T. Irwansyah
Erida Sapriani
Sultan Iskandar Muda merupakan raja paling berpengaruh
pada Kerajaan Aceh. Ia lahir di Aceh pada tahun 1593. Nama kecilnya adalah
Perkasa Alam. Dari pihak ibu, Sultan Iskandar Muda merupakan keturunan dari
Raja Darul-Kamal, sedangkan dari pihak ayah ia merupakan keturunan Raja Makota
Alam. Ibunya bernama Putri Raja Indra Bangsa, atau nama lainnya Paduka Syah
Alam, yang merupakan anak dari Sultan Alauddin Riayat Syah, Sultan Aceh ke-10.
Putri Raja Indra Bangsa menikah dengan Sultan Mansyur Syah, putra dari Sultan
Abdul Jalil (yang merupakan putra dari Sultan Alauddin Riayat Syah al-Kahhar,
Sultan Aceh ke-3). Jadi, sebenarnya ayah dan ibu dari Sultan Iskandar Muda
merupakan sama-sama pewaris kerajaan.
Sultan Iskandar Muda Sebagai
Pahlawan
Sultan
Iskandar Muda mulai menduduki tahta Kerajaan Aceh pada usia yang terbilang
cukup muda (14 tahun). Ia berkuasa di Kerajaan Aceh antara 1607 hingga 1636,
atau hanya selama 29 tahun. Kapan ia mulai memangku jabatan raja menjadi
perdebatan di kalangan ahli sejarah. Namun, mengacu pada Bustan al-Salatin, ia
dinyatakan sebagai sultan pada tanggal 6 Dzulhijah 1015 H atau sekitar awal
April 1607. Masa kekuasaan Sultan Iskandar Muda tersebut ini dikenal sebagai
masa paling gemilang dalam sejarah Kerajaan Aceh Darussalam. Ia dikenal sangat
piawai dalam membangun Kerajaan Aceh menjadi suatu kerajaan yang kuat, besar,
dan tidak saja disegani oleh kerajaan-kerajaan lain di nusantara, namun juga
oleh dunia luar. Pada masa kekuasaannya, Kerajaan Aceh termasuk dalam lima
kerajaan terbesar di dunia.
Langkah
utama yang ditempuh Sultan Iskandar Muda untuk memperkuat kerajaan adalah
dengan membangun angkatan perang yang umumnya diisi dengan tentara-tentara
muda. Sultan Iskandar Muda pernah menaklukan Deli, Johor, Bintan, Pahang,
Kedah, dan Nias sejak tahun 1612 hingga 1625. Sultan Iskandar Muda juga sangat
memperhatikan tatanan dan peraturan perekonomian kerajaan. Dalam wilayah
kerajaan terdapat bandar transito (Kutaraja, kini lebih dikenal Banda Aceh)
yang letaknya sangat strategis sehingga dapat menghubungkan roda perdagangan
kerajaan dengan dunia luar, terutama negeri Barat. Dengan demikian, tentu
perekonomian kerajaan sangat terbantu dan meningkat tajam.
Dalam
bidang ekonomi, Sultan Iskandar Muda menerapakan sistem baitulmal. Ia juga
pernah melakukan reformasi perdagangan dengan kebijakan menaikkan cukai eksport
untuk memperbaiki nasib rakyatnya. Pada masanya, sempat dibangun juga saluran
dari sungai menuju laut yang panjangnya mencapai sebelas kilometer. Pembangunan
saluran tersebut dimaksudkan untuk pengairan sawah-sawah penduduk, termasuk
juga sebagai pasokan air bagi kehidupan masyarakat dalam kerajaan.
Sultan
Iskandar Muda dikenal memiliki hubungan yang sangat baik dengan Eropa. Konon,
ia pernah menjalin komunikasi yang baik dengan Inggris, Belanda, Perancis, dan
Ustmaniyah Turki. Sebagai contoh, pada abad ke-16 Sultan Iskandar Muda pernah
menjalin komunikasi yang harmonis dengan Kerajaan Inggris yang pada saat itu
dipegang oleh Ratu Elizabeth 1. Melalui utusannya, Sir James Lancester, Ratu
Elizabeth 1 memulai isi surat yang disampaikan kepada Sultan Iskandar Muda
dengan kalimat: “Kepada Saudara Hamba, Raja Aceh Darussalam”.
Sultan
kemudian menjawabnya dengan kalimat berikut: “I am the mighty ruler of the
religions below the wind, who holds way over the land of Aceh and over the land
of Sumatera and over all the lands tributary to Aceh, which stretch from the
sunrise to the sunset (Hambalah sang penguasa perkasa negeri-negeri di bawah
angin, yang terhimpun di atas tanah Aceh dan atas tanah Sumatera dan atas
seluruh wilayah-wilayah yang tunduk kepada Aceh, yang terbentang dari ufuk
matahari terbit hingga matahari terbenam)”.
Pada
masa pemerintahannya, terdapat sejumlah ulama besar. Di antaranya adalah Syiah
Kuala sebagai mufti besar di Kerajaan Aceh pada masa Sultan Iskandar Muda.
Hubungan keduanya adalah sebagai penguasa dan ulama yang saling mengisi proses
perjalanan roda pemerintahan. Hubungan tersebut diibaratkan: Adat bak Peutu
Mereuhum, syarak bak Syiah di Kuala (adat di bawah kekuasaan Sultan Iskandar
Muda, kehidupan beragama di bawah keputusan Tuan Syiah Kuala). Sultan Iskandar
Muda juga sangat mempercayai ulama lain yang sangat terkenal pada saat itu, yaitu
Syeikh Hamzah Fanshuri dan Syeikh Syamsuddin as-Sumatrani. Kedua ulama ini juga
banyak mempengaruhi kebijakan Sultan. Kedua merupakan sastrawan terbesar dalam
sejarah nusantara.
Sultan
Iskandar Muda meninggal di Aceh pada tanggal 27 Desember 1636, dalam usia yang
terbilang masih cukup muda, yaitu 43 tahun. Oleh karena sudah tidak ada anak
laki-lakinya yang masih hidup, maka tahta kekuasaanya kemudian dipegang oleh
menantunya, Sultan Iskandar Tani (1636-1641). Setelah Sultan Iskandar Tani
wafat tahta kerajaan kemudian dipegang janda Iskandar Tani, yaitu Sultanah
Tajul Alam Syafiatudin Syah atau Puteri Safiah (1641-1675), yang juga merupakan
puteri dari Sultan Iskandar Muda.
Pemikiran
Sultan Iskandar Muda merupakan pahlawan nasional yang telah banyak berjasa dalam proses pembentukan karakter yang sangat kuat bagi nusantara dan Indonesia. Selama menjadi raja, Sultan Iskandar Muda menunjukkan sikap anti-kolonialismenya. Ia bahkan sangat tegas terhadap kerajaan-kerajaan yang membangun hubungan atau kerjasama dengan Portugis, sebagai salah satu penjajah pada saat itu. Sultan Iskandar Muda mempunyai karakter yang sangat tegas dalam menghalau segala bentuk dominasi kolonialisme. Sebagai contoh, kurun waktu 1573-1627 Sultan Iskandar Muda pernah melancarkan jihad perang melawan Portugis sebanyak 16 kali, maski semuanya gagal karena kuatnya benteng pertahanan musuh. Kekalahan tersebut menyebabkan jumlah penduduk turun drastis, sehingga Sultan Iskandar Muda mengambil kebijakan untuk menarik seluruh pendudukan di daerah-daerah taklukannya, seperti di Sumatera Barat, Kedah, Pahang, Johor dan Melaka, Perak, serta Deli, untuk migrasi ke daerah Aceh inti.
Pada
saat berkuasa, Sultan Iskandar Muda membagi aturan hukum dan tata negara ke
dalam empat bidang yang kemudian dijabarkan secara praktis sesuai dengan
tatanan kebudayaan masyarakat Aceh. Pertama, bidang hukum yang diserahkan
kepada syaikhul Islam atau Qadhi Malikul Adil. Hukum merupakan asas tentang
jaminan terciptanya keamanan dan perdamaian. Dengan adanya hukum diharapkan
bahwa peraturan formal ini dapat menjamin dan melindungi segala kepentingan
rakyat. Kedua, bidang adat-istiadat yang diserahkan kepada kebijaksanaan sultan
dan penasehat. Bidang ini merupakan perangkat undang-undang yang berperan besar
dalam mengatur tata negara tentang martabat hulu balang dan pembesar kerajaan.
Ketiga, bidang resam yang merupakan urusan panglima. Resam adalah peraturan
yang telah menjadi adat istiadat (kebiasaan) dan diimpelentasikan melalui
perangkat hukum dan adat. Artinya, setiap peraturan yang tidak diketahui
kemudian ditentukan melalui resam yang dilakukan secara gotong-royong. Keempat,
bidang qanun yang merupakan kebijakan Maharani Putro Phang sebagai permaisuri
Sultan Iskandar Muda. Aspek ini telah berlaku sejak berdirinya Kerajaan Aceh.
Sultan
Iskandar Muda dikenal sebagai raja yang sangat tegas dalam menerapkan syariat
Islam. Ia bahkan pernah melakukan rajam terhadap puteranya sendiri, yang
bernama Meurah Pupok karena melakukan perzinaan dengan istri seorang perwira.
Sultan Iskandar Muda juga pernah mengeluarkan kebijakan tentang pengharaman
riba. Tidak aneh jika kini Nagroe Aceh Darussalam menerapkan syariat Islam
karena memang jejak penerapannya sudah ada sejak zaman dahulu kala. Sultan
Iskandar Muda juga sangat menyukai tasawuf.
Sultan
Iskandar Muda pernah berwasiat agar mengamalkan delapan perkara, di antaranya
adalah sebagai berikut. Pertama, ia berwasiat kepada para wazir, hulubalang,
pegawai, dan rakyat agar selalu ingat kepada Allah dan memenuhi janji yang
telah diucapkan. Kedua, jangan sampai para raja menghina alim ulama dan ahli
bijaksana. Ketiga, jangan sampai para raja percaya terhadap apa yang datang
dari pihak musuh. Keempat, para raja diharapkan membeli banyak senjata.
Pembelian senjata dimaksudkan untuk meningkatkan kekuatan dan pertahanan
kerajaan dari kemungkinan serangan musuh setiap saat. Kelima, hendaknya para
raja mempunyai sifat pemurah (turun tangan). Para raja dituntut untuk dapat
memperhatikan nasib rakyatnya. Keenam, hendaknya para raja menjalankan hukum
berdasarkan al-Qur‘an dan sunnah Rasul. Di samping kedua sumber tersebut,
sumber hukum lain yang harus dipegang adalah qiyas dan ijma‘, baru kemudian
berpegangan pada hukum kerajaan, adat, resam, dan qanun. Wasiat-wasiat tersebut
mengindikasikan bahwa Sultan Iskandar Muda merupakan pemimpin yang saleh,
bijaksana, serta memperhatikan kepentingan agama, rakyat, dan kerajaan.
Hamka
melihat kepribadian Sultan Iskandar Muda sebagai pemimpin yang saleh dan
berpegangan teguh pada prinsip dan syariat Islam. Tentang kepribadian
kepemimpinannya, Antony Reid melihat bahwa Sultan Iskandar Muda sangat berhasil
menjalankan kekuasaan yang otoriter, sentralistis, dan selalu bersifat
ekspansionis. Karakter Sultan Iskandar tersebut memang banyak dipengaruhi oleh
sifat kakeknya. Kejayaan dan kegemilangan Kerajaan Aceh pada saat itu memang
tidak luput dari karakter kekuasaan monarkhi karena model kerajaan berbeda
dengan konsep kenegaraan modern yang sudah demokratis.
Karya
Surat
Sultan Iskandar Muda kepada Raja Inggris King James 1 pada tahun 1615 merupakan
salah satu karyanya yang sungguh mengagumkan. Surat (manuskrip) tersebut
berbahasa Melayu, dipenuhi dengan hiasan yang sangat indah berupa motif-motif
kembang, tingginya mencapai satu meter, dan konon katanya surat itu termasuk
surat terbesar sepanjang sejarah. Surat tersebut ditulis sebagai bentuk
keinginan kuat untuk menunjukkan kepada dunia internasional betapa pentingnya
Kerajaan Aceh sebagai kekuatan utama di dunia.
Masa
kejayaan Sultan Iskandar Muda, di samping kebijakan reformatifnya, juga
ditandai dengan luasnya cakupan kekuasaannya. Pada masanya, wilayah Kerajaan
Aceh telah mencapai pesisir barat Minangkabau dan Perak.
Sultan Iskantar Muda Sebagai Petuang
Masa
pemerintahan Sultan Iskandar Muda ia mencapai
puncak keemasan bagi Aceh dan daerah taklukannya. Bandar Aceh menjadi
kiblat ilmu pengetahuan dibelahan bumi Asia Tenggara Sultan Iskandar Muda
memerintah dengan adil dan bijaksana berdasar hukum yang berlaku
dizamannya,yaknil,hukum syariah yang berdasarkan Al-Quar’an.hadist,ijmak,dan
Qias.Banyak pelaku kejahatan yang mati dibunuh berdasarkan hukum hudud.
Hukum baginya adalah amanah Allah
Karena itu siapa saja yang berbuat melanggar hukum akan menerima resiko
hukum,meski anak kandungnya sendiri.Dalam menjalankan hukum tidak pilih
kasih.Ini dibuktikan dalam sejarah”MEURAH PUPOK”.Putranya yang di persiapkan
untuk menjadi penganti (Putra Mahkota) karena terlanjur berbuat Zina dengan istri seorang Menteri.Karena itu
sangat itu baginda sangat murka ia memerintah serdadu untuk menagkap anaknya
itu dan memerintahkan hakim untuk merajamkan sampai mati.
Ketika Iskandar Muda dan angkatan
lautnya bertekat untuk membebaskan tanah semenanjung melayu(sekarang Malaysia)
dari penjajahan Portugis banyak cerita yang manarik kita baca dalam buku
sejarah Sultan Iskandar Muda menerapkan etika perang menurut islam yang diajarkan Rasulullah SAW.Bila musuh dapat dikalahkan
dengan siksa jangan dirampok hartanya,dan jangan pula di ganggu
wanitanya.Sebaliknya,bila mati dalam peperangan adalah Syahid.jangan lari
darimedan perang kecuali untuk mengatur strategi.
Selain Sultan Iskandar Muda
pahlawan-pahlawan kita yang lain seperti Diponogoro.,Imam Bonjol,Teuku.Menurut
orientalis turatama Sejarawan Belanja juga tidak dianggap Pahlawan.Mereka mencari
berbagai alasan dan kelemahan,Bukan yang faktual.
Sultan Iskandar Muda bukan orang
kikir dan dzali.,bukan pembunuh elit politik.Dalam sejarah ada satu versi yang
menyatakan bahwa Sultan Iskandar Muda diracuni oleh wanita Makasar ke Aceh sebagai hadiah menurut Otto Syamsuddin Ishak
ternyata tidak pernah ada sejarahkisah wanita Makassar ke Aceh.Baik dalam
sejarah Snouck Hosein Djajadinirgrat, J Kreemis maupun TJ Viltmen dalam Nota
Over di Gesehiede Nis Van Het Landchap pidie.
Keteka Sultan Iskandar Muda
mengalahkan salah satu Kerajaan di Semenanjung Melayu,maka yang di tawan berjumlah 22.000 orang dan yang sampai di
Aceh tidak lebih dari 15.000.Sultan Agung dari Mataram mendeportasi 40.000
orang madura ketika pulau itu tidak ditaklukkan olehnya dan beberapa yang
sampai di Mataram,dari jumlah itu tidak diketahui namun pasti banyak
korbannya.lebih mudah seperti dilakukan Aceh dan Makassar adalah membeli
budak.Kesempatan ini tiba pada akhir abad ke-17 bagi Aceh yang mengimpor budak
dalam ribuan dari Koromandel (India Selatan) ketika di daerah itu timbul
kelaparan selama bertahun-tahun dan orang terpaksa menjual diri sebagai budak.
Kesimpulan
Sultan
Iskandar Muda merupakan pahlawan nasional yang telah banyak berjasa dalam
proses pembentukan karakter yang sangat kuat bagi nusantara dan Indonesia.
Selama menjadi raja, Sultan Iskandar Muda menunjukkan sikap
anti-kolonialismenya. Ia bahkan sangat tegas terhadap kerajaan-kerajaan yang
membangun hubungan atau kerjasama dengan Portugis, sebagai salah satu penjajah
pada saat itu. Sultan Iskandar Muda mempunyai karakter yang sangat tegas dalam
menghalau segala bentuk dominasi kolonialisme.
Sumber:
Artikel Singa Merantee.
Koran Serambi
Tahun 1993.
Penulis adalah Mahasiswa Fakultas Keguruan
dan Ilmu Pendidikan Program Studi Sejarah Universitas Syiah Kuala Angkatan 2012
Banda Aceh – Darussalam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar