Kata khuluq yang berarti akhlak secara linguistik mempunyai akar kata yang
sama dengan khalq yang berarti ciptaan. Bedanya adalah kalau khalq lebih
bermakna ciptaan Allah yang bersifat lahiriah dan fisikal, maka khuluq adalah
ciptaan Allah yang bersifat batiniah.
Seorang sahabat pernah mengenang Nabi yang mulia SAW dengan kalimat :
“Bahwa Rasulullah saw adalah manusia yang terbaik secara khalq dan khuluq”. Dengan kata lain, Nabi Muhammad saw adalah manusia sempurna dalam segala aspek, baik lahiriyah maupun batiniyahnya.”
Kesempurnaan lahiryah beliau sering kita dengar dari riwayat-riwayat para
sahabat yang melaporkan tentang sifat-sifat beliau. Hindun bin Abi Halah
misalnya, mendeskripsikan sifat-sifat lahiriyah Nabi SAW seperti berikut:
“Nabi Muhammad saw adalah seorang manusia yang sangat
anggun, yang wajahnya bercahaya bagaikan bulan purnama di saat sempurnanya.
Badannya tinggi sedang. Postur tubuhnya tegap. Rambutnya ikal dan panjang yang
tidak melebihi daun telinganya. Warna kulitnya terang. Dahinya luas. Alisnya
memanjang halus, bersambung dan indah. Sepotong urat halus membelah kedua
alisnya yang akan tampak timbul di saat marahnya. Hidungnya mancung sedikit
membengkok, yang di bagian atasnya berkilau cahaya. Janggutnya lebat. Pipinya
halus. Matanya hitam. Mulutnya sedang. Giginya putih tersusun rapi. Dadanya
bidang dan berbulu ringan. Lehernya putih, bersih dan kemerah-merahan. Perutnya
rata dengan dadanya. Bila berjalan, jalannya cepat laksana orang yang turun dari
atas. Bila menoleh seluruh tubuhnya menoleh. Pandangannya lebih banyak ke arah
bumi ketimbang langit dan banyak merenung. Beliau mengiringi sahabat-sahabatnya
di saat berjalan, dan beliau jugalah yang memulai salam.”
Deskripsi para sahabat Nabi tentang sifat-sifat manusia yang agung seperti
ini banyak kita temukan di dalam kitab-kitab Maulid yang lazim dibaca di tanah
air kita, seperti Barzanji, Diba`, Simthu ad-Durar dan sebagainya. Kita dibawa
hanyut oleh para perawi tentang bentuk lahiriyah Nabi SAW. Sesuatu yang
meskipun indah dan sempurna, namun tidak menjadi fokus pandangan Al-Quran
terhadapnya.
Lalu, apa yang menjadi fokus pandangan Al-Quran terhadap Nabi SAW?.
Jawabnya adalah khuluq-nya alias akhlaknya, seperti pada ayat di atas. Apa arti akhlak? Kata Imam Ghazali,
akhlak adalah wajah batiniah manusia. la bisa indah dan bisa juga buruk.
Akhlak yang baik adalah akhlak yang mampu meletakkan ‘Aqliyyah (Kejernihan fikir), Ghadhabiyyah (Emosi/Kemarahan), Syah-waniyyah (Keinginan-keinginan Syahwat) dan Wahmiyyah (Angan-angan) secara proporsional dalam jiwa manusia, Serta mampu meletakkan dan menggunakan secara adil dalam dirinya. Manusia yang berakhlak baik adalah orang yang tidak berlaku ifrath alias eksesif atau melampau batas dalam menggunakan empat hal di atas, dan juga tidak bersifat tafrith atau menyia-nyiakan/mengabaikannya secara total. la akan sangat adil dan proporsional di dalam menggunakan keempat anugerah Ilahi itu.
Dengan kata lain akhlak yang baik adalah suatu keseimbangan yang sangat
adil yang dilakukan oleh seseorang ketika berhadapan dengan empat fakultasnya
di atas. la tidak ifrath di dalam menggunakan rasionalitasnya sehingga
mengabaikan wahyu, dan juga tidak tafrith sehingga menjadi bodoh. la tidak
ifrath di dalam menggunakan ghadhab atau emosinya sehingga menjadi agresor,
namun tidak juga tafrith sehingga menjadi pengecut. la tidak ifrath di dalam
syahwatnya sehingga menghambur-hamburkan nafsunya, namun juga tidak tafrith
seperti biarawan-biarawati. la mampu meletakkannya secara seimbang sehingga ia
membagi secara adil mana hak dunianya dan mana hak akhiratnya. Kemampuan itu
disebut dengan al-Khuluqul hasan
Orang yang menyandang sifat ini, di kedalaman jiwanya sudah pasti
memantulkan suatu bentuk yang sangat indah secara lahiriah di dalam segala
aspek kehidupannya sehari-hari ; yang -seperti kata sebuah riwayat- dari
pancaran wajahnya akan memantul sebuah energi yang akan mengingatkan orang
kepada Allah SWT. Sedang untaian kata-katanya akan menimbulkan aura menambahkan
ilmu. Pada setiap orang yang mendengarnya dari akhlak lahiriyahnya bisa
menyadarkan orang dari kelalainnya. Akhlak seperti inilah yang diuswahkan
Rasulullah SAW:
“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu
uswah hasanah (suri tauladan yang baik) bagimu (yaitu) bagi orang yang
mengharap (Rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut
Allah.” (Q.S Al-Ahzab : 21)
Itulah misi utama beliau SAW :
“Sesungguhnya aku diutus (Allah) untuk menyempurnakan
Akhlak.”
Keluhuran akhlak Nabi SAW
ini adalah cermin yang bersih dan indah yang membawa kita untuk bisa berkaca
dengannya di dalam kehidupan kita sesama manusia dalam segala lapisannya. Sebab
akhlak Nabi adalah cerminan Al-Qur`an yang sesungguhnya. Bahkan beliau sendiri
adalah Al-Qur`an hidup yang hadir di tengah-tengah ummat manusia. Membaca dan
menghayati akhlak beliau berarti membaca dan menghayati isi kandungan
Al-Qur`an. Itulah kenapa ‘Aisyah sampai berkata:
“akhlak Nabi adalah Al-Quran.”
Akhlak alkarimah menjadi kunci keberhasilan beliau membangun bangsa dari
kenistaan kearah keniscayaan. Beliau SAW menjanjikan bahwa akhlaq yang
lurhurlah menjadi beratnya timbangan amal di akherat :
“Tidak ada sesuatu yang lebih berat timbangannya
(kelak diakherat) dari pada akhlak yang mulia.”
Saatnya kita mengedepakan akhlaq alkarimah diatas yang lain. Mendahulukan akhlak alkarimah diatas perbedaan.
Mendahulukan akhlak alkarimah diatas kepentingan, bahkan bila perlu dahulukan
akhlak karimah diatas Fiqih.
Mudah-mudahan kita semua berada dalam kehidupan yang akhlaqi, selalu
memperoleh pancaran nur akhlak manusia mulya Muhammad SAW. Amien......
Tidak ada komentar:
Posting Komentar