BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
1.1 Latar Belakang
Sebagai sebuah pemerintahan
berbentuk kerajaan, Aceh tempoe doeloe bukan hanya dipimpin seorang raja
(sultan), tapi juga sultanah. Hal ini jelas membuktikan bahwa Aceh sangat
menjunjung tinggi harkat dan derajat kaum perempuan. Menurut data sejarah
tercatat empat perempuan yang berhasil memimpin Aceh Darussalam. Ratu
Nurul’Alam dan Ratu Zakiyatuddin Inayah Syah juga Ratu Kamalat Syah, adalah putri
dari Seri Ratu Tajul’Alam Shafiyatuddin anak dari suaminya adalah Malik Radiat
Syah setelah Sultan Iskandar Tsany, Seri Raja Muhammad Syah Panglima Cut Ooh
ada juga yang menyebut namanya Sultan Muhammad Syah.
Anak Seri Raja Muhammad Panglima Cut
Ooh yang tertua dari isrinya yang lain (sebelum Seri Ratu Shafiyatuddin) adalah
yang diangkat menjadi Panglima sagi XXVI mukim dalam pemerintahan Seri Ratu
Nurul’Alam, yang bergelar Seri Imuem Muda Panglima Cut ooh.
Seri Ratu Nurul’alam ahli dalam
berbahasa asing yaitu bahasa belanda. Karena dahulu ada seorang wanita Belanda
yang menjadi sekretaris di istina bundanya Tajul Alam safiatuddin. Setahun Seri
Ratu Nurul’Alam memerintah terjadilah suatu sabotase dikraton Darul-dunia.
Dengan terbakar istana seluruh harta kerajaan yang berharga musnah menjadi abu
sebab-sebabnya tidak diceritakan, yang jelas diketahui ialah barang-barang
pusaka purbakalapun ikut musnah. Balai Peratna sembah dan mesjid Baiturrahim
setelah memerintah selama 2 tahun lebih Seri Ratu Nurul’Alam Nakiyatuddin, lalu
ia berpulang ke Rahmatullah pada hari Ahad sehari bulan Dzul-qa’idah 1088 H (23
Januari 1678 M).
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Penobatan Seri Ratu Nurul’Alam Nakiyatuddin
2.1 Penobatan Seri Ratu Nurul’Alam Nakiyatuddin
Ratu Tajul alam Safiatuddin wafat
pada hari tanggal 1 Sya’ban 1086 H.(23 Oktober 1675 M). Sebelum upacara
pemakaman Ratu Tajul Safiatuddin dilakukan terlebih dahulu dilakukan penobatan
penggantinya, yaitu Seri ratu Nurul Alam Naqiatuddin, sehingga setelah beliau
dilantik lantas dinyatakan bahwa kerajaan berkabung 7 hari berhubung wafatnya
Ratu Safiatuddin.
Nurul Alam mendapat kesempatan naik
tahta untuk mengatasi suatu perebutan kerajaan yang merasa berhak mewarisi.
Selain dari rongrongan penjajah Barat Kristen ( Belanda, portugis dan Inggris),
yang tambah menghebatkan lagi, Ratu Nurul’alam yang baru dilantik juga
menghadapi grogotan dari tikus-tikus dalam negri yaitu kaum Wujudiyah yang
diperalat oleh golongan politik tertentu yang ingin menduduki kursi kesultanan.
Untuk menghadapi rongrongan dalm negri yang semakin terasa, Ratu berusaha memperkuat kedudukannya, atau lebih umum lagikedudukan pemerintahan pusat (kesultanan) antara laindengan mengadakan perubahan-perubahan dalam beberapa pasal kanun Meukuta Alam (Undang-undang Dasar kerajaan).
Untuk menghadapi rongrongan dalm negri yang semakin terasa, Ratu berusaha memperkuat kedudukannya, atau lebih umum lagikedudukan pemerintahan pusat (kesultanan) antara laindengan mengadakan perubahan-perubahan dalam beberapa pasal kanun Meukuta Alam (Undang-undang Dasar kerajaan).
2.2 Pembentukan Tiga Sagi
Pemerintahan sehari-hari diserahkan
kepada 3 Panglima sagi, Sagi itu berdasar mufakat rupanya seperti tampi yang
bersegi 3. Selama tampi ini dalam ikatan satu ia akan dapat member manfaat
kepada yang menerlukannya, masing-masing panglima sagi berkuasa penuh.
Masing-masing sagi terdiri dari beberapa mukim, yang jumlahnya bergantung
dengan banyak mukim yang bergabung. Sagi-sagi itu ialah, pertama bernama 22
mukim, kedua 26 mukim, dan ketiga 25 mukim.
Tentang sasal mula perciptanya
system 3 sagi, demikian pula mengenai adanya fungsi irang-orang kaya yang 12,
ada berbagai pendapat telah dikemukakan orang asing sebagai reaksinya. Melihat
dari segi kemajuan, yang lebih dititik beratkan meninjaunya sebagai kemajuan
konstitusonil, pembentukan 3 sagi di aceh Besar dengan pembagian lagi beberapa
mukim untuk bawannya adalah suatu contoh dari kemajuan pemerintahannya.
Kedudukan 3 orang Panglima sagi sangat kuat antara lain yang member kata akhir dalam pengangkatan atau pemberhentian seseorang Sulthan, seperti dinyatakan dalam kanun Meeukuta Alam yang telah disempurnakan itu, yang ikhtisarnya :
Kedudukan 3 orang Panglima sagi sangat kuat antara lain yang member kata akhir dalam pengangkatan atau pemberhentian seseorang Sulthan, seperti dinyatakan dalam kanun Meeukuta Alam yang telah disempurnakan itu, yang ikhtisarnya :
• Yang berhak memilih dan memahzulkan Sultan yaitu :
a. Seri Imeum Muda Panglima Cut’oh,
Panglima XXVI Mukim,
b. Seri Setia Ulama Panglima XXV
mukim,
c. Seri Muda Perkasa Panglima Polem,
Panglima XXI Mukim,
d. Kadli Malikul Adil, Mufti besar
kerajaan.
• Seorang sultan yang akan diangkat berkewajiban membayar :
a. 32 kati mas murni sebagai
jinamee,
b. 16.000, - Ringgit uang tunai
sebagai dabha.
• Jinamee dan dabha tersebut dibagi kapada :
a. Panglima sagi XXVI Mukim,
Panglima Saage XXV Mukim dan Panglima Sagi XXII Mukim, masing-masing 10 kati
mas dan lima ribu ringgit,
b. Kadli Malikul Adil 2 kati emas
dan seribu ringgit,
• Seorang sulthan baru boleh dan sah dinobatkan,setelah nyata sulthan sebelumnya wafat atau dimakzulkan.
• Daerah-daerah yang langsung dibawah perintah sulthan,yaitu:
a. Daerah keraon Darud-Dunia dan ibu
kota Negara Banda Aceh Darussalam,
b. Mukim mesjid Raya,
c. Mukim pagar Aye,
d. Mukim lamsayun,
e. Kampung pandee,
f. Kampung jawa,
g. Kampung pelanggahan,
h. Mukim meraksa.
• Kepala–kepala pemerintahan (Ulebalang,Keujrun dan
sebagainya) diluar Aceh Rayek,diangkat dengan sarakata sulthan menurut gelarnya
masing-masing,dengan dibubuhi Cap Sikureung (Stempel halilintar).
• Kepala-kepala pemerintahan dalam Aceh Rayek,dipadakan dengan turun temurun,tanpa ada pengangkatan baru.
• Hak otonomi diberi seluas-luasnya kepada semua
pemerintah Daerah,termasuk keuangan,kecuali berbagai macam sumber kekayaan yang
langsung dikuasai sulthan.
• Urusan luar negri dan pertahanan,semuanya dalam
urusan pemerinta pusat (Sulthan).
Pembentukan tiga sagi sudah terjadi pada masa Almarhum Tajul’Alam dengan ini ingin ditunjukkan bahwa Tajul’Alam lah yang membutuhkan sesuatu jaminan untuk mendapatkan dukungan selama memegang tampuk kerajaan. Sistem tiga sagi dibentuk oleh Sultan untuk meneguhkan pengaruhnya atas mereka(Orang-orang besar). Federasi Tiga Sagi diciptakan karena didisak oleh suasana lama sebelum Nurul’Alam, yang gunanya yakni untuk meneguhkan pengaruh Panglima-panglima sagi itu sendiri terhadap sultan dan orang0orang besar 12.
Dimana pemerintahan Nurul’Alam
bertambah teguh pengaruh Panglima-panglima sagi, karena mereka berhak
menentukan siapa orangnya yang menjadi raja-raja. Dibawah Pemerintahan
raja-raja perempuan yang lemah yang telah diperintahkan oleh ulubalang dengan
maksud tertentu, maka panglima-panglima Sagi telah juga mendorong kemauannya
bahwa setiap penggantian raja haruslah turut ditentukan oleh Panglima-panglima
Sagi. Sagi yang tiga ini berikut Ulubalang-ulubalang yang masuk bahwasanya
sudah lama diadakan, lama sebelum sultan-sultan praktis ditempatkan dibawah
pengawasan mereka.
2.3 Sabotase Kaum Wujudiyah
Usaha-usaha kaum Wujudiyah untuk
menjatuhkan Ratu Nurul’Alam Nakiatuddin dengan cara hukum tidak berhasil,
karena keTiga Panglima Sagi dan Kadli malikul Adil tetap mempertahankan,
teristimewa karena sebagian besar para Ulama, termasuk Kadli Malikul Adil atau
Mufti besar sendiri, menyatakan Sah Wanita menjadi kepala Negara.
Karena itu, Kaum Wujudiyah yang diperalat golongan politik tertentu melakukan gerakan gerakan dibawah tanah, antara lain dengan melakukan kampanye gelap bahwa menurut hukum islam wanita tidak boleh menjadi Kepala Negara, disamping mereka melakukan sabotase dan pelanggaran-pelanggaran hukum serta tata tertib.
Karena itu, Kaum Wujudiyah yang diperalat golongan politik tertentu melakukan gerakan gerakan dibawah tanah, antara lain dengan melakukan kampanye gelap bahwa menurut hukum islam wanita tidak boleh menjadi Kepala Negara, disamping mereka melakukan sabotase dan pelanggaran-pelanggaran hukum serta tata tertib.
Demikianlah, setelah setahun Ratu
Nurul’Alam memerintah, maka kaum wujudiyah berhasil membekar Ibukota Negara
Banda aceh, sehingga Mesjid Jami’ Baiturrahman dan Keraton Darud Dunia terbakar
habis, demikian pula bahagian besar dari kota.
2.4 Melemahnya Perekonomian Pada Saat pemerintahan Nurul’Alam
Nurul’Alam sangat sulit untuk
memajukan perekonomian rakyat dalam garis besarnya ia mencoba mengikuti jejak
Raja Putri Tajul Alam. Tambahan lagi, bermacam-macam cobaan ditimpakan kepada
seri Ratu itu. Baru saja ia duduk keatas tahta kerajaan, tiba-tiba terjadi
kebakaran yang sangat besar dan maha mengejutkan.
Mesjid Baiturrahman dan Istana Seri
Sultan beserta segala isinya, yang berarti tanda-tanda kebesaran Raja habis
musnah dimakan api, yang bersimaharajalela dan berkuasa di Banda Aceh beberapa
hari lamanya. Segala Tenaga yang dikerahkan untuk memadamkan api itu sia-sia
belaka. Sungguh sial raja yang bercita-cita baik untuk rakyatnya itu.
Kebakaran di aceh yang maha dahyat itu turut juga menggemparkan Malaka, yang memuat peristiwa itu dalam tambo kerajaan pada tahun 1677.
Kebakaran di aceh yang maha dahyat itu turut juga menggemparkan Malaka, yang memuat peristiwa itu dalam tambo kerajaan pada tahun 1677.
Pemerintahan Nurul alam dalam
menghadapi bermacam-macam kesulitan dalam membangun kotanya kembali setelah
dimusnahkan api itu, member kesempatan yang besar kepada uleebalang-uleebalang
Aceh untuk mempertinggi martabat mereka.
2.5 Wafatnya Seri Ratu Nurul’Alam Nakiyatuddin
Sabotase kaum wujudiyah yang
menghanguskan istana dan mesjid Baiturrahman serta sebahagian besar kota Banda
Aceh, betul-betul telah melumpuhkan pemerintahan Ratu Nurul’Alam Nakiatuddin
sehingga segala rencana yang telah dibuatnya menjadi berantakan.
Setelah memerintah selama 2 tahun lebih pada hari Ahad tanggal 1 Zulka’idah 1088 H (1678 M ), Sultanah Seri Ratu Nurul Alam Nakiyatuddin Syah wafat di Banda Aceh.
Setelah memerintah selama 2 tahun lebih pada hari Ahad tanggal 1 Zulka’idah 1088 H (1678 M ), Sultanah Seri Ratu Nurul Alam Nakiyatuddin Syah wafat di Banda Aceh.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
3.1 Kesimpulan
Sultanah Naqiatuddin Nurul Alam
adalah putri Malik Radiat Syah, yang memerintah setelah mangkatnya Sultanah
Safiatuddin. Kepemerintahan Naqiatuddin hanyadua tahun lebih (1675-1678). Namun
demikian, ada hal yang sangat fundamental dilakukannya, yakni keberanian
mengubah Undang-Undang Dasar Kerajaan Aceh dan Adat Meukuta Alam. Aceh akhirnya
dibentuk menjadi tiga federasi yang kemudian lebih akrab dengan sapaan Aceh
Lhee Sagoe. Setiap pemimpin sagi disebut Panglima Sagoe (Panglima Sagi). Maksud
pemerintahan seperti agar birokrasi tersentralisasi dengan menyerahkan segala
urusan kedaerahan (dalam nagari) kepada pemimpin tiga sagi tersebut. Sistem ini
pula kemudian diadopsi oleh negara luar, termasuk penjajah Belanda.
DAFTAR PUSTAKA
Hasymy, A. 1977. 59 Aceh Merdeka di Bawah Pemerintahan
Ratu.
Saed, H.M. Aceh Sepanjang Abad.
Djalil, M.J. 2005. Gerak Kebangkitan Aceh. Bandung :
CV Jaya Mukti.