Pada saat
kelahiran Rasulullah saw –berdasarkan riwayat-riwayat yang sampai pada
kita- diriwayatkan dengan sanad yang bermacam-macam bahwa Sayyidah Aminah binti
Wahab, ibunda Rasulullah berkata, “Ketika aku dalam proses melahirkan
Rasulullah, aku tidak mendapatkan rasa sakit sedikit pun sampai aku
melahirkannya. Ketika Rasulullah sudah lahir, keluarlah cahaya yang menyinari
antara timur dan barat.” Beliau lahir –seperti disebut dalam hadits- dengan
bertelungkup dengan kedua tangannya. Dalam riwayat yang lain disebutkan, beliau
lahir dalam keadaan duduk dengan lututnya. (seperti tahiyyat awal) sambil
mengangkat kepalanya ke langit, dan bersamaan dengannya, keluarlah cahaya yang
menyinari istana Syam dan pasar-pasarnya. “Sampai aku melihat leher-leher unta
di bumi.” Demikian menurut ibunda Rasulullah saw.
Ada pula kesaksian seseorang yang pernah menyaksikan peristiwa kelahiran
Rasulullah. Ialah ibu Utsman binti Abdash, beliau berkata, “Aku menyaksikan
ketika Aminah melahirkan Rasulullah, keluar cahaya yang menyinari seluruh
rumah. Di saat itu aku sedang berada di rumahnya. Kemana pun kami melihat, yang
terlihat adalah cahaya.”Hadist ini
diriwayatkan oleh Al Thabrani, juga Al Haitamidalam kitab Majma’ 2:220
Banyak sekali hadits-hadits yang menyebutkan bahwa seluruh anggota tubuh
Rasulullah serta wajah beliau bercahaya. Ada sahabat yang berkata, “Aku punya
pertanyaan yang bertahun-tahun tidak sanggup aku sampaikan karena wibawa
Rasulullah.” Karena cerita-cerita tentang wibawa Rasulullah itu, ada orang yang
bertanya kepada Al Barra’, “Apakah wajah itu seperti pedang, sehingga orang
yang melihatnya ketakutan?” “Tidak. Wajahnya seperti rembulan.”
Ka’ab bin Malik menceritakan, “Ketika mengucapkan salam kepada Rasulullah,
aku melihat wajah beliau berseri-seri karena kebahagiaan. Jika merasa bahagia,
wajah Rasulullah itu berseri-seri seperti rembulan.” Demikian diriwayatkan
dalam Shahih Bukhari bab shifat Nabi. Karena itu, dalam shalawat, kita
sering mendengar bait berikut:
Anta
syamsun anta badrun
Anta nurun fauqan nuri
Anta iksiru wa ghali
Anta misbahush shuduri
Engkaulah matahari engkaulah rembulan
Engkaulah cahaya di atas cahaya
Engkaulah kesturi engkaulah wewangian
Engkaulah cahaya hatiku
Menurut bait-bait tersebut, wajah Rasulullah seperti bulan yang
bersinar. Mungkin ada juga orang yang berkata bahwa itu hanya metafora, kiasan,
sebagaimana orang jatuh cinta yang sedang memuja-muja orang yang dicintainya.
Jadi ada orang yang menganggap cahaya wajah Rasulullah itu hanya sebagai
kiasan. Menurut mereka, itu bukan makna yang sebenarnya, seperti kita sering
mendengar ungkapan orang yang wajahnya berseri-seri hanya seolah-olah bersinar.
Tetapi sebetulnya mereka itu keliru. Wajah Rasulullah tersebut benar-benar
bercahaya dalam artian yang sebenarnya, bukan hanya kiasan. Sekali lagi, wajah
Rasulullah saw benar-benar bercahaya. Dalam hal ini ada keterangan dari
Sayyidah Aisyah, Kanzul Ummal 6:207. Berkata Sayyidah Aisyah, “Aku meminjam jarum dari Habsah binti
Rawahab untuk menjahit. Jarum itu jatuh. Aku mencari-cari, tapi tidak
menemukannya. Maka ketika Rasulullah masuk, kelihatan jelaslah jarum yang
hilang itu karena pancaran sinar wajahnya. Aku pun tertawa. Rasulullah
bertanya, ‘Hai Humaira, mengapa engkau tertawa?’ Aku berkata, ‘Begini dan
begini, ya Rasulullah,’ kuceritakanlah peristiwa itu. Kemudian
Rasulullah berkata dengan suara yang keras, “Hai Aisyah, malanglah orang yang tidak diberi kesempatan memandang
wajahku karena tidaklah seorang Mukmin atau kafir kecuali mengharapkan melihat
wajahku.”
Insya Allah, meski di dunia ini kita
tidak dapat melihat wajah mulia yang memancarkan cahaya itu, pada Hari Akhir
nanti, kita akan diberi kesempatan melihat wajah Rasulullah saw.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar