Isaac Newton adalah ilmuwan terkemuka asal Inggris.
Teori gravitasinya yang terkenal seringkali dikaitkan dengan “the falling
apple”, yakni kisah buah apel yang jatuh menimpa kepalanya. Konon kabarnya,
peristiwa inilah yang mengilhami hukum gravitasi itu. Menurut kisah yang
dianggap legenda oleh sebagian orang ini, suatu ketika Newton sedang membaca
buku sembari duduk di bawah pohon apel. Tanpa diduga, buah apel jatuh dari
pohon dan mengenai kepalanya. Ia pun bertanya pada diri sendiri, “Mengapa apel
ini tidak jatuh ke atas atau ke samping, tetapi malah ke bawah?”
Sejenak tampaknya tak ada yang aneh dari peristiwa
tersebut. Di negara tropis seperti Indonesia, jatuhnya buah-buahan dari ranting
pohonnya adalah pemandangan yang biasa saja. Bahkan, terdapat pohon yang batang
dan buahnya lebih tinggi dan lebih besar dari apel, misalnya durian dan nangka.
Ketika jatuh dari ketinggian yang sama, buah nangka dan durian akan lebih
menyakitkan kepala orang yang ditimpanya ketimbang apel. Apalagi kulit durian
dipenuhi duri-duri tajam. Tapi mengapa sebagian besar kita memandang peristiwa
jatuhnya buah-buahan tropis ini sebagai hal yang biasa saja, tidak seperti
Newton. Yang jelas, ini bukan karena orang yang tertimpa buah durian atau nangka
merasa kesakitan dan kapok sehingga tak mau berpikir tentang fenomena alam
tersebut. Lalu apa pasalnya?
Di zaman Newton, apel adalah buah yang akrab didengar
dan umum dimakan masyarakat Inggris, bahkan hingga hari ini oleh hampir semua
orang di dunia. Beberapa mereka mungkin pernah pula kejatuhan apel seperti yang
dialami Newton. Tapi yang membedakan di sini adalah perbuatan Newton:
“mempertanyakan mengapa apel jatuh ke arah bawah”. Di sinilah kuncinya. Newton
melakukan sesuatu yang selalu diabaikan kebanyakan orang: mengkaji sesuatu yang
tampak ‘biasa saja’. Ketertarikan pada fenomena alam yang ‘biasa saja’ inilah
yang menjadikan Newton yang awalnya hanya sebuah nama bagi dirinya, menjadi
Newton sebagai julukan hukum gravitasi temuannya.
Begitulah, ketertarikan mendalam terhadap peristiwa
alam merupakan pintu gerbang menuju perkembangan ilmu pengetahuan. Para ilmuwan
terkemuka perintis ilmu pengetahuan dari Timur Tengah maupun Barat adalah
mereka yang memiliki ketertarikan terhadap gejala alam di sekitar mereka. Lebih
dari itu, kegiatan ilmiah mereka ternyat a didorong oleh sesuatu yang jauh di
atas tujuan duniawi dan kesenangan sesaat semata. Para ilmuwan ini beriman
kepada Tuhan dan mengabdi kepada ilmu pengetahuan dengan niat menyingkap
rahasia alam ciptaan-Nya. Newton berkata, “Kita mengenal-Nya hanya melalui
perancangan-Nya yang paling bijak dan luar biasa atas segala sesuatu... (Kita)
memuji dan mengagungkan-Nya sebagai hamba-Nya...” (Sir Isaac Newton,
Mathematical Principles of Natural Philosophy, Great Books of the Western World
34, William Benton, Chicago, 1952:273-74)
Demikianlah, manusia hendaknya menyaksikan peristiwa
alam di hadapannya tidak dengan kaca mata “biasa saja”. Sebab Allah menciptakan
segala sesuatu di alam dengan perancangan sempurna dan perhitungan cermat.
Bukti keagungan Pencipta hanya dapat dipahami oleh mereka yang terbiasa
memikirkan secara mendalam atas segala yang mereka saksikan, tanpa menunggu hal
yang ‘luar biasa’ seperti jatuhnya buah durian ke atas!
Tidak ada komentar:
Posting Komentar