1 Agustus 2012

"Anak Manusia", Siapakah Dia?

Al-Qur'an memberitahukan kepada kita bahwa Yesus adalah putra Maryam (Maria), dan kitab-kitab Injil pun menunjukkan pula bahwa ia sebagai putra Maria. Tetapi Injil yang ditulis pada lembaran-lembaran hati dan disampaikan kepada para muridnya secara lisan itu sayangnya telah dicemari dengan banyak mitos dan legenda. “Anak Maria” menjadi “Anak Yusuf” yang memiliki saudara laki-laki dan perempuan [1]. Kemudian ia menjadi “Anak Daud” [2], “Anak Manusia”[3], “Anak Tuhan” [4], “Anak” saja [5], “Kristus” [6], dan “Domba” [7].

Beberapa tahun silam, satu hari saya mengunjungi Exeter Hall di London, ketika itu saya masih menjadi pendeta Katholik, nolens volens saya dibawa ke Hall tersebut dimana seorang dokter laki-laki muda mulai berpidato dalam pertemuan Young Men's Christian Association. “Saya ulangi apa yang sudah sering saya katakan” seru si dokter, “Yesus Kristus adalah pasti seperti yang diakuinya dalam kitab Injil, atau kalau tidak, ia pasti penipu ulung terbesar yang penah dunia saksikan!” Saya tidak pernah melupakan statement dogmatis ini. Yang ingin ia katakan ialah bahwa Yesus adalah Anak Tuhan, atau kalau tidak, penipu ulung terbesar.

Jika Anda menerima hipotesis pertama, maka Anda adalah seorang Kristiani, seorang penganut Trinitas. Jika Anda kedua, maka Anda adalah seorang Yahudi kafir. Tetapi kita yang sudah pasti tidak menerima kedua pernyataan tersebut sudah pasti kaum Muslim Ahlultauhid.

Sebagai Muslim kita tidak dapat menerima satu pun dari dua gelar yang diberikan kepada Yesus dalam pengertian yang dianggap oleh Gereja dan kitab-kitab suci mereka yang tidak dapat dipercaya berasal dari sebutan-sebutan itu. Belum lagi ia adalah “Anak Tuhan”, dan belum lagi “Anak Manusia”, karena jika dibolehkan memanggil Tuhan “Bapak”, maka tidak hanya Yesus, tetapi setiap nabi dan orang shaleh pun adalah “anak Tuhan”.

Dengan cara yang sama, jika Yesus benar-benar anak Yusuf Si Tukang Kayu, dan mempunyai empat saudara dan beberapa saudara perempuan yang sudah kawin sebagaimana anggapan kitab Injil, lantas mengapa hanya dia yang harus menerima sebutan “Anak Manusia” ini yang lazim bagi manusia?

Tampaknya para pendeta, pastur, teolog dan apologis Kristen ini memiliki logika berpikir sendiri dan cenderung mustahil. Logika mereka tidak mengenal medium, tidak mengenal perbedaan istilah, dan tidak mempunyai ide yang pasti mengenai gelar-gelar dan sebutan-sebutan yang mereka gunakan. Mereka memiliki selera yang patut ditiru akan statemen-statemen yang tidak dapat didamaikan kembali dan saling kontradisi yang hanya mereka sendiri yang dapat menelannya layaknya telur-telur matang.

Mereka dapat mempercayai tanpa ada keraguan sedikitpun bahwa Maria adalah perawan sekaligus istrinya Yusuf Si Tukang Kayu. Bahwa Yakobus, Yoses, Simon, dan Yudas adalah sepupu Yesus dan sekaligus saudara-saudaranya, bahwa Yesus adalah Tuhan yang sempurna dan sekaligus manusia yang sempurna, dan bahwa “anak Tuhan”, “Anak Manusia”, “Domba”, dan “anak Daud” semuanya adalah satu orang yang sama itu-itu juga! Mereka menghidupkan sendiri doktin-doktin yang beraneka ragam dan saling kontradiksi yang ditunjukkan oleh istilah-istilah ini dengan selera yang sama rakusnya dengan yang mereka rasakan terhadap daging babi dan telur-telur saat makan pagi. Mereka tidak pernah berpikir dan merenungkan objek yang mereka sembah, mereka memuja patung salib Yesus seakan-akan mereka mencium tanda salib berdarah dari pembunuh saudara mereka dihadapan bapaknya!

Saya tidak percaya ada satu pun orang Kristen dalam sepuluh juta orang yang benar-benar mempunyai gagasan yang jelas atau pengetahuan yang pasti mengenai asal mula dan pengertian yang sebenarnya dari istilah “Anak Manusia”. Semua Gereja dan tanpa terkecuali para juru tafsir mereka akan mengatakan kepada Anda bahwa “Anak Tuhan” menerima sebutan “Anak Manusia” atau “Barnasha” diluar kemanusiaan dan kelembutan hati, tidak pernah mengetahui bahwa kitab Apocalyptitical (Wahyu) kaum Yahudi, dimana hati dan jiwa Yesus dan murid-muridnya mempercayai, meramalkan bukan “Anak Manusia” yang akan berlembut hati, sederhana, tidak mempunyai tempat untuk berbaring, dan diserahkan ketangan pelaku kejahatan dan pembunuh, melainkan seorang manusia kuat dengan kekuasaan dan kekuatan yang luar biasa untuk menghancurkan dan membubarkan burung-burung pemangsa dan binatang-binatang buas yang ganas yang merobek-robek dan melahap domba-domba!

Kaum Yahudi yang mendengar Yesus berbicara mengenai “Anak Manusia” memahami benar kepada siapa ia menyinggung. Yesus tidak membuat-buat nama “Barnasha”, tetapi meminjamnya dari kitab suci kaum Yahudi: Kitab Enoch, kitab-kitab Sibylline, Anggapan Musa, Kitab Daniel, dan sebagainya.

Mari kita kaji asal mula dari gelar “Barnasha” atau “Anak Manusia” ini.

a.      “Anak Manusia” adalah nabi terakhir, yang menegakkan “Kerajaan Perdamaian” dan menyelamatkan orang-orang beriman dari perbudakan dan penyiksaan dibawah kekuasaan Setan.

Gelar “Barnasha” adalah suatu ungkapan simbolis untuk membedakan sang Juru Selamat untuk orang-orang beriman yang digambarkan sebagai “domba”, dan bangsa-bangsa pagan lainnya dibumi digambarkan sebagai “spesies burung pemangsa, binatang buas, dan hewan-hewan najis”.

Nabi Yehezkiel (diyakini nabinya bani Israel) hampir selalu disebut Tuhan sebagai “Ben Adam” (Anak Adam) dalam arti Gembala Domba Israel. Nabi ini juga mempunyai beberapa bagian wahyu dalam kitabnya. Dalam penglihatan pertamanya yang mana ia memulai kitab nubuatnya, ia melihat disamping tahta Yang Maha Kekal yang kelihatan seperti permata lazurit rupa “Anak Manusia” (Yehezkiel 1:26). “Anak Manusia” ini yang berulang kali disebutkan sebagai selalu dihadapan Tuhan dan diatas Kerub bukanlah Yehezkiel sendiri (Yehezkiel 10:2). Dia adalah “Barnasha”, nabi terakhir, yang ditugaskan untuk menyelamati orang-orang shaleh dari tangan-tangan kaum kafir dibumi.

1.    “Anak Manusia” menurut Wahyu Enoch. Tidak ada keraguan bahwa Yesus sangat mengetahui wahyu Enoch, percaya ditulis oleh keturunan ketujuh dari Adam. Adapun Yudas, “saudaranya Yakobus” dan pelayannya Yesus, yakni saudaranya Yesus, percaya bahwa Enoch adalah pengarang sebenarnya dari karya yang mencantumkan namanya itu [8]. Ada beberapa potongan ayat yang tercerai berai dari wahyu ini yang terpelihara dalam kutipan-kutipan para penulis Kristen awal.

Kitab tersebut hilang lama sebelum Photius. Hanya pada sekitar awal abad terakhir barulah karya penting ini ditemukan dalam kitab-kitab suci milik Gereja Abyssinia (Ethiopia), dan diterjemahkan dari bahasa Ethiopia kedalam bahasa Jerman oleh Dr. Dillmann, disertai berbagai catatan dan penjelasan [9]. Kitab ini dibagi kedalam lima bagian atau buku-buku, dan seluruhnya memuat seribu sepuluh bab yang panjang serta berbeda-beda.

Pengarang kitab tersebut menggambarkan jatuhnya para malaikat karena hubungan haram mereka dengan anak-anak perempuan manusia, yang melahirkan ras raksasa yang menciptakan segala kepalsuan dan pengetahuan yang berbahaya. Kemudian sifat buruk dan kejahatan meningkat sedemikian tingginya sehingga Tuhan menghukum mereka dengan banjir besar. Dia juga menghubungkan dua perjalanannya kelangit-langit dan melinatasi bumi, dengan dibimbing oleh malaikat yang baik, dan berbagai misteri dan keajaiban yang ia lihat didalamnya.

Pada bagian kedua, yakni gambaran tentang Kerajaan Perdamaian, sang Anak Manusia menangkap para raja ditengah-tengah kehidupan mereka yang menggiurkan dan mempercepat mereka kedalam neraka (Enoch 46:4-8). Tetapi buku kedua ini bukanlah milik satu pengarang, dan pastinya banyak diselewengkan oleh tangan-tangan Kristen.

Buku (bagian) ketiga dari Kitab Enoch mengandung beberapa pemikiran astronomis dan fisika yang aneh dan berkembang.

Buku (bagian) keempat dari kitab Enoch menyajikan pandangan Apocalypse (ramalan) tentang ras manusia dari awal sampai masa Islam, yang digambarkan oleh pengarangnya sebagai zaman “Mesianistik”, dalam dua parabel simbolis atau malah alegoris. Seekor sapi jantan berwarna putih muncul dari bumi, kemudian seekor sapi muda berwarna putih bergabung dengannya, dan mereka melahirkan dua anak sapi, satu warna hitam, satunya lagi warna merah. Sapi jantan hitam mengalahkan dan mengusir yang merah, dan ketika ia tidak menemukannya, maka ia memekik dan berteriak keras-keras, ketika sapi jantan merah muncul, mereka pun mulai memperbanyak spesies mereka.

Tentu saja, parabel (cerita perumpamaan) yang jelas ini melambangkan Adam, Hawa, Kabil, Habil, dan Syet, dan lain-lain, sampai Yaqub yang keturunannya digambarkan sebagai “kawanan domba” – sebagai bangsa Israel pilihan, tetapi keturunan saudaranya (Esau yang adalah kakaknya Yaqub), yaitu kaum Edom (keturunan Esau) digambarkan sebagai kawanan babi.

Dalam parabel kedua tersebut, kawanan domba itu sering diganggu, diserang, dibunuh oleh binatang-binatang buas dan burung pemangsa sampai tiba lah zaman yang disebut Mesianistik, ketika kawanan sapi lagi-lagi diserang diserang dengan sengit oleh burung-burung gagak dan hewan-hewan pemakan daging lainnya, tetapi “Ram” yang perkasa melawan dengan gagah berani. Setelah itu barulah “Anak Manusia”, yakni tuan atau pemilik sesungguhnya dari kawanan domba itu tampil membebaskan dombanya.

Seorang sarjana non-Muslim tidak pernah dapat menjelaskan visi seorang Sophee – atau ahli ramai. Dia, sebagaimana mereka lakukan, akan membawakan penglihatan itu kepada kaum Maccabees dan Raja Antiochus Epifanes dipertengahan abad kedua sebelum Masehi, ketika sang Pembebas datang sambil membawa pentungan atau tongkat kekuasaan yang dahsyat dan menghantam kiri dan kanan pada burung-burung dan binatang-binatang buas itu, yang menyebabkan pembantaian mereka besar-besaran, kemudian pedang-pedang dibagikan diantara domba-domba, dan seekor sapi jantan putih memimpin mereka dalam kedamaian dan keamanan yang sempurna.

Adapun kitab kelima, ia mengandung nasehat-nasehat agama dan moral. Keseluruhan karya itu dalam bentuknya sekarang memperlihatkan berbagai indikasi yang menunjukkan bahwa kitab itu disusun selambat-lambatnya pada 110 SM dalam bahasa Arami oleh seorang Yahudi Palestina, setidaknya demikianlah pendapat French Encyclopedia.

Al-Qur'an hanya menyebutkan Enoch dengan nama keluarganya “Idris” –bentuk bahasa Arab dari bahasa Arami “Drisha” yang segolongan dengan kata benda sederhana “Iblis” dan “Bisa” [10]. “Idris” dan “Drisha” artinya orang yang berpengetahuan tinggi, seorang sarjana yang terpelajar, dari “darash” (Arab, “darisa”.). Nash Al-Qur'an berkata:

“Dan ceritakanlah (hai Muhammad kepada mereka, kisah) Idris (yang tersebut) di dalam Al Quran. Sesungguhnya ia adalah seorang yang sangat membenarkan dan seorang nabi. Dan Kami telah mengangkatnya ke martabat yang tinggi.” (QS Maryam 19:56-57)

Ahli tafsir Muslim, al-Baydhawi dan Jalaluddin, nampaknya mengetahui bahwa Enoch telah mempelajari astronomi, fisika, aritmatika, bahwa dia lah yang pertama menulis dengan pena, dan bahwa “Idris” berarti manusia yang berpengetahuan banyak, dengan demikian menunjukkan bahwa Wahyu Enoch belum hilang dizaman mereka.

Setelah diakhirinya konun kitab-kitab suci Ibrani sekitar abad ke 4 SM oleh “Anggota Sinagog Agung”, yang didirikan oleh Ezra dan Nehemia, semua literatur suci atau keagamaan lain disamping literatur yang termasuk dalam Konun itu disebut Apocrypa dan dikeluarkan dari alkitab Ibrani oleh majelis kaum Yahudi yang diantara mereka adalah “Simeon Yang Adil” (meninggal tahun 310 SM).


Sekarang, diantara kitab-kitab Apocrypal ini termasuk Kitab Enoch, Baruch, Musa, Ezra, dan kitab-kitab Sibyline, yang ditulis dalam zaman berbeda antara kaum Maccabee dan setelah penghancuran Yerusalem oleh Titus, kelihatannya sangat mengikuti mode saat itu untuk menulis literatur yang berisi ramalan (apocalypse) dan bersifat keagamaan di bawah nama seorang terkenal dari masa lalu.

Apocalypse pada akhir dari Perjanjian Baru yang menuliskan nama Yohanes bukanlah suatu kekecualian dalam kebiasaan Kristen-Yahudi kuno itu.. Jika "Yudas saudara laki-laki dari Tuhan (Lord)" dapat mempercayai bahwa "Enoch (Idris) adalah Ketujuh dari Adam" adalah penulis yang sebenarnya dari seratus sepuluh pasal yang mengandung nama itu, tidak mengherankan bahwa Yustin Sang Martir, Papias, dan Eusebius pasti akan percaya pada kepengarangan Matius dan Yohanes.

Namun tujuan saya disini bukan untuk mengkritisi kepengarangan dari kitab-kitab yang membingungkan dan misterius ini yang dihimpun dalam kondisi yang menyedihkan dalam sejarah perjalanan bangsa Yahudi, melainkan menceritakan tentang asal mula nama “Anak Manusia” dan menjelaskan pengertiannya yang benar.

Kitab Enoch juga, seperti Apocalypse dari gereja-gereja dan seperti kitab-kitab Injil yang berbicara tentang kedatangan “Anak Manusia” untuk membebaskan kaum beriman dari musuh-musuh mereka dan mecampur adukkan visi ini dengan Hari Pengadilan Terakhir.
 
2.              Wahyu Saibyline yang disusun setelah kejatuhan terakhir Yerusalem oleh tentara Romawi, menyatakan bahwa “Anak Manusia” akan muncul dan menghancurkan Kerajaan Romawi dan membebaskan orang beriman. Kitab ini ditulis sekitar 80 tahun setelah Yesus.
 
3.              Kita sudah memberikan penjelasan yang terperinci mengenai “Anak Manusia” ketika kita membicarakan penglihatan Daniel (Daniel pasal tujuh), dimana ia diajukan kepada Tuhan dan diberikan kekuasaan menghancurkan Binatang Buas Romawi. Maka penglihatan-penglihatan dalam kitab “Anggapan Musa”, Kitab Baruch, kurang lebihnya mirip dengan yang digambarkan Apocalypse tersebut diatas. Semua sepakat menggambarkan sang pembebas orang beriman dalah sang “Anak Manusia”.
  
  1. Sang “Anak Manusia” itu tidak mungkin Yesus. Panggilan “Anak Manusia” ini sama sekali tidak dapat diterapkan untuk anak Maria. Semua keinginan dari yang namanya “Injil” yang membuat “domba” dari Nazaret menangkap raja-raja ditengah-tengah kehidupan mereka yang glamor dan melemparkan mereka kedalam neraka (Enoch 46:4-8), tiada keaslian sedikitpun dan jarak yang memisahkan dia dari “Anak Manusia” yang berbaris bersama malaikat-malaikat diatas awan menuju Singgasana Tuhan. Dia bisa jadi seorang “Anak Manusia” dan seorang “Mesias” karena memang demikian setiap nabi, dan pendeta kaum Yahudi, tetapi dia bukanlah “Anak Manusia” atau “Mesias” yang sesungguhnya diramalkan oleh para nabi-nabi bani Israel.

    Dan kaum Yahudi berhak menolak gelar tersebut baginya. Mereka jelas salah menolak kenabiannya, dan berusaha membunuhnya pula. Jika dia adalah seorang nabi, bagaimana sampai ia tidak mengakui misi kenabian atau ciri Mesianik dari sang “Mesias”?

    Karenanya, inilah alasan-alasan pokok mengapa Yesus bukanlah “Anak Manusia” dan bukan pula Mesias versi Apocalypse:
 
1.      Seorang utusan Tuhan tidak ditugaskan untuk bernubuat tentang dirinya sendiri sebagai tokoh terkemuka di zaman yang akan datang. Yaqub meramalkan tentang Rasul Allah (Kejadian 49:10), Musa tentang seorang nabi yang akan datang dengan membawa hukum baru dan bani Israel diharuskan menaati dia (Ulangan 18:15). Haggai meramalkan tentang Ahmad (Haggai 2:7), Maleakhi memprediksikan kedatangan sang “Utusan yang dijanjikan” (Maleakhi pasal 3), tetapi tidak ada satu pun nabi-nabi itu pernah bernubuat tentang kedatangan keduanya kedunia.

Yang sangat abnormal dalam kasus Yesus adalah bahwa dia diusahakan menganggap identitasnya dirinya sebagai “Anak Manusia”, namun dia ternyata tidak mampu melakukannya, paling tidak, pekerjaan besar yang diharapkan diselesaikan oleh “Anak Manusia” yang diramalkan itu! Menyatakan kepada kaum Yahudi dibawah penindasan Pilate (Penguasa Romawi di Palestina) bahwa dia adalah “Anak Manusia” itu, dan kemudian membayar upeti kepada Kaisar Romawi, dan mengaku bahwa “Anak Manusia” tidak punya tempat untuk meletakkan kepalanya, dan kemudian menunda pembebasan umat dari penindasan Romawi sampai masa yang akan datang yang tidak terbatas. Bila semua ketidaklogisan ini dianggap sebagai ucapan-ucapan dari mulut Yesus, maka itu hanya membuat diri mereka sendiri idiot.
 
2.                  Yesus lebih mengetahui daripada siapa pun siapa “Anak Manusia” itu dan apa misinya. Dia menurunkan raja-raja jahat dari tahtanya dan melempar mereka kedalam api neraka.
“Apocalypse Baruch” dan “Apocalypse Ezra” – kitab keempat dari Esdras dalam Vulgate – berbicara tentang kedatangan “Anak Manusia” yang akan menegakkan Kerajaan Perdamaian yang kuat diatas reruntuhan Kerajaan Romawi. Semua Apocrypha ini menunjukkan ramalan kaum Yahudi tentang kedatangan “Anak Manusia”.

3.              Kajian kritis terhadap sebutan “Anak Manusia” yang diletakkan delapan puluh tiga kali dalam mulut Yesus akan dan mesti menghasilkan satu-satunya kesimpulan bahwa dia tidak pernah mengambil sebutan itu untuk dirinya sendiri, dan sebenarnya ia sering menggunakan gelar itu pada orang ketiga. Beberapa contoh cukup untuk meyakinkan kita bahwa Yesus menerapkan sebutan itu pada seseorang yang akan muncul dimasa yang akan datang.
 
§    Seorang Scribe (ahli Taurat) berkata, “Aku akan mengikuti engkau kemanapun engkau pergi”, Yesus lalu menjawab, “Srigala mempunyai liang dan burung mempunyai sarang, tetapi Anak Manusia tidak mempunyai tempat untuk meletakkan kepalanya” (Matius 8:20). Dalam ayat berikut ia menolak izin salah satu pengikutnya untuk pergi dan menguburkan bapaknya!

Anda akan menemukan tidak seorang pun Santo, atau penafsir telah menyusahkan kepalanya atau kemampuan akalnya untuk mengungkapkan pengertian yang sederhana yang terdapat dalam penolakan Yesus untuk mengizinkan Scribe yang terpelajar itu untuk mengikutinya. Jika ia mempunyai tempat untuk tiga belas kepala, maka pasti ia juga dapat menyediakan tempat untuk keempatbelasnya. Selain itu, dia dapat mendaftarkannya diantara tujuh puluh pengikut setianya (Lukas 10:1).

Sang Scribe yang sedang dibicarakan itu bukanlah seorang nelayan yang bodoh, seperti anak-anaknya Zebedee dan Yonas, ia adalah seorang sarjana dan pengacara praktek. Tidak ada alasan untuk mencurigai ketulusan hatinya, ia digiring untuk mempercayai bahwa Yesus adalah sang Mesias yang diramalkan, sang Anak Manusia, yang sewaktu-waktu bisa memerintahkan pasukan langitnya dan menaiki tahta leluhurnya Daud.

Yesus memahami pikiran salah si Scribe, dan terang-terangan membiarkannya memahami bahwa orang yang tidak mempunyai dua yard persegi tanah di bumi untuk meletakkan kepalanya pastilah bukan “Anak Manusia” itu! Dia tidak kasar kepada si Scribe, dengan penuh kebaikan dia menyelamatkannya dari membuang-buang waktu untuk mengejar harapan yang sia-sia!
  
§    Yesus dilaporkan telah menyatakan bahwa Anak Manusia akan memisahkan domba dari kambing (Matius 25:31-34). “Domba” melambangkan bangsa Israel yang beriman yang akan memasuki kerajaan, tetapi “kambing” melambangkan bangsa Israel yang tidak beriman yang bergabung kedalam musuh-musuh agama yang benar sehingga konsekuensinya ”kambing” dijatuhi hukuman mati. Singkatnya, inilah apa yang telah diramalkan oleh Apocalypse Enoch tentang Anak Manusia.

Yesus benar-benar mempertegas Apocalypse Enoch dan memberinya sifat ilmiah. Dia sendiri diutus untuk memperingatkan domba Israel (Matius 15:24) agar tetap beriman pada Tuhan dan menunggu dengan sabar akan kelahiran Anak Manusia yang akan datang untuk menyelamatkan mereka dari musuh-musuh mereka.
  
§    Anak Manusia dikatakan sebagai “Tuhan hari Sabat”, yaitu, ia mempunyai kekuasaan untuk membatalkan hukum yang menjadikan hari itu sebagai hari libur dari bekerja.

Yesus adalah pelaksana hari Sabat yang keras, dimana pada hari itu dia selalu menghadiri ibadah di bait atau di sinagog. Dia terang-terangan memerintahkan para pengikutnya untuk berdoa agar kejatuhan nasional karena penghancuran Yerusalem tidak terjadi pada hari Sabat.

Kalau demikian bagaimana mungkin Yesus mengklaim dirinya sebagai Anak Manusia yang adalah “Tuhan atas hari sabat”, sementara ia harus melaksanakan dan menjaganya seperti orang Yahudi lainnya? Bagaimana mungkin dia berusaha keras mengklaim gelar yang membanggakan itu dan kemudian meramalkan kehancuran Bait dan kota Yerusalem?

Contoh-contoh ini dan banyak lagi yang lainnya menunjukkan bahwa Yesus tidak pernah menyebut “Barnasha” untuk dirinya sendiri, melainkan ia nisbahkan kepada nabi terakhir yang kuat, yang benar-benar menyelamatkan “domba-domba” yaitu orang Yahudi beriman dan menghancurkan “kambing-kambing” yaitu orang Yahudi yang tidak beriman, menghapus hari sabat, menegakkan kerajaan perdamaian, dan menjanjikan bahwa agama dan kerajaan ini akan eksis hinga hari kiamat.

Dalam uraian selanjutnya, kita akan beralih pada menemukan semua tanda dan sifat dari “Anak Manusia” yang benar.

Sumber:
“Menguak Misteri Muhammad” edisi khusus diterbitkan di Indonesia oleh Sahara Publishers cetakan kesebelas Mei 2006.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar