Pada postingan tanggla 15 Januari 2014 http://chaerolriezal.blogspot.com/2014/01/tuhan-yang-maha-tenggelam-bagian-1.html, kita telah membahas
tentang salah satu peradaban tertua di dunia yaitu Mesir. Penemuan-penemuan
tulisan, pemanfaatan Sunagi Nil, Peradaban Fir’un, hingga kepercayaan bangsa
Mesir, kesemua itu terangkul dalam tema “Tuhan Yang Maha Tenggelam bagian 1”.
Tulisan “Tuhan Yang Maha Tenggelam bagian 1” tersebut ditulis secara
bersambung, dan untuk melanjuti tulisan bagian pertama, maka para kesempatan
ini kita akan mencoba memaparkan tulisan “Tuhan Yang Maha Tenggelam bagian 2 -
habis”.
Nabi Musa ditugaskan menyeru penduduk Mesir kepada agama yang
benar dan membimbing mereka ke jalan yang lurus dengan membebaskan Bani Israil
dari perbudakan. Nabi Musa dan saudaranya Harun mematuhi perintah Allah dan
mendatangi Fir’aun guna menyampaikan kepadanya seruan-Nya. Mereka menginginkan
agar Fir’aun berhenti menindas Bani Israil dan kemudian memerdekakan mereka.
Penguasa
Sungai Yang Keras Kepala
Selain mengurangi kekuasan Fir’aun, agama yang diserukan Nabi
Musa menempatkan Fir’aun sejajar dengan orang biasa lainnya. Selain itu, bila
Bani Israil dimerdekakan, Fir’aun akan kehilangan sebagian pekerja tangguhnya.
Karena semua alasan ini, Fir’aun menolak mengikuti seruan Nabi Musa. Ia menuduh
Musa dan saudaranya Harun tengah berusaha merongrong pemerintahan yang sah.
Fir’aun pun mencitrakan mereka sebagai penjahat. Kalangan terkemuka dari
pengikut Fir’aun juga enggan mematuhi Nabi Musa dan Harun. Pada saat itulah,
Allah menimpakan serangkaian bencana ke atas mereka.
Fir’aun berikut kalangan dekatnya secara taklid buta setia
pada sistem banyak tuhan dan kepercayaan berhala, dengan kata lain “agama
leluhur mereka”. Keyakinan ini enggan mereka tanggalkan. Bahkan berbagai
mukjizat Nabi Musa tak mampu memalingkan mereka dari keyakinan takhayul. Secara
terbuka mereka berkata: “Bagaimana pun kamu mendatangkan
keterangan kepada kami untuk menyihir kami dengan keterangan itu, maka kami
sekali-kali tidak akan beriman kepadamu.” (QS. Al A’raaf, 7:132).
Menghadapi sikap keras kepala ini, Allah menurunkan sejumlah
bencana agar mereka dapat merasakan kepedihan selagi masih hidup di dunia ini.
Bencana pertama adalah kekeringan dan kelangkaan hasil pertanian: “Dan sesungguhnya Kami telah menghukum (Fir’aun dan) kaumnya
dengan (mendatangkan) musim kemarau yang panjang dan kekurangan buah-buahan,
supaya mereka mengambil pelajaran.” (QS. Al A’raaf, 7: 130)
Warga Mesir menggantungkan pertanian mereka pada Sungai Nil.
Namun, keangkuhan Fir’aun berikut kalangan dekatnya kepada Allah dan penolakan
mereka mengimani Rasul-Nya mengakibatkan datangnya bencana yang tak diharapkan:
ketinggian air Sungai Nil menurun tajam karena berbagai sebab, dan jalur-jalur
pengairan dari sungai tak mampu mengalirkan air yang cukup ke lahan pertanian.
Panas yang sangat, menyebabkan keringnya tanaman pertanian.
Begitulah, Fir’aun dan para pengikut terkemukanya menghadapi
bencana dari sumber yang paling tak diharapkan – yakni Sungai Nil itu sendiri.
Al Qur’an mengungkap bagaimana petaka ini mengagetkan Fir’aun yang dulu biasa
berseru pada rakyatnya: “Hai kaumku, bukankah kerajaan
Mesir ini kepunyaanku dan (bukankah) sungai-sungai ini mengalir di bawahku;
maka apakah kamu tidak melihat (nya)?” (QS. Az Zukhruf, 43:51)
Namun ini bukanlah akhir penderitaan mereka. Malahan, ini
hanyalah permulaan! Serangkaian bencana lain terus menimpa menyusul kekeringan
dan kegagalan panen. Sebagaimana dikisahkan Al Qur’an kepada kita, bencana ini
meliputi banjir, belalang, kutu, katak dan darah.
Meski ditimpa semua itu, Fir’aun dan kaumnya tetap saja
menolak nasihat yang diperuntukkan kepadanya. Dengan kata lain, mereka tetap
kukuh dalam kesombongan mereka. Bahkan Fir’aun menyatakan dirinya sebagai tuhan
(QS. An Naazi’aat, 79:24). Namun ini takkan berlangsung lama. Karena Fir’aun
tetap mengingkari kekuasaan Allah, meski beragam bencana telah menimpanya, maka
Allah memerintahkan Nabi Musa memimpin Bani Israil keluar dari Mesir.
Tuhan
Yang Mengejar Hambanya
Kaum Bani Israil menaati Nabi Musa dan berangkat bersamanya
meninggalkan Mesir. Tapi Fir’aun tak dapat menerima kepergian ini tanpa
seizinnya. Karenanya, ia mengumpulkan pasukannya dan berangkat menyusul Bani
Israil. Fir'aun dan pasukannya berhasil menyusul Bani Israil di saat mereka
mencapai lautan.
Melihat keadaan ini, sebagian orang Bani Israil mulai
menentang Nabi Musa. Menurut Perjanjian lama, mereka berkata, “mengapa kamu
membawa kami pergi dari negeri kami, di sana kami diperbudak namun dapat hidup,
sekarang kita akan mati.” Al Qur’an menggambarkan lemahnya iman mereka dalam
ayat: “Maka setelah kedua golongan itu saling melihat, berkatalah
pengikut-pengikut Musa: ”Sesungguhnya kita benar-benar akan tersusul”. (QS. Asy
Syu’araa’, 26:61). Menurut Al Qur’an, Nabi Musa meyakinkan kembali
pengikutnya yang ketakutan akan tertangkap, dengan berkata: “Sekali-kali tidak akan tersusul; sesungguhnya Tuhanku besertaku,
kelak Dia akan memberi petunjuk kepadaku.” (QS. Syu’araa’, 26:62)
Di saat itu, Allah kembali menunjukkan perlindungannya
terhadap Nabi Musa. Yang kemudian terjadi dikisahkan dalam Al Qur’an: “Lalu Kami wahyukan kepada Musa: “Pukullah lautan itu dengan
tongkatmu”. Maka terbelahlah lautan itu dan tiap tiap belahan adalah seperti
gunung yang besar.” (QS. Syu’araa’, 26:63)
Di saat Fir’aun dan pasukannya mulai menyebrangi laut, Allah
secara ajaib menutup lautan dan membenamkan mereka. Al Qur’an menyatakan;
ketika Fir’aun sadar dirinya akan mati, ia menyatakan keimanannya pada Allah: “...hingga bila Fir’aun itu telah hampir tenggelam berkatalah
dia: “Saya percaya bahwa tidak ada Tuhan melainkan Tuhan yang dipercayai oleh
Bani Israil, dan saya termasuk orang-orang yang berserah diri (kepada Allah)”.
(QS. Yunus, 10:90)
Namun Fir’aun berikut pasukannya tidak terselamatkan dan
ditenggelamkan ke laut. Inilah azab dari Allah karena mereka mengingkari
tanda-tanda kekuasaan-Nya dan mengabaikan peringatan dari-Nya. (Habis).
piramit mesir itu berbuat dari bata bkn Batu, tolong di diskusikan
BalasHapus