5 Desember 2013

Sekilas Tentang Masuknya Bangsa-Bangsa Barat Ke Nusantara


Kedatangan bangsa-bangsa Eropa ke Indonesia didorong oleh terjadinya beberapa peristiwa penting. Peristiwa-peristiwa itu antara lain adalah munculnya merkantilisme, terjadinya revolusi industri, jatuhnya Konstantinopel ke tangan kekaisaran Turki Utsmani, dan dorongan Semangat Tiga G.

  Munculnya Merkantilisme

Merkantilisme adalah suatu paham kebijakan politik dan ekonomi suatu negara dengan tujuan memupuk hasil kekayaan (berupa emas) sebanyak-banyaknya sebagai standar kesejahteraan dan kekuasaan untuk negara itu sendiri. Untuk mencapai tujuan itu muncullah semangat dari beberapa Negara Eropa untuk mencari daerah jajahan. Beberapa negara merkantilisme di Eropa misalnya: Perancis, Inggris, Jerman, Belanda, dan sebagainya. Dengan didorong semangat memupuk hasil kekayaan berupa emas sebanyak-banyaknya sebagai standar kesejahteraan dan kekuasaan bangsa Eropa kemudian berdatangan ke Nusantara. Kawasan Nusantara sejak dahulu memang telah dikenal sebagai jamrud (tambang emas) kalulistiwa.

Revolusi Industri

Revolusi industri adalah pergantian atau perubahan secara menyeluruh dalam memproduksi barang yang dikerjakan oleh tenaga manusia atau hewan menjadi mesin. Penggunaan mesin dalam industri menjadikan produksi lebih efisien, ongkos produksi dapat ditekan, dan barang dapat diproduksi dalam jumlah besar dan cepat. Revolusi industri mula-mula muncul di Inggris. Revolusi ini kemudian berkembang ke berbagai negara Eropa. Pada satu sisi revousi industri telah membawa akibat yang sangat positif, namun di sisi lain, revolusi industri telah menimbulkan masalah sosial. Masalah sosial yang muncul akibat adanya revolusi industri antara lain pengangguran dan urbanisasi. Untuk mengatasi masalah sosial akibat urbanisasi tersebut, maka diambil kebijakan untuk mengirim dan mempekerjakan pengangguran di daerah baru yang dijadikan koloni. Di samping itu, daerah baru juga akan dijadikan sebagai daerah memasarkan kelebihan produk industrinya, daerah pensuplai bahan mentah dan tenaga murah.

Jatuhnya Konstantinopel Ke Tangan Kekaisaran Turki Utsmani Tahun 1453

Sultan Muhammad II, penguasa Turki Islam dari Dinasti Utsmani berhasil merebut Konstantinopel (Istanbul) pada tahun 1453. Pada saat itu Konstantinopel merupakan pusat pemerintahan Romawi Timur, yang beragama Nasrani dan pusat perdagangan yang menghubungkan wilayah Eropa dengan Asia. Dengan jatuhnya Konstantinopel, maka perdagangan di Laut Tengah akhirnya dikuasai oleh pedagang-pedagang Islam. Hal ini mendorong para pedagang Eropa mencari jalan lain di luar kawasan Laut Tengah untuk mencapai penghasil rempah-rempah (Indonesia).

Dorongan Semangan Tiga G

Di samping peristiwa-peristiwa tersebut, semangat mencari daerah baru juga didorong oleh semangat 3 G. Yang dimaksudkan dengan 3 G adalah, Gold (ekonomi), Gospel (agama), dan Glory (pertualangan serta kemuliaan).

Dari segi ekonomi (gold), ambisi mereka terkait dengan upaya mencari untung yang sebesar-besarnya melalui kegiatan perdagangan, terutama rempah-rempah. Perdagngan rempah-rempah seperti, lada, cengkih, pala, dan sebagainya merupakan bagian penting dalam kegiatan perdagangan di Eropa.


Dari segi agama (gospel), ambisi mereka ke kawasan Timur (Nusantara) berkaitan dengan adanya semangat bangsa-bangsa Barat untuk melanjutkan Perang Salib (perang umat Islam dan Kristen) dan sekaligus menyebarkan agama Kristen. Mereka bersemangat menyebarkan agama Kristen ke daerah-daerah yang baru.

Dari segi pertualangan dan kemuliaan (glory), kedatangan orang-orang Eropa ke negara-negara Timur berkaitan dengan hobi berpertualangan dari tempat yang satu ke tempat yang lain sebagai wujud mencari kemuliaan, keharuman atau kejayaan.jiwa petualang bagi orang-orang Eropa untuk pergi ke Timur juga didorong oleh dua hal, yakni cerita Marco Polo tentang kemajuan di dunia Timur dan adanya keyakinan bahwa bumi ini bulat. Kepeloporan melakukan penjajahan ini dipandang ikut memberikan unsur kejayaan bagi bangsa Barat.

Situasi Dan Kondisi Kerajaan-Kerajaan Masa Kedatangan Bangsa Barat

Kota Malaka dikenal sebagai pintu gerbang Nusantara. Agaknya julukan itu diberikan karena perannya sebagai pintu masuk bagi pedagang-pedagang asing yang hendak masuk dan keluar pelabuhan-pelabuhan Indonesia.

Malaka pada akhir abad ke 15 dikunjungi oleh para saudagar yang datang dari jazirah Arab, Asia Selatan (India), Asia Tenggara, Cina, dan dari wilayah Nusantara sendiri. Pada waktu itu, daerah ini merupakan pusat perdagangan di Asia. Dengan demikian, tidak aneh jika penduduk Malaka pada akhir abad ke 15 ini bercampur dengan anasir-anasir asing.


Penduduk asli dan para pendatang tinggal di daerah-daerah khusus. Angin-angin yang bertiup di daerah kepulauan memungkinkan pedagang-pedagng bertemu pada waktu yang sama di Malaka. Semua kapal-kapal, baik yang datang dari Asia Barat maupun yang datang dari Asia Timr, menggunakan sistem angin ini untuk pelayaran meraka. Saat-saat yang sangat ramai di Malaka adalah antara bulan Desember dan Maret.

Sebagai daerah penghasil, Malaka sebenarnya tidak begitu berarti, akan tetapi letak geografisnya sangat menguntungkan. Malaka menjadi jalan silang antara Asia Timur dan Asia Barat karena itu Malaka dapat menjadi kerajaan yang berpengaruh atas daerah sekitarnya. Dari daerah sekitarnya itu juga Malaka memungut upeti.

Daerah-daerah yang berada di bawah pengaruhnya kebanyakan terletak di Sumatera, di antara yang terpenting adalah Sungai Kampar. Dari sinilah Malaka menjalankan pengawasannya terhadap daerah di bawah pengaruhnya yang lain, yakni Minangkabau. Dari daerah ini pula Malaka dapat mempertimbangkan kemngknan-kemungknan mengadakan ekspansinya ke utara dan ke selatan Sumatera.

Di samping daerah Kampar, Siak pun jatuh di bawah pengaruhnya sehinhgga Malaka dapat memengaruhi perdagangan emasnya. Daerah itu masih tetap membayar upeti kepada Malaka hingga kedatangan orang-orang Portugis. Upeti yang dibayar oleh Siak kepada Malaka berupa emas. Di samping perluasan pengaruh kekuasaannya ke daerah-daerah Sumatera, Malaka dapat juga menaklukkan kepulauan Riau-Lingga. Sebagai upeti yang diberikan daerah yang dikuasai Malaka adalah bahan pangan untuk di ekspor. Tenaga-tenaga manusia pun diambil dari sini. Penduduk daerah ini terkenal sebagai orang-orang suka berperang.

Terhadap daerah-daerah lain, selain yang disebut di atas, Malaka tidak meluaskan pengaruhya lagi. Pada abad ke 16, Malaka merasa perlu mengambil sikap ini karena adanya ancaman dari utara. Malaka merasa bahwa Siam lebih berbahaya daripada Cina. Di samping itu, Malaka masih tergantung dari Siam dalam persediaan beras. Orang-orang dari Siam banyak juga yang datang dan menetap di Malaka.

Hubungan yang dijalin antara Malaka dan Jawa sangat baik dan hati-hati. Hubungan yang baik ini perlu karena Malaka juga tergantung akan bahan-bahan pangan dari Jawa. Ketika hubungan dengan Siam memburuk, hubungan dengan Jawa makin membaik. Di samping ketergantungan Malaka pada bahan pangan dari luar untuk kerajaannya sendiri, Malaka juga memerlukan pangan bagi kapal-kapal dagang asing yang datang ke Malaka. Persediaan dalam bidang pangan dan rempah-rempah harus selalu cukup supaya dapat melayani semua pedagang. Para pedagang Jawa juga membawa rempah-rempah dari Maluku ke Malaka.

Pada abad ke 15 Malaka mengirim upeti kepada raja-raja yang beragama Hindu di Jawa untuk mendapat bantuan dan hasil-hasil pangan dari Jawa. Hubungan ini mengendur pada abad ke 16, karena kekuasaan kerajaan-kerajaan yang dikuasai raja-raja yang beragama Hindu mulai mundur. Majapahit mulai terdesak oleh kerajaan-kerajaan di pantai utara Jawa, sebaliknya kerajaan di pantai utara Jawa mulai berkembang karena perdagangan. Malaka yang pada abad ke 15 telah memeluk agama Islam mulai mencari sahabat yang seagama di pantai utara Jawa sehingga membawa kemunduran bagi Majapahit.

Hubungan Malaka dengan Pasai sangat hati-hati karena Pasai juga mempunyai hubungan baik dengan Jawa. Hubungan perdagangan antara Jawa dengan Pasai tidak diganggu oleh Malaka. Namun, dengan cara halus Malaka berhasil juga menarik orang-orang Jawa datang ke Malaka tanpa merusak hubungan dengan pedagang-pedagang Pasai yang juga datang ke Malaka. Dengan kedatangan pedagang Jawa dan Pasai, perdagangan di Malaka menjadi lebih berarti bagi pedagang-pedagang Cina. Dengan demikian, pelabuhan Malaka menjadi lebih ramai, banyak pedagang-pedagang Islam yang sebelumnya menetap di Pasai pindah ke Malaka sehingga perdagangan yang semula dilaksanakan di Pasai, sekarang pindah beralih ke Malaka. Meskipun banyak orang pindah dari Pasai ke Malaka untuk berdagang, hubungan antara Malaka dengan Pasai tetap baik. Beras dan Lada merupakan tali pengikat hubungan Malaka dengan Pasai.

Di samping Malaka maju dalam bidang ekonomi, bidang keagamaan juga demikian. Dengan kemajuan Malaka, banyak alim ulama datang dan ikut mengembangkan agama Islam di kota ini. Penguasa dengan sendirinya mendorong perkembangan. Meskipun penguasa belum memeluk agama Islam, pada abda ke 15 mereka telah mengizinkan agama Islam berkembang di Malaka. Penganut-penganut agama Islam diberi hak-hak istimewa bahkan untuk mereka dibangun sebuah masjid.

Pedagang-pedagang yang singgah di Malaka yang berasal dari Jawa dan pulau-pulau lain di Indonesia, banyak di antara mereka yang menjadi penyebar agama yang baru ini ke seluruh kepaulauan di mana mereka mengadakan perdagangan. Dari keterangan-keterangan yang telah disebut di atas dapat dikatakan bahwa kemajuan-kemajuan yang dialami Malaka tidak dapat dicapai jika kerajaan itu tidak mempunyai peraturan-peraturan tertentu, yang memberi jaminan lumayan kepada keamanan perdagangan. Untuk ini terdapat aturan bea cukai, aturan tentang kesatuan ukuran, sistem pemakaian uang logam, dan sebagainya. Selain aturan-aturan tersebut, pemerintahannya juga sangat baik dan teratur.

Setelah melihat situasi daerah Malaka, bagaimanakah daerah Aceh yang letaknya berdekatan? Pada abad ke 16 Aceh mulai memegang peran penting di bagian utara pulau Sumatera. Pengaruh Aceh ini meluas dari Barus di sebelah utara hingga sebelah selatan di daerah Indrapura. Indrapura sebelum di bawah pengaruh Aceh merupakan daerah pengaruh Minangkabau. Ketika orang-orang Portugis mulai datang ke Malaka pada permulaan abad ke 16, status politik Aceh masih merupakan suatu kerajaan takluk dari kerajaan yang ada di Sumatera Utara, yaitu Pidie. Akan tetapi, Aceh kemudian melepaskan diri dari pengaruh kekuasaan Pidie berkat seorang tokoh kuat yang menjadi penguasa Aceh pada waktu itu, yaitu Sultan Ali Mughayat Syah (1514-1528). Sultan inilah yang menjadi pendiri kerajaan Aceh. Kemajuan Aceh pada waktu itu sangat terpengaruh oleh kemunduran kerajaan Malaka yang mengalami pendudukan orang-orang Portugis. Bangsa Portugis datang ke Malaka karena mereka telah mengetahui bahwa pelabuhan Malaka merupakan pelabuhan transito yang banyak didatangi pedagang dari segala penjuru angin. Hal ini sangat menarik perhatian bangsa Portugis. Keadaan Malaka yang mulai mundur itu telah memberi kesempatan kepada Aceh untuk berkembang, dan ini masih mungkin, karena bangsa Portugis belum menaruh perhatian penuh kepada Aceh pada waktu itu.

Ketika pada tahun 1511 Malaka jatuh ke tangan Portugis, daerah-daerah pengaruhnya yang terdapat di Sumatera mulai melepaskan diri dari Malaka. Keadaan ini sangat menguntungkan kemakmuran kerajaan Aceh yang mulai berkembang. Di bawah pimpinan Sultan Ali Mughayat Syah, Aceh mulai melebarkan kekuasaannya ke daerah-daerah sekitarnya. Operasi-operasi militer diadakan terhadap wilayah-wilayah ini tidak saja dengan tujuan agama dan politik, tetapi juga dengan tujuan ekonomi.

Ke utara Sultan Ali Mughayat Syah memulai perangnya terhadap Pidie, Pasai, dan Daya. Dalam pertempuran dan pendudukan terhadap ketiga kerajaan ini, ia berhasil merebut senjata-senjata dari orang-orang Portugis yang terdapat di benteng-benteng mereka di Pidie. Di samping penyerbuan-penyerbuan yang sukses ini, tujuan ekonominya pun tercapai.

Perang melawan Pidie yang tadinya semata-mata kelihatan bermotivasi politik, ternyata bagi Aceh mempunyai arti ekonomis yang lebih besar. Motif perluasan daerah kekuasaan ke sebelah selatan akan membuktikan bahwa motif ekonomi merupakan faktor yang tidak dapat disangkal, tetapi faktoe agama pun memegang peran penting, karena Sultan Aceh menyerbu Pidie yang bersahabay dengan bangsa Portugis, yang tidak beragama Islam. Dalam periode perluasan daerah kekuasaan Aceh yang terjadi antara tahun 1537-1568, faktor politis, ekonomi, dan agama kelihatan sekali saling berkaitan. Kadang-kadang salah satu faktor yang disebut diatas, yaitu politik, ekonomi, atau agama menjadi kabur dalam menjalankan ekspansi karena salah satu faktor tampak lebih diutamakan. Kadang-kadang Aceh menganggap daerah yang bukan Islam, seperti daerah Batak sama dengan daerah Indragiri dan Johor, yang telah bercorak Islam. Jadi, yang terpenting di dalam menjalankan ekspansi ke daerah-daerah, Aceh juga memakai pasukan asing, yang terdiri dari pasukan Turki, Arab, Abesinia. Ternyata pasukan ini sangat membantu sehingga peran kerajaan Aceh betul-betul menonjol.

Kedatangan Orang-Orang Eropa Di Nusantara, ± 1509 – 1620

Kedatngan orang-orang Eropa yang pertama di Asia tenggara pada awal abad XVI kadang-kadang dipandang sebagai titik penentu yang paling penting dalam kawasan ini. Pandangan ini tidak dapat di pertahankan.Meskipun orang-orang Eropa-terutama orang-orang belanda-memiliki dampak yang besar terhadap  Indonesia, namun hal itu pada dasarnya merupakan fenomena dari masa-masa kemudian. Bagaimanapun juga, pada tahun-tahun kehadiran merek, perngaruh orang-rang Eropa sangatlah terbatas, baik dari segi daerah yang dipengaruhi maupun kedalaman pengaruh itu.

Eropa bukanlah kawasan yang paling maju di dunia pada permulan abad XV,juga bukan kawasan yang paling dinamis. Kekuatan besar yang sedang berkembang di saat itu adalah islam; pada tahun 1453, orang-orang Turki ottoman menaklukkan Konstantinopel, dan di ujung timur dunia Islam, agama ini berkembang di Indonesia dan Filipina. Akan tetapi, orang-orang Eropa, terutama orang-orang Portugis, mencapai kemajuan-kemajuan di bidang teknologi tertentu yang kemudian melibatkan bangsa portugis dalam salah satu petualangan mengarungi samudra yang paling berani di sepanjang zaman. Dengan bekal pengetahuan geografi dan astronomi yang bertambah balik-banyak darinya berasal dari bangsa Arab, yang sering kali tersebar di kalangan kristen Eropa lewat para sarajan Yahudi-bangsa portugis menjadi mualim-mualim yang semakin mahir. Dengan memadukan layar yang berbentuk segi tiga dengan yang persegi empat serta memperbaiki konstruksi, mereka telah menciptakan kapal-kapal yang sangat cepat, lebih mudah di gerakkan, dan lebih layak mengarungi samudra.


Mereka juga berusaha mendapatkan rempah-rempah, yang berarti  mendapatkan jalan ke Asia dengan tujuan memotong jalur pelayaran para pedagang islam yang, memlalui tempat penjualan merekadi Venesia di laut tengah (Mediterania), memonopoli impor rempah-rempah ke Eropa. Rempah-rempah merupakan soal kebutuhan dan juga cita rasa. Selama musim dingin di Eropa, tidak ada satu cara pun yang dapat dilakukan agar semua hewan ternak tetap hidup; karenanya, banyak hewan ternak yang disembelih dan daging harus diawetkan. Untuk di perlukan sekali adanya garam dan rempah-rempah, dan di antara rempah-rempah yang di impor, cenkih dari Indonesia Timur adalah yang paling berrharga. Indonesia juga menghasilkan lada, buah pala, dan bunga pala; oleh karena itulah menjadi tujuan utama Portugis, walaupun saat itu mereka masih belum mempunyai gambaran sedikit letak “Kepulauan Rempah-Rempah” Indonesia itu maupun tentang cara mencapainya.

Pada tahun 1487, Bartolomeu Dias mengitari Tanjung Harapan dan memasuki Samudra Hindia. Pada tahun 1497, Vasco da Gama sampai di India. Namun, orang – orang Portugis segera mengatahui bahwa barang-barang yang hendak mereka jual tidak bersaing di pasaran India yang canggih dengan barang-barang yang mengalir melalui jaringan perdagangan Asia. Setelah mendengar laporan-laporan pertama dari para perdagangan Asia mengenai kekayaan Malaka yang sangat besar, maka Raja Portugal mengutus Diogo Lopes de Sequeira untuk menemukan Malaka, menjalin hubungan persahabatan dengan penguasanya, dan menetap di sana sebagai wakil Portugal di sebelah Timur India. Pada mulanya dia disambut dengan baik oleh Sultan Mahmud Syah (m. 1488-1528), tetapi kemudian komunitas dagang Islam Internasional yang ada di kota itu menyakinkan Mahmud bahwa Portugis merupakan ancaman besar baginya. Pada bulan April 1511, Albuquerque melakukan pelayaran dari Goa Portugis menuju Malaka dengan kira-kira 1.200 orang dan 17 atau 18 buah kapal. Portugis kini telah menguasai Malaka, tetapi segera terbukti bahwa mereka tidak menguasai perdagangan Asia  yang berpusat di sana. Di sebelah barat Nusantara, dengan cepat Portugis tidak lagi menjadi suatu kekuatan Revolusioner. Keunggulan teknologi merekan yang terdiri atas  teknik-teknik pelayaran dan militer berhasil di pelajari dengan cepat oleh saingan-saingan mereka dari Indonesia; meriam dengan cepat di rebut oleh orang-orang Indonesia yang merupakan musuh mereka. Bagaimanapun juga, arti penting penaklukan terhadap Malaka hendaknya jangan dianggap remeh. Kota itu mulai sekarat sebagai  pelabuhan dagang selama berada di bawah cengkeraman Portugis.

Dampak budaya orang-orang Portugis yang paling langgeng adalah di Maluku (sebuah nama yang sesengguhnya berasal dari yang diberikan pedagang Arab untuk daerah tersebut, Jazirat al – Muluk, ‘negeri para raja’). Sultan Ternate Abu Lais (atau Bayanisrullah; w. 1522) membujuk bangsa Portugis untuk mendukungnya, dan pada tahun 1522, mereka mulai membangun sebuah benteng di sana. Hubungan Portugis dengan Ternate berubah tegeng karena upaya (yang agak lemah) Portugis melakukan kristenisasi dan karena perilaku tidak sopan dari orang – orang Portugis sendiri pada umumnya. Di antara para petualang Portugis tersebut ada seorang Eropa yang tugasnya memprakarsai suatu perubahan yang tetap di Indonesia Timur. Orang ini berbangsa Spanyol dan bernama Santo Francis Xavier (1506 – 52) yang bersama-sama Santo Ignatius Loyola mendirikan Ordo Jesuit. Pada tahun 1546 – 47, Xavier bekerja di tengah – tengah orang Ambon, Ternate, dan Morotai (Moro) serta meletakkan dasar-dasar bagi suatu misi yang tetap di sana. Namun Banda, sebagai daerah penghasil pala, merupakan sebuah pengecualian dari pola-pola perkembangan yang digambarkan disini. Di sana, bentuk pemerintah oligarkis yang dipimpin oleh orang kaya tidak menampilkan antusiasme pada agama kristen atau pada orang-orang Eropa yang membawanya. Perlu pula disebutkan bahwa usaha kaum misionaris yang bersungguh-sungguh ini berlangsung pada paro kedua abad XVI, setelah gerakan penaklukan Portugis berhenti.

Di Maluku, Portugis meninggalkan beberapa ciri lain dari pengaruh kebudayaan mereka. Kalau dibandingkan dengan tujuan pertama orang-orang Portugis untuk mendominasi perdagangan Asia, maka warisan yang ditinggalkan mereka di Indonesia hanya sedikit, setelah bangsa Portugis,  datanglah orang-orang Belanda yang mewarisi aspirasi-aspirasi dan strategi Portugis. Pada akhir abad XVI, perserikatan Propinsi-Propinsi negeri Belanda (yang paling penting adalah Holland dan Zeeland) berada di bawah tekanan yang sangat besar untuk melebarkan sayap ke sebrang lautan. Orang-orang Portugis berusaha merahasiakan rincian-rincian jalur pelayaran ke Asia, tetapi ada orang-orang Belanda bekerja pada mereka. Yang paling penting termasuk di antaranya adalah Jan Huygen van Lin – schoten. Pada tahun 1595, ekspedisi Belanda yang pertama siap berlayar ke Hindia Timur. Kini mulailah zaman yang dikenal sebagai zaman pelayaran-pelayaran “liar tidak teratur” (wilde vaart), yaitu ketika perusahaan-perusahaan ekspedisi Belanda yang saling bersaing berjuang keras untuk memperoleh bagian dari rempah-rempah Indonesia. Kini menjadi jelas bahwa persaingan di antara perusahaan-perusahaan ekspedisi Belanda tersebut tidak di kehendaki. Pada bulan Maret 1602, perseroan-perseroan yang saling bersiang itu bergabung  membetuk perserikatan Maskapai Hindia Timur, VOC (Vereenig-de Oost-Indische Compgnie).

Pada tahun-tahun pertama, Heeren XVII menangani sendirian segala urusan VOC, tetapi segera disadari bahwa mereka tidak mungkin mengelola dengan baik pelaksanaan tugas harian di Asia. Meskipun sudah mencetak keberhasilan di Ambon, tetapi orang-orang Belanda masih jauh dari tujuan mereka memonopoli semua rempah-rempah dan, dengan jalan mengusir saingan-saingannya sesama Eropa, mecegah supaya rempah-rempah  tidak meliah ruah di Eropa. Orang-orang Inggris memang tidak lagi menentang peran penting orang-orang Belanda sampai akhir abad XVIII. Sebetulnya, pada awal abad XVII pun pihak VOC hanya mendapat ancaman militer yang lebih kecil dari pihak Inggris dibandingkan acaman dari pihak Portugis dan Spanyol. VOC berada di dalam pos mereka yang dikelilingi benteng, sedangkan balatentara Banteng menduduki kota, pada bula Mei 1619, Coen berlayar ke pelabuhan tersebut dengan tujuh belas kapal, akan tetapi timbul pula dampak-dampak yang kurang menguntungkan bagi VOC, kota ini juga menjadi landasan bagi berkembangnya pemerintahan  Belanda di Jawa kelak, tetapi tentu saja hanya setelah menimbulkan banyak pertumpahan darah dan kesulitan.

Proses Kolonisasi Dan Imperialisme Di Nusantara

Sebelum kedatangan orang-orang Eropa, Nusantara hanya disinggahi oleh kapal-kapal dari Indonesia dan Asia seperti Cina, Pegu, Gujarat, Banggala, Persia, dan Arab. Tetapi sejak abad ke 16, di perairan Nusantaramuncul pelaut-pelaut yang berkulit putih dari Eropa. Kemajuan ilmu dan teknik pelayaran, menyebabkan pelaut-pelaut Eropa itu mampu melayarkan kapalnya sampai ke perairan Indonesia.

1.      Kedatangan Bangsa Portugis

Orang Portugislah yang mula-mula muncul di Nusantara. Kedatangan mereka disebabkan beberapa faktor, yaitu sebagai berikut:

a.       Dorongan ekonomi, mereka ingin mendapat keuntungan besar dengan berniaga.
b.      Hasrat untuk menyebarkan agama Kristen di kawasan Nusantara.
c.       Hasrat bertualang yang timbul karena sikap hidup yang dinamis.

Dengan dorongan-dorongan itulah, orang Portugis berlayar menyusuri Pantai Barat Afrika terus ke selatan dan melingkari Tanjung Harapan, kemudian menuju ke India. Di sana, mereka mendirikan pangkalan di Goa. Dari sana mereka meneruskan operasinya ke Asia Tenggara.

Pemimpin orang Portugis ialah Alfonso de Albuquerque. Di Goa ia mendengar bahwa pusat perdagangan di Asia Tenggara adalah Malaka, sebuah bandar yang besar. Bandar Malaka merupakan pusat perdagangan bermacam-macam hasil bumi termasuk rempah-rempah. Timbul hasrat orang Portugis untuk menguasai Malaka dan kemudian juga Maluku.

2.      Kedatangan Bangsa Spanyol

Pada tahun 1521 M, kapal Spanyol datang di perairan Maluku. Kapal-kapal datang dari Filipina, melalui Kalimantan Utara dan singgah di Tidore dan Jailolo. Mereka diterima baik di Tidore bahkan beberapa di antara pedagang Spanyol menetap di Tidore. Orang Portugis tidak senang terhadap kedatangan kapal-kapal Spanyol di Maluku. Pedagang-pedagang Spanyol yang tinggal di Tidore itu mereka musuhi.

Orang Spanyol tidak peduli akan sikap orang Portugis itu. terlebih lagi raja-raja di Maluku menyambut baik kehadiran orang Spanyol untuk mengimbangi orang Portugis. Persaingan dagang antara kedua negara pun kian memanas dan puncaknya berakhir di meja perundingan.tahun 1526, Spanyol dan Portugis melakukan perjanjian di Kota Saragoza. Menurut perjanjian tersebut, ditetapkan Maluku untuk Portugis dan Filipina untuk Spanyol.

Sejak itu, orang Portugis bebas mengembangkan kekuasaannya di Maluku. Kembali mereka menjadi pembeli tunggal dan memaksakan monopolinya. Mereka berusaha pula untuk menguasai daerah-daerah di Sumatera yang kaya akan lada. Hanya saja, usaha itu selalu dapat digagaglkan oleh Aceh yang dengan ketat mengawasi wilayah kekuasaannya di Sumatera.

Portugis juga kemudian melebarkan kekuasaannya ke Hitu. Mereka ingin membeli cengkeh dan menguasai perdagangan di sana. Kedatangan mereka mendapat perlawanan sengit dari penduduk pribumi dengan bantuan-bantuan kerajaan Islam lainnya, Portugis pun semakin terdesak. Hal itu terlebih sesudah bangsa Belanda mulai muncul di perairan Maluku. Mereka kemudian pindah ke selatan dan bertahan di pulau Timur.

3.      Kedatangan Bangsa Belanda

Pada abad ke 16, perairan Nusantara kedatangan orang Eropa lainnya, yaitu Belanda, Inggris dan Perancis. Maksud kedatangan bangsa Belanda dan Inggris ke Nusantara sama saja seperti bangsa Portugis dan Spanyol, yaitu ingin memperoleh rempah-rempah dengan harga yang murah. Bedanya, kedatangan merak tidak disertai niat untuk menyebarkan agama.


Pada tahun 1595 M,empat kapal Belanda dipimpin oleh Cornelis de Houtman berangkat ke Indonesia. Pada tahun 1596 M, mereka sampai di bandar Banten. Mereka mula-mula disambut dengan baik. Hubungan yang baik itu tidak tahan lama, karena sikap pelaut-pelaut Belanda yang kasar. Kapal-kapal Belanda kemudianj disuruh meninggalkan bandar Banten. Mereka meneruskan pelayarannya ke arah timur. Namun, kapal-kapal Belanda itu hanya sampai di Bali. Mereka putar haluan dan pulang ke negeri Belanda.

Pada tahun 1598 M, kapal-kapal Belanda kembali lagi di Banten. Pelayaran kapal-kapal Belanda yang kedua itu mencapai sukses besar. Kapal-kapal mereka pulang ke Negeri Belanda dengan muatan rempah-rempah yang banyak. Sejak itu, secara berbondong-bondong kapal Belanda berlayar ke Indonesia.

4.      Kedatangan Bangsa Inggris

Pada pertengahan tahun 1811 Lord Minto bertolak dari India dengan pasukan yang kuat. Dalam beberapa hari, Batavia dan Jatinegara jatuh ke tangan Inggris. Tentara Belanda melarikan diri ke Bogor, tetapi Bogor pun jatuh pula.

Jansesens, sang gubernur jendral, mundur ke Semarang dan menyusun pertahanan di Jatigaleh. Di daerah itu pun pasukan Janssens terdesak. Janssens menyerah di Tuntang dekat Salatiga. Pada tanggal 18 September 1811, diadakan Kapitulasi Tuntang yang berisi:

a.       Pulau Jawa dan daerah sekitarnya yang dikuasai Belanda, jatuh ke tangan Inggris.
b.      Semua tentara Belanda menjadi tawanan Inggris.
c.       Orang-orang Belanda dapat dikerjakan dalam pemerintahan Inggris.

Mulai tahun 1811 sampai 1816 Indonesia dijajah oleh Inggis dibawah kekuasaan Thomas Stamford Raffles dengan pangkat letnan gubernur dibawah pengawasan Lord Minto di India.

Kesimpulan

Kedatangan bangsa-bangsa Eropa ke Indonesia didorong oleh terjadinya beberapa peristiwa penting. Peristiwa-peristiwa itu antara lain adalah munculnya merkantilisme, terjadinya revolusi industri, jatuhnya Konstantinopel ke tangan kekaisaran Turki Utsmani, dan dorongan semangat tiga G yaitu : Gold (ekonomi), Gospel (agama), dan Glory (pertualangan serta kemuliaan).

Kedatangan orang-orang Eropa pertama di Nusantara terjadi sekitar abad ke 16. Bangsa pertama yang sampai di Nusantara adalah Portugis yang telah berlayar untuk mencari rempah-rempah hingga akhirnya sampai di Malaka yang ketika itu merupakan pusat perdagangan di Asia. Tahun 1511 Portugis telah berhasil menguasai daerah Malaka tetapi sayangnya Portugis tidak bisa memonopoli perdagangan rempah-rempah karena para pedagang Asia mengalihkan sebagain besar perdagangan mereka ke pelabuhan-pelabuhan lain untuk menghindari monopoli Portugis. Kemudian disusul oleh bangsa Spanyol, Belanda, dan Inggris. Tujuan kedatangan bangsa-bangsa Barat ini memang sama yaitu memonopoli perdagangan rempah-rempah di Nusantara.


DAFTAR PUSTAKA

Marwati Djoened Poesponegoro Nugroho Notosusanto. 2008. Sejarah Nasional Indonesia III: Zaman Pertumbuhan Dan Perkembangan Kerajaan Islam Di Indonesia. Jakarta: Penerbitan Balai Pustaka, Jakarta – Indonesia.

M. C. Ricklefs. Sejarah Indonesia Modern 1200 – 2004. 2008. Penerbitan : P.T Serambi Ilmu Semesta, Jakarta – Indonesia.

Yulianti, S.Pd. sejarah Indonesia Dan Dunia. 2007. Penerbitan : CV. Yrama Widya, Anggota IKAPI, Bandung – Indonesia.

1 komentar:

  1. TERIMAKASIH,,, kepada penulis ,,,YG telah membantu saya UTK menambah PENGETAHUAN DAN WAWASAN

    BalasHapus