19 Oktober 2014

Menguak Simbol Prasasti Makam Kohler dari Jakarta ke Aceh

Ada dunia lain di Kebon Jahe, Tanah Abang, Jakarta Pusat. Tepatnya di Kerkhof Laan atau Tempat Pemakaman Umum Kebon Jahe Kober. Sekarang resmi dinamakan Museum Taman Prasasti. Letaknya persis diapit Kantor Walikota Jakarta Pusat di sebelah selatan dan Gelanggang Remaja Jakarta Pusat di sebelah utaranya. Berbeda dengan museum lainnya, Museum Taman Prasasti ini menyajikan The Dark Tourism, Wisata Kematian.

Kedengarannya menakutkan, namun hal ini diyakini malah akan menyedot banyak pengunjung seperti halnya wisata kuburan di New Orleans, AS, yang karena kepiawaiannya menjual wisata taman makam kota akhirnya mendapat julukan “The City of The Dead”. Pemerintah Daerah DKI Jakarta berniat menjadikan tempat ini sebagai salah satu tujuan wisata, satu paket dengan revitalisasi Kota Tua yang sekarang sedang dikerjakan.

Tak banyak orang tahu jika Museum Prasasti yang dulunya dibangun pemerintah Batavia pada 28 September 1795, merupakan salah satu taman pemakaman umum modern tertua di dunia. Lebih tua dari Fort Canning Park (1926) di Singapura, Gore Hill Cemetery (1868) di Sidney, La Chaise Cemetery (1803) di Paris, Mount Auburn Cemetery (1831) di Cambridge-Massachusstes yang mengklaim sebagai taman makam modern pertama di dunia, atau Arlington National Cemetery (1864) di Washington DC.


Banyak nama beken dikubur di sana. Di antaranya Olivia Marianne Raffles (1814), isteri Gubernur Jenderal Inggris dan juga pendiri Singapura, Sir Thomas Stamford Raffles; lalu Dr. H. F. Roll (1935), pendiri Sekolah Kedokteran Stovia; Dr. J. L. A. Brandes (1905), pakar sejahar purbakala Hndu Jawa di Indonesia; Soe Hoek Gie, aktivis mahasiswa di tahun 1960-an yang terkenal dengan catatan hariannya; dan juga Mayor Jenderal J. H. R. Kohler, komandan tentara kolonial Belanda yang ditembak mati oleh sniper Aceh berusia belia di depan Masjid Raya Baiturrahman, Banda Aceh. Konon, sniper Aceh itu juga ditembak sniper Belanda sesaat setelah menewaskan Kohler. Mungkin inilah perang antara sniper pertama yang terjadi dalam sejarah Nusantara.

Perang menundukkan Aceh merupakan perang terlama, lebih dari tigapuluh lima tahun, dan perang termahal yang harus dilakukan Belanda untuk bisa menundukkan Serambi Mekkah ini. Ceritanya, tak sampai tiga pekan setelah mendarat di pantai Aceh pada tanggal 8 April 1873 itu, serdadu Belanda sudah tidak kuat menghadapi gempuran gerilyawan Mujahidin Aceh yang dibantu pasukan leit dari Turki Utsmaniyah dan beberapa negeri Islam sahabat. Para serdadu Belanda kembali lagi naik kapal setelah menghadapi perlawanan paling sengit yang pernah dialami militer Belanda di Timur.


Jenderal Kohler, panglima Belanda, yang sedang berada di halaman depan Masjid Raya Baiturrahman, Banda Aceh, tiba-tiba rubuh bemandikan darah. Dadanya bolong ditembus peluru sniper Aceh. Hari itu tanggal 14 April 1873. Kohler adalah komandan serdadu Belanda yang memimpin penyerangan ke Banda Aceh.

Dalam serangan dua hari yang sia-sia itu di dalam kota Banda Aceh, Belanda menderita kerugian yang luar biasa besar. Setelah Indonesia merdeka, tempat ambruknya Jenderal Kohler di halaman depan Masjid Raya Baiturrahman itu dibuat sebuah monumen. Hari ini monumen itu masih tegak berdiri, selamat dari sapuan tsunami. Salah satu diorama di Museum TNI Satria Mandala Jakarta juga telah melukiskan peristiwa bersejarah ini. Mayor Jenderal J. H. R. Kohler dimakamkan di Kerkhof Laan di Batavia.

Kohler Perwira Yahudi-Kabbalah

Sampai sekarang, nisan makam Kohler masih bisa kita saksikan di Museum Taman Prasasti. Kondisinya cukup baik walau ada beberapa bagian kecil yang sudah tidak lengkap. Idak teralu sulit mencarinya. Setelah masuk pintu gerbang utama museum, kita berjalan ke arah kanan dan akan dengan mudah menemukan prasasti makam Kohler yang agak tinggi dan besar.


Bagi mata awam mungkin kita akan terkagum-kagum dengan prasasti makam yang berbentuk kotak dengan tinggi sekitar dua meteran yang dipahat dengan aneka simbol. Namun bagi mereka yang sedikit banyak mengetahui makna simbol-simbol yang terdapat di prasasti makam tersebut, maka simbol-simbol itu bisa berbicara banyak tentang sosok yang dikubur di dalamnya.

Di atas prasasti Kohler terdapat simbol Hexagram atau Bintang David di tiap sisinya, di tiap-tiap rusuk prasasti secara vertkal terdapat obor yang terbalik di mana apinya yang menyala terletak di bawah, lalu di tiap sisi terdapat simbol-simbol dan tulisan yang berbeda, di antaranya simbol The Iron Cross atau juga dikenal sebagai Salib Templar, dan simbol ular melingkar dengan mulut yang menggigit ujung ekornya, atau dalam dunia simbol disebut sebagai Ouroboros Symbol (A Snake Bitting is Tail).

Hanya orang Yahudi yang dimakamkan dengan Simbol Bintang David di prasastinya. Dengan demikian jelas, penyerangan Belanda atas Banda Aceh dipimpin oleh seorang perwira Yahudi-Belanda. Dan tentang simbol Salib Templar, hal ini memperkuat jika Kohler bukanlah ‘Yahudi biasa” melainkan seorang Yahudi yang sedikit banyak bersinggungan dengan kelompok-kelompok rahasia Luciferian seperti halnya Templar, Freemasonry (Vrijmetselarij), Rosikrusian, dan sebagainya. Apalagi dengan adanya simbol Ular, Ouroboros.

Dalam kamus simbol dunia, Ouroboros yang termasuk ke dalam ‘Satanic Symbols’ ini memiliki arti sebagai keabadian, kesemestaan, yang juga mewakili kekuatan Lucifer itu sendiri. Dalam dunia modern, sejumlah perusahaan dunia juga menggunakan simbol Ouroboros sebagai logo perusahaannya, semisal Vodafone, Lucient Technologies (Lucifer Teknologi), Order Trust, Philly.com, termasuk kelompok rasis kulit putih Ku Klux Kan (KKK). Simbol ini sesungguhnya berasal dari kelompok persaudaraan ular, Brotherhood of the Snake.


Jika seorang Yahudi Kabbalah juga menggunakan simbol Ouroboros di makamnya, maka itu kian memperjelas dan membuktikan jika seorang Mayor Jenderal Kohler bukan seorang Yahudi biasa. Dengan logika sederhana, kita bisa menarik lebih jauh lagi jika atasan Kohler tentu lebih istimewa kedudukannya. Dan secara keseluruhan, hal ini membuktikan jika VOC memang bukan sekadar sebuah maskapai perdagangan biasa, namun sesungguhnya sebuah ‘perahu besar kelompok Yahudi Luciferian’. Selain makam Kohler, terdapat banyak lagi makam-makam pejabat Belanda dan orang terkenal lainnya di Museum Taman Prasasti.

Mayor Jenderal J.H.R Kohler Kembali Dari Jakarta Ke Aceh

Sebuah ekspedisi pertama dengan 3.000 serdadu Belanda bahkan lebih, yang dipimpin oleh Mayor Jenderal Johan Harmen Rudolf Kohler dikirimkan ke Aceh pada tahun 1873, namun dikalahkan oleh gerilyawan Aceh dibawah masa pimpinan Sultan Mahmud Syah yang di komandokan oleh Ulebalang dan para pejuang Aceh yang telah memodernisasikan senjatanya dan dilengkapi dengan meriam. Hasilnya pun tidak mengecewakan, pasukan Belanda yang berada di Mesjid Raya Baiturrahman serta jenderal Kohler sendiri pun berhasil dibunuh dan dilenyapkan di Bumi Serambi Mekkah ini. Namun perang belum berakhir sampai disitu.


Pohon kelumpang atau geulumpang hingga kini masih tumbuh di dekat gerbang kiri Masjid Raya Baiturrahman serta dibangun pula sebuah monumen tepat dibawah pohon itu sebagai penanda tempat Kohler tertembak. Orang Belanda menyebut pohon itu Kohlerboom atau pohon Kohler. Jenderal Kohler adalah Panglima perang tertinggi Belanda serta pemimpin ekspedisi pertama penyerangan Belanda terhadap Aceh., tepatnya 6 April 1873. Pasukan Kohler memasuki wilayah Aceh melalui pantai Ceureumen dan Meugat.

Setelah tiba di Aceh, beberapa hari kemudian, ketika pasukan Kohler berada di dalam Mesjid Raya Baiturrahman, seorang sniper Aceh melesakkan pelurunya tepat kearah jenderal Belanda ini.“O God. Ik Ben Getroffen (Oh Tuhan aku telah kena),” seru Mayor Jenderal J.H.R Kohler  ketika peluru seorang penembak jitu (pejuang Aceh) tersebut menembus dadanya. Kohler menghembuskan nafas terakhirnya pada tanggal 14 April 1873 tepat di depan (gerbang kiri) Masjid Raya Baiturrahman, Banda Aceh. Ia tak menyangka kematian menjemputnya secepat itu, hanya berselang beberapa hari sejak pendaratannya di Aceh.

Setelah Kohler tewas dalam pertempuran, jasadnya dibawa ke Batavia (sekarang Jakarta)  melalui pantai Ceureumen, Ulee Lheue. Ia dikebumikan di daerah Tanah Abang. Karena rencana pengembangan kota oleh Pemerintah kota Jakarta membuat makamnya tergusur. Pada tanggal 19 Mei 1978, abu dan nisannya dipindahkan ke Kerkhof atas permintaan gubernur Aceh saat itu, A. Muzakir Walad. Setelah berselang 105 tahun dari waktu kematian nya, Jenderal Kohler “Sang Yahudi” pun kembali lagi ke Aceh tempat dimana kematian menjemputnya begitu cepat.


Kini kuburan Mayor Jenderal J.H.R Kohler berada di bagian depan pintu masuk  Peutjut Kerkhof  atau Permakaman Peutjut atau lebih dikenal dengan sebutan Kerkhof. Empat bintang emas menghiasi setiap sisi nisan Kohler. Pada nisan itu tertara kalimat “Herbegraven Op” (dikuburkan kembali) pada tanggal 19 Mei 1978. Lambang seekor ular menggigit ekornya sendiri terpahat dibawah nisan. Tentunya lambang ular tersebut ada makna tersembunyi, tapi menurut saya itu, jika seekor ular menggigit ekornya sendiri, itu artinya sama saja membunuh diri alias mati konyol secara cuma-cuma.

Banyak hal menarik dapat Anda temui di kompleks pemakaman ini. Seperti kisah para prajurit semasa hidupnya sampai pada saat dikubur. Semuanya diceritakan hanya sekilas pada batu nisan sehingga makam ini seolah-olah sedang bercerita kepada Anda tentang masa hidupnya. Selain makam Meurah Pupok, Kohler, masih terdapat banyak lagi makam-makam Jenderal Belanda dan orang terkenal lainnya di pemakaman Kerkhof ini, seperti Warga setempat yang beragama Kristen juga ada yang dikuburkan di situ. Di sini kita juga akan menemukan makam orang-orang Tionghoa. Jika ada waktu, ada baiknya anda sesekali berlibur ke Kerkhof untuk menikmati ratusan simbol yang ada di dalam sana.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar