Sebagian peneliti
kembali mengkaji akar-akar lain dari kebencian orang yang menghina danmelecehkan Islam serta memusuhi Rasulullah Saw. Setelah mereka mengkaji sejarah
Rasulullah Saw, mereka melihat bahwa pribadi Rasulullah Saw adalah penyebab
krisis bagi pemikiran Barat. Hal itu merupakan rangkuman pemikiran sejumlah
intelektual, seperti Dr Basim Khafaji, direktur Pusat Kajian Kemanusian Arab di
Amerika.
Dr Basim Khafaji
mengatakan bahwa Barat melihat Muhammad telah mempersembahkan pemahaman yang
mungkin bisa menghancurkan pemikiran Barat dari asasnya, yaitu sentralisasi
Allah Ta'ala dalam kehidupan manusia. Hal itu bertolak belakang dengan teori
Barat yang dibangun di atas logika dan akal pemikiran manusia.
Karen Armstrong yang
menulis buku Muhammad, mengatakan, “Kita harus berpikir bahwa orientasi
permusuhan terhadap Islam di Barat adalah bagian dari sistem tata nilai Barat,
yang telah mulai terformula bersamaan dengan masa kebangkitan dan Perang Salib.”
Karen Armstrong melanjutkan, “Itu adalah awal Barat mengembalikan jati dirinya, saat pribadi Yesus telah mengubah agama Kristen dalam pemikiran Barat menjadi individu yang disembah secara alamiah. Dalam pandangan para penganut agama, Tuhan diubah menjadi pribadi atau Tuhan dalam gambaran individu yang telah mengorbankan darahnya bagi seluruh kesalahan mereka yang telah dan yang akan datang.”
Karen Armstrong menambahkan, “Sedangkan yang meninggalkan agama Kristen secara total dan menjadi atheis atau tidak beragama, maka Yesus tetap menjadi kendali dalam sikap-sikap pemikiran mereka, bahwa dia adalah seorang individu. Untuk itu tidak ada bedanya dengan manusia lainnya...” Adapun hubungannya dengan Muhammad Saw, jelas bertentangan dengan semua agama dan sekularisme pemikiran Barat.
Muhammad Saw menghendaki tetap menjadi individu dengan segala makna kemanusiannya, dan menolak menjadi Tuhan dalam bentuk manusia. Dengan begitu, dia bertolak belakang dengan pemahaman para penganut agama di Barat terhadap Tuhan yang telah mereka kenal.
Untuk itu, mereka membenci Rasulullah Saw. Apalagi, Muhammad Saw sangat bertolakbelakang dengan keinginan kaum atheis, karena dalam ajaran Rasulullah Saw, manusia dianjurkan-sebagaimana yang diperintahkan Pencipta-Nya untuk banyak melakukan ibadah, amal-amal, dan mentaati semua aturannya, serta mendahulukan kebebasan umum atas kebebasan individu.
Mungkin ada yang
mengatakan bahwa negara-negara Barat telah banyak terbebas dari pemikiran agama
Kristen. Namun mereka tidak bisa membebaskan diri secara mutlak terhadap
pengaruh ide dan pemikiran Kristen terhadap rakyat mereka yang mendahulukan
keteladanan pribadi Yesus-setelah mengubahnya-dalam menghadapi pribadi Nabi
Muhammad Saw. Itulah barangkali penafsiran Barat yang menyerang Nabi Muhammad
yang mulia.
Ketika Barat melihat
pribadi Nabi yang mulia sebagai contoh idola yang paripurna dengan segala
kesempurnaan manusia, maka inilah yang tidak mungkin bagi Barat dengan segala
pemikiran, teori, dan praktiknya untuk sampai pada rasio mereka. Dengan
pembedaan dari orang-orang Barat seperti ini, maka vonis terhadap contoh
semacam ini menjadi kegelisahan hakiki.
Salah satu masalah permusuhan Barat terhadap Nabi Saw yang historis adalah bahwa dia datang dengan sistem politik dan pemikiran yang sangat sempurna dan menyeluruh yang bisa menyingkirkan aturan dan tatanan sosial politik Barat yang sudah baku pada waktu itu.
Universalitas ajarah Rasulullah Saw termasuk dalam cara-cara pengorganisasian, pemerintahan, dan pengelolaan masyarakat. Dan terakhir, dalam hubungan sosial di dalam masyarakat, serta antara masyarakat yang heterogen. Muhammad Saw datang dengan kesederhanaan sistem yang sempurna, pararel dengan sistem Barat, bahkan menjadi alternatif pengganti yang kuat bagi sistem Barat.
Banyak intelektual Barat yang melihat Muhammad Saw sebagai sosok yang menyebabkan bangkitnya semangat perjuangan dan perlawanan dalam kehidupan Arab dan kaum Muslimin di masa lampau. Bahwa agama Islam adalah penggerak utama bagi seluruh ide dan pemikiran perlawanan yang masih hidup di dalam pemikiran dan perilaku bangsa-bangsa Islam.
Para intlektual Barat melihat bahwa risalah, pemikiran, dan dakwah Muhammad turut mempersembahkan andil pemikiran, psikologi, dan ideologi bagi upaya seorang Muslim dalam memenangkan dirinya, serta tidak menyerah kepada “syahwat kehidupan” serta “perhiasan dunia” yang digeluti orang-orang Barat. Perlawanan juga terjadi dalam hal pencegahan upaya hegemoni pemikiran, peradaban, dan ekonomi Barat terhadap kehidupan kaum Muslimin dan Arab.
Sesungguhnya
pemikiran Barat modern tidak mampu mempersembahkan tafsir materi atau rasio
apapun terhadap perlawanan Palestina atau Irak. Atau terhadap tekad
bangsa-bangsa Arab-yang terlihat lemah dan terbelakang-untuk menolak contoh
model Barat dalam kehidupan dan kembalinya bangsa-bangsa ini kepada Islam baik
secara politik, ekonomi, dan peradaban. Tidak ada interpretasi realitas yang
meyakinkan, kecuali dengan melempar celaan dan kebencian terhadap Nabi Muhammad
Saw.
Meningkatnya perlawanan bersenjata secara tajam dan penolakan peradaban Barat mungkin saja membuat mereka menyiagakan gelombang baru untuk menyerang pribadi Nabi Saw yang mulia. Bisa jadi di sana ada sebab atau motif-motif lain untuk terus-menerus melakukan pelecehan. Tapi bisa jadi pelecehan terhadap agama ini dimaksudkan untuk menyalakan sumbu krisis dalam hubungan antar peradaban, atau memanfaatkan kemarahan Islam atas pelecehan terhadap Rasulullah Saw ini dalam membuat peta politik baru.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar