11 Mei 2013

SEJARAH DINASTI UMAYYAH


Sejarah Dinasti Umayyah

Muncul Dan Upaya Pembentukkan Dinasti

Dinasti Umaiyyah didirikan oleh Mu’awiyah Ibnu Khaldun Abi Sufyan. Upaya strategis yang ditempuh Mu’awiyah untuk merebut kekuasaan dan sekaligus mendirikan Dinasti Umaiyyah antara lain:
1.      Pembentukan kekuatan militer di Syiria.

2.      Politisasi tragedi pembunuhan Usman.

3.      Tipu muslihat dalam arbitrase (pengambilan kebijakan).

Upaya strategis tersebut di atas cukup efektif dalam memperkuat dukungan dan posisi Mu’awiyah, sehingga pada akhirnya ia mampu mengalahkan kekuatan Hasqan Ibnu Khaldun Ali, sekaligus menobatkan diri sebagai penguasa atas imperium Muslim. Dengan ini tercapailah ambisi Mu’awiyah mendirikan dinasti yang baru.

Corak Khusus Pemerintahan Dinasti Umayyah

Berdirinya pemerintahan Dinasti Umaiyyah tidak semata-mata peralihan kekuasaan, namun peristiwa tersebut mengandung banyak implikasi, di antaranya adalah perubahan beberapa prinsip dan berkembangnya corak baru yang sangat mempengaruhi imperium dan perkembangan umat Islam. Selain itu, pada masa Dinasti Umaiyyah terjadi perubahan-perubahan yang mencolok yaitu:

1.      Selama masa pemerintahan Khulafaur Rasyidin, khalifah dipilih oleh para pemuka dan tokoh sahabat di Madinah. Kemudian pemilihan dilanjutkan dengan baiat oleh seluruh pemuka Arab. Hal serupa ini tidak pernah terjadi pada masa pemerintahan Bani Umaiyyah. Semenjak Mu’awiyah, raja-raja Umaiyyah yang berkuasa menunjuk penggantinya kelak dan para pemuka agama diperintahkan menyatakan sumpah kesetiaan di hadapan sang raja. Sistem pengangkatan penguasa seperti ini bertentangan dengan prinsip dasar dan ajaran permusyawaratan Islam.

2.      Pada masa pemerintahan Khulafaur Rasyidin, baitul mal berfungsi sebagai harta kekayaan rakyat, di mana setiap warga negara memiliki hak yang sama terhadapnya, tetapi semenjak pemerintahan Mu’awiyah, baitul mal beralih kedudukannya menjadi harta kekayaan keluarga raja. Seluruh raja Dinasti Umaiyyah kecuali Umar Ibnu Khaldun Abdul Aziz memperlakukan baitul mal sebagai harta kekayaan pribadi, yang mana sang raja berhak membenlanjakannya sekehendak hati.

3.      Selama masa pemerintahan Khulafaur Rasyidin, khalifah senantiasa didampingi dewan penasihat yang terdiri dari pemuka-pemuka Islam, di mana seluruh kebijaksanaan yang penting dimusyawarahkan secara terbuka, bahkan rakyat biasa mempunyai hak menyampaikan pertimbangan dalam pemerintahan. Kebebasan berpendapat dan kebebasan menyampaikan kritik terhadap kebijakan pemerintah maupun corak yang dominan dalam pola pemerintahan Khulafaur Rasyidin. Tradisi dan kebebasan berpendapat ini tidak berlaku dalam pemerintahan Bani Umaiyyah.

4.      Raja-raja Dinasti Umaiyyah memunculkan kembali fanatisme keluarga dan kesukuan.

5.      Para penguasa senantiasa hidup dalam kemegahan istana dan dijaga oleh puluhan pengawal istana.



Corak Penguasa dan Kebijakannya

1.      Mu’awiyah

Mu’awiyah adalah penguasa Islam yang pertama yang menggantikan sistem demokratis republik Islam menjadi system monarkhis (kerajaan). Jadi Mu’awiyah adalah penguasa Islam yang beribukota di Damaskus yang menandai berakhirnya sistem khalifah, dan berganti dengan sistem kerajaan (mulk). Mu’awiyah adalah seorang administrator yang piawai. Ia penguasa Islam pertama yang membentuk Biro Administrasi Negara yang dinamakan Diwan al-Hattam. Membentuk dan menerbitkan jawatan pos yang dinamakan Diwan al-Barid. Bekerja sama dengan Zaid, ia membentuk jawatan kepolisian yang dinamakan al-Syurtha, memisahkan tata administrasi kepidanaan dari tata administrasi non pidana. Ia mengangkat sejumlah pegawai pada tingkat propinsi dan mengangkat pejabat khusus yang menanggungjawabi pendapatan negara yang dinamakan Shahib al-Kharaj. Mu’awiyah juga menetapkan sejumlah kebijaksanaan untuk meningkatkan pendapatan negara melalui sektor pajak, lalu mengambil sebagian dana tersebut untuk santunan fakir miskin.

2.      Yazid Ibnu Mu’awiyah

Ia menjadi seorang raja karena ditunjuk oleh ayahnya berdasarkan garis keturunan. Karena itulah, semasa pemerintahannya, ia banyak menghadapi pemberontakan. Dan peristiwa yang paling besar terjadi adalah adanya Peristiwa Karbala, yaitu peringatan terbunuhnya Husain, anak Ali bin Abu Thalib oleh Kaum Syi’ah. Ia berkuasa selama tiga tahun enam bulan, namun sedikitpun tidak memberi kemajuan pada Islam. Bahkan sebaliknya, yang timbul justru keretakan dan hilangnya kesatuan umat Islam.

3.      Mu’awiyah II

Ia menggantikan jabatan ayahnya, sepeninggal Yazid. Tidak banyak yang diperbuatnya ketika menjabat sebagai penguasa, karena selain ia tidak memiliki kecakapan sebagai penguasa, juga karena masa jabatannya tidak lama, yakni beberapa bulan saja.

4.      Marwan (64-66 H / 683-685 M)

Mu’awiyah tidak meninggalkan seorang anak pun, sehingga proses suksesi agak berjalan lama. Sekalipun terdapat saudara laki-laki Yazid yang bernama Khalid, namun Dewan Istana mempertimbangkan perlu kehadiran seorang penguasa yang kuat untuk menyelamatkan pemerintahan yang sedang kacau, karena itu dewan menunjuk Marwan, dengan syarat, sepeninggal Marwan, jabatan penguasa akan beralih kepada Khalid. Namun Marwan mengingkari janjinya, ia menunjuk putranya Abdul Malik sebagai putra mahkota, dan ia juga menyakiti ibu Khalid yang telah diambil istri oleh Marwan. Dan inilah yang melatarbelakangi pembunuhan Marwan oleh istrinya sendiri setelah berkuasa selama empat tahun.

5.      Abdul Malik (64-66 H / 683-685 M)

Selama masa pemerintahannya, Abdul Malik memprakarsai beberapa upaya pembaharuan untuk memperlancar administrasi pemerintahan. Pada masa nabi, seluruh dokumen yang berkaitan perikehidupan bangsa Arab dicatat dalam bahasa Arab. Setelah bangsa Persia, Syiria, dan Mesir bergabung dalam kekuasaan pemerintahan Islam, khalifah Umar memperkenankan dokumen yang berkaitan dengan negeri-negeri tersebut dikuasai oleh pribumi non muslim yang memahami bahasa mereka. Abdul Malik menghapuskan bahasa mereka dan menetapkan bahasa Arab sebagai bahasa resmi pemerintah. Pertama kali kebijakan ini diterapkan di Syiria dan Iraq, belakangan juga diterapkan di Mesir dan Persia. Pembaharuan-pembaharuan yang lain:

 Perbaikan mata uang.

 Pembaharuan ragam bahasa Arab.

 Mengembangkan sistem pos yang sebelumnya telah didirikan oleh Mu’awiyah.

6.      Walid Ibnu Khaldun Abdul Malik / Walid I (86-96 H / 705-715 M)

Walid I naik tahta di Damaskus pada tahun 705 M. Pada masa pemerintahannya, dalam bidang ekspansi kekuasaan, terjadi ekspansi yang sangat besar, baik ke wilayah timur maupun ke wilayah barat. Wilayah yang ditaklukan antara lain:

 Penaklukan Asia Tengah.

 Penaklukan Indo-Pakistan.

 Penaklukan Afrika.

 Penaklukan Spanyol.

7.      Sulaiman Ibnu Khaldun Abdul Malik (96-99 H / 715-717 M)

Ia berkuasa selama 2 tahun dan tidak ada hal yang diperbuatnya. Di sisi lain, ia telah banyak berbuat kesalahan. Satu kebijaksanaan yang dapat dicatat dari Sulaiman adalah penunjukannya terhadap Umar Ibnu Khaldun Abdul Aziz sebagai penggantinya.

8.      Umar Ibnu Abdul Aziz (99-101 H / 717-720 M)

Ia berusaha menghapuskan ketidaksamaan kedudukan antara kelompok muslim Arab dengan muslim non Arab. Ia juga mengambil kebijakan mengembalikan hak pensiun dan anak-anak yatim pejuang Islam. Ia juga mengembalikan tuntutan masyarakat Kristen di Damaskus.

9.      Yazid II Ibnu Abdul Malik (101-105 H / 720-724 M)

Adanya konflik antar Suku Mudariyah dengan Suku Himyariyah.

10.  Hisyam Ibnu Abdul Malik (105-125 H / 724-743 M)

Terjadi Gerakan Hasyimiyah yang mendapat dukungan dari orang-orang Turkoman dan kelompok Khajar dari Afrika.

11.  Walid II (125-126 H / 743-744 M)

Ia adalah raja yang “bermuka dua” di balik sifatnya yang baik, tersimpan watak yang jahat dan korup.

12.  Yazid III

Ia adalah penguasa yang saleh dan bertaqwa. Ia menuruti tuntutan rakyatnya untuk memecat para pegawai yang korup dan memperkecil beban pajak.

13.  Marwan II (127-132 H / 744-750 M)

Tindakan pertama yang dilakukan Marwan II adalah memindahkan ibukota kerajaan dari Damaskus ke Hassran untuk menjalin kekuatan pengikutnya di Syiria dan sebagai langkah untuk menyatukan kembali kelompok-kelompok penentang. Ia berhasil memukul pemberontakan di Palestina, yakni Sabit Ibn Na’im beserta keluarganya. Marwan merupakan penguasa terakhir dari Dinasti Umaiyyah.



Akhir Dinasti

Terdapat banyak sebab yang mendukung hancurnya Dinasti Umaiyyah, setelah berlangsung kurang lebih sembilan puluh tahun. Sebab-sebab tersebut antara lain:

a.       Ketidakcakapaan para penguasa, serta kejahatan perilaku mereka.

b.      Egoisme para pejabat pemerintahan dan terjadinya sejumlah pembelotan militer.

c.       Persaingan antar suku.

d.      Tidak adanya mekanisme dan aturan baku mengenai suksesi kepemimpinan.

e.       Perlakuan yang tidak adil terhadap non Arab (mawali).

f.       Propaganda dan gerakan Syiah.

g.      Propaganda dan gerakan Abbasiyah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar