Kedatangan
bangsa-bangsa Eropa ke Indonesia didorong oleh terjadinya beberapa peristiwa
penting. Peristiwa-peristiwa itu antara lain adalah munculnya merkantilisme,
terjadinya revolusi industri, jatuhnya Konstantinopel ke tangan kekaisaran
Turki Utsmani, dan dorongan Semangat Tiga G.
Munculnya Merkantilisme
Merkantilisme
adalah suatu paham kebijakan politik dan ekonomi suatu negara dengan tujuan
memupuk hasil kekayaan (berupa emas) sebanyak-banyaknya sebagai standar
kesejahteraan dan kekuasaan untuk negara itu sendiri. Untuk mencapai tujuan itu
muncullah semangat dari beberapa Negara Eropa untuk mencari daerah jajahan.
Beberapa negara merkantilisme di Eropa misalnya: Perancis, Inggris, Jerman,
Belanda, dan sebagainya. Dengan didorong semangat memupuk hasil kekayaan berupa
emas sebanyak-banyaknya sebagai standar kesejahteraan dan kekuasaan bangsa
Eropa kemudian berdatangan ke Nusantara. Kawasan Nusantara sejak dahulu memang
telah dikenal sebagai jamrud (tambang emas) kalulistiwa.
Revolusi Industri
Revolusi
industri adalah pergantian atau perubahan secara menyeluruh dalam memproduksi
barang yang dikerjakan oleh tenaga manusia atau hewan menjadi mesin. Penggunaan
mesin dalam industri menjadikan produksi lebih efisien, ongkos produksi dapat
ditekan, dan barang dapat diproduksi dalam jumlah besar dan cepat. Revolusi
industri mula-mula muncul di Inggris. Revolusi ini kemudian berkembang ke
berbagai negara Eropa. Pada satu sisi revousi industri telah membawa akibat
yang sangat positif, namun di sisi lain, revolusi industri telah menimbulkan
masalah sosial. Masalah sosial yang muncul akibat adanya revolusi industri
antara lain pengangguran dan urbanisasi. Untuk mengatasi masalah sosial akibat
urbanisasi tersebut, maka diambil kebijakan untuk mengirim dan mempekerjakan
pengangguran di daerah baru yang dijadikan koloni. Di samping itu, daerah baru
juga akan dijadikan sebagai daerah memasarkan kelebihan produk industrinya,
daerah pensuplai bahan mentah dan tenaga murah.
Jatuhnya Konstantinopel Ke Tangan
Kekaisaran Turki Utsmani Tahun 1453
Sultan
Muhammad II, penguasa Turki Islam dari Dinasti Utsmani berhasil merebut
Konstantinopel (Istanbul) pada tahun 1453. Pada saat itu Konstantinopel
merupakan pusat pemerintahan Romawi Timur, yang beragama Nasrani dan pusat
perdagangan yang menghubungkan wilayah Eropa dengan Asia. Dengan jatuhnya
Konstantinopel, maka perdagangan di Laut Tengah akhirnya dikuasai oleh
pedagang-pedagang Islam. Hal ini mendorong para pedagang Eropa mencari jalan
lain di luar kawasan Laut Tengah untuk mencapai penghasil rempah-rempah
(Indonesia).
Dorongan Semangan Tiga G
Di
samping peristiwa-peristiwa tersebut, semangat mencari daerah baru juga
didorong oleh semangat 3 G. Yang dimaksudkan dengan 3 G adalah, Gold (ekonomi),
Gospel (agama), dan Glory (pertualangan serta kemuliaan).
Dari
segi ekonomi (gold), ambisi mereka terkait dengan upaya mencari untung yang
sebesar-besarnya melalui kegiatan perdagangan, terutama rempah-rempah.
Perdagngan rempah-rempah seperti, lada, cengkih, pala, dan sebagainya merupakan
bagian penting dalam kegiatan perdagangan di Eropa.
Dari
segi agama (gospel), ambisi mereka ke kawasan Timur (Nusantara) berkaitan
dengan adanya semangat bangsa-bangsa Barat untuk melanjutkan Perang Salib
(perang umat Islam dan Kristen) dan sekaligus menyebarkan agama Kristen. Mereka
bersemangat menyebarkan agama Kristen ke daerah-daerah yang baru.
Dari
segi pertualangan dan kemuliaan (glory), kedatangan orang-orang Eropa ke
negara-negara Timur berkaitan dengan hobi berpertualangan dari tempat yang satu
ke tempat yang lain sebagai wujud mencari kemuliaan, keharuman atau
kejayaan.jiwa petualang bagi orang-orang Eropa untuk pergi ke Timur juga
didorong oleh dua hal, yakni cerita Marco Polo tentang kemajuan di dunia Timur
dan adanya keyakinan bahwa bumi ini bulat. Kepeloporan melakukan penjajahan ini
dipandang ikut memberikan unsur kejayaan bagi bangsa Barat.
Situasi Dan Kondisi
Kerajaan-Kerajaan Masa Kedatangan Bangsa Barat
Kota
Malaka dikenal sebagai pintu gerbang Nusantara. Agaknya julukan itu diberikan
karena perannya sebagai pintu masuk bagi pedagang-pedagang asing yang hendak
masuk dan keluar pelabuhan-pelabuhan Indonesia.
Malaka
pada akhir abad ke 15 dikunjungi oleh para saudagar yang datang dari jazirah
Arab, Asia Selatan (India), Asia Tenggara, Cina, dan dari wilayah Nusantara
sendiri. Pada waktu itu, daerah ini merupakan pusat perdagangan di Asia. Dengan
demikian, tidak aneh jika penduduk Malaka pada akhir abad ke 15 ini bercampur
dengan anasir-anasir asing.
Penduduk
asli dan para pendatang tinggal di daerah-daerah khusus. Angin-angin yang
bertiup di daerah kepulauan memungkinkan pedagang-pedagng bertemu pada waktu
yang sama di Malaka. Semua kapal-kapal, baik yang datang dari Asia Barat maupun
yang datang dari Asia Timr, menggunakan sistem angin ini untuk pelayaran
meraka. Saat-saat yang sangat ramai di Malaka adalah antara bulan Desember dan
Maret.
Sebagai
daerah penghasil, Malaka sebenarnya tidak begitu berarti, akan tetapi letak
geografisnya sangat menguntungkan. Malaka menjadi jalan silang antara Asia
Timur dan Asia Barat karena itu Malaka dapat menjadi kerajaan yang berpengaruh
atas daerah sekitarnya. Dari daerah sekitarnya itu juga Malaka memungut upeti.
Daerah-daerah
yang berada di bawah pengaruhnya kebanyakan terletak di Sumatera, di antara
yang terpenting adalah Sungai Kampar. Dari sinilah Malaka menjalankan
pengawasannya terhadap daerah di bawah pengaruhnya yang lain, yakni
Minangkabau. Dari daerah ini pula Malaka dapat mempertimbangkan kemngknan-kemungknan
mengadakan ekspansinya ke utara dan ke selatan Sumatera.
Di
samping daerah Kampar, Siak pun jatuh di bawah pengaruhnya sehinhgga Malaka
dapat memengaruhi perdagangan emasnya. Daerah itu masih tetap membayar upeti
kepada Malaka hingga kedatangan orang-orang Portugis. Upeti yang dibayar oleh
Siak kepada Malaka berupa emas. Di samping perluasan pengaruh kekuasaannya ke
daerah-daerah Sumatera, Malaka dapat juga menaklukkan kepulauan Riau-Lingga.
Sebagai upeti yang diberikan daerah yang dikuasai Malaka adalah bahan pangan
untuk di ekspor. Tenaga-tenaga manusia pun diambil dari sini. Penduduk daerah
ini terkenal sebagai orang-orang suka berperang.
Terhadap
daerah-daerah lain, selain yang disebut di atas, Malaka tidak meluaskan
pengaruhya lagi. Pada abad ke 16, Malaka merasa perlu mengambil sikap ini
karena adanya ancaman dari utara. Malaka merasa bahwa Siam lebih berbahaya
daripada Cina. Di samping itu, Malaka masih tergantung dari Siam dalam
persediaan beras. Orang-orang dari Siam banyak juga yang datang dan menetap di
Malaka.
Hubungan
yang dijalin antara Malaka dan Jawa sangat baik dan hati-hati. Hubungan yang
baik ini perlu karena Malaka juga tergantung akan bahan-bahan pangan dari Jawa.
Ketika hubungan dengan Siam memburuk, hubungan dengan Jawa makin membaik. Di
samping ketergantungan Malaka pada bahan pangan dari luar untuk kerajaannya
sendiri, Malaka juga memerlukan pangan bagi kapal-kapal dagang asing yang
datang ke Malaka. Persediaan dalam bidang pangan dan rempah-rempah harus selalu
cukup supaya dapat melayani semua pedagang. Para pedagang Jawa juga membawa
rempah-rempah dari Maluku ke Malaka.
Pada
abad ke 15 Malaka mengirim upeti kepada raja-raja yang beragama Hindu di Jawa
untuk mendapat bantuan dan hasil-hasil pangan dari Jawa. Hubungan ini mengendur
pada abad ke 16, karena kekuasaan kerajaan-kerajaan yang dikuasai raja-raja
yang beragama Hindu mulai mundur. Majapahit mulai terdesak oleh
kerajaan-kerajaan di pantai utara Jawa, sebaliknya kerajaan di pantai utara
Jawa mulai berkembang karena perdagangan. Malaka yang pada abad ke 15 telah
memeluk agama Islam mulai mencari sahabat yang seagama di pantai utara Jawa
sehingga membawa kemunduran bagi Majapahit.
Hubungan
Malaka dengan Pasai sangat hati-hati karena Pasai juga mempunyai hubungan baik
dengan Jawa. Hubungan perdagangan antara Jawa dengan Pasai tidak diganggu oleh
Malaka. Namun, dengan cara halus Malaka berhasil juga menarik orang-orang Jawa
datang ke Malaka tanpa merusak hubungan dengan pedagang-pedagang Pasai yang
juga datang ke Malaka. Dengan kedatangan pedagang Jawa dan Pasai, perdagangan
di Malaka menjadi lebih berarti bagi pedagang-pedagang Cina. Dengan demikian,
pelabuhan Malaka menjadi lebih ramai, banyak pedagang-pedagang Islam yang
sebelumnya menetap di Pasai pindah ke Malaka sehingga perdagangan yang semula
dilaksanakan di Pasai, sekarang pindah beralih ke Malaka. Meskipun banyak orang
pindah dari Pasai ke Malaka untuk berdagang, hubungan antara Malaka dengan
Pasai tetap baik. Beras dan Lada merupakan tali pengikat hubungan Malaka dengan
Pasai.
Di
samping Malaka maju dalam bidang ekonomi, bidang keagamaan juga demikian.
Dengan kemajuan Malaka, banyak alim ulama datang dan ikut mengembangkan agama
Islam di kota ini. Penguasa dengan sendirinya mendorong perkembangan. Meskipun
penguasa belum memeluk agama Islam, pada abda ke 15 mereka telah mengizinkan
agama Islam berkembang di Malaka. Penganut-penganut agama Islam diberi hak-hak
istimewa bahkan untuk mereka dibangun sebuah masjid.
Pedagang-pedagang
yang singgah di Malaka yang berasal dari Jawa dan pulau-pulau lain di
Indonesia, banyak di antara mereka yang menjadi penyebar agama yang baru ini ke
seluruh kepaulauan di mana mereka mengadakan perdagangan. Dari
keterangan-keterangan yang telah disebut di atas dapat dikatakan bahwa kemajuan-kemajuan
yang dialami Malaka tidak dapat dicapai jika kerajaan itu tidak mempunyai
peraturan-peraturan tertentu, yang memberi jaminan lumayan kepada keamanan
perdagangan. Untuk ini terdapat aturan bea cukai, aturan tentang kesatuan
ukuran, sistem pemakaian uang logam, dan sebagainya. Selain aturan-aturan
tersebut, pemerintahannya juga sangat baik dan teratur.
Setelah
melihat situasi daerah Malaka, bagaimanakah daerah Aceh yang letaknya
berdekatan? Pada abad ke 16 Aceh mulai memegang peran penting di bagian utara
pulau Sumatera. Pengaruh Aceh ini meluas dari Barus di sebelah utara hingga
sebelah selatan di daerah Indrapura. Indrapura sebelum di bawah pengaruh Aceh
merupakan daerah pengaruh Minangkabau. Ketika orang-orang Portugis mulai datang
ke Malaka pada permulaan abad ke 16, status politik Aceh masih merupakan suatu
kerajaan takluk dari kerajaan yang ada di Sumatera Utara, yaitu Pidie. Akan
tetapi, Aceh kemudian melepaskan diri dari pengaruh kekuasaan Pidie berkat
seorang tokoh kuat yang menjadi penguasa Aceh pada waktu itu, yaitu Sultan Ali
Mughayat Syah (1514-1528). Sultan inilah yang menjadi pendiri kerajaan Aceh.
Kemajuan Aceh pada waktu itu sangat terpengaruh oleh kemunduran kerajaan Malaka
yang mengalami pendudukan orang-orang Portugis. Bangsa Portugis datang ke
Malaka karena mereka telah mengetahui bahwa pelabuhan Malaka merupakan
pelabuhan transito yang banyak didatangi pedagang dari segala penjuru angin.
Hal ini sangat menarik perhatian bangsa Portugis. Keadaan Malaka yang mulai
mundur itu telah memberi kesempatan kepada Aceh untuk berkembang, dan ini masih
mungkin, karena bangsa Portugis belum menaruh perhatian penuh kepada Aceh pada
waktu itu.
Ketika
pada tahun 1511 Malaka jatuh ke tangan Portugis, daerah-daerah pengaruhnya yang
terdapat di Sumatera mulai melepaskan diri dari Malaka. Keadaan ini sangat
menguntungkan kemakmuran kerajaan Aceh yang mulai berkembang. Di bawah pimpinan
Sultan Ali Mughayat Syah, Aceh mulai melebarkan kekuasaannya ke daerah-daerah
sekitarnya. Operasi-operasi militer diadakan terhadap wilayah-wilayah ini tidak
saja dengan tujuan agama dan politik, tetapi juga dengan tujuan ekonomi.
Ke
utara Sultan Ali Mughayat Syah memulai perangnya terhadap Pidie, Pasai, dan
Daya. Dalam pertempuran dan pendudukan terhadap ketiga kerajaan ini, ia
berhasil merebut senjata-senjata dari orang-orang Portugis yang terdapat di
benteng-benteng mereka di Pidie. Di samping penyerbuan-penyerbuan yang sukses
ini, tujuan ekonominya pun tercapai.
Perang
melawan Pidie yang tadinya semata-mata kelihatan bermotivasi politik, ternyata
bagi Aceh mempunyai arti ekonomis yang lebih besar. Motif perluasan daerah
kekuasaan ke sebelah selatan akan membuktikan bahwa motif ekonomi merupakan
faktor yang tidak dapat disangkal, tetapi faktoe agama pun memegang peran
penting, karena Sultan Aceh menyerbu Pidie yang bersahabay dengan bangsa
Portugis, yang tidak beragama Islam. Dalam periode perluasan daerah kekuasaan
Aceh yang terjadi antara tahun 1537-1568, faktor politis, ekonomi, dan agama
kelihatan sekali saling berkaitan. Kadang-kadang salah satu faktor yang disebut
diatas, yaitu politik, ekonomi, atau agama menjadi kabur dalam menjalankan
ekspansi karena salah satu faktor tampak lebih diutamakan. Kadang-kadang Aceh
menganggap daerah yang bukan Islam, seperti daerah Batak sama dengan daerah
Indragiri dan Johor, yang telah bercorak Islam. Jadi, yang terpenting di dalam
menjalankan ekspansi ke daerah-daerah, Aceh juga memakai pasukan asing, yang
terdiri dari pasukan Turki, Arab, Abesinia. Ternyata pasukan ini sangat
membantu sehingga peran kerajaan Aceh betul-betul menonjol.
Kedatangan Orang-Orang Eropa Di
Nusantara, ± 1509 – 1620
Kedatngan
orang-orang Eropa yang pertama di Asia tenggara pada awal abad XVI
kadang-kadang dipandang sebagai titik penentu yang paling penting dalam kawasan
ini. Pandangan ini tidak dapat di pertahankan.Meskipun orang-orang
Eropa-terutama orang-orang belanda-memiliki dampak yang besar terhadap Indonesia, namun hal itu pada dasarnya merupakan
fenomena dari masa-masa kemudian. Bagaimanapun juga, pada tahun-tahun kehadiran
merek, perngaruh orang-rang Eropa sangatlah terbatas, baik dari segi daerah
yang dipengaruhi maupun kedalaman pengaruh itu.
Eropa
bukanlah kawasan yang paling maju di dunia pada permulan abad XV,juga bukan
kawasan yang paling dinamis. Kekuatan besar yang sedang berkembang di saat itu
adalah islam; pada tahun 1453, orang-orang Turki ottoman menaklukkan
Konstantinopel, dan di ujung timur dunia Islam, agama ini berkembang di
Indonesia dan Filipina. Akan tetapi, orang-orang Eropa, terutama orang-orang
Portugis, mencapai kemajuan-kemajuan di bidang teknologi tertentu yang kemudian
melibatkan bangsa portugis dalam salah satu petualangan mengarungi samudra yang
paling berani di sepanjang zaman. Dengan bekal pengetahuan geografi dan
astronomi yang bertambah balik-banyak darinya berasal dari bangsa Arab, yang
sering kali tersebar di kalangan kristen Eropa lewat para sarajan Yahudi-bangsa
portugis menjadi mualim-mualim yang semakin mahir. Dengan memadukan layar yang
berbentuk segi tiga dengan yang persegi empat serta memperbaiki konstruksi,
mereka telah menciptakan kapal-kapal yang sangat cepat, lebih mudah di
gerakkan, dan lebih layak mengarungi samudra.
Mereka
juga berusaha mendapatkan rempah-rempah, yang berarti mendapatkan jalan ke Asia dengan tujuan
memotong jalur pelayaran para pedagang islam yang, memlalui tempat penjualan
merekadi Venesia di laut tengah (Mediterania), memonopoli impor rempah-rempah
ke Eropa. Rempah-rempah merupakan soal kebutuhan dan juga cita rasa. Selama
musim dingin di Eropa, tidak ada satu cara pun yang dapat dilakukan agar semua
hewan ternak tetap hidup; karenanya, banyak hewan ternak yang disembelih dan
daging harus diawetkan. Untuk di perlukan sekali adanya garam dan
rempah-rempah, dan di antara rempah-rempah yang di impor, cenkih dari Indonesia
Timur adalah yang paling berrharga. Indonesia juga menghasilkan lada, buah
pala, dan bunga pala; oleh karena itulah menjadi tujuan utama Portugis,
walaupun saat itu mereka masih belum mempunyai gambaran sedikit letak
“Kepulauan Rempah-Rempah” Indonesia itu maupun tentang cara mencapainya.
Pada
tahun 1487, Bartolomeu Dias mengitari Tanjung Harapan dan memasuki Samudra
Hindia. Pada tahun 1497, Vasco da Gama sampai di India. Namun, orang – orang
Portugis segera mengatahui bahwa barang-barang yang hendak mereka jual tidak
bersaing di pasaran India yang canggih dengan barang-barang yang mengalir
melalui jaringan perdagangan Asia. Setelah mendengar laporan-laporan pertama
dari para perdagangan Asia mengenai kekayaan Malaka yang sangat besar, maka
Raja Portugal mengutus Diogo Lopes de Sequeira untuk menemukan Malaka, menjalin
hubungan persahabatan dengan penguasanya, dan menetap di sana sebagai wakil
Portugal di sebelah Timur India. Pada mulanya dia disambut dengan baik oleh
Sultan Mahmud Syah (m. 1488-1528), tetapi kemudian komunitas dagang Islam
Internasional yang ada di kota itu menyakinkan Mahmud bahwa Portugis merupakan
ancaman besar baginya. Pada bulan April 1511, Albuquerque melakukan pelayaran
dari Goa Portugis menuju Malaka dengan kira-kira 1.200 orang dan 17 atau 18
buah kapal. Portugis kini telah menguasai Malaka, tetapi segera terbukti bahwa
mereka tidak menguasai perdagangan Asia
yang berpusat di sana. Di sebelah barat Nusantara, dengan cepat Portugis
tidak lagi menjadi suatu kekuatan Revolusioner. Keunggulan teknologi merekan
yang terdiri atas teknik-teknik
pelayaran dan militer berhasil di pelajari dengan cepat oleh saingan-saingan
mereka dari Indonesia; meriam dengan cepat di rebut oleh orang-orang Indonesia
yang merupakan musuh mereka. Bagaimanapun juga, arti penting penaklukan
terhadap Malaka hendaknya jangan dianggap remeh. Kota itu mulai sekarat sebagai pelabuhan dagang selama berada di bawah
cengkeraman Portugis.
Dampak
budaya orang-orang Portugis yang paling langgeng adalah di Maluku (sebuah nama
yang sesengguhnya berasal dari yang diberikan pedagang Arab untuk daerah
tersebut, Jazirat al – Muluk, ‘negeri para raja’). Sultan Ternate Abu Lais
(atau Bayanisrullah; w. 1522) membujuk bangsa Portugis untuk mendukungnya, dan
pada tahun 1522, mereka mulai membangun sebuah benteng di sana. Hubungan
Portugis dengan Ternate berubah tegeng karena upaya (yang agak lemah) Portugis
melakukan kristenisasi dan karena perilaku tidak sopan dari orang – orang
Portugis sendiri pada umumnya. Di antara para petualang Portugis tersebut ada
seorang Eropa yang tugasnya memprakarsai suatu perubahan yang tetap di
Indonesia Timur. Orang ini berbangsa Spanyol dan bernama Santo Francis Xavier
(1506 – 52) yang bersama-sama Santo Ignatius Loyola mendirikan Ordo Jesuit.
Pada tahun 1546 – 47, Xavier bekerja di tengah – tengah orang Ambon, Ternate,
dan Morotai (Moro) serta meletakkan dasar-dasar bagi suatu misi yang tetap di
sana. Namun Banda, sebagai daerah penghasil pala, merupakan sebuah pengecualian
dari pola-pola perkembangan yang digambarkan disini. Di sana, bentuk pemerintah
oligarkis yang dipimpin oleh orang kaya tidak menampilkan antusiasme pada agama
kristen atau pada orang-orang Eropa yang membawanya. Perlu pula disebutkan
bahwa usaha kaum misionaris yang bersungguh-sungguh ini berlangsung pada paro
kedua abad XVI, setelah gerakan penaklukan Portugis berhenti.
Di
Maluku, Portugis meninggalkan beberapa ciri lain dari pengaruh kebudayaan
mereka. Kalau dibandingkan dengan tujuan pertama orang-orang Portugis untuk
mendominasi perdagangan Asia, maka warisan yang ditinggalkan mereka di
Indonesia hanya sedikit, setelah bangsa Portugis, datanglah orang-orang Belanda yang mewarisi
aspirasi-aspirasi dan strategi Portugis. Pada akhir abad XVI, perserikatan
Propinsi-Propinsi negeri Belanda (yang paling penting adalah Holland dan
Zeeland) berada di bawah tekanan yang sangat besar untuk melebarkan sayap ke sebrang
lautan. Orang-orang Portugis berusaha merahasiakan rincian-rincian jalur
pelayaran ke Asia, tetapi ada orang-orang Belanda bekerja pada mereka. Yang
paling penting termasuk di antaranya adalah Jan Huygen van Lin – schoten. Pada
tahun 1595, ekspedisi Belanda yang pertama siap berlayar ke Hindia Timur. Kini
mulailah zaman yang dikenal sebagai zaman pelayaran-pelayaran “liar tidak
teratur” (wilde vaart), yaitu ketika perusahaan-perusahaan ekspedisi Belanda
yang saling bersaing berjuang keras untuk memperoleh bagian dari rempah-rempah
Indonesia. Kini menjadi jelas bahwa persaingan di antara perusahaan-perusahaan
ekspedisi Belanda tersebut tidak di kehendaki. Pada bulan Maret 1602,
perseroan-perseroan yang saling bersiang itu bergabung membetuk perserikatan Maskapai Hindia Timur,
VOC (Vereenig-de Oost-Indische Compgnie).
Pada
tahun-tahun pertama, Heeren XVII menangani sendirian segala urusan VOC, tetapi
segera disadari bahwa mereka tidak mungkin mengelola dengan baik pelaksanaan
tugas harian di Asia. Meskipun sudah mencetak keberhasilan di Ambon, tetapi
orang-orang Belanda masih jauh dari tujuan mereka memonopoli semua
rempah-rempah dan, dengan jalan mengusir saingan-saingannya sesama Eropa,
mecegah supaya rempah-rempah tidak
meliah ruah di Eropa. Orang-orang Inggris memang tidak lagi menentang peran
penting orang-orang Belanda sampai akhir abad XVIII. Sebetulnya, pada awal abad
XVII pun pihak VOC hanya mendapat ancaman militer yang lebih kecil dari pihak
Inggris dibandingkan acaman dari pihak Portugis dan Spanyol. VOC berada di
dalam pos mereka yang dikelilingi benteng, sedangkan balatentara Banteng
menduduki kota, pada bula Mei 1619, Coen berlayar ke pelabuhan tersebut dengan
tujuh belas kapal, akan tetapi timbul pula dampak-dampak yang kurang
menguntungkan bagi VOC, kota ini juga menjadi landasan bagi berkembangnya
pemerintahan Belanda di Jawa kelak,
tetapi tentu saja hanya setelah menimbulkan banyak pertumpahan darah dan
kesulitan.
Proses Kolonisasi Dan Imperialisme
Di Nusantara
Sebelum
kedatangan orang-orang Eropa, Nusantara hanya disinggahi oleh kapal-kapal dari
Indonesia dan Asia seperti Cina, Pegu, Gujarat, Banggala, Persia, dan Arab.
Tetapi sejak abad ke 16, di perairan Nusantaramuncul pelaut-pelaut yang
berkulit putih dari Eropa. Kemajuan ilmu dan teknik pelayaran, menyebabkan
pelaut-pelaut Eropa itu mampu melayarkan kapalnya sampai ke perairan Indonesia.
1.
Kedatangan
Bangsa Portugis
Orang
Portugislah yang mula-mula muncul di Nusantara. Kedatangan mereka disebabkan beberapa
faktor, yaitu sebagai berikut:
a. Dorongan
ekonomi, mereka ingin mendapat keuntungan besar dengan berniaga.
b. Hasrat
untuk menyebarkan agama Kristen di kawasan Nusantara.
c. Hasrat
bertualang yang timbul karena sikap hidup yang dinamis.
Dengan
dorongan-dorongan itulah, orang Portugis berlayar menyusuri Pantai Barat Afrika
terus ke selatan dan melingkari Tanjung Harapan, kemudian menuju ke India. Di
sana, mereka mendirikan pangkalan di Goa. Dari sana mereka meneruskan
operasinya ke Asia Tenggara.
Pemimpin
orang Portugis ialah Alfonso de Albuquerque. Di Goa ia mendengar bahwa pusat
perdagangan di Asia Tenggara adalah Malaka, sebuah bandar yang besar. Bandar
Malaka merupakan pusat perdagangan bermacam-macam hasil bumi termasuk
rempah-rempah. Timbul hasrat orang Portugis untuk menguasai Malaka dan kemudian
juga Maluku.
2.
Kedatangan
Bangsa Spanyol
Pada
tahun 1521 M, kapal Spanyol datang di perairan Maluku. Kapal-kapal datang dari
Filipina, melalui Kalimantan Utara dan singgah di Tidore dan Jailolo. Mereka
diterima baik di Tidore bahkan beberapa di antara pedagang Spanyol menetap di
Tidore. Orang Portugis tidak senang terhadap kedatangan kapal-kapal Spanyol di
Maluku. Pedagang-pedagang Spanyol yang tinggal di Tidore itu mereka musuhi.
Orang
Spanyol tidak peduli akan sikap orang Portugis itu. terlebih lagi raja-raja di
Maluku menyambut baik kehadiran orang Spanyol untuk mengimbangi orang Portugis.
Persaingan dagang antara kedua negara pun kian memanas dan puncaknya berakhir
di meja perundingan.tahun 1526, Spanyol dan Portugis melakukan perjanjian di
Kota Saragoza. Menurut perjanjian tersebut, ditetapkan Maluku untuk Portugis
dan Filipina untuk Spanyol.
Sejak
itu, orang Portugis bebas mengembangkan kekuasaannya di Maluku. Kembali mereka
menjadi pembeli tunggal dan memaksakan monopolinya. Mereka berusaha pula untuk
menguasai daerah-daerah di Sumatera yang kaya akan lada. Hanya saja, usaha itu
selalu dapat digagaglkan oleh Aceh yang dengan ketat mengawasi wilayah
kekuasaannya di Sumatera.
Portugis
juga kemudian melebarkan kekuasaannya ke Hitu. Mereka ingin membeli cengkeh dan
menguasai perdagangan di sana. Kedatangan mereka mendapat perlawanan sengit
dari penduduk pribumi dengan bantuan-bantuan kerajaan Islam lainnya, Portugis
pun semakin terdesak. Hal itu terlebih sesudah bangsa Belanda mulai muncul di perairan
Maluku. Mereka kemudian pindah ke selatan dan bertahan di pulau Timur.
3.
Kedatangan
Bangsa Belanda
Pada
abad ke 16, perairan Nusantara kedatangan orang Eropa lainnya, yaitu Belanda,
Inggris dan Perancis. Maksud kedatangan bangsa Belanda dan Inggris ke Nusantara
sama saja seperti bangsa Portugis dan Spanyol, yaitu ingin memperoleh
rempah-rempah dengan harga yang murah. Bedanya, kedatangan merak tidak disertai
niat untuk menyebarkan agama.
Pada
tahun 1595 M,empat kapal Belanda dipimpin oleh Cornelis de Houtman berangkat ke
Indonesia. Pada tahun 1596 M, mereka sampai di bandar Banten. Mereka mula-mula
disambut dengan baik. Hubungan yang baik itu tidak tahan lama, karena sikap
pelaut-pelaut Belanda yang kasar. Kapal-kapal Belanda kemudianj disuruh meninggalkan
bandar Banten. Mereka meneruskan pelayarannya ke arah timur. Namun, kapal-kapal
Belanda itu hanya sampai di Bali. Mereka putar haluan dan pulang ke negeri
Belanda.
Pada
tahun 1598 M, kapal-kapal Belanda kembali lagi di Banten. Pelayaran kapal-kapal
Belanda yang kedua itu mencapai sukses besar. Kapal-kapal mereka pulang ke
Negeri Belanda dengan muatan rempah-rempah yang banyak. Sejak itu, secara
berbondong-bondong kapal Belanda berlayar ke Indonesia.
4.
Kedatangan
Bangsa Inggris
Pada
pertengahan tahun 1811 Lord Minto bertolak dari India dengan pasukan yang kuat.
Dalam beberapa hari, Batavia dan Jatinegara jatuh ke tangan Inggris. Tentara
Belanda melarikan diri ke Bogor, tetapi Bogor pun jatuh pula.
Jansesens,
sang gubernur jendral, mundur ke Semarang dan menyusun pertahanan di Jatigaleh.
Di daerah itu pun pasukan Janssens terdesak. Janssens menyerah di Tuntang dekat
Salatiga. Pada tanggal 18 September 1811, diadakan Kapitulasi Tuntang yang
berisi:
a. Pulau
Jawa dan daerah sekitarnya yang dikuasai Belanda, jatuh ke tangan Inggris.
b. Semua
tentara Belanda menjadi tawanan Inggris.
c. Orang-orang
Belanda dapat dikerjakan dalam pemerintahan Inggris.
Mulai
tahun 1811 sampai 1816 Indonesia dijajah oleh Inggis dibawah kekuasaan Thomas
Stamford Raffles dengan pangkat letnan gubernur dibawah pengawasan Lord Minto
di India.
Kesimpulan
Kedatangan
bangsa-bangsa Eropa ke Indonesia didorong oleh terjadinya beberapa peristiwa
penting. Peristiwa-peristiwa itu antara lain adalah munculnya merkantilisme,
terjadinya revolusi industri, jatuhnya Konstantinopel ke tangan kekaisaran
Turki Utsmani, dan dorongan semangat tiga G yaitu : Gold (ekonomi), Gospel
(agama), dan Glory (pertualangan serta kemuliaan).
Kedatangan
orang-orang Eropa pertama di Nusantara terjadi sekitar abad ke 16. Bangsa
pertama yang sampai di Nusantara adalah Portugis yang telah berlayar untuk
mencari rempah-rempah hingga akhirnya sampai di Malaka yang ketika itu
merupakan pusat perdagangan di Asia. Tahun 1511 Portugis telah berhasil
menguasai daerah Malaka tetapi sayangnya Portugis tidak bisa memonopoli
perdagangan rempah-rempah karena para pedagang Asia mengalihkan sebagain besar
perdagangan mereka ke pelabuhan-pelabuhan lain untuk menghindari monopoli
Portugis. Kemudian disusul oleh bangsa Spanyol, Belanda, dan Inggris. Tujuan
kedatangan bangsa-bangsa Barat ini memang sama yaitu memonopoli perdagangan
rempah-rempah di Nusantara.
DAFTAR PUSTAKA
Marwati Djoened Poesponegoro Nugroho
Notosusanto. 2008. Sejarah Nasional
Indonesia III: Zaman Pertumbuhan Dan Perkembangan Kerajaan Islam Di Indonesia.
Jakarta: Penerbitan Balai Pustaka, Jakarta – Indonesia.
M. C. Ricklefs. Sejarah Indonesia Modern 1200 – 2004. 2008. Penerbitan : P.T
Serambi Ilmu Semesta, Jakarta – Indonesia.
Yulianti, S.Pd. sejarah Indonesia Dan
Dunia. 2007. Penerbitan : CV. Yrama Widya, Anggota IKAPI, Bandung – Indonesia.
TERIMAKASIH,,, kepada penulis ,,,YG telah membantu saya UTK menambah PENGETAHUAN DAN WAWASAN
BalasHapus