesus karena ucapannya: Mesias bukan anak Daud, melainkan tuannya” (Matius22:44-46; Markus 12:35-37; Lukas 20:41-44). Pengakuan dari Injil-injil Synoptic ini memperkuat pernyataan dalam Injil Barnabas (Barnabas 43:4-5 dan Barnabas pasal 44), dimana Yesus dilaporkan telah menyatakan bahwa yang dijanjikan akan terpenuhi dengan “Syiloah” (Rasul Allah/Rasulullah) yang akan datang setelah kepergian Yesus adalah berasal dari keturunan Ismail. Karena alasan inilah kaum Talmud menggambarkan Yesus sebagai “Balaam kedua” (yaitu nabi yang bernubuat demi kepentingan kaum penyembah berhala dengan mengorbankan “orang-orang pilihan”)

Oleh karena itu, sangatlah jelas bahwa penerimaan atau penolakan kaum Yahudi atas Yesus bukanlah syarat sine qua non (harus ada) untuk menentukan sifat misinya. Jika ia adalah sang Pembebas terakhir maka ia akan sudah membuat kaum Yahudi tunduk kepadanya, nolens volens , seperti yang dilakukan Muhammad.

Tetapi kontras antara keadaan-keadaan dimana masing-masing dari dua nabi itu berada, dan pekerjaan mereka, tidak mengenal ukuran dan batas. Cukup dikatakan bahwa Muhammad mengubah sekitar sepuluh juta Arab pagan menjadi orang-orang beriman kepada Tuhan sejati yang paling tulus dan bersemangat, dan sama sekali melenyapkan penyembahan berhala di negeri-negeri dimana kemusyrikan telah mengakar. Ia berhasil, karena disatu tangan ia memegang Hukum (al-Qur'an) dan ditangan lainnya ia memegang tongkat (kekuasaan dan pemerintahan). Ia dibenci, dilecehkan, disiksa oleh suku Arab paling mulia yang merupakan sukunya, dan terpaksa melarikan diri, namun dengan kekuasaan Allah, ia menyelesaikan tugas terbesar demi agama sejati yang tidak sanggup dilakukan oleh nabi-nabi sebelumnya.

Sekarang saya akan meneruskan dengan menunjukkan bahwa “Anak Manusia” yang dinubuatkan oleh Apocalypse tidak lain adalah Muhammad.

  1. Bukti yang paling meyakinkan dan penting bahwa Barnasha menurut Apocalypse adalah Muhammad, digambarkan secara menakjubkan dalam penglihatan Daniel (Daniel pasal tujuh) yang sudah dibahas dalam artikel sebelumnya. Bagaimanapun, gambaran tentang Barnasha didalamnya, tidak dapat diidentifikasikan dengan pahlawan Maccabees ataupun dengan Yesus. Selain itu, Binatang Buas mengerikan yang benar-benar dibunuh dan dihancurkan oleh Anak Manusia itu tidak mungkin prototipe Epiphanes atau Kaisar Romawi yang bernama Nero.
Kejahatan yang memuncak dari Binatang Buas yang menakutkan itu adalah sang “Tanduk Kecil” yang melontarkan hujatan-hujatan terhadap Yang Maha Tinggi dengan menyekutukan-Nya kedalam tiga oknum yang sama hakikat-Nya dan dengan rangkaian penyiksaan terhadap orang-orang yang mempertahankan keesaan Tuhan yang mutlak. Konstantin adalah orang yang digambarkan sebagai Tanduk yang mengerikan itu yang menghina Tuhan (mempersekutukan-Nya) dalam Konsili Nicea.
 
  1. Apocalypse Enoch [1] meramalkan kemunculan Anak Manusia pada saat ketika sekawanan kecil Domba, meskipun dengan penuh semangat dibela oleh seekor domba jantan, akan diserang dengan dahsyat oleh burung-burung pemangsa dari atas dan oleh binatang-binatang karnivora diatas tanah. Diantara musuh-musuh kawanan kecil itu dilihat banyak kambing dan domba lainnya yang telah sesat. Pemilik kawanan itu, sebagai seorang penggembala yang baik, tiba-tiba muncul dan menghantam bumi dengan batang atau tongkat, ia membuka mulutnya dan menelan musuh yang menyerang, memburu dan mengusir dari padang rumput burung-burung dan orang-orang kejam yang merusak. Kemudian sebilah pedang diberikan kepada kawanan itu sebagai lambang kekuasaan dan senjata penghancur. Setelah itu kawanan tersebut tidak lagi dikepalai oleh seekor domba jantan, tetapi oleh seekor sapi jantan yang memiliki dua tanduk hitam besar.
Penglihatan parabolis ini cukup transparan. Dari Yaqub turun ke “orang-orang pilihan” diwakili secara simbolis oleh kawanan domba. Keturunan Esau digambarkan sebagai babi. Kaum dan suku-suku penyembah berhala lainnya diwakili dalam penglihatan itu, menurut karakteristiknya masing-masing, sebagai sejenis gagak ( ravens ), elang ( eagles) , burung hering ( vultures ), dan jenis-jenis keganasan yang berbeda-beda yang semuanya haus untuk menghisap darah domba-domba itu dan lapar untuk melahap mereka.

Hampir semua Ahli Kitab (Kaum Yahudi dan Kristen) sepakat bahwa penglihatan itu menunjukkan masa yang menyakitkan dari kaum Maccabee dan perjuangan berdarah mereka dengan pasukan Antiochus Epiphanes sampai kematian Yohanes Hurcanus (John Hurcanus) pada 110 (?) SM.

Metode untuk menafsirkan penglihatan ini sama sekali salah, dan menyebabkan kitab itu secara keseluruhan menjadi tidak bernilai. Bahwa seorang nabi atau seorang ahli ramal yang kuno harus menggambarkan sejarah ras manusia dari sudut pandang keagamaan, dimulai dengan Adam, dibawah Simbol Sapi Jantan Putih, dan diakhiri dengan Yohanes Hurcanus (John Hurcanus) atau saudaranya Yudas Maccabaeus (Maqbaya) sebagai Sapi Jantan Putih terakhir, dan kemudian membiarkan kawanan “kaum beriman” itu untuk dilahap lagi oleh bangsa Romawi, umat Kristen, dan umat Islam sampai hari ini adalah sangat menggelikan dan mengejutkan!

Sebenarnya, peperangan yang dilakukan kaum Maccabees dan konsekuensi-konsekuensinya tidak begitu berarti dalam sejarah agama Tuhan sebagai ujung penghabisan dari perkembangan. Tidak ada satu pun orang Maccabee yang menjadi nabi, dan tidak juga ada yang menjadi pendiri apa yang disebut “Pemerintahan Mesianik” yang dalam kitab-kitab Injil disebut “Kerajaan Tuhan”.

Disamping itu, penafsiran dan penglihatan ini tidak konsisten dengan ciri-ciri yang digambarkan dalam drama dibawah simbol-simbol kiasan dari pemilik kawanan domba, tongkat ditangan, sang domba jantan, dan sapi betina putih, dan kemudian dengan dengan pedang besar yang diberikan kepada para penggembala yang mereka gunakan untuk membunuh atau mengusir binatang-binatang dan burung-burung yang kotor.

Selanjutnya, penafsiran versi Kristen atas Apocalypse Enoch ini tidak menjelaskan transplantasi mistis atau pemindahan Yerusalem ke sebuah negeri yang letaknya jauh disebelah selatan, dan makna apa yang dapat diberikan kepada Bait Allah yang baru dibangun ditempat Bait yang lama, lebih besar dan lebih tinggi daripada bangunan besar pertama yang suci, terhadap mana kawanan domba tidak hanya sebagai domba yang beriman (kaum Yahudi yang setia) tetapi juga berbagai macam bangsa pagan yang telah memeluk agama sang Anak Manusia yang menghancurkan musuh-musuhnya dengan tongkat atau batangny! Karena semua perbuatan dan gambaran khusus ini dilihat dan digambarkan dalam penglihatan yang dramatis tersebut. Rantai yang menghubungkan peristiwa-peristiwa dalam bahasa kiasan ini dimulai dari Adam dan berakhir pada sosok nabi dari Mekkah!

Ada beberapa argumen yang meyakinkan untuk membenarkan kebenaran dari pernyataan tegas ini:  
    1. Dua pembagian domba menunjukkan pengikut kitab suci, apakah Yahudi atau Kristen, yang diantara mereka ada orang yang beriman pada tauhid (keesaan Tuhan), namun ada pula diantara mereka yang menjadikan Yesus dan Roh Kudus memiliki konsubstansial (memiliki substansi, sifat, dan hakikat yang sama) dengan Tuhan. Ahli ramal membedakan antara orang yang beriman dan orang yang ingkar.
Kitab-kitab Injil melaporkan bahwa pada Hari Kiamat “domba akan dipisahkan dari kambing” (Matius 25:32-46) yang menunjukkan pandangan yang sama.

Adapun mengenai Domba Jantan simbolis, kita bisa memahami dengan cara demikian Arius [2] atau pemimpin Unitarian (Ahlultauhid) untuk kaum Nasrani sejati dan Rabbi Yahudi yang beriman, karena mereka berdua memiliki musuh yang sama. Jika kita mengidentifikasi Konstantin dengan Tanduk Kecil yang jahat, maka kita bisa secara tepat mengidentifikasi Arius sebagai sang Domba Jantan.

Sebenarnya Arius berhak mendapatkan kehormatan ini, karena ia mengepalai kelompok dalam Dewan Nicea dan dengan penuh semangat membela agama yang benar dari doktrin-doktrin Trinitas dan Gereja-gereja Sakramentarian.

Dari sudut pandang Muslim yang keras, dimulai sejak kaum Yahudi menolak kenabian dan berusaha menghukum mati Yesus, maka gelar mereka berhenti menjadi “umat pilihan”, dan bahwa gelar kehormatan diberikan hanya kepada orang-orang yang beriman pada kenabiannya.
 
    1. Anak Manusia yang menyelamatkan kawanan domba dari musuh-musuhnya untuk siapa ia harus turun menjadi anggota bumi dengan menemukan tongkat penggembalaan dia diatasnya, dan memberikan pedang yang kuat kepada domba untuk menyembelih hewan-hewan pemangsa, maka tidak lain bahwa Anak Mausia adalah pasti Muhammad.
Sceptre (dalam bahasa Ibrani “ shebet” – batang, tongkat) adalah lambang kekuasaan, hukum, dan pemerintahan. Tongkat kecil yang diberikan Tuhan kepada suku Yehuda (Kejadian 49:10) diambil, dan tongkat yang lebih kuat dan besar hanya diberikan kepada Rasul Allah (“Shiloah”) sebagai gantinya. Hal itu sebenarnya mengagumkan, karena betapa penglihatan nubuat benar-benar terpenuhi ketika tongkat Muhammad menjadi lambang kekuasaan kaum Muslim atas seluruh negeri (di Mesir, Assyria, Khaldea, Syria, dan Arabia) dimana kaum beriman disiksa oleh para penguasa pagan negeri-negeri tersebut dan oleh kekuasaan penjajah asing pagan dari Medo-Persia, Yunani, dan Romawi!

Sungguh suatu pemenuhan penglihatan yang agung ketika kawanan domba, yang selama beberapa abad telah terbuka terhadap serangan paruh dan cakar burung-burung pemangsa yang tak kenal ampun dan terhadap gigi-gigi dan cakar Binatang Buas yang mengerikan, sekarang diperlengkapi dengan sebilah pedang besar untuk mempertahankan diri yang dilakukan oleh setiap muslim sampai darah para Shalihin - orang shaleh - dan - syuhada – ditebus dengan pantas (Injil Wahyu 6:9-11).
 
    1. Sapi Jantan Putih . Sampai dengan Ismail, semua nabi digambarkan sebagai sapi jantan putih. Tetapi dari Yaqub sampai turun ketokoh-tokoh dari umat pilihan muncul dalam bentuk domba jantan. Agama universal telah dijadikan agama nasional dan kaisar telah menjadi seorang kepala yang kecil saja.
Disinilah sekali lagi pemenuhan nubuat yang mengagumkan lainnya dari penglihatan dimasa Muhammad. Para pemimpin Patriarkh dari agama internasional kuno digambarkan sebagai sapi-sapi jantan putih, dan para Pemimpin kaum beriman (Amirul Mukminin) juga sebagai sapi jantan putih. Satu-satunya perbedaan adalah Amirul Mukminin mempunyai tanduk hitam yang besar, lambang kekuasaan ganda yakni material dan spiritual.

Dari semua Binatang berkaki empat yang bersih maka tidak ada yang lebih mulia daripada Sapi Jantan Putih, dan lebih-lebih lagi, khususnya, ketika dimahkotai dengan sepasang tanduk hitam besar. Sehingga nampak agung dan anggun.

Dalam hubungan ini yang perlu diketahui adalah bahwa semua darah yang tertumpah dalam Perang Badar, Perang Uhud, dan operasi militer lainnya yang dipimpin langsung oleh nabi Muhammad saw, tidak melebihi seperseratus darah yang ditumpahkan oleh Yoshua. Namun, tidak satupun contoh kekejaman atau ketidakadilan dapat dibukikan pada Rasul Allah itu. Dia toleran, mulia, murah hati, dan pemaaf. Itulah sebabnya hanya dia diantara umat manusia yang digambarkan dalam semua penglihatan nubuat Anak Manusia, seperti halnya manusia pertama sebelum kejatuhannya!
 
    1. Anak Manusia mendirikan Kerajaan Perdamaian yang ibukotanya bukan lagi Yerusalem, melainkan Yerusalem Baru – “Darussalam” ( kota perdamaian).

      Sophee atau ahli ramal dalam penglihatan gaib ini menceritakan bagaimana Yerusalem di bumi diangkat dan dipindahkan kesebuah negeri diselatan, tetapi sebuah Bait yang baru, lebih luas dan lebih tinggi dari Bait pertama, dibangun diatas puing-puing bangunan lama! Ya Allah! Sungguh hebat semua ini yang semuanya telah diselesaikan oleh Muhammad hamba-Mu yang paling termasyhur dan kudus!
Yerusalem Baru tidak lain adalah Mekkah, karena ia berada dinegeri sebelah selatan, dua bukit di Mekkah yakni Marwa dan Safa, menyandang nama yang sama dengan nama Moriah dan Zion , memiliki sumber dan signifikansi yang sama, tetapi bermula lebih awal. “Irushalem” atau “Urshalem” Lama menjadi kota “Cahaya dan Kedamaian”.

Karena alasan ini jugalah Mekkah sebagai tempat Ka'bah yang suci dan menjadi kiblat (arah) kemana kaum Muslim menghadap ketika shalat (sembahyang). Di Mekkah inilah setiap tahun (yakni pada hari Idul Adha) puluhan ribu peziarah dari semua negeri tempat kaum muslim berkumpul untuk mengunjungi Ka'bah yang suci dan melaksanakan korban.

Tidak hanya Mekkah, tetapi juga Madinah dan wilayah disekeliling kedua kota itu telah menjadi suci dan tidak dapat diganggu gugat, dan terlarang bagi kaum non-Muslim! Dalam penglihatan Enoch juga lah bahwa Khalifah kedua, Umar bin Khatab membangun kembali Bait suci di atas puing-puing Bait Sulaiman di Yerusalem.

Semua ini secara mengagumkan membuktikan bahwa penglihatan itu disaksikan oleh seorang ahli ramal yang mendapat ilham dari Tuhan, yang dapat melihat rangkaian peristiwa Kaum Muslim dimasa yang akan datang. Dapatkah kota Roma atau kota Byzantium (Konstantinople) mengklaim sebagai Yerusalem Baru? Dapatkah Paus atau setiap partiarch yang kerjanya memecah belah umat mengklaim sebagai Sapi Jantan Putih dalam Apocalypse yang memiliki tanduk hitam besar? Dapatkah agama Kristen mengklaim sebagai Kerajaan Perdamaian (Salam/Syalom/Islam), sementara ia menjadikan Yesus dan Roh Kudus konsubstansial dengan Tuhan? Sangat pasti, TIDAK!
 
    1. Dalam bab-bab yang membicarakan Kerajaan Perdamaian itu, sang Mesias disebut Anak Manusia. Tetapi dalam gambaran Hari Kiamat ia disebut “Anak dari Perempuan” dan “Anak Tuhan”, dan bersama-sama dengan Tuhan dalam Pengadilan Dunia.
Diakui oleh semua sarjana bahwa pernyataan-pernyataan yang berlebih-lebihan dan bodoh tersebut tidak berasal dari kaum Yahudi (yang jelas meyakini satu Tuhan), melainkan dari imajinasi kaum Kristen Trinitas yang disisipkan dan ditambahkan oleh mereka.

Apocalypse lainnya, yang menyandang nama Musa, Baruch, Ezra, Jubilee, Oracula Sibyliana, haruslah dikaji secara obyektif, karena setelah itulah baru mereka, seperti Apocalypse Daniel dan Enoch, maka tidak hanya akan dipahami tetapi juga membuktikan terpenuhi dalam MUHAMMAD dan ISLAM.


Chaerol Riezal

Sumber: “Menguak Misteri Muhammad” edisi khusus diterbitkan di Indonesia oleh Sahara Publishers cetakan kesebelas Mei 2006.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar